"Bibi Aruni?"
Wanita paruh baya itu, menoleh saat seseorang memanggil namanya. "Oh Nak Dimas? Kau sudah selesai membantu paman-pamanmu membereskan yang di luar?"
"Ya, Bi! Aku sudah selesai. Bibi dan yang lainnya sudah selesai juga?" tanyanya saat melihat para ibu tadi ia berpapasan di halaman hendak pulang ke rumah masing-masing.
"Baru saja! Ini bibi mau pulang sekarang bersama Ratih yang masih mengambil beberapa barangnya di di dapur. Nanti bibi dan paman Danu akan menginap di sini, tapi sekarang bibi harus pulang sebentar, membereskan rumah. Pamanmu juga harus mengembalikan barang-barang ke balai desa. Untuk sementara tolong jaga Andrea ya? Dia sepertinya kelelahan sampai-sampai pusing tadi."
"Apa? Andrea sakit?"
"Iya, bibi sudah menyuruhnya istirahat tadi. Tapi dia belum sempat meminum obatnya karena sudah tertidur lebih dulu saat bibi tinggal mengambil obat dan air. Pastikan dia meminum obat itu biar cepat pulih."
"Iya bi! Aku akan menja
"Loh! Nak Erlan kenapa wajahnya memar seperti itu?" tanya Yudi yang sedang bersama Danu dan Aruni. Ketiganya berpapasan di jalan. Yudi hendak ke rumah putranya sedang Danu dan Aruni akan kembali ke rumah Andrea untuk menginap di sana. Sekaligus menemani Andrea yang sedang sakit. Mereka tidak tega meninggalkan keduanya sendiri di sana. Dimas pun pasti kelelahan setelah membantu memindahkan barang-barang tadi.Erlan memutuskan pergi dari rumah Andrea daripada menghadapi kemarahan Dimas yang tampak kalap itu. Namun sepertinya keberuntungan masih berpihak padanya. Ia bisa memanfaatkan keadaan ini membuat Dimas jelek di mata warga desa."Ini bukan apa-apa, Paman. Yang lebih penting itu si Kak Dimas mencoba melakukan hal yang tidak senonoh dengan Andrea di sana. Aku memergoki mereka saat setelah dari toilet tadi. Bibi Aruni tahu, 'kan aku minta izin meminjam toliet tadi di sana? Saat kembali itulah aku melihat mereka hendak melakukan hal itu dan mencoba menghentikan mereka t
"Aku pun tidak percaya akan hal itu," ujar Yudi akhirnya angkat bicara juga. Walaupun baru mengenal Andrea tiga tahun ini dan Dimas beberapa bulan ini,ia tahu keduanya tidak akan berbuat hal serendah itu. Lagi pula ia tahu, bagaimana perangai Erlan. Pun kecurigaannya pada pemuda ini masih belumlah hilang. Bisa saja Erlan mengatakan ini untuk menjelekkan Dimas hingga ia bisa dengan mudah mendekati Andrea. "Terserah paman mau percaya atau tidak. Apa tidak cukup wajah babak belurku ini? Dimas itu tidak sebaik yang kalian pikirkan. Kalian tertipu dengan wajah tanpa dosanya itu." "Nak Erlan tidak bisa menghakimi orang lain seperti itu. Apa Nak Erlan memiliki buktinya?" tanya Aruni. Ia tidak mungkin membiarkan Erlan terus menjelekkan Andrea dan Dimas. "Jika kalian ingin bukti, ayo kita ke rumah Andrea. Kalian pasti akan menemukan buktinya di sana dan aku tidak berbohong," tantang Erlan. "Bukti apa?" Suara dari arah belakang mereka mem
"Apa yang kalian lakukan?"Mendengar pertanyaan itu memnbuat Dimas yang hendak mengangkat tubuh Andrea menegakkan kembali tubuhnya. "Aku hanya ingin membantu Andrea, Paman. Tubuhnya ...""Dia pasti bohong. Dilihat dari mana pun, dia tidak terlihat ingin membantu Andrea. Lihat saja bajunya itu. Sudah berantakan. Baju Andrea juga sudah tidal berbentuk seperti itu. Mereka pasti hendak melakukannya, atau dia yang memaksa Andrea. Bisa saja bukan?" tuduh Erlan menyela perkataan Dimas. Ia tidak akan memberikan kesempatan untuk Dimas membela diri. Biar saja pria asing ini mendapat ganjarannya karena telah menggagalkan rencananya untuk memiliki Andrea.Sementara Danu hanya terdiam, menatap miris ke arah Dimas dan Andrea. Ia ingin membela keduanya, tapi bukti ada di depan mata yang memberatkan keduanya. Sedangkan Aruni yang melihat kondisi Andrea langsung saja masuk ke dalam kamar tersebut. Menyelimuti tubuh Andrea dengan selimut yang tergeletak di lantai. Ia dapat merasa
"Tolong jaga Andrea sebentar, Runi. Aku ingin bicara dengan Dimas. Aku masih tidak percaya dengan yang terjadi dan perkataan Erlan tadi," ujar Danu pada Aruni.Aruni mengangguk. "Aku pun tidak percaya. Pintalah penjelasan padanya," balas Aruni.Danu duduk di sebelah Andrea yang masih gemetar. "Tenanglah, Rea. Paman akan memastikan semuanya. Tenangkan dirimu. Ada bibi Arunimu yang akan menemanimu di sini. Paman pulang sebentar."Setelah itu, Danu beranjak. Ia menyusul Pak Wira dan Dimas menuju rumahnya. Pak Wira pasti akan memastikan Dimas benar-benar ke rumahnya atau tidak.Sesampainya di rumahnya yang hanya berjarak dua rumah dari rumah Andrea, Danu langaung masuk. Dugaannya benar. Pak Wira masih berada di sana. Duduk dengan Dimas serta Alfi putranya."Ayah pulang? Kata Paman Wira ayah dan ibu akan menemani Kak Andrea. Sebenarnya apa yang terjadi, Ayah? Tumben sekali Kak Dimas yang menginap di sini? Biasanya 'kan kalau bukan ayah, ibu pasti aku ya
"Sebenarnya apa yang terjadi, Andrea? Kenapa kau bisa seperti ini?"Aruni terus saja mengusap punggung Andrea. Tubuh gadis ini masih bergetar dan melenguh pelan dalam pelukannya. Andrea pun masih mengeluh panas padanya. Bahkan bibir gadis ini masih mendesah beberapa kali. Entah mengapa tubuh Andrea sensitif hanya karena usapannya?Pertanyaan itu terus terngiang dalam kepala Aruni hingga ia ingat perkataan Dimas. Pemuda itu bilang kemungkinan Andrea diberi obat hingga menjadi seperti ini. Untuk menghilangkan efek obat itu, Dimas hendak merendam Andrea dengan air dingin. Mungkin cara itu bisa coba untuk membuat keadaan Andrea lebih baik.Aruni melepaskan rengkuhannya pada Andrea dan beranjak bangun. "Ayo Andrea! Kita ke kamar mandi. Bibi akan merendammu dengan air dingin seperti yang dikatakan Dimas."Andrea yang terlihat sudah lemas itu hanya bisa menurut. Ia menyambut uluran tangan wanita paruh baya di hadapannya untuk menuntunnya ke kamar mandi. Tanpa me
"Bagaimana Dimas, Pak?"Danu menghela napasnya dalam saat mendengar pertanyaan itu dari istrinya. "Dimas sudah menceritakan semuanya pada bapak dan Pak Wira, Bu. Ya begitulah! Dimas bilang dia menemukan Erlan hampir melecehkan Andrea dan kemungkinan Andrea telah diberikan obat perangsang oleh Erlan hingga nona muda kita itu tidak bisa melawannya. Lebam di wajah Erlan itu ya karena Dimas kalap mengetahui Andrea diperlakukan seperti itu oleh pemuda kurang ajar itu. Saat kita datang sebenarnya Dimas hendak menyadarkan Andrea dengan merendamnya di air dingin. Kurang lebih seperti itulah cerita Dimas, Bu.""Kalau menurut bapak bagaimana? Bapak percaya dengan Dimas?"Danu melengkungkan senyumnya. "Bapak percaya pada Dimas, Bu. Hati bapak mengatakan Dimas tidak berbohong, justru Erlanlah yang berdusta dan memutar balikkan fakta agar kita menyalahkan Dimas. Ibu sendiri bagaimana?""Ibu sama seperti bapak, percaya pada Nak Dimas. Selama dia tinggal di sini, Dimas
"Kenapa kau bodoh sekali sih, Lan? Kenapa sampai Dimas memergokimu? Kenapa kau tidak kunci pintu itu dulu?" omel Erni saat Erlan menceritakan apa yang terjadi semalam di rumah Andrea."Ya aku mana tahu jika pria itu akan datang secepat itu. Aku akui, aku lengah dengan tidak mengunci pintunya.""Dasar! Kau pasti lupa diri karena melihat Andrea dalam keadaan tidak sadar bukan?"Erlan tidak menjawab perkataan Erni. Ia hanya tersenyum sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ya siapa juga tidak akan lupa diri saat melihat Andrea yang tampak begitu menggairahkan di depan mata?"Dasar kau ini! Pikiranmu itu hanya nafsu saja isinya tapi tidak menggunakannya sebagaimana mestinya. Jangan hanya cengar-cengir begitu! Yang harus kau pikirkan itu langkah selanjutnya nanti. Akan sulit bagimu untuk mendekati Andrea lagi. Obat itu tidak sepenuhnya menghilangkan kesadaran Andrea sepenuhnya. Obat itu hanya membuat gairahnya yang meningkat. Andrea pasti akan ..."
"Baiklah! Kita semua berkumpul di balai desa ini untuk membahas masalah Nak Andrea dan Nak Dimas yang kepergok melakukan hal tidak senonoh kemarin malam. Ah maaf! Sepertinya aku salah di sini, mengingat bagaimana keadaan Nak Andrea kemarin yang dalam keadaan tidak sadar sesuai kesaksian dari Nak Erlan. Jadi yang akan kita bahas di sini adalah pelecehan yang dilakukan Nak Dimas pada Nak Andrea."Pernyataan yang keluar dari Pak Irwan, salah satu dari sekretariat desa membuat Dimas dan Andrea menahan napasnya. Ternyata benar! Perkataan Pak Wira kemarin, Erlan tidak akan membiarkan mereka begitu saja. Pemuda itu telah memutar balikkan fakta hingga yang terlihat bersalah adalah Dimas dan Andrea yang menjadi korbannya.Mendengar pernyataan itu, para warga yang hadir berbisik-bisik. Ada yang percaya begitu saja dengan apa yang mereka dengar. Ada juga yang tidak percaya karena selama Dimas tinggal di desa ini, Dimas tidak pernah bermasalah dengan yang lainnya. Tampak begitu ba
"Kalian beristirahatlah! Pasti lelah setelah mengikuti rangkaian prosesi pernikahan.""Benar yang dikatakan oleh pamanmu. Kalian istirahat saja, sisanya biar kami yang mengurusnya," imbuh Ratih menimpali perkataan suaminya.Dimas dan Andrea saling berpandangan sebelum mengiyakan perkataan paman dan bibi mereka. Tidak dipungkiri, mereka lelah setelah seharian mengikuti prosesi pernikahan. Terlebih mereka juga menerima kehadiran warga desa yang datang untuk memberi selamat dan doa untuk mereka. Keduanya beranjak menuju kamar masing-masing tapi baru beberapa langkah, celetukan Ratih menghentikan niat mereka."Kalian sudah menikah, apa kalian sudah lupa?"Baik Dimas dan Andrea berbalik dan menoleh. Keduanya tersenyum malu sembari menggeleng. Tentu saja mereka tidak lupa.Ratih bersedekap sembari menatap geli ke arah pasangan pengantin baru di depannya. Senyumnya mengembang melihat sikap malu-malu yang ditunjukkan oleh Dimas dan Andrea. "Lantas? Jika begitu kenapa kalian menuju ke kamar y
"Kau sudah siap?"Andrea sempat tertegun sebelum mengangguk. Danu yang bertanya hanya mampu memberikan senyumnya melihat reaksi Andrea. Sekalipun Andrea mengatakan baik-baik saja, tapi ia yakin itu hanya di bibir saja. Jauh dalam hatinya, gadis yang sudah seperti anaknya ini pasti merasa sedih. Siapa pun akan merasakannya saat harus menikah tanpa kehadiran orang-orang terkasih yang mendampingi, terlebih untuk Andrea yang seorang gadis.Danu mengulurkan tangannya dan disambut oleh Andrea. Keduanya keluar dari ruang tunggu, berjalan perlahan menuju ruangan tempat pernikahan akan dilaksanakan. "Kau cantik, Andrea. Sangat! Andai tuan dan nyonya besar masih ada, mereka pasti akan bahagia melihatmu menikah," ujar Danu pelan diiringi dengan hela napas. "Dan seharusnya bukan paman yang berada di sampingmu kini, tapi tuan Keenan."Andrea menghentikan langkahnya mendengar perkataan Danu. Tidak dipungkiri ada rasa sedi
"Kau sudah mendengarnya sendiri bukan? Andrea teguh dengan keputusannya untuk menikahimu. Jadi aku harap kau tidak akan mengecewakan kami, terlebih Andrea," tutur Aruni sembari menatap lekat ke dalam mata Dimas. Awalnya ia ingin meninggalkan suaminya dan Andrea bicara berdua, tapi saat hendak pergi dari ruang keluarga, ia mendapati Dimas masih berdiri di lorong yang menghubungkan ruang makan dan ruang tamu. Pada akhirnya ia pun mengurungkan niat untuk pergi. Memilih tetap tinggal dan mendengar pembicaraan suaminya dengan Andrea.Dimas yang sedari tadi memperhatikan Andrea dan Danu, mengalihkan pandangannya ke arah Aruni. Membalas tatapan wanita paruh baya di hadapannya. Ia akui ia sempat ragu akan keputusannya, tapi setelah mendengar pembicaraan antara Danu dan Andrea membuatnya lebih yakin. Jika Andrea bisa seyakin itu untuk menghadapi konsekuensi dari pilihannya di masa mendatang, ia pun bisa. Ia tidak boleh goyah lagi, terlebih keputusannya ini menyangkut hidup seseorang.
Aruni menghela napas panjang setelah Dimas pergi. Mengalihkan seluruh atensi pada suaminya dan Andrea. Danu sudah berjalan mendekati gadis yang sebenarnya adalah nona muda mereka. Gadis malang yang sudah tinggal bersama mereka di desa ini lebih dari tiga tahun lalu. Gadis malang yang terpaksa tinggal di desa ini karena keegoisan dan keserakahan beberapa orang. Netranya terus mengamati dua orang yang berdiri menghadap jendela itu.Tidak berniat untuk mendekat ataupun pergi. Memilih menjadi pendengar dengan duduk di tempat yang tadi diduduki Dimas. Ia tidak ingin mengganggu pembicaraan keduanya. Dibandingkan dengan dirinya dan Ratih.Danu dan Galang yang lebih dekat dengan Andrea. Mengingat Danu dan Galang-lah yang tetap bekerja pada keluarga Chandrawijaya dan mengikuti keluarga majikan mereka itu pindah ke Jepang lima belas tahun yang lalu, sedangkan ia dan Ratih memilih kembali ke desa mereka bersama anak-anak. Awalnya ia dan Ratih mengira semua baik-
"Kau yakin dengan keputusanmu ini, Andrea?"Andrea tidak urung berbalik dari depan jendela. Manik bulatnya tetap mengarah ke luar jendela, menatap pemandangan di luar rumahnya seakan pemandangan itu lebih menarik daripada yang lainnya. Pertanyaan dari Dimas pun tidak kunjung membuatnya mengalihkan perhatiannya. "Apa yang bisa kujelaskan lagi, Kak?Aku sudah menjelaskan semuanya di balai desa, tidak ada alasan lainnya lagi," jawab Andrea dengan tidak acuh berusaha mengabaikan kegusaran yang ia rasakan. Tangannya yang berada di kusen jendela terkepal erat berusaha menahan perasaannya yang berkecamuk. 'Aku takut sendiri lagi, Kak. Semua meninggalkanku sendiri. Papa, mama pergi, dan Kak Keenan? Dia meninggalkanku di desa ini sendiri. Bahkan dia tidak pernah sekalipun mengunjungiku. Aku takut sendiri lagi jika kakak pergi. Dan hatiku juga yakin jika Kak Dimas adalah pria yang tepat untukku dan menginginkan kakak selalu ada di sisiku,' batin Andrea sendu
Semua orang bebas untuk memilih. Begitupun dengan Andrea dan inilah pilihannya. Menikah dengan Dimas bukan pilihan mudah yang bisa ia putuskan dalam sekejap. Namun jika dihadapkan pada pilihan tersebut, maka ia yakin ini keputusan yang tepat. Terlepas dari ia yang tidak ingin pergi dari desa ini dan tidak tahu harus ke mana jika pergi dari desa ini, ia memutuskan ini karena hatinya memang menginginkan Dimas dan menyakini pria itu memang yang terbaik untuknya."Kau yakin dengan keputusanmu itu, Andrea?"Pertanyaan dari Pak Wira menyadarkan Andrea, ia menegakkan tubuhnya dan kembali menoleh ke arah Dimas yang masih menatapnya. Wajah pria itu masih tampak syok dan Andrea mengerti hal itu. Siapa yang tidak terkejut dengan jawaban yang ia berikan tadi? Tidak ada, bahkan dirinya sendiri pun terkejut, tapi ia tidak menyesal dengan pilihannya."Aku yakin Paman," jawabnya sekali lagi lalu kembali menghadapkan ke arah depan. Menatap para perangkat desa yang menunggu jawab
Jawaban yang diberikan Andrea tak pelak membuat semua orang yang ada di balai desa itu terkejut. Mereka kira Andrea akan menolak atau tidaknya bernegosiasi lagi dengan mereka mengenai keputusan yang telah mereka jatuhkan padanya dan Dimas. Namun tidak, Andrea tanpa ragu menjawab mau menikah dengan Dimas. Lebih terkejut lagi dengan perkataan Andrea setelahnya."Aku setuju bukan karena aku mengakui perbuatan yang dituduhkan padaku dan Kak Dimas. Aku menyetujuinya karena tidak memiliki pilihan lain. Aku tidak memiliki tempat untuk pergi, tidak memiliki tempat tinggal selain di desa ini. Aku tidak memiliki tujuan untuk pulang," ujarnya.Tidak bisa dipungkiri Dimas merasa hatinya sakit dan kecewa mendengar perkataan gadis yang duduk di sampingnya ini. Andrea mau menikah dengannya hanya karena tidak memiliki pilihan lain. Apa tidak ada sedikit saja rasa yang tumbuh di hati Andrea untuknya? Namun perasaan sedih itu langsung hilang digantikan oleh rasa iba setelah mendengar ke
Tubuh keduanya membeku di kursi yang mereka duduki mendengar perkataan Pak Wira. Menikah? Mereka harus menikah? Kata-kata itu berputar dalam kepala mereka. Bagaimana mereka bisa menikah? Mereka tidak saling mencintai, bagaimana mereka bisa menikah? Memang tidak dipungkiri ada rasa nyaman saat mereka bersama. Pun ada getaran dalam hati mereka yang mereka rasakan saat dekat satu sama lainnya. Namun apa itu cukup disebut cinta? Bahkan dalam sebuah pernikahan cinta pun tidaklah cukup, ada komitmen, kepercayaan dan kesiapan diri di dalamnya. Sementara hubungan mereka selama ini tidaklah lebih dari pertemanan semata. Tidak ada komitmen apa pun dalam hubungan mereka. Lantas bagaimana mereka bisa menikah?Dalam diam mereka menyimak perdebatan antara Pak Wira dengan Erlan. Meski telinga mereka terbuka lebar untuk mendengar perdebatan itu, tapi tidak satu pun yang bisa ditangkap oleh mereka. Pikiran mereka masih dipenuhi dengan perkataan Pak Wira sebelumnya sampai pertanyaan dari Pak I
"Bagaimana itu mungkin?""Aku tidak menerima itu!"Seruan itu datang dari Erlan dan Erni. Senyum yang tadi menghiasi bibir keduanya saat mendengar Dimas dan Andrea harus pergi dari desa ini sirna sudah. Erlan bahkan sudah berdiri dengan raut kesalnya. "Kenapa mereka harus menikah? Andrea tidaklah salah dalam hal ini. Bagaimana kalian bisa memutuskan hal yang memberatkan Andrea? Ini tidak adil. Lagi pula aku sudah memberikan bukti jika Andrea korban dari kebrengsekan pria itu."Pak Wira tersenyum sinis mendengar seruan kedua kerabatnya itu. Sekarang ia yakin dugaannya mengenai Erlan dan Erni yang menjebak Dimas dan Andrea. "Kenapa tidak mungkin?"tanyanya dengan sinis. "Ya! Kau memang memberikan kesaksianmu, tapi itu tidaklah cukup untuk memutuskan Dimas adalah tersangka sedangkan Andrea adalah korban. Bahkan Andrea sendiri menyanggah kesaksianmu itu dan menyatakan kalau Dimas yang menolongnya di saat dia sedang dalam keadaan tidak berdaya tadi malam. Jadi t