Home / Urban / The First and Only One / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of The First and Only One: Chapter 41 - Chapter 50

70 Chapters

41. Peringatan

"Maaf, aku terlambat Mas," ujar Dimas meminta maaf. Napasnya pun masih memburu karena buru-buru ke ladang. Tadinya ia hendak langsung ke sini setelah selesai menyapu halaman. Sayangnya, Andrea memintanya memindahkan beberapa barang untuk dibersihkan. Ia tidak kuasa menolak, lebih lagi barang itu cukup berat untuk diangkat oleh Andrea seorang diri."Tidak apa-apa. Aku juga baru sampai," balas Arkan.Dimas mengulas senyum. Ia tahu Arkan hanya merendah. Benar-benar pria yang baik. "Jadi apa yang Mas Arkan bicarakan denganku?" tanyanya.Hah! Desah napas Arkan mengalun berat. "Jujur! Aku tidak tahu harus mulai dari mana," ujar Arkan memulai pembicaraan. "Namun aku harus bicara. Jika sampai terjadi hal yang buruk, maka aku yang akan menyesal."Belum apa-apa, Dimas sudah dibuat bingung lagi oleh Arkan. Sebenarnya apa yang ingin pria ini bicarakan, sampai-sampai harus mengajaknya bicara di ladang, di mana sudah tidak ada petani yang masih bekerja, mengingat hari
Read more

42. Rencana Awal Berhasil

"Bagaimana?"Erni tersenyum dengan lebarnya. "Kau tenang saja, kakakmu ini sudah mempersiapkan semuanya. Tinggal eksekusi," ujarnya.Erlan tersenyum senang mendengarnya. Setelah sekian lama, akhirnya ia akan bisa memiliki Andrea. "Baiklah! Nanti akan aku lanjutkan setelah kakak memberiku kode.""Tapi kau ingat yang harus kau lakukan bukan? Dan ingat hal ini Erlan, kau harus tetap berhati-hati. Tetaplah bersikap biasa saja, jangan sampai orang-orang curiga.""Kau tenang saja, Kak. Semia warga akan sibuk dengan acaranya dan kita dengan leluasa menjalankan rencana yang telah kita susun."Mendengar Erlan bicara meremehkan keadaan membuat decakan mengalun dari bibir Erni. "Kau ini! Bisa tidak jangan menyepelekan sesuatu? Itu bisa jadi bumerang untukmu sendiri.""Sudah kakak jangan khawatir. Aku akan berhati-hati," balasnya. "Ayo! Kita ke sana sekarang! Jangan sampai mereka mencurigai kita karena terlalu lama di sini, terutama suamimu itu. S
Read more

43. Isyarat

Erni tersenyum lebar melihat Vandy melakukan tugasnya dengan baik. Bibirnya pun menyunggingkan seringai saat Andrea sudah meminum jus yang sudah dicampurnya dengan obat itu. Tugasnya sudah selesai sekarang. Hanya perlu menunggu waktu sampai obat itu bekerja dan Erlan melakukan apa yang harus ia lakukan.Ia mengedarkan pandangannya mencari keberadaan sang adik. Ah itu Erlan! Berkumpul bersama pemuda desa lainnya. Saat matanya bersitatap dengan Erlan. Ia mengangguk pelan, memberi isyarat pada adiknya jika ia sudah melakukan tugasnya dan giliran untuk Erlan yang melakukan tugasnya.Erlan yang melihat isyarat dari kakaknya tersenyum. Inilah yang ia tunggu. "Sudah! Kalian teruskan mengobrolnya. Aku ingin mengambil minum dulu," ujar Erlan pada teman-temannya. Ia menyisihkan diri dari mereka lalu bergegas pergi. Ia harus menunggu hingga waktunya obat itu bekerja dan ia bisa melancarkan rencananya untuk bisa memiliki Andrea.Sementara Dimas yang sedari tadi mengawasi Er
Read more

44. Halangan

"Ck kenapa pria itu ada di sana? Aku tidak bisa mendekati Andrea kalau begini. Bisa-bisa rencanaku akan gagal karena dia. Mengganggu saja, obat itu akan bereaksi dalam dua jam. Selama itu aku harus mencari cara agar pria asing itu menjauh dari Andrea," ujar Erlan pada dirinya sendiri.Dengan cepat ia pergi dari tempatnya berdiri untuk mengawasi Andrea. Ia harus memberi tahu kakaknya tentang ini. Tidak sulit menemukan kakaknya itu karena Erni terlihat paling mencolok di antara ibu-ibu yang sedang bercengkerama di salah satu sudut halaman rumah milik Andrea ini. "Maaf ya ibu ibu semua, aku pinjam Kak Erninya sebentar."Tanpa basa basi lagi Erlan menarik Erni menjauh. "Ada apa lagi sih, Lan. Kau terus mengganggu kesenangan kakak. Kakak sudah melakukan bagian kakak. Sekarang giliranmu.""Itu aku mengerti, Kak. Tapi lihat itu!" ujar Erlan sambil menunjuk ke arah Dimas dan Reta yang asyik bermain dengan anak-anak. "Pria asing itu terus berada di dekat Andrea, bagaiman
Read more

45. Mulai Bereaksi

"Kau tampak pucat Andrea." "Memang aku merasa sedikit pening, Bi, tapi aku baik-baik saja." "Eh? Kalau begitu kau istirahat saja. Ini pasti karena kau kelelahan," seru wanita paruh baya yang merupakan istri dari Galang itu. "Tidak apa-apa, Bi Ratih. Aku baik-baik saja. Akan aku lanjutkan, tinggal sedikit lagi." Ratih menggeleng. "Tidak-tidak! Bibi tidak ingin kau semakin sakit lagi, nanti. Jadi sekarang tinggalkan itu. Biarkan bibi dan yang lainnya, yanh melanjutkannya. Seperti katamu, ini tinggal sedikit lagi." "Tapi ..." "Yang dikatakan Ratih benar. Kami di sini tidak ingin kau sakit. Jadi beristirahatlah!" imbuh Aruni. Wanita paruh baya yang merupakan istri dari Danu itu mendekat ke arah Andrea lalu menjauhkan tubuh gadis itu dari piring-piring yang harus mereka cuci. Aruni menuntun pelan tubuh Andrea ke arah kamar gadis itu. "Ayo! Bibi antar ke kamarmu." "Tidak perlu, Bi. Aku bisa sendiri ke kamar," tolak Andrea. Me
Read more

46. Ketakutan

Andrea terus merasa kepanasan. Ia sudah menghabiskan air minumnya, tapi entah mengapa tubuhnya masih terasa panas. Ada sesuatu dalam dirinya yang membuatnya seperti ini. Andrea berusaha untuk membaringkan tubuhnya. Berharap rasa panas yang ia rasakan hilang. Namun, bukannya menghilang. Rasa panas itu terus itu terus menjalar ke seluruh bagian tubuhnya.Saat tubuhnya bergesekan dengan selimut yang membalutnya, tubuh entah mengapa merasakan sensani luar biasa yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Ia merasa lebih baik. Jadi ia terus melakukannya agar tubuhnya merasa baik. Namun, itu hanya berlangsung sesaat karena tubuhnya semakin terasa panas, dan rasa itu semakin menjeratnya. Mengikuti instingnya, Andrea mencoba menyentuh tubuhnya sendiri, tapi tetap saja itu belum cukup. Ia ingin disentuh lagi dan lagi. 'Ada apa ini?' batinnya. Kenapa ia seakan mendamba seseorang untuk menyentuhnya. Menyentuh seluruh bagian tubuhnya bahkan yang terdalam. 'Tolong! Tolong aku!'Andrea
Read more

47. Reaksi Obat Itu

"Bibi Aruni?"Wanita paruh baya itu, menoleh saat seseorang memanggil namanya. "Oh Nak Dimas? Kau sudah selesai membantu paman-pamanmu membereskan yang di luar?""Ya, Bi! Aku sudah selesai. Bibi dan yang lainnya sudah selesai juga?" tanyanya saat melihat para ibu tadi ia berpapasan di halaman hendak pulang ke rumah masing-masing."Baru saja! Ini bibi mau pulang sekarang bersama Ratih yang masih mengambil beberapa barangnya di di dapur. Nanti bibi dan paman Danu akan menginap di sini, tapi sekarang bibi harus pulang sebentar, membereskan rumah. Pamanmu juga harus mengembalikan barang-barang ke balai desa. Untuk sementara tolong jaga Andrea ya? Dia sepertinya kelelahan sampai-sampai pusing tadi.""Apa? Andrea sakit?""Iya, bibi sudah menyuruhnya istirahat tadi. Tapi dia belum sempat meminum obatnya karena sudah tertidur lebih dulu saat bibi tinggal mengambil obat dan air. Pastikan dia meminum obat itu biar cepat pulih.""Iya bi! Aku akan menja
Read more

48. Hasutan Erlan

"Loh! Nak Erlan kenapa wajahnya memar seperti itu?" tanya Yudi yang sedang bersama Danu dan Aruni. Ketiganya berpapasan di jalan. Yudi hendak ke rumah putranya sedang Danu dan Aruni akan kembali ke rumah Andrea untuk menginap di sana. Sekaligus menemani Andrea yang sedang sakit. Mereka tidak tega meninggalkan keduanya sendiri di sana. Dimas pun pasti kelelahan setelah membantu memindahkan barang-barang tadi.Erlan memutuskan pergi dari rumah Andrea daripada menghadapi kemarahan Dimas yang tampak kalap itu. Namun sepertinya keberuntungan masih berpihak padanya. Ia bisa memanfaatkan keadaan ini membuat Dimas jelek di mata warga desa."Ini bukan apa-apa, Paman. Yang lebih penting itu si Kak Dimas mencoba melakukan hal yang tidak senonoh dengan Andrea di sana. Aku memergoki mereka saat setelah dari toilet tadi. Bibi Aruni tahu, 'kan aku minta izin meminjam toliet tadi di sana? Saat kembali itulah aku melihat mereka hendak melakukan hal itu dan mencoba menghentikan mereka t
Read more

49. Kepergok

  "Aku pun tidak percaya akan hal itu," ujar Yudi akhirnya angkat bicara juga. Walaupun baru mengenal Andrea tiga tahun ini dan Dimas beberapa bulan ini,ia tahu keduanya tidak akan berbuat hal serendah itu. Lagi pula ia tahu, bagaimana perangai Erlan. Pun kecurigaannya pada pemuda ini masih belumlah hilang. Bisa saja Erlan mengatakan ini untuk menjelekkan Dimas hingga ia bisa dengan mudah mendekati Andrea. "Terserah paman mau percaya atau tidak. Apa tidak cukup wajah babak belurku ini? Dimas itu tidak sebaik yang kalian pikirkan. Kalian tertipu dengan wajah tanpa dosanya itu." "Nak Erlan tidak bisa menghakimi orang lain seperti itu. Apa Nak Erlan memiliki buktinya?" tanya Aruni. Ia tidak mungkin membiarkan Erlan terus menjelekkan Andrea dan Dimas. "Jika kalian ingin bukti, ayo kita ke rumah Andrea. Kalian pasti akan menemukan buktinya di sana dan aku tidak berbohong," tantang Erlan. "Bukti apa?" Suara dari arah belakang mereka mem
Read more

50. Saling Tuduh

"Apa yang kalian lakukan?"Mendengar pertanyaan itu memnbuat Dimas yang hendak mengangkat tubuh Andrea menegakkan kembali tubuhnya. "Aku hanya ingin membantu Andrea, Paman. Tubuhnya ...""Dia pasti bohong. Dilihat dari mana pun, dia tidak terlihat ingin membantu Andrea. Lihat saja bajunya itu. Sudah berantakan. Baju Andrea juga sudah tidal berbentuk seperti itu. Mereka pasti hendak melakukannya, atau dia yang memaksa Andrea. Bisa saja bukan?" tuduh Erlan menyela perkataan Dimas. Ia tidak akan memberikan kesempatan untuk Dimas membela diri. Biar saja pria asing ini mendapat ganjarannya karena telah menggagalkan rencananya untuk memiliki Andrea.Sementara Danu hanya terdiam, menatap miris ke arah Dimas dan Andrea. Ia ingin membela keduanya, tapi bukti ada di depan mata yang memberatkan keduanya. Sedangkan Aruni yang melihat kondisi Andrea langsung saja masuk ke dalam kamar tersebut. Menyelimuti tubuh Andrea dengan selimut yang tergeletak di lantai. Ia dapat merasa
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status