"Apa yang kalian lakukan?"
Mendengar pertanyaan itu memnbuat Dimas yang hendak mengangkat tubuh Andrea menegakkan kembali tubuhnya. "Aku hanya ingin membantu Andrea, Paman. Tubuhnya ..."
"Dia pasti bohong. Dilihat dari mana pun, dia tidak terlihat ingin membantu Andrea. Lihat saja bajunya itu. Sudah berantakan. Baju Andrea juga sudah tidal berbentuk seperti itu. Mereka pasti hendak melakukannya, atau dia yang memaksa Andrea. Bisa saja bukan?" tuduh Erlan menyela perkataan Dimas. Ia tidak akan memberikan kesempatan untuk Dimas membela diri. Biar saja pria asing ini mendapat ganjarannya karena telah menggagalkan rencananya untuk memiliki Andrea.
Sementara Danu hanya terdiam, menatap miris ke arah Dimas dan Andrea. Ia ingin membela keduanya, tapi bukti ada di depan mata yang memberatkan keduanya. Sedangkan Aruni yang melihat kondisi Andrea langsung saja masuk ke dalam kamar tersebut. Menyelimuti tubuh Andrea dengan selimut yang tergeletak di lantai. Ia dapat merasa
"Tolong jaga Andrea sebentar, Runi. Aku ingin bicara dengan Dimas. Aku masih tidak percaya dengan yang terjadi dan perkataan Erlan tadi," ujar Danu pada Aruni.Aruni mengangguk. "Aku pun tidak percaya. Pintalah penjelasan padanya," balas Aruni.Danu duduk di sebelah Andrea yang masih gemetar. "Tenanglah, Rea. Paman akan memastikan semuanya. Tenangkan dirimu. Ada bibi Arunimu yang akan menemanimu di sini. Paman pulang sebentar."Setelah itu, Danu beranjak. Ia menyusul Pak Wira dan Dimas menuju rumahnya. Pak Wira pasti akan memastikan Dimas benar-benar ke rumahnya atau tidak.Sesampainya di rumahnya yang hanya berjarak dua rumah dari rumah Andrea, Danu langaung masuk. Dugaannya benar. Pak Wira masih berada di sana. Duduk dengan Dimas serta Alfi putranya."Ayah pulang? Kata Paman Wira ayah dan ibu akan menemani Kak Andrea. Sebenarnya apa yang terjadi, Ayah? Tumben sekali Kak Dimas yang menginap di sini? Biasanya 'kan kalau bukan ayah, ibu pasti aku ya
"Sebenarnya apa yang terjadi, Andrea? Kenapa kau bisa seperti ini?"Aruni terus saja mengusap punggung Andrea. Tubuh gadis ini masih bergetar dan melenguh pelan dalam pelukannya. Andrea pun masih mengeluh panas padanya. Bahkan bibir gadis ini masih mendesah beberapa kali. Entah mengapa tubuh Andrea sensitif hanya karena usapannya?Pertanyaan itu terus terngiang dalam kepala Aruni hingga ia ingat perkataan Dimas. Pemuda itu bilang kemungkinan Andrea diberi obat hingga menjadi seperti ini. Untuk menghilangkan efek obat itu, Dimas hendak merendam Andrea dengan air dingin. Mungkin cara itu bisa coba untuk membuat keadaan Andrea lebih baik.Aruni melepaskan rengkuhannya pada Andrea dan beranjak bangun. "Ayo Andrea! Kita ke kamar mandi. Bibi akan merendammu dengan air dingin seperti yang dikatakan Dimas."Andrea yang terlihat sudah lemas itu hanya bisa menurut. Ia menyambut uluran tangan wanita paruh baya di hadapannya untuk menuntunnya ke kamar mandi. Tanpa me
"Bagaimana Dimas, Pak?"Danu menghela napasnya dalam saat mendengar pertanyaan itu dari istrinya. "Dimas sudah menceritakan semuanya pada bapak dan Pak Wira, Bu. Ya begitulah! Dimas bilang dia menemukan Erlan hampir melecehkan Andrea dan kemungkinan Andrea telah diberikan obat perangsang oleh Erlan hingga nona muda kita itu tidak bisa melawannya. Lebam di wajah Erlan itu ya karena Dimas kalap mengetahui Andrea diperlakukan seperti itu oleh pemuda kurang ajar itu. Saat kita datang sebenarnya Dimas hendak menyadarkan Andrea dengan merendamnya di air dingin. Kurang lebih seperti itulah cerita Dimas, Bu.""Kalau menurut bapak bagaimana? Bapak percaya dengan Dimas?"Danu melengkungkan senyumnya. "Bapak percaya pada Dimas, Bu. Hati bapak mengatakan Dimas tidak berbohong, justru Erlanlah yang berdusta dan memutar balikkan fakta agar kita menyalahkan Dimas. Ibu sendiri bagaimana?""Ibu sama seperti bapak, percaya pada Nak Dimas. Selama dia tinggal di sini, Dimas
"Kenapa kau bodoh sekali sih, Lan? Kenapa sampai Dimas memergokimu? Kenapa kau tidak kunci pintu itu dulu?" omel Erni saat Erlan menceritakan apa yang terjadi semalam di rumah Andrea."Ya aku mana tahu jika pria itu akan datang secepat itu. Aku akui, aku lengah dengan tidak mengunci pintunya.""Dasar! Kau pasti lupa diri karena melihat Andrea dalam keadaan tidak sadar bukan?"Erlan tidak menjawab perkataan Erni. Ia hanya tersenyum sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ya siapa juga tidak akan lupa diri saat melihat Andrea yang tampak begitu menggairahkan di depan mata?"Dasar kau ini! Pikiranmu itu hanya nafsu saja isinya tapi tidak menggunakannya sebagaimana mestinya. Jangan hanya cengar-cengir begitu! Yang harus kau pikirkan itu langkah selanjutnya nanti. Akan sulit bagimu untuk mendekati Andrea lagi. Obat itu tidak sepenuhnya menghilangkan kesadaran Andrea sepenuhnya. Obat itu hanya membuat gairahnya yang meningkat. Andrea pasti akan ..."
"Baiklah! Kita semua berkumpul di balai desa ini untuk membahas masalah Nak Andrea dan Nak Dimas yang kepergok melakukan hal tidak senonoh kemarin malam. Ah maaf! Sepertinya aku salah di sini, mengingat bagaimana keadaan Nak Andrea kemarin yang dalam keadaan tidak sadar sesuai kesaksian dari Nak Erlan. Jadi yang akan kita bahas di sini adalah pelecehan yang dilakukan Nak Dimas pada Nak Andrea."Pernyataan yang keluar dari Pak Irwan, salah satu dari sekretariat desa membuat Dimas dan Andrea menahan napasnya. Ternyata benar! Perkataan Pak Wira kemarin, Erlan tidak akan membiarkan mereka begitu saja. Pemuda itu telah memutar balikkan fakta hingga yang terlihat bersalah adalah Dimas dan Andrea yang menjadi korbannya.Mendengar pernyataan itu, para warga yang hadir berbisik-bisik. Ada yang percaya begitu saja dengan apa yang mereka dengar. Ada juga yang tidak percaya karena selama Dimas tinggal di desa ini, Dimas tidak pernah bermasalah dengan yang lainnya. Tampak begitu ba
"Sekarang! Bagaimana Nak Dimas? Apakah benar Nak Dimas melakukan seperti pernyataan yang bapak jabarkan tadi?"Dimas mengangkat wajahnya, menatap para perangkat desa di depannya. Tidak ada sedikitpun raut ketakutan yang ia tunjukkan karena memang dirinya tidak bersalah dalam hal ini. "Aku tidak akan mengakui pernyataan Pak Irwan tadi adalah kebenarannya. Aku bahkan tidak tahu dari mana semua ini berawal. Saat itu aku baru kembali dari balai desa setelah mengangkut barang yang kita gunakan untuk perayaan kemarin. Bahkan Pak Irwan sendiri dan beberapa bapak-bapak bersamaku saat itu.""Saat kembali aku berpapasan dengan Bi Aruni dan Bi Ratih. Bi Aruni mengatakan akan pulang ke rumahnya untuk beberes dan akan kembali bersama paman Danu ke rumah Andrea untuk menginap sama seperti biasanya yang kalian tahu. Sebelum pulang, bibi mengatakan jika Andrea sedang tertidur karena mengeluh pusing. Bibi menyuruhku menjaga dan mengecek keadaan Andrea sampai dia kembali lagi. Namun, bu
Wira menghela napasnya. Berusaha menahan emosi, agar tidak terpancing dengan yang dikatakan oleh Erlan. Ia berdeham pelan. Mengedarkan pandangan menatap setiap orang yang hadir di balai desa itu. Ia harus tenang dan berusaha tetap bijak dalam mengatasi masalah ini agar tidak ada yang dirugikan."Memang yang kau katakan benar, aku ikut ke rumah Andrea untuk memastikan penuturanmu di jalan itu benar atau tidak. Namun, aku tidak melihat Dimas dengan jelas ingin melecehkan Andrea, yang aku lihat Dimas berusaha menahan tubuh Andrea. Justru yang aku lihat, tangan Andrea yang berusaha menggapai Dimas," ujar Wira dengan suara tenangnya. Dalam hati ia meminta maaf telah berbohong. Namun bukan berarti yang ia katakan adalah seluruhnya kebohongan. Tidaka Tadi malam ia memang melihat Andrea mengulurkan tangannya pada Dimas, sedangkan Dimas tampak ingin merangkul punggung Andrea. Seperti yang dikatakannya, pemuda itu ingin mengangkat tubuh Andrea."Kita sudah mendengar
"Aku ..."Andrea menggantung kalimatnya. Ia memandang ke arah Dimas yang menampilkan senyum ke arahnya dan mengangguk. Meyakinkan dirinya untuk menjawab pertanyaan yang diajukan untuknya. Setelah mendapatkan keyakinannya lagi, Andrea kembali menoleh ke arah depan lalu memandang setiap pasang mata yang menunggu jawaban darinya.Hela napas panjang keluar dari belah bibirnya sebelum melanjutkan apa yang ingin ia sampaikan. "Aku tidak tahu apa yang terjadi. Aku tidak tahu harus menjelaskan dari mana karena aku tidak tahu ini berawal. Yang aku ingat hanya saat itu tubuhku terasa panas dan sensitif. Aku tidak tahu harus bagaimana sampai Kak Dimas datang. Dia pun awalnya bingung melihat keadaanku. Aku yang sudah setengah sadar hanya mendengar sayup-sayup Kak Dimas bicara tentang kamar mandi dan berendam. Aku merasa Kak Dimas menarikku untuk bangun sebelum suara gaduh di ambang pintu membuat Kak Dimas melepaskan pegangannya dan aku tidak ingat apa-apa lagi. Saat sadar, aku sud