Beranda / Romansa / The Ex Brother / Bab 21 - Bab 30

Semua Bab The Ex Brother: Bab 21 - Bab 30

58 Bab

Dua Puluh Satu

Meski belum tengah malam, tapi keadaan di jam sepuluh malam di dalam rumah ini begitu sepi. Jadi aku sangat leluasa bergerak dan melangkah tanpa harus terus memantau keadaan dengan teliti.Yang membuatku ingin marah, tentu saja tangga menuju ke tempat tinggal atau kamar para pelayan yang masih berupa kayu berderit jika diinjak.Ini ulah Ibu, siapa lagi yang mungkin selain dia. Alasannya tidak sesederhana yang ingin kupikirkan. Ibu merencanakan sesuatu agar semua pelayan memiliki keterikatan sumpah setia sehidup semati mereka pada seluruh keluarga ini. Benar-benar menggelikan!Kedua kakiku baru saja menginjak anak tangga pertama, ketika suara jeritan panjang seorang wanita terdengar dari lantai atas tempat para pelayan tinggal.Menyusul suara gaduh setelahnya. Suara-suara langkah tergesa di lantai atas yang mulai ribut bercampur dengan suara panik beberapa orang.Jantungku mengambil alih semua detakan yang menguasai seluruh tubuh, berdentum hampir memeka
Baca selengkapnya

Dua Puluh Dua

Tubuhku seperti tunduk pada keinginan dan setiap instruksi Rhys. Ini sedikit aneh bagiku. Seperti aku yang memang menginginkannya.Ini berbahaya. Padahal, belum terlalu lama untukku sendiri, sejak terakhir kali memiliki hubungan dengan seorang pria. Apa aku merasa kesepian secepat ini? Oh, rasanya tidak mungkin!“Kau terbiasa berdansa rupanya,” gumam Rhys, sedikit membungkuk berbisik tanpa kusadari.“Ya, begitulah. Aku melakukannya beberapa kali dalam sebuah acara.”“Pasangan dansamu menyenangkan?” Rhys mempererat genggaman tangannya yang sudah melekat kuat padaku.“Begitulah,” jawabku dengan senyum canggung, sedikit mengangkat sebelah bahu. Merasakan hangat genggaman Rhys yang terasa menyatu denganku.“Itu bukan jawaban.”Aku mengamatinya. Benar-benar tidak berpikir bahwa ini Kakakku. Rhys Dimitri Oxley yang selalu menghindariku sejak kecil, setiap kali aku mencoba mendekatinya. Apa hanya aku yang merasakan ada sesuatu di antara kami
Baca selengkapnya

Dua Puluh Tiga

Sungguh, aku terkejut dengan kenyataan itu. Kedua mataku mengerjap karena bingung. Kutatap Rhys yang mendatarkan ekspresinya padaku.“Ada apa sebenarnya, Rhys? Ke-kenapa kau—”Kecupan hangat, terasa menarik kulit dan menyedot darah di bagian leherku. Aku membeku ketika dia memberikan. ciuman yang akan berakhir pada bekas merah di sekitar leherku itu nantinya.Aku terdiam, sungguh tidak kusangka dia akan melakukannya. Sesuatu yang berada di luar pemikiranku tentang Rhys.“Kau menikmati, menyukai, dan menginginkannya lagi,” bisik Rhys, mengecup lembut telingaku, bahkan sedikit memberi sensasi mengejutkan karena Rhys menggigit bagian ujungnya, “aku mengujimu. Ternyata bukan hanya penasaran, kau cukup menikmati semuanya, ZeeZee.”Begitu cepat ketika Rhys memutuskan untuk melakukan semua ini padaku. Tubuh sialku bereaksi memalukan atas sensasi menyenangkan dari Rhys. Sebagian dalam diriku yang meronta ingin lebi
Baca selengkapnya

Dua Puluh Empat

Kecupan di kening, membuatku terkejut dan langsung bergerak ke arah asal ciuman itu kudapatkan.Rhys tersenyum sekilas di sana, di sampingku, dengan beberapa kancing kemeja bagian atasnya yang sudah terlepas karena seingatku, tanganku lah penyebabnya. Kemeja Rhys benar-benar kusut, terbuka setengah, memperlihatkan dadanya yang ramping, mulus.“Kau terlihat tidur dengan tidak nyaman, akan kubantu kau memperbaiki gaunmu,” kata Rhys lembut. Aku bahkan malu menatapnya lebih dari sedetik, apa yang baru kami lakukan memang tidak melebihi dari hanya sekedar ciuman dan sentuhan yang terlalu dalam, tapi tetap saja aku merasa cemas jika keagresifanku meninggalkan kesan aneh di benak Rhys.Dan bodohnya, aku memiliki waktu untuk memejamkan kedua mataku dengan tenang di ranjang ini. Aku tidak ingat waktu yang sudah kupakai untuk tidur.Rhys membantuku bangun dari posisiku berbaring. Merapikan rambutku, lalu menaikkan gaun tidurku yang sudah merosot sampai
Baca selengkapnya

Dua Puluh Lima

Sebelum kedua mata Adorjan meneliti lebih jauh, aku memberinya sebuah peringatan. “Tunggu sebentar!” Tanpa pikir panjang, aku berlari ke kamarku yang jaraknya sudah tidak jauh lagi.Aku mendengar Adorjan berteriak memanggil, bahkan dia menyusul ke kamarku, menggedor pintu dengan sedikit keras.Setelah secepat kilat aku meraih jeans hitam di lemari, aku kembali keluar kamar, berdiri di pintu yang tidak akan kubiarkan dimasuki olehnya.“Maaf, ada apa, Ed?”“Apa terjadi sesuatu? Kenapa kau sepanik itu?” Adorjan bertanya dengan penuh kecurigaan.Heran, aku tidak pernah merasa Adorjan serumit ini sebelumnya. Dia terdengar seperti Orie, cerewet.“Tidak ada apa-apa. Hanya ... aku terbangun terlalu cepat pagi ini, lalu berjalan ke dapur untuk mencari sesuatu yang bisa kucicipi. Tapi ada apa, Ed? Kau mencariku?”“Kau lupa pada janjimu?”“Janji ...” Memiringkan kepal
Baca selengkapnya

Dua Puluh Enam

Ide buruk? Awalnya kupikir begitu. Tapi setelah sebelas menit berlalu dengan posisiku menunggu di kamar Rhys dan dia kembali dengan kening sedikit berkeringat, aku terpesona dalam sekali pandang.Pilihan untuk menuruti keinginan hasratku dan mengabaikan perintah otakku, menghasilkan hal yang menggelikan seperti ini. Aku menjebak diriku sendiri di kandang ular berbisa.“Janji tetap janji, Rhys. Beritahu aku apa yang terjadi.” Sebelum Rhys coba menyentuh wajahku, aku menahan tangannya, menggigit satu jarinya. “Itu tidak sakit sama sekali, ZeeZee. Di mana kau belajar menggigit jari seseorang?” Rhys balas menggigit jariku, bukan satu, tapi kelima jariku, satu persatu.Aku bergidik, hanya gigitan lembut di setiap jemariku, berhasil membuatku merasakan kenikmatan. Rhys berbeda, atau aku yang terlalu awam pada perasaan seperti ini?Dia bukan Kakakku! Benar, tak apa. Aku yakin sekarang bahwa dia bukan Kakak kandungku. Aku haru
Baca selengkapnya

Dua Puluh Tujuh

“Tidak ada. Seperti janjiku sebelumnya. Aku ingin melindungimu dari kebiasaan aneh keluarga ini, hukuman yang Ayah dan Ibu berikan, juga gangguan dari kelima Adikku,” jelas Rhys. Dan itu berhasil sedikit menurunkan kecurigaanku padanya.Lalu Rhys mendongak untuk menatapku yang kini berada dipangkuannya. Dia tidak tersenyum, tapi menungguku bereaksi atas apa yang baru saja diinginkannya.“Bisakah kau memberiku waktu?”“Apa kau takut Ayah dan Ibu akan mengacaukan niatku?” tanya Rhys, tampak tersinggung.“Oh, bukan, bukan. Aku hanya ingin berpikir dengan jelas apa itu yang kuinginkan selama ini. Dan aku juga tidak ingin terlihat lari dari apa yang selama ini tampak seperti pengujian Ayah dan Ibu terhadapku.”“Jalan pikiranmu terlalu rumit,” keluh Rhys, sudah kembali lembut. Dia menarik tengkuk milikku dengan perlahan, menghentikan wajahku tepat di depan wajahnya yang menolak tua. Meski kebengisan menjadi hal utama yang terlihat di wajahnya, tapi aku m
Baca selengkapnya

Dua Puluh Delapan

“Hanya menemaniku makan malam. Bukan sesuatu yang berlebihan, ZeeZee.”Ya, benar. Sepertinya memang bukan sesuatu yang berlebihan, jadi kupikir ini tidak akan menjadi masalah.“Baiklah. Jam berapa?”“Jam tujuh kutunggu kau di garasi—”“Tidak,” gelengku cepat, “kita akan bertemu langsung di tempat tujuan.”Leon menatapku dengan pandangan mengawasi penuh. Dia terlihat tidak menyukai usulku. Itu tampak sekilas dari raut wajahnya yang berubah masam.“Berry Restaurant, jam tujuh tepat dan kau tidak boleh terlambat.” Leon memperingatkanku dengan gaya bahasanya yang berbeda dari sebelumnya.Kurasa, tidak perlu memikirkan raut wajah Leon, jadi aku mengangguk setuju dengan cepat. “Baiklah.”*****Persiapan terakhirku tentu saja rambut, dan masih ada waktu sekitar dua puluh lima menit lagi untuk merapikannya. Saat memegang sisir, seketi
Baca selengkapnya

Dua Puluh Sembilan

Dengan pertanyaan itu, aku mendadak memalingkan wajah, tapi mencengkeram erat-erat polo shirt Rhys di bagian dada.Sangat berhati-hati, Rhys menurunkanku di kursi penumpang bagian belakang. Aroma Rhys sepenuhnya teperangkap di sini, di dalam mobil ini. Aku mengendus kembali, merasakan Rhys menatapku dan tidak peduli akan keadaan, jelas aku menyukai aroma ini tanpa tahu malu.“Aku mengizinkanmu mengendus sambil menciumku, ZeeZee.” Rhys duduk merapat bersamaku, di sampingku.“Kau tidak menyetir?” Aku bingung. Sedang apa dia di kursi belakang? Bukankah tugasnya sekarang pergi dari tempat gelap dan sunyi ini?“Tidak. Sebelum kau setidaknya, memberiku satu ciuman yang hangat,” bisik Rhys, menjilati daun telingaku.“Kau selalu bertindak—”“Diam dan lakukan,” sela Rhys. Suaranya kini terdengar parau di telingaku.Aku menurut, lagipula aku juga tidak keberatan dengan keinginannya. Ketika sekali kau merasakan manisnya madu, meskipun dicampur r
Baca selengkapnya

Tiga Puluh

Aku tidak pulang ke rumah, dan si merahku juga tidak jelas bagaimana nasibnya. Aku juga tidak bertanya, karena aku yakin itu akan menjadi tanggung jawab Rhys.Kami menghabiskan malam di ruang tengah rumah Rhys. Aku berbaring di atas tubuhnya tanpa suara, tidak bicara sejak kami merangkak naik ke sofa berukuran besar ini, tujuh menit yang lalu.Tadi aku sempat khawatir saat akan masuk ke rumah Rhys. Tapi dia memberitahuku bahwa Lucas tidak akan keluar jika Rhys tidak memintanya. Dan aku benci wanita penjilat yang sempat kulihat di dapur Rhys waktu itu, mengupas melon dengan santai seolah ini rumahnya.Rhys melilit rambutku di jari jemarinya. Mencium puncak kepalaku berulang kali, dan beruntung aku selalu rutin keramas setiap hari meski waktunya menjadi terbiasa di sore hari karena permintaan Rhys yang terus kuingat.“Kau mengganti shampo-mu?” Suara Rhys pelan, tapi seperti bergema di mana-mana. Memenuhi kepalaku.“Hem.”“Kenapa?”“Hanya ingin
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status