Perlahan-lahan namun pasti, Evan dan Yuka berjalan ke taman bunga kecil di sayap kanan Honey Karaoke and Cafe. Sebenarnya, Evan sudah menyusun rencana ini sejak lama. Sejak bertemu dengan Mytha, Ladies Companion yang menurutnya mirip sekali dengan Wari alias Prameswari Shalihatun Nisa, puteri Abah dan Ummi di Pondok Pesantren Al-Hidayah. Tapi baru malam ini bisa terlaksana karena Yuka baru bisa berangkat ke Yogyakarta dari Tangerang hari ini. Tadi pagi, baru sampai di tempat kost puteri yang sudah dicarikan Evan beberapa hari sebelumnya.
Keputusan untuk mengajak Yuka ke HKC ini, sudah disetujui oleh Abang sekaligus Ustadz Rayyan yang didapuk Abah untuk menjadi penanggung jawab khusus dalam pencarian Prameswari. Bukan hanya menyetujui, mereka juga memberikan biaya akomodasi dan transportasi selama waktu pencarian yang berdasarkan musyawarah, akan dilangsungkan selama satu bulan. Dengan h
Panik, Prameswari mencari contact Giga di ponsel Mbak Honey dan meneleponnya. Untungnya, layar belum kembali terkunci, karena memang baru beberapa detik yang lalu diletakkan Mbak Honey di meja makan. Bukan, ini bukan tentang perasaan cinta butanya pada Giga atau semacamnya. Masalahnya, tanpa terduga sebelumya, tiba-tiba Mbak Honey pingsan. Jelas, Prameswari terkejut, takut dan panik. Terlebih setelah menyadari kalau seluruh tubuh Mbak Honey dingin dan terlihat pucat. Bayangan-bayangan buruk itu langsung menjejali benaknya dan menjadi padat. Berat."Halooo, ya, Mbak?" suara sexy Giga di seberang sana, "Ada apa, Mbak?"Semakin gemetar karena panik yang meningkat pesat, Prameswari menyahut, "Ini Mytha, Mas. Mbak Honey pingsan, Mas. Tolong, Mas?"Tanpa berpanjang kata lagi
'Apa yang harus aku lakukan sekarang?' batin Prameswari bertanya, 'Mbak Honey sudah nggak ada …!' batinnya lagi sambil duduk termangu di depan jendela kamar, 'Hemmm, kok bisa ya ada orang sebaik dia? Padahal, kalau menurut ceritanya kan, aku bukan siapa-siapanya dia? Dia hanya menemukan aku di jalan, terus dibawa pulang …?"Prameswari mengusap-usap rambut cepak yang mulai lebat menumbuhi kepalanya, "Masa sih, dia bukan siapa-siapa aku? Gila saja menurutku, mewariskan semua harta kekayaan pada orang yang nggak dikenal sama sekali!"Sekali lagi, Prameswari berdecak kagum, "Ini tuh nggak sedikit, lho! Ya Allah, aku jadi takut, sungguh. Gimana caranya coba, menjaga harta peninggalan Mbak Honey yang sebanyak ini?"Sreeekkk …!&
Mendadak, Peony menaruh curiga pada Giga lagi, sama seperti beberapa bulan yang lalu sebelum hamil. Curiga, khawatir sekaligus takut kalau ternyata suaminya itu telah bermain serong di belakang. Kehamilannya sudah memasuki trimester ke dua sekarang. Semua rasa sebal, muak dan juga benci sudah hilang. Berganti dengan rasa cemburu dan curiga. Awalnya dia mengira kalau itu karena fase yang harus dilalui dalam masa kehamilannya tapi ternyata bukan. Buktinya, walaupun Giga berada di rumah dua puluh empat jam sekali pun dia tetap cemburu. Tetap curiga, bingung dan khawatir.Jadi, di sinilah Peony siang ini, di dalam taxi hendak menuju Giga 1000. Sebenarnya misi Peony kali ini adalah mencari tahu sumber kecurigaan dan kecemburuannya terhadap Giga tapi bersembunyi di dalam hantaran makan siang. Itu yang paling mungkin untuk dilakukan, biar Giga nggak berpikir yang nggak-nggak tentangnya.
Semua sudah sepakat, kalau besok akan berangkat ke Yogyakarta bersama-sama. Evan sudah berhasil mendapatkan rumah kontrakan untuk mereka tinggali sementara waktu. Rumah yang nggak terlalu jauh atau dekat dengan Honey Karaoke and Cafe, dengan harapan lebih memudahkan penyelidikan mereka. Abang dan Teh Hasna juga sudah mendapatkan rumah kontrakan yang tak jauh letaknya dari rumah Prameswari. Hanya berjarak sekitar lima rumah. Jadi, bisa menjalin hubungan persaudaraan antar tetangga. Sementara Yuka, sudah kembali ke Pondok Pesantren, karena jadwal kegiatan belajar sudah mulai padat. Nanti kalau memang dibutuhkan di Honey Karaoke and Cafe, bisa didatangkan ke sana lagi. Lagi pula, terlalu riskan meskipun tinggal di kost puteri. Abah takut, tidak bisa menjamin kesehatan dan keselamatannya."Semoga Allah memudahkan segala urusan kita," Abah berujar penuh harapan pada semua yang hadir di pendo
Faza dan Fauzi mendahului masuk ke dalam kafe, sementara Ustadz Rayyan menunggu di luar. Mereka sudah membuat janji, akan segera menghubungi Ustadz Rayyan begitu Prameswari sampai di taman bunga sayap kiri, tempat yang sudah mereka booking sebelumnya. Bukan apa-apa. Masalahnya waktu di Pondok Pasantren, kemungkinan besar Prameswari nggak familiar dengan Faza dan Fauzi, si Anak Kembar yang terkenal sebagai santri pandiam dan tertutup. Jadi, satu-satunya cara untuk menguji apakah benar si Mytha itu benar-benar Prameswari atau bukan, ya hanya dengan jalan memunculkan Ustadz Rayyan. Tapi nggak dari awal waktu, tentu saja. Bisa-bisa malah langsung melarikan diri karena takut dipaksa pulang ke Pondok Pesantren."Za, aku takut, Za!" Fauzi berbisik gemetar di telinga kanan Faza, "Serem aja rasanya liat yang pada pacaran gitu!"
Prameswari menatap dalam-dalam mata elang Giga, membuatnya keder. Beberapa menit yang lalu, dia baru saja menyatakan perasaan cinta pada Prameswari tapi sayang sekali, gagal total. Dengan lembut namun tegas, Prameswari menolaknya. Bukan, bukan berarti nggak memiliki perasaan yang sama akan tetapi mempertimbangkan status Giga yang suami orang. Sebesar apa pun rasa cinta dalam hatinya, tentu saja nggak ingin menjadi orang ke tiga. Meskipun nggak punya niat untuk menghancurkan rumah tangga mereka tapi siapa tahu? Setan nggak pernah menganggur untuk menyesatkan anak manusia, bukan?"Maafkan Mytha, Mas." ucap Prameswari tergetar, "Apa pun itu, Mytha nggak bisa menerimanya. Mytha nggak mau menyakiti hati Mbak Peony, Mas!"Giga menunduk, menyembunyikan rembesan air mata di wajah tampannya. Malu, dia malu kalau harus terlihat menangis
Akhirnya, semua sependapat dan sepakat kalau Mytha yang owner Honey Karaoke and Cafe itu bukanlah Prameswari Shalihatun Nisa. Begitu banyak hal yang membuat mereka mengambil kesimpulan itu, bukan lantaran emosional atau tidak sabar semata-mata. Salah satunya, dia sama sekali tidak mengenali Abang. Okelah, mungkin Prameswari pangling dengan Teh Hasna, Ustadz Rayyan atau bahkan Mas Eiden tapi tidak mungkin kan, pangling terhadap Abang? Bagaimana pun di dalam tubuh mereka mengalir darah yang sama. Masa, tidak ada reaksi sama sekali ketika berdekatan? Sungguh, sikap Prameswari tempo hari itu selayaknya orang asing yang belum pernah bertemu sama sekali.Jadi, tanpa mengulur waktu lebih lama lagi, mereka pulang ke Tangerang untuk melanjutkan pencarian ke kota-kota lain yang mungkin dituju Prameswari waktu pergi dari rumah. Bahkan, Abang dan Teteh sudah memutuskan untuk mencari sampai ke Sumat
Giga berkeras mengelak, ketika Peony gigih mengatakan kalau dia sudah bermain serong di belakang. Bukan hanya dengan kata-kata, Giga juga menggunakan kekuatan fisik, terutama jari telunjuk. Dengan kemarahan yang semakin berkobar-kobar di dadanya, Giga menunjuk-nunjuk tajam wajah Peony yang pucat pasi, "Jangan asal tuduh kaju, Dek! Oooh, aku tahu sekarang … Kamu kan, yang serong? Sama siapa, ha? Ayo, sini bilang sama aku kalau berani? Nggak usah pakai acara bermain belakang segala, terus terang saja … Nanti biar kamu aku kasihkan sama selingkuhan kamu, ha?"Giga benar-benar kalap sekarang, seakan-akan baru saja Peony menyerangnya dengan sebilah pedang. Ditunjuknya wakah Peony tepat di dahi, nyaris menyentuh kulitnya, "Lupa kamu, ha? Aku kerja keras banting tulang siang dan malam tanpa kenal lelah itu untuk siapa? Untuk kamu dan anak-anak kita nantinya. Jangan bodoh kamu Dek