Beranda / Romansa / The Ex Brother / Bab 41 - Bab 50

Semua Bab The Ex Brother: Bab 41 - Bab 50

58 Bab

Empat Puluh Satu

“Apa kau juga tahu bahwa bahwa Rhys sudah menyukaiku sejak dulu?”Luigi berguling dari sisiku menuju tepi ranjang dan duduk di sana. “Jika kukatakan, apa kau akan percaya padaku?” Dia malah balik bertanya, membuatku bingung.Dengan susah payah, aku mencoba mengangkat tubuh dan membenahi pakaianku yang acak-acakkan, lalu duduk di tempat aku berbaring. “Sudahlah. Lupakan. Ayo, kita pulang, Lui.”Saatnya merapikan diri. Rambut dan pakaian tidak boleh berantakan. Aku tidak ingin terlihat berbuat tak senonoh dengan Luigi. Tidak akan kubiarkan orang-orang memandangku aneh dengan tatapan menghina.Saat terhuyung ketika berdiri, aku tahu Luigi menangkap tubuhku. Kepalaku masih saja pusing seakan ada banyak benda di sekitarku bergerak, dan aku berputar hampir melayang.“Tidurlah lagi. Kau tidak mungkin kembali dalam kondisi seperti ini.”“Tolong ponselku, Lui.” Tidak peduli pada apa perkataa
Baca selengkapnya

Empat Puluh Dua

Aku merasa tidak perlu ambil pusing untuk semua curahan hati Audrey Mika pada Eri. Jadi setelah kami benar-benar batal menyantap sesuatu yang dingin di cuaca panas, aku hanya mengantarkan Eri pulang dan berjanji akan lebih sering mengabarinya setelah pertemuan ini berakhir.Sekarang masih jam empat sore, dan aku sudah melihat hasil tes DNA yang memang menyatakan kebenaran bahwa sama sekali tidak masalah ketika aku ingin menjalin hubungan dengan salah satu Putra kebanggaan David Oxley.Aku bukan Anak mereka. Antara sedih dan senang begitu tipis kurasa di dalam hati dan jiwaku yang mengering.Saat ini aku enggan pulang ke rumah manapun, baik rumah Ayah Ibu yang bukan Ayah Ibuku, atau rumah Rhys.Menginap di rumah Eri mungkin tidak akan jadi masalah baginya, tapi bagiku, akan ada banyak kekacauan yang datang padanya nanti karena masih ada Dimitri Oxley dibelakang namaku.Mendadak aku mengingat bagaimana Luigi mengetahui sejarah masa sekolahku, aku lan
Baca selengkapnya

Empat Puluh Tiga

Nyonya besar keluarga Oxley, Tessa, kini merubah posisi menjadi bergelayut manja pada yang kuduga pasti tidak lain adalah kekasihnya.Hanya nada terkejut darinya yang terdengar saat memanggil namaku, tapi tidak dengan sikap yang tampak oleh kedua mataku. Apa harus kuadukan semua ini pada Ayah yang bukan Ayah kandungku?“ZeeZee, duduklah, Nak.” Ibu mempersilahkanku dengan telapak tangannya mengacu ke arah kanan, di mana ada sofa terpisah dari tempat Ibu dan teman kencannya duduk.“Aku di sini saja.”“Kau tampak terkejut, sayang.” Ibu beranjak, memberi isyarat pada pria itu dan mereka berpisah. Si pria pergi melewatiku menuju pintu.“Ya benar. Aku terkejut, Ibu.” Memberi penekanan pada penyebutan dirinya, membuat diriku sendiri terkejut. Apa aku masih ingin memanggilnya Ibu? Padahal aku tidak merasa sakit hati apalagi terluka terlalu dalam mengetahui kenyataan.Itu bukti bahwa hubungan Ibu dan An
Baca selengkapnya

Empat Puluh Empat

Dangelo memelukku, sesaat setelah aku mengangguk memberikannya izin.“Kau masih sama, tetap hangat saat dipeluk.” Kutepuk-tepuk punggung Dangelo, bersembunyi di balik bahunya bersama air mataku yang masih bisa kutahan.“Hei, kenapa kau tidak berubah juga?” Dangelo menghela napas. “Jangan menahannya terus. Itu tidak baik untukmu, ZeeZee. Menangislah.”“Aku tidak ingin membasahi pundakmu dengan air mataku,” keluhku muram. Masih bersikeras menyimpan genangan air mata dari Dangelo yang paham watak keras kepalaku.“Ah, omong kosong. Apa perlu aku menciummu agar air matamu itu mengalir?” Dia melepas pelukan, menatapku yang berantakan dengan air mata menggenang.Aku mengunci tatapan pada pundaknya, lalu menunduk untuk mengelabui mata Dangelo, dan aku berhasil meninju salah satu pundaknya.“Aduh!” Dangelo terdengar meringis.Aku langsung mengangkat kepalaku untuk menertaw
Baca selengkapnya

Empat Puluh Lima

“Jadi katakan padaku, bagaimana caranya kau menyingkirkan wanita yang ingin membunuh Lui?” Kuperhatikan wajah Dangelo yang tampak enggan bicara padaku. “Hei, Dangelo, jangan abaikan aku dan pertanyaanku.” Sekarang kedua tanganku mencengkeram kerah kemeja Dangelo.Sikap kasar dan lebih berani selalu kutunjukkan pada Dangelo. Dia sengaja mengalah juga membiarkan aku berbuat sesuka hati pada dirinya.“Ya, ampun ZeeZee, kau kasar sekali! Lepaskan ini dulu. Kau bisa membuatku mati kehabisan napas.” Dangelo menepuk-nepuk tanganku.“Jangan banyak bicara yang tidak perlu. Jawab saja.”“Benar-benar keras kepala.” Dangelo bangkit ketika pintu diketuk dari luar. “Baiklah, baiklah. Tapi kau minumlah dulu,” katanya lagi sesaat setelah pelayannya masuk untuk meletakkan gelas berisi ice americano di meja tengah berbentuk bundar kecil.
Baca selengkapnya

Empat Puluh Enam

“Kenapa? Kau tidak menyukai sentuhanku?” Rhys berhenti sejenak, mungkin menunggu reaksi beserta jawabanku.“Bukan begitu. Akan sulit melakukannya di sini,” keluhku, tapi kemudian tertawa karena Rhys menggelitik pinggangku, dibalik bagian dalam pakaian, langsung menyentuh kulit. “Hei, kita bisa terjatuh, Rhys!” Aku memperingatkannya ketika perlahan, setengah tubuhku merosot turun dari pangkuannya.Rhys menangkap tubuhku dengan mudah. Itu berarti berat badanku cukup ringan untuk seorang Rhys.“Siapa yang memberitahumu aku di sini? Apa itu Ibu?”Rhys memainkan tali pakaian dalamku, menarik-nariknya dengan pelan. “Itu tidak penting.”Aku menghela napas, mengusap rambut bagian depanku ke belakang. “Kau tahu apa yang dia kerjakan di sini, bukan?”“Tentu saja aku tahu, sayang.” Rhys kembali menyen
Baca selengkapnya

Empat Puluh Tujuh

Tidak ada jawaban memuaskan bagi Rhys. Jadi habislah cerita enggan untuk semalam. Sekarang aku dihantui oleh rasa takut. Bagaimana jika aku hamil?Semalaman begitu nyaman, nikmat tak terbantahkan. Aku menikmatinya berulang kali, sampai pagi. Dan sejak awal, tidak ada pengaman.Telingaku mendengar Rhys membuka jendela, aku menoleh untuk melihat apa yang sedang dia kerjakan.Tersenyum senang, kusadari bahwa Rhys mungkin memahami perasaanku. Dia membuang keluar buku fantasy sialan itu.Rhys harus benar-benar melupakan Dawson bersaudara.“Kau membuangnya?” Ini pertanyaan basa-basi. Aku enggan turun dari ranjang karena masih merasakan lelah di seluruh tubuh.“Benda itu menjadikan seseorang seperti ZeeZee, mengamuk.” Rhys menutup jendela kembali, menarik tirai dan melangkah ke arahku.Berwajah masam, aku berbalik, memunggungi Rhys yang sudah duduk ditepi ranjang.“Ada banyak masalah yang mulai harus kuur
Baca selengkapnya

Empat Puluh Delapan

Secepat aku merasa harus bertindak, secepat itulah aku memutuskan apa yang harus kukatakan pada Eri.“Eri, tenang. Dengarkan aku baik-baik, dan setelah ini, jangan bantah satupun perintahku, apa kau mengerti?” Kugenggam sekaligus mengguncang jemari lembab penuh aura ketakutan yang kentara milik Eri.Dia mengangguk, tampak tidak meragu sama sekali. Aku menengadahkan tanganku ke hadapannya. “Berikan ponselmu.”Cepat-cepat Eri menurutiku, dia meletakkan ponselnya di telapak tanganku tanpa protes apapun, saat aku mulai mencabut kartu seluler miliknya dan memasukkan itu di saku jaket jeans-ku.“Tidak perlu berharap kartu seluler-mu ini masih akan ada nantinya, aku tidak bisa menjamin. Akan kuberikan yang lain untukmu,” jelasku cepat. Kulihat Eri mengangguk patuh. “Di mana keluargamu?”“Mereka semua pergi ke rumah Pamanku di desa. Bibiku, istri Paman, kemarin malam baru melahirkan bayi kembar tiga,&rd
Baca selengkapnya

Empat Puluh Sembilan

Tanpa menunggu aba-aba berikutnya, aku berlari tidak terlalu kencang untuk menghemat tenaga ketika nanti tujuh menit berlalu, dan Luigi coba mengejarku.Sudah berhasil memasuki hutan pinus dengan aman, aku merasa seperti sedang berolahraga lari di sore hari.Itu hanya perasaan sejenak yang kurasakan, karena saat melihat arloji di tanganku, lima menit ternyata sudah berlalu. Hutan ini terlalu luas dan sejauh mata memandang hanya ada kumpulan pohon pinus yang berjajar rapi menjulang tinggi.Aromanya menenangkan dan sejuk, tapi suasananya sedikit mencekam, karena senja sudah hampir menghilang. Gelap akan segera tiba, dan aku harus mencari jalan memutar, bukan rute yang sama, untuk kembali ke batang pohon di halaman rumah Luigi.Menoleh sekali ke belakang, aku belum melihat tanda-tanda Luigi menyusul. Jadi aku akan aman berlari sebisa mungkin tanpa menimbulkan suara yang begitu gaduh, atau meninggalkan jejak mencolok.Beberapa tupai yang melompat, meng
Baca selengkapnya

Lima Puluh

Mulut senapan laras panjang milik David Oxley sudah menempel di pelipisku. Terbiasa, walau dalam tindakan yang berbeda, aku bergeming di tempat. Aku baru saja menunda percakapan dengan selingkuhan Ayah yang bukan Ayahku ini, karena saat wajah Martiana Neil memucat akibat pertanyaanku, kaki kami sudah tiba di depan pintu ruang kerja David.“Ini sambutan seorang Ayah untuk Putri bungsunya yang senang memberontak, suka ikut campur, dan selalu mau tahu.”Menelan kekecewaan yang entah untuk apa, aku tersenyum miring. Keberanianku setingkat lebih maju. “Terima kasih. Sambutan yang luar biasa, Ayah.”“Senang sekali rasanya saat tahu kau memenuhi undanganku, Nak.”“Aku Anak yang berbakti, Ayah.”Tawa David Oxley menggema di ruangannya. Bagiku, tawanya mirip Leon. Dia juga licik sama seperti keenam Putranya.“Hubunganmu dengan Rhys sudah terlalu dalam, padahal aku dan Tessa susah payah membuat jar
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status