Perlahan-lahan namun pasti, Evan berjalan menuju rumah induk, kediaman Abah. Jauh di dasar hatinya, ada sebongkah ketakutan yang membuat langkah kakinya tergetar. Demi menguatkan hati, lelaki muda tampan itu berhenti di depan pintu gerbang, menyusun pemikiran dan perasaan. Dalam detik-detik yang berdetak sangat lambat, selamat detak jarum jam yang kehabisan baterai, Evan tergulung besarnya keraguan. Mampukah dia menghadap Abah? Sanggupkah menjalankan semua rencana yang telah disusunnya dengan matang beberapa hari ini?
Puk, puk, puk!
Tepukan dipundak kanannya itu benar-benar mengejutkan, menapakkan Evan pada selasar kenyataan. Serta merta Evan menoleh ke samping kiri dan ternyata benar dugaannya, itu Abang. Bukan hanya kandas tergulu
Prameswari tertegun, memandangi bayangan wajahnya yang terpantul di kaca cermin bening milik rumah sakit. Bukan hanya sekedar tertegun, melainkan berdecak kagum meskipun hanya dari dalam hati. Kulit wajah, kepala dam lehernya yang dulu separah itu kini telah menjadi halus dan mulus kembali. Berlipat-lipat bahkan, dari yang dulu, sebelum kecelakaan. Bening, glowing.Tak terasa, air mata syukur, bahagia sekaligus terharu merembes dari pelupuknya. Menetes, mengalir deras. Dia benar-benar nggak menyangka kalau Mbak Honey begitu tulus terhadapnya. Meskipun awalnya bersikeras menolak namun Prameswari tersenyum juga. Senyum dalam linangan air mata yang terasa sulit untuk dihentikan. Dalam hati dia bergumam dengan penuh tanda tanya, 'Baik banget sih, Mbak Honey? Tulus banget. Padahal, kata Mas Giga, operasi plastik kan ngga
Dalam linangan air mata yang terasa semakin panas, Prameswari memakai kembali wig-nya. Diam dan menurut saja ketika Mbak Honey merapikan dan menjepit wig dengan jepit rambut biar nggak mudah lepas. Jauh di dasar hatinya, Prameswari menangis menjerit-jerit membayangkan, Mbak Honey benar-benar mengembalikannya ke jalanan. Meskipun belum tahu, jalanan seperti apa yang dimaksudkan Mbak Honey, belum-belum Prameswari sudah hancur berkeping-keping. Bukan apa-apa, masalahnya dia sama sekali belum ingat, di mana dan bagaimana Mbak Honey menemukan dirinya dulu. Di persawahan, ladang, hutan … Pinggiran sungai atau di emperan toko? Baik Mbak Honey ataupun Giga belum pernah mengungkapkan hal itu padanya. Padahal sudah sering dia menanyakan hal itu pada mereka."Naaahhh, gitu dong, Mytha!" Mbak Honey bergumam riang, "Cantik, mani
Di kamar, sepulang dari kafe bersama Mbak Honey, Prameswari melepas kasar wig cantiknya. Kata Mbak Honey sih begitu meskipun sampai saat ini dia nggak tahu, dimana letak kecantikan rambut imitasi itu. Geram, marah, kecewa dan benci, Prameswari mencampakkan di lantai lalu menginjak-injaknya tanpa ampun. Dia merasa, sudah benar-benar menjadi robot mainan Mbak Honey sekarang. Benar, dia yang telah menolong dan menyelamatkan dirinya dari kejahatan---apapun itu namanya---tapi nggak harus seperti itu, kan? Nggak harus memaksakan kehendak. Apalagi kan, sebenarnya dia nggak malu dengan kondisi kepalanya yang plontos. Untuk apa ditutup-tutupi? Kalaupun harus, kenapa nggak dengan jilbab saja, kenapa harus wig? Benda asing yang baru beberapa jam yang lalu dikenalnya di internet. Itu pun karena Mbak Honey terus memaksa."Ya Allah, tolong katakan padaku, siapakah Mbak Honey yang sebenarnya?" P
Sebisa mungkin, Prameswari melemparkan senyum manis pada pria paruh baya yang duduk di depannya. Sedari tadi, sekitar tiga puluh menit yang lalu, pria itu hanya diam. Duduk diam dan menikmati kopi latte plus nugget pisang crispy yang terhidang di hadapannya. Dalam diamnya yang misterius itu, sesekali melirik ke arah Prameswari yang bersetia menemaminya. Setiap kali lirikan tajam itu tertangkap olehnya, Prameswari mengangguk sembari melemparkan senyum lebar manis. Senyum yang menampakkan barisan gigi putih, bersih dan rapi. Jika senyumnya menyimpul, terlihatlah lesung pipit yang memberi kesan mempesona di pipi kirinya.Sebenarnya, Prameswari sudah jenuh dengan pekerjaan pertama di hari pertama kerjanya ini tapi nggak mungkin menghindar apalagi melarikan diri. Bisa-bisa Mbak Honey mengamuk, meledak atau bahkan menghujaninya dengan caci maki dan sumpah serapah seperti biasa, kalau sampai h
Baru saja menyeruput lemon tea hangatnya untuk yang pertama kali, Prameswari sudah harus bekerja lagi. Berdasarkan keterangan yang tertera di atas memo dari Tiara, tamunya duduk di meja nomor tiga, jadi dia harus segera ke sana dan nggak boleh dalam keadaan cemberut, manyun atau semacamnya. Di sini, apapun yang terjadi hanya boleh ada satu hal ini dalam dirinya, tersenyum manis. Lebih lengkapnya tersenyum manis, bersikap santun, berkata sopan dan berpenampilan anggun. Mempesona. Keharusan terakhir yang dia belum menemukan cara plus chemistry-nya.Anggun dan mempesona, memangnya seperti apa, sih?Pertanyaan inilah yang sering kali mengusik ketenangan hatinya. Jangankan begitu, masih bisa tersenyum padahal sebenarnya menahan pedih di kaki yang lecet karena sepatu high heels saja sudah Alhamdulillah. Itu prinsipnya tapi apa hendak dikata?
Peony benar-benar nggak mau berdekatan dengan Giga. Jangankan berdekatan, melihat dirinya dari jarak yang cukup jauh saja sudah mual dan muntah-muntah hebat. Jadi, selama hampir satu bulan ini, Giga bebas. Artinya, Peony nggak mempermasalahkan sama sekali, apakah dia mau berada di rumah atau di mana yang penting jangan mendekati dirinya. Apalagi sampai menyentuhnya. Waaahhh, bisa-bisa Peony terkulai lemas karena terlalu banyak muntah dan akhirnya kekurangan cairan. Hemmm, tentu saja, Giga nggak mau itu terjadi. Repot dan ribet, urusannya.Sebenarnya Giga juga heran. Kok bisa, orang ngidam sampai seperti itu? Selama ini, yang dia dengar, orang ngidam itu ya ingin makan atau minum apa dan harus dituruti. Kalau nggak, bisa bad mood, cengeng atau malah ngambek. Ada juga yang sampai menyuruh suaminya mencari yang diinginkannya sampai ke ujung dunia. Pokoknya, nggak boleh pulang kalau belum d
Peony benar-benar nggak mau berdekatan dengan Giga. Jangankan berdekatan, melihat dirinya dari jarak yang cukup jauh saja sudah mual dan muntah-muntah hebat. Jadi, selama hampir satu bulan ini, Giga bebas. Artinya, Peony nggak mempermasalahkan sama sekali, apakah dia mau berada di rumah atau di mana yang penting jangan mendekati dirinya. Apalagi sampai menyentuhnya. Waaahhh, bisa-bisa Peony terkulai lemas karena terlalu banyak muntah dan akhirnya kekurangan cairan. Hemmm, tentu saja, Giga nggak mau itu terjadi. Repot dan ribet, urusannya.Sebenarnya Giga juga heran. Kok bisa, orang ngidam sampai seperti itu? Selama ini, yang dia dengar, orang ngidam itu ya ingin makan atau minum apa dan harus dituruti. Kalau nggak, bisa bad mood, cengeng atau malah ngambek. Ada juga yang sampai menyuruh suaminya mencari yang diinginkannya sampai ke ujung dunia. Pokoknya, nggak boleh pulang kalau belum d
"Eh, ya senyuuum, dooong!" Giga menyahut dengan setengah gugup, "Kan, sudah ketemu sama kesayangannya?" Giga meraih pucuk-pucuk rambut panjang sepinggang Mbak Honey, menciumnya dengan lembut dan hangat, "Haruuummm, emmmhhh …!"Diberi sikap semanis itu oleh Giga, Mbak Honey tersenyum tersanjung. Wajahnya bersemburat merah oleh rasa malu tapi mau yang merambati hatinya, "Ah, masaaa? Nggak percaya, tuh?"Tanpa mengulur waktu lebih lama lagi, Giga berdiri mendekati Mbak Honey. Menggenggam jari-jemari tangannya, mengantarkan kehangatan dan kelembutan yang tak terjemahkan oleh kata-kata. Sekarang, di antara rasa kesal dan jengkel dengan semua polah tingkah Peony, rasa rindu juga cemburu pada Prameswari yang mulai membakar pinggiran hatinya, Giga memeluk Mbak Honey. Pelukan spesial, berbeda dari saat bertemu di ruang tamu
"Neng Wari, sekarang kamu sudah sah menjadi istri Ustadz Rayyan." Abah memegangi kedua pundak Prameswari. "Abah bermaksiat kepadamu, jadilah istri yang shalihah ya, Neng Wari? Taatilah suamimu, jangan kecewakan hatinya. Semoga Allah menjadikan kalian keluarga yang sakinah, mawaddah, warrahmah dan barakah."Tak urung jua, air mata Abah merembes hangat. Menetes-netes deras, selayaknya gerimis sehingga Prameswari tersentuh keharuan yang begitu mendalam. Tak terasa, tangisnya pun merebak. Membuncah tumpah ruah dalam pelukan kasih sayang Abah."Neng Wari, sudah Neng." ucap Abah lirih, sembari melepaskan pelukannya, "Abah yakin, ini yang terbaik dari Allah untuk kamu. Insya Allah Ustadz Rayyan hamba yang shalih dan amanah, Neng. Kamu tak perlu khawatir. Ada Allah yang akan selalu menjaga dan melindungi kamu. Ingat ya Neng, kalau kamu
"Wa Wari!" Audry memanggil dengan suara parau, "Tunggu, Wari?"Prameswari menghentikan langkah, memutar setengah badan menghadap Audry. "Ya, Audry?"Prameswari berusaha menggambar senyum untuk sahabat baik sekaligus Ummi barunya itu, menghalau rasa sesak yang memaksa masuk ke dalam rongga dada. Ini bukan kesalahan Audry, bukan. Siapa yang punya kuasa untuk mengusik kehendak Allah? Berat seperti apa pun, Prameswari mengharuskan diri untuk bisa menerima Audry sebagai umminya. Toh, selama ini mereka sudah bersahabat baik, bukan? Tak ada hal yang perlu disangsikan lagi. Satu lagi, Ummi sudah tenang dan bahagia di alam sana. Tak ada kaitan apa-apa lagi dengan kehidupan dunia."Wa Wari sudah makan?" tanya Audry penuh perhatian, "Maaf ya, tadi aku eh Ummi diajak Abah ke
"Syukurlah, suhu tubuh kamu sudah mulai normal, Yuka!" Prameswari memberi tahu sahabat dekatnya itu sembari menggambar senyum simpul gembira, "Kami khawatir banget tahu, semalam?" sebagai pemanis rasa syukur, Prameswari mencubit kecil pinggang Yuka. Gadis berdarah Jepang - Indonesia itu pun meringis kesakitan, namun tawa lirihnya terdengar melegakan."Duh, makasih ya Wari?" ungkap Yuka dengan mata berkaca-kaca merah, "Audry juga. Eh ke mana dia, Wari? Oooh, ehem ehem baru siap-siap ya? Nanti malam kan, ada yang mau datang. Hihihi … Wari, kita harus cepet-cepet nyari kado spesial nih, buat si Calon Pengantin?"Audry pura-pura marah dan menjerit menja dari balik gorden pembatas kamar, "Iiihhh, Yuka!"Bukan Yuka namanya kalau tidak malah tertawa cekikik
"Ning Wari?" tak ada lagi keberanian yang tersisa dalam diri Evan, meskipun hanya untuk sekadar mengangkat wajah. Hanya bisa menunduk malu oleh karena perbuatan jahatnya pada Prameswari dulu.Sebenarnya Prameswari sempat ragu untuk menyapa Evan, tetapi akhirnya terucap juga dari mulutnya yang kering dan pahit. "Evan!"Resmilah sudah, itu adalah sapaan pertama Prameswari untuk Meyka palsu setelah pertemuan singkat mereka di Al-Hidayah beberapa bulan yang lalu. Pertemuan singkat yang mampu mengungkap segala tindak kejahatan Evan. Lebih tepatnya setelah Abang menjebloskannya ke dalam penjara."Apa kabar kamu, Evan?" Prameswari bertanya sambil menarik pandangan turun ke lantai ruang pengunjung nara pidana. Tercekat lagi kerongkongannya sehingga hanya itu yang m
Dari tempatnya berdiri, tak jauh dari rak buku di belakang Prameswari, Ustadz Rayyan menatap malu-malu. Dia hanya mengambil hak pandangan pertamanya, lalu menunduk lagi setelah itu. Membaca baris-baris kalimat yang tertulis dengan apik dan rapi di buku motivasi yang ingin dibelinya nanti.Tak pernah menyangka sebelumnya, kalau di sore yang gerimis ini, akan bertemu dengan Prameswari, sungguh. Jangankan berharap, sedangkan untuk sedikit memikirkan pun Ustadz Rayyan tak memiliki cukup keberanian. Sampai detik ini, semenjak tragedi perjodohan yang ditawarkan Abah dulu, sebisa mungkin dia melupakannya.Pasrah. Menyerahkan urusan itu pada Allah. Terlebih setelah menyadari kalau Prameswari mengalami sesuatu yang bernama amnesia atau hilang ingatan. Dia selalu berjuang untuk mengutuhkan tawakal dalam dada. Percaya sepenuhnya, kalaulah
"Wari!" Yuka memanggil dari balik gorden yang membatasi kamar mereka, "Kamu sudah tidur belum, Wari?"Sebenarnya Wari sudah mengantuk tapi karena Yuka memanggil, dia kembali duduk di tepi tempat tidur. Memandang ke arah tempat tidur Yuka sambil memeluk selimut yang masih terlihat rapi."Ada apa, Yuka?" Prameswari bertanya dengan memelankan suara, takut mengganggu Audry. Di antara mereka bertiga, Audry-lah yang memiliki jam tidur paling awal."Aku boleh ke kamarmu, sebentar?" Yuka balik bertanya membuat Prameswari tersenyum geli."Boleh," sahut Prameswari dengan dahi berkerut. Selama mereka menuntut ilmu di AISYAH baru kali ini Yuka seperti ini. Biasanya, menunggu pagi dulu baru menemui Prameswari. Kecual
"Mytha," Mbak Honey memanggil lembut dan manja, "Kamu tahu nggak kenapa Mbak nakal?" kali ini Mbak Honey mengalihkan seluruh pandangan dan konsentrasi pada Prameswari yang tak dapat menutupi rasa terkejutnya. Dalam hati ia membatin, 'Kenapa tiba-tiba Mbak Honey bertanya seperti itu, ada apa?'Prameswari menggeleng-gelengkan kepala. "Nggak Mbak, Mytha nggak tahu. Enggg tapi menurut Mytha, Mbak Honey nggak nakal, kok. Mbak Honey baik, kok. Baik banget malah."Penuh sayang, Mbak Honey mencuil pipi Prameswari. "Hehehehe … Bisa aja nih, adek Mbak yang cantik kayak embun pagi?"Karena Mbak Honey mengembalikan pandangan ke kaca jendela, Prameswari pun melakukan hal yang sama. Menembus kaca jendela dengan kata bulat besar dan beningnya yang mulai terasa hangat. Terharu sekali
Prameswari masih terlihat lemas di tempat tidur tapi tetap saja menggambar senyum tipis yang manis begitu tahu kalau Yuka datang menjenguknya. "Yuka … Kangen banget, tahu?"Tanpa basa basi dalam bentuk apa pun lagi, Yuka mendekati tempat tidur Prameswari. Menarik kursi tunggu dan menghempaskan tubuh langsingnya seolah-olah itu kasur empuk. Tak dirasakan lagi, bagaimana tulang ekornya terasa berdenyut saat itu terpenting bisa segera memeluk sahabat dekatnya. Ya, walaupun belum berani memeluk erat-erat seperti biasa, sih. Karena kan, luka bekas operasi di perut Prameswari masih belum sembuh. Masih belum dilepas pun perbannya. Alhasil, hanya pelukan pelepas rindu sajalah yang tercipta. Itu pun sudah sangat pantas untuk disyukuri. Sebab bagaimanapun Allah masih memberikan keselamatan pada Prameswari. Jika tidak?"Maaf,
To: Prameswari Shalihatun NisaAssalamu'alaikum Warrahmatullahi WabarakatuhIzinkan saya, Hayyina Khansa memilih engkau untuk menjadi pendamping hidup suami saya, Eiden Malik. Jika engkau bersedia menerima apa yang menjadi maksud dan tujuan saya ini, tolong segera memberi kabar di nomor chat room ini: 082 … 272 atas nama Hayyina Khansa.Demikian surat ini saya tulis karena Allah Ta'ala. Semoga Allah memudahkan dan memberkahi setiap urusan kita. Aamiin Yaa Allah.Assalamu'alaikum Warrahmatullahi WabarakatuhFrom: Hayyina KhansaLagi dan lagi, Prameswari membaca surat dari Mbak Hayyina. Surat pina