Wira menghela napasnya. Berusaha menahan emosi, agar tidak terpancing dengan yang dikatakan oleh Erlan. Ia berdeham pelan. Mengedarkan pandangan menatap setiap orang yang hadir di balai desa itu. Ia harus tenang dan berusaha tetap bijak dalam mengatasi masalah ini agar tidak ada yang dirugikan.
"Memang yang kau katakan benar, aku ikut ke rumah Andrea untuk memastikan penuturanmu di jalan itu benar atau tidak. Namun, aku tidak melihat Dimas dengan jelas ingin melecehkan Andrea, yang aku lihat Dimas berusaha menahan tubuh Andrea. Justru yang aku lihat, tangan Andrea yang berusaha menggapai Dimas," ujar Wira dengan suara tenangnya. Dalam hati ia meminta maaf telah berbohong. Namun bukan berarti yang ia katakan adalah seluruhnya kebohongan. Tidaka Tadi malam ia memang melihat Andrea mengulurkan tangannya pada Dimas, sedangkan Dimas tampak ingin merangkul punggung Andrea. Seperti yang dikatakannya, pemuda itu ingin mengangkat tubuh Andrea.
"Kita sudah mendengar
"Aku ..."Andrea menggantung kalimatnya. Ia memandang ke arah Dimas yang menampilkan senyum ke arahnya dan mengangguk. Meyakinkan dirinya untuk menjawab pertanyaan yang diajukan untuknya. Setelah mendapatkan keyakinannya lagi, Andrea kembali menoleh ke arah depan lalu memandang setiap pasang mata yang menunggu jawaban darinya.Hela napas panjang keluar dari belah bibirnya sebelum melanjutkan apa yang ingin ia sampaikan. "Aku tidak tahu apa yang terjadi. Aku tidak tahu harus menjelaskan dari mana karena aku tidak tahu ini berawal. Yang aku ingat hanya saat itu tubuhku terasa panas dan sensitif. Aku tidak tahu harus bagaimana sampai Kak Dimas datang. Dia pun awalnya bingung melihat keadaanku. Aku yang sudah setengah sadar hanya mendengar sayup-sayup Kak Dimas bicara tentang kamar mandi dan berendam. Aku merasa Kak Dimas menarikku untuk bangun sebelum suara gaduh di ambang pintu membuat Kak Dimas melepaskan pegangannya dan aku tidak ingat apa-apa lagi. Saat sadar, aku sud
"Adalah ..."Andrea kembali mengantung perkataannya membuat yang ada di balai desa menahan napas menunggu jawaban darinya. "Tidak benar! Meskipun aku dan Kak Dimas serumah, sekalipun kami tidak pernah berpikiran seperti itu. Berbulan-bulan kami tinggal bersama, tidak pernah ada kejadian seperti ini sebelumnya. Coba paman dan bibi sekalian pikirkan ini. Seandainya yang dituduhkan pada kami adalah kebenarannya, untuk apa kami melakukannya di saat banyak orang di rumah? Yang mungkin akan merugikan diri kami sendiri? Kami tidak akan melakukan hal seceroboh itu.""Jadi maksudmu, ada yang ingin menjebakmu dan Dimas, begitu?"Andrea mengedarkan pandangannya menatap semua yang ada di balai desa. Ia harus berani melakukannya. Ia harap dengan perkataannya ini, mata warga desa terbuka untuk melihat apa yang terjadi sebenarnya. Ia tidak akan membiarkan Dimas disalahkan karena menolongnya. Terlebih membiarkan orang yang harusnya bertanggung jawab senang karena re
"Alah! Jangan mencoba mempengaruhi warga desa dengan kata-katamu itu Andrea," seru Erni. Ia tidak bisa membiarkan warga desa terpengaruh dengan perkataan Andrea. Jika itu terjadi bisa-bisa rencananya dan Erlan gagal. Dimas tidak akan terusir dari desa ini. Kesempatan Erlan untuk mendekati Andrea pun akan hilang karena gadis itu telah mengetahui adiknya adalah dalang semua yang terjadi ini. Ia harus bisa membuat warga desa berpihak pada Erlan lagi."Mana mungkin kau akan mengakuinya? Perkataanmu itu tidak bisa dipercaya. Tampak jelas kau hanya ingin melindungi pemuda yang tinggal denganmu itu. Atau jangan-jangan seperti yang dikatakan tadi kau dan Dimas memang melakukannya atas suka sama suka?" tuduh Erni menyudutkan Andrea.Ia memandang warga desa satu persatu. "Dan kalian jangan terpedayai oleh gadis yang sok polos ini. Dia hanya mempermainkan kalian dengan perkataan manisnya itu. Membuat kalian percaya padanya hingga berpikir keduanya adalah korban di sini. Padahal j
"Jadi kami sebagai perangkat dan perwakilan warga desa memutuskan Dimas dan Andrea harus pergi dari desa ini."Setelah mendengar keputusan itu, suasana balai desa kembali riuh dengan berbagai komentar tentang keputusan tersebut. Banyak yang menyayangkan hal itu harus terjadi karena menganggap Dimas dan Andrea tidak bersalah. Keduanya adalah orang yang baik dan ramah. Sedangkan sebagian lagi menyerukan persetujuannya. Menanggap keputusan itu tepat karena mereka tidak mau nama desa dan warga tercemar akibat ulah perbuatan keduanya yang tidak bermoral. Pun tidak ingin pemuda dan pemudi lainnya akan mencontoh perbuatan mereka itu.Berbeda dengan halnya dengan Danu, Galang, Aruni dan Ratih. Keempatnya menahan napas mendengar keputusan yang diucapkan oleh Pak Wira. Kenapa seperti ini? Bukankah sudah jelas, Erlan tidak dapat membuktikan perkataannnya itu, lantas mengapa keduanya tetap dihukum seberat itu? Jika itu terjadi, bagaimana dengan Andrea? Apa yang harus mereka kataka
"Bagaimana itu mungkin?""Aku tidak menerima itu!"Seruan itu datang dari Erlan dan Erni. Senyum yang tadi menghiasi bibir keduanya saat mendengar Dimas dan Andrea harus pergi dari desa ini sirna sudah. Erlan bahkan sudah berdiri dengan raut kesalnya. "Kenapa mereka harus menikah? Andrea tidaklah salah dalam hal ini. Bagaimana kalian bisa memutuskan hal yang memberatkan Andrea? Ini tidak adil. Lagi pula aku sudah memberikan bukti jika Andrea korban dari kebrengsekan pria itu."Pak Wira tersenyum sinis mendengar seruan kedua kerabatnya itu. Sekarang ia yakin dugaannya mengenai Erlan dan Erni yang menjebak Dimas dan Andrea. "Kenapa tidak mungkin?"tanyanya dengan sinis. "Ya! Kau memang memberikan kesaksianmu, tapi itu tidaklah cukup untuk memutuskan Dimas adalah tersangka sedangkan Andrea adalah korban. Bahkan Andrea sendiri menyanggah kesaksianmu itu dan menyatakan kalau Dimas yang menolongnya di saat dia sedang dalam keadaan tidak berdaya tadi malam. Jadi t
Tubuh keduanya membeku di kursi yang mereka duduki mendengar perkataan Pak Wira. Menikah? Mereka harus menikah? Kata-kata itu berputar dalam kepala mereka. Bagaimana mereka bisa menikah? Mereka tidak saling mencintai, bagaimana mereka bisa menikah? Memang tidak dipungkiri ada rasa nyaman saat mereka bersama. Pun ada getaran dalam hati mereka yang mereka rasakan saat dekat satu sama lainnya. Namun apa itu cukup disebut cinta? Bahkan dalam sebuah pernikahan cinta pun tidaklah cukup, ada komitmen, kepercayaan dan kesiapan diri di dalamnya. Sementara hubungan mereka selama ini tidaklah lebih dari pertemanan semata. Tidak ada komitmen apa pun dalam hubungan mereka. Lantas bagaimana mereka bisa menikah?Dalam diam mereka menyimak perdebatan antara Pak Wira dengan Erlan. Meski telinga mereka terbuka lebar untuk mendengar perdebatan itu, tapi tidak satu pun yang bisa ditangkap oleh mereka. Pikiran mereka masih dipenuhi dengan perkataan Pak Wira sebelumnya sampai pertanyaan dari Pak I
Jawaban yang diberikan Andrea tak pelak membuat semua orang yang ada di balai desa itu terkejut. Mereka kira Andrea akan menolak atau tidaknya bernegosiasi lagi dengan mereka mengenai keputusan yang telah mereka jatuhkan padanya dan Dimas. Namun tidak, Andrea tanpa ragu menjawab mau menikah dengan Dimas. Lebih terkejut lagi dengan perkataan Andrea setelahnya."Aku setuju bukan karena aku mengakui perbuatan yang dituduhkan padaku dan Kak Dimas. Aku menyetujuinya karena tidak memiliki pilihan lain. Aku tidak memiliki tempat untuk pergi, tidak memiliki tempat tinggal selain di desa ini. Aku tidak memiliki tujuan untuk pulang," ujarnya.Tidak bisa dipungkiri Dimas merasa hatinya sakit dan kecewa mendengar perkataan gadis yang duduk di sampingnya ini. Andrea mau menikah dengannya hanya karena tidak memiliki pilihan lain. Apa tidak ada sedikit saja rasa yang tumbuh di hati Andrea untuknya? Namun perasaan sedih itu langsung hilang digantikan oleh rasa iba setelah mendengar ke
Semua orang bebas untuk memilih. Begitupun dengan Andrea dan inilah pilihannya. Menikah dengan Dimas bukan pilihan mudah yang bisa ia putuskan dalam sekejap. Namun jika dihadapkan pada pilihan tersebut, maka ia yakin ini keputusan yang tepat. Terlepas dari ia yang tidak ingin pergi dari desa ini dan tidak tahu harus ke mana jika pergi dari desa ini, ia memutuskan ini karena hatinya memang menginginkan Dimas dan menyakini pria itu memang yang terbaik untuknya."Kau yakin dengan keputusanmu itu, Andrea?"Pertanyaan dari Pak Wira menyadarkan Andrea, ia menegakkan tubuhnya dan kembali menoleh ke arah Dimas yang masih menatapnya. Wajah pria itu masih tampak syok dan Andrea mengerti hal itu. Siapa yang tidak terkejut dengan jawaban yang ia berikan tadi? Tidak ada, bahkan dirinya sendiri pun terkejut, tapi ia tidak menyesal dengan pilihannya."Aku yakin Paman," jawabnya sekali lagi lalu kembali menghadapkan ke arah depan. Menatap para perangkat desa yang menunggu jawab