Beranda / Romansa / The Ex Brother / Dua Puluh Tujuh

Share

Dua Puluh Tujuh

Penulis: Dwi Sartika Juni
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Tidak ada. Seperti janjiku sebelumnya. Aku ingin melindungimu dari kebiasaan aneh keluarga ini, hukuman yang Ayah dan Ibu berikan, juga gangguan dari kelima Adikku,” jelas Rhys. Dan itu berhasil sedikit menurunkan kecurigaanku padanya.

Lalu Rhys mendongak untuk menatapku yang kini berada dipangkuannya. Dia tidak tersenyum, tapi menungguku bereaksi atas apa yang baru saja diinginkannya.

“Bisakah kau memberiku waktu?”

“Apa kau takut Ayah dan Ibu akan mengacaukan niatku?” tanya Rhys, tampak tersinggung.

“Oh, bukan, bukan. Aku hanya ingin berpikir dengan jelas apa itu yang kuinginkan selama ini. Dan aku juga tidak ingin terlihat lari dari apa yang selama ini tampak seperti pengujian Ayah dan Ibu terhadapku.”

“Jalan pikiranmu terlalu rumit,” keluh Rhys, sudah kembali lembut. Dia menarik tengkuk milikku dengan perlahan, menghentikan wajahku tepat di depan wajahnya yang menolak tua. Meski kebengisan menjadi hal utama yang terlihat di wajahnya, tapi aku m

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • The Ex Brother   Dua Puluh Delapan

    “Hanya menemaniku makan malam. Bukan sesuatu yang berlebihan, ZeeZee.”Ya, benar. Sepertinya memang bukan sesuatu yang berlebihan, jadi kupikir ini tidak akan menjadi masalah.“Baiklah. Jam berapa?”“Jam tujuh kutunggu kau di garasi—”“Tidak,” gelengku cepat, “kita akan bertemu langsung di tempat tujuan.”Leon menatapku dengan pandangan mengawasi penuh. Dia terlihat tidak menyukai usulku. Itu tampak sekilas dari raut wajahnya yang berubah masam.“Berry Restaurant, jam tujuh tepat dan kau tidak boleh terlambat.” Leon memperingatkanku dengan gaya bahasanya yang berbeda dari sebelumnya.Kurasa, tidak perlu memikirkan raut wajah Leon, jadi aku mengangguk setuju dengan cepat. “Baiklah.”*****Persiapan terakhirku tentu saja rambut, dan masih ada waktu sekitar dua puluh lima menit lagi untuk merapikannya. Saat memegang sisir, seketi

  • The Ex Brother   Dua Puluh Sembilan

    Dengan pertanyaan itu, aku mendadak memalingkan wajah, tapi mencengkeram erat-erat polo shirt Rhys di bagian dada.Sangat berhati-hati, Rhys menurunkanku di kursi penumpang bagian belakang. Aroma Rhys sepenuhnya teperangkap di sini, di dalam mobil ini. Aku mengendus kembali, merasakan Rhys menatapku dan tidak peduli akan keadaan, jelas aku menyukai aroma ini tanpa tahu malu.“Aku mengizinkanmu mengendus sambil menciumku, ZeeZee.” Rhys duduk merapat bersamaku, di sampingku.“Kau tidak menyetir?” Aku bingung. Sedang apa dia di kursi belakang? Bukankah tugasnya sekarang pergi dari tempat gelap dan sunyi ini?“Tidak. Sebelum kau setidaknya, memberiku satu ciuman yang hangat,” bisik Rhys, menjilati daun telingaku.“Kau selalu bertindak—”“Diam dan lakukan,” sela Rhys. Suaranya kini terdengar parau di telingaku.Aku menurut, lagipula aku juga tidak keberatan dengan keinginannya. Ketika sekali kau merasakan manisnya madu, meskipun dicampur r

  • The Ex Brother   Tiga Puluh

    Aku tidak pulang ke rumah, dan si merahku juga tidak jelas bagaimana nasibnya. Aku juga tidak bertanya, karena aku yakin itu akan menjadi tanggung jawab Rhys.Kami menghabiskan malam di ruang tengah rumah Rhys. Aku berbaring di atas tubuhnya tanpa suara, tidak bicara sejak kami merangkak naik ke sofa berukuran besar ini, tujuh menit yang lalu.Tadi aku sempat khawatir saat akan masuk ke rumah Rhys. Tapi dia memberitahuku bahwa Lucas tidak akan keluar jika Rhys tidak memintanya. Dan aku benci wanita penjilat yang sempat kulihat di dapur Rhys waktu itu, mengupas melon dengan santai seolah ini rumahnya.Rhys melilit rambutku di jari jemarinya. Mencium puncak kepalaku berulang kali, dan beruntung aku selalu rutin keramas setiap hari meski waktunya menjadi terbiasa di sore hari karena permintaan Rhys yang terus kuingat.“Kau mengganti shampo-mu?” Suara Rhys pelan, tapi seperti bergema di mana-mana. Memenuhi kepalaku.“Hem.”“Kenapa?”“Hanya ingin

  • The Ex Brother   Tiga Puluh Satu

    Rhys menggeram, beranjak dari tidurnya dengan gerakan cepat, meraih ponselnya di atas meja, mendekat lagi padaku. Dia membawa kepalaku ke bawah dagunya. Mengecup sekilas puncak kepalaku, dan aku bisa mendengar dia menjawab panggilannya.“Ada apa?” Suara Rhys terdengar cukup kesal. “Lalu?” Sayup-sayup terdengar suara dari seberang menjawab pertanyaan Rhys, tapi tetap saja aku tidak bisa dengan jelas mendengarnya. Itu suara seorang pria. “Akan kutemui dia nanti. Apa?” Kurasakan satu tangan Rhys yang bebas memelukku erat, semakin erat.Aku mengerjapkan kedua mataku, kantukku kembali datang. Yah, semalaman entah apa saja yang terjadi, wajar sekarang aku masih sangat mengantuk.“Zee ... ZeeZee? Kau tidur sayang?” Guncangan pelan dari Rhys membuatku terjaga, sebenarnya karena sebutan ‘sayang’ itu yang lebih cepat membuatku kembali tersadar.Aku mendongak, menatap Rhys dari bawah dagunya. “Hmm?&rd

  • The Ex Brother   Tiga Puluh Dua

    Pembicaraanku dengan Leon berakhir begitu saja. Dia membiarkan aku pergi menuju lorong kamar Rhys tanpa terlihat curiga dan tanpa penghancuran benda apapun milikku. Aku juga tidak peduli bagaimana pandangannya tentang hubunganku dengan Rhys.Leon hanya selalu menghabiskan waktunya untuk memperingatiku. “Kau akan tahu ketika kau memilih Rhys daripada keluarga ini, ZeeZee. Jadi sebaiknya, kau pikirkan kembali. Tidak ada gunanya kau bersama Rhys. Dia memang semanis yang kau lihat, tapi dia tidak sebaik yang kau kira.”Kuputuskan untuk mengucapkan banyak terima kasih padanya karena terus menasihatiku. Jujur saja, Leon seperti teman bagiku, dulu hingga sekarang.Andai dia tidak marah tentang makan malam itu, alih-alih menuduhku sebagai penipu, mungkin malam ini aku bersedia menebus kesalahanku dengan mentraktirnya secangkir kopi di pusat kota Yellowrin. Aku yakin Rhys tidak akan keberatan untuk hal itu.Sekarang, aku sudah hampir tiba di kamar Rhys. Aku mencarinya

  • The Ex Brother   Tiga Puluh Tiga

    Aku berpikir sejenak, berencana mengulur waktu meski aku jauh lebih menginginkan Rhys lebih dari yang dia tahu. Aku menyembunyikannya dengan baik sehingga Rhys terus berpikir aku tidak akan siap memberikan apa yang dia inginkan.“Kau setenang ini, apa kau biasa melakukannya?” tanyaku dengan berani. Entah sudah kemana ketakutan berpuluh tahunku kepadanya, sehingga aku selalu berani setiap kali bicara dengannya seperti saat ini.Rhys mengernyit tidak suka. “Karena aku sudah jauh lebih tua darimu, kau mengira aku semudah itu?”“Kau merasa dirimu terlalu tua?” Aku tertawa meski jantungku berdebar melihat rasa kesal menguasai Rhys.“Ya. Aku terus mengeluh saat usiaku bertambah setiap tahun lebih tua. Berharap aku bisa berada tiga atau hanya lima tahun di atasmu.” Terdengar nada keluhan Rhys menyimpan harapan, menyembunyikan kesedihan.“Umurku yang lebih muda tidak akan menjamin apapun. Aku tetap bisa

  • The Ex Brother   Tiga Puluh Empat

    Rhys terdiam, mengamatiku, lalu tergelak. Seketika aku berwajah masam karena tawanya.“Hei, kau cemburu?”“Jawab saja pertanyaanku.” Bergerak ingin melepas pelukan, Rhys menahanku. Memelukku semakin erat.“Jangan coba menjauh dariku.” Rhys menggunakan kedua kakinya untuk mengunci tubuhku. “Akan kujawab semua pertanyaanmu.”Merasa sedikit sesak, aku mendongak, ada kehangatan menjalariku dan itu, menyenangkan. “Ya, cepat jawab.”“Audrey Adik kandung dari Megan. Sejak dulu, saat Megan masih ada, dia terus coba mendekatiku dengan alasan membutuhkan pekerjaan.” Rhys melonggarkan sedikit pelukan, menatapku lekat. “Kau tidak percaya padaku?”“Terus cerita. Aku belum mendengarmu sampai akhir.” Aku melawan tatapannya.Rhys mendesah, dia sangat patuh. Aku menyukai semua perubahan ini. Menikmati dia yang dulu menakutkan, kini jauh menjadi sangat manis dan menyenangkan.“Audrey memiliki maksud tertentu, dulu kupikir begitu. Tapi karena Megan

  • The Ex Brother   Tiga Puluh Lima

    Sisa-sisa kesakitan dan kenikmatan bercampur jadi satu. Aku sampai harus meringis diam-diam saat Rhys tidak menyadarinya.Sekarang dia setengah tertidur meringkuk dalam satu selimut denganku. Kukatakan setengah tersadar, karena saat aku berencana turun dari ranjang, Rhys melingkarkan kedua tangannya di perutku. Bergumam tidak jelas saat aku bahkan tidak berusaha melawan.Ini sudah terjadi pada akhirnya. Mungkin akan ada kali kedua dan ketiga saat kesempatan di depan mata. Tapi sebenarnya, sekali terjadi, kami melaluinya dalam empat atau lima babak, aku lupa. Bukan, aku sengaja tidak ingin mengingatnya secara detail. Sedikit memalukan untukku nantinya.“Menyisakan sakit untukmu, hmm?” Rhys kembali bergumam, tapi kali ini jelas bagiku karena dia mengucapkannya tepat di depan wajahku. Kedua matanya masih terpejam, namun sesekali terbuka pelan, lalu kembali menutup.Kedua tangannya masih melingkar kuat di perutku. Membuatku sedikit merasa geli karena kulit kami y

Bab terbaru

  • The Ex Brother   Lima Puluh Delapan

    Rajin menghitung hari sebagai pengingat, agar aku yakin tidak melupakan momen-momen penting untuk perubahan hidupku, ini hari ke dua puluh satu setelah kejadian itu.Luigi dan aku tinggal serumah, itu benar. Tapi ketertarikanku padanya masih sama, hampir tidak ada. Walau sesekali dia coba untuk naik ke ranjang yang sama denganku di malam ke lima belas dan delapan belas, aku berpura-pura tidak tahu dan memilih tidur memunggunginya sampai pagi.Ada dua kamar di rumah ini, tapi dua malam itu dia mungkin coba melihat keadaanku, alih-alih berbaring di sisiku.“Lui, sebaiknya kau kembali. Ayah dan Ibu bisa sangat mencurigaimu karena hal ini,” kataku, memberi saran. Dia sedang menatapku, ketika sarapan pagi ala ZeeZee sudah disantap setengah jalan menjadi harapannya padaku setiap pagi.“Kau mengusirku?” Luigi menaikkan kedua alis, tapi tidak tampak marah sama sekali.“Untuk kebaikan bersama,” bantahku.Meneguk ha

  • The Ex Brother   Lima Puluh Tujuh

    “Minggir dari hadapanku, Lui.” Rhys mengeluarkan kalimat sedingin es dan terasa tidak menyenangkan jika aku yang mendengarnya.“Tidak, Rhys. Kita harus bicara.” Luigi menatapku, bukannya Rhys.Kulihat wajah Rhys yang mendadak semakin tidak biasa, tegang, dan penuh amarah.“Kau tidak lihat dia terluka?” Suara Rhys mirip geraman. Aku tahu dia sedang menahan diri untuk tidak memukul Luigi tanpa batasan, karena ada aku di sini.Luigi melihatku, tatapannya melunak, tapi aku tidak menyukai caranya menatapku. Dia membuat gambaran seolah kami memiliki hubungan yang bisa saling berbagi suka dan duka.“Akan kupercepat, kalau begitu.” Luigi kembali lurus menatap Kakaknya. Si sulung dan si bungsu yang saling menatap dalam tatapan tak suka. “Ini tentang rencana Ayah dan Ibu yang ingin membunuh ZeeZee dengan memasukkan racun ke makanan atau minumannya.”Sungguh, aku tidak terkejut sama sekali. Ak

  • The Ex Brother   Lima Puluh Enam

    Aku diam. Tidak berniat menanggapi lebih daripada ini. Jelas, aku meragukan ceritanya. Dari mana dia mengetahui semua alur cerita di saat itu, sementara dia sendiri tidak berada di sana?Kemungkinan terbesarnya hanya satu. Seseorang yang berkhianat pada keluarga Oxley menceritakan semua yang terjadi kala itu pada Audrey.Jika kukatakan aku tidak—“Ledakan! Lari, cepat lari!”Terjadi begitu cepat, kulihat dalam keadaan sadar, sisa orang-orang di dalam restoran cepat saji ini berlarian, berteriak dan menjerit histeris.Ada beberapa tubuh tergeletak dengan wajah penuh luka, tak sadarkan diri. Jeritan tangis melengking dari arah tak kuketahui ikut memasuki pendengaranku.Tempat yang kududuki kemudian bergetar. Aku melihat di depanku, kumpulan asap hitam berjarak hampir dua puluh meter terasa lebih dekat dan ingin menelanku.Lenganku sudah ditarik oleh Lucas, serta Audrey Mika yang ikut panik di sisinya. Semua terasa berj

  • The Ex Brother   Lima Puluh Lima

    Sepakat, kami memilih restoran cepat saji di dalam pusat perbelanjaan, dan aku meminta Lucas untuk tidak mengatakan apapun pada Rhys mengenai pertemuanku dengan Audrey.Aku tahu, meski kukatakan tidak, Lucas tentu saja lebih patuh pada yang membayar gajinya setiap bulan. Jadi tidak akan ada antisipasi untuk hal ini. Dan aku juga tidak peduli tentang semua itu. Jika Rhys bertanya, pasti akan kujawab dengan jujur.Lucas memilih meja ketiga dibelakang kami. Aku yakin sekarang dia sedang memberitahu Rhys mengenai Audrey Mika Dawson yang menikmati makan siang semeja denganku. “Kau pasti tahu bahwa dia akan memberitahu Rhys mengenai dirimu yang mengganggu waktu belanjaku.”Audrey Mika tersenyum, tapi kedua matanya terus fokus pada Lucas. Aku tidak melihat ke arah yang sama pada fokus Audrey, tapi tetap melanjutkan apa yang ingin kukatakan. “Jika kau sudah tahu, jangan sampaikan hal yang mungkin mudah ditebak oleh Rhys. Aku tidak pintar berbohong pada

  • The Ex Brother   Lima Puluh Empat

    “Menurutmu, begitu?”Aku menghela napas. “Aku yang bertanya. Tolong jawab saja pertanyaanku.”Rhys merubah posisi berdirinya. Menurunkan kedua tangan dari lipatan di depan dadanya. “Rahasia yang memang sengaja aku simpan jauh darimu. Siapapun yang berniat memberitahumu, meski itu Ayah atau Ibu, aku tidak segan untuk membuat perhitungan dengan mereka.”Bergidik, aku yakin, kata ‘perhitungan’ bukan hanya sekedar itu saja, tapi memiliki arti yang jauh lebih mengerikan jika itu Rhys yang mengucapkannya.Dia tidak pernah bercanda dengan perkataannya. Terutama padaku. Dia membuktikan semuanya, aku tahu itu.“Baiklah, itu artinya, kau akan memberitahuku sebelum ada yang coba mendahuluimu, bukan?” Dengan gugup yang tiba-tiba muncul, aku menyesal karena ingin tahu rahasianya. Tapi ini sudah terlanjur kutanyakan.Jika Rhys memilih untuk tidak memberitahuku, maka sebaiknya aku mencari tahu sen

  • The Ex Brother   Lima Puluh Tiga

    “Tidak! Aku tidak ingin bicara denganmu!” Entah mirip bentakan atau teriakan, aku bergegas berdiri dan bangkit untuk berlari lagi.“Kau sudah jelas tahu tidak akan bisa lari dariku. Kenapa tetap coba melarikan diri, huh?” Luigi sudah menarik, lalu mencengkeram kedua lengan dibalik punggungku. Mendekatkan bibirnya pada telingaku.Meronta, aku berusah menginjak salah satu kaki Luigi, tapi gagal. Dia sudah menduga lebih dulu gerakanku. “Dasar kau, berengsek!” Melompat, aku menyundul dagunya menggunakan puncak kepalaku.Terjatuh, aku menimpa tubuh Luigi. Berada di atasnya, lalu dia memelukku dengan erat. Aku tahu dia marah dan sedang menahan rasa sakitnya akibat ulahku.“Lepas, Lui!” Membentak dan berontak, aku coba berguling, tapi pelukan Luigi terlalu kuat hingga kami sama-sama berguling ke kiri.“Tidak bisakah kita bicara baik-baik?” Luigi balas membentak. “Atau kau mau aku meraba sem

  • The Ex Brother   Lima Puluh Dua

    “Aku tidak berpikir begitu, Ed.”“Wajah dan gerak tubuhmu mengatakan sebaliknya,” kata Adorjan, tersenyum.“Sudah, lupakanlah. Ayo, bicarakan hal apa yang ingin kau bicarakan padaku tadi.” Mengibaskan tangan di depan wajahku, kusembunyikan pembenaran itu di hatiku.Adorjan tertawa pelan, dia kini sedang mengedarkan pandangan ke sekeliling restoran. “Apakah aman jika kuceritakan di sini?” bisik Adorjan, memajukan sedikit wajahnya, hampir tanpa berjarak denganku.“Aman, Ed. Tenang saja.” Terkejut, aku memundurkan wajahku secepat mungkin.“Begini, ini tentang kau dan Rhys ....” Tubuh Adorjan menegak seketika, dia menunda bicaranya dan malah melihat ke arah lain, melewati kepalaku.Refleks, aku melakukan hal yang sama. Melihat ke arah pandangan Adorjan, dibelakangku.Kedua alisku terangkat, ini penanda bukan hanya aku terkejut karena kemunculannya yang selalu tiba-tib

  • The Ex Brother   Lima Puluh Satu

    Tidak ada yang lebih baik dari tidur bersama Rhys di kamarnya. Bahkan kini aku merasa kamarku tidak lagi aman, apalagi nyaman.“Kau harus segera pindah ke rumahku. Kenapa masih bersikeras tinggal di sini? Peperangan sudah dimulai, ZeeZee. Keadaan tidak lagi sama.” Itu ucapan Rhys saat semalam memelukku menjelang tidurnya.Rhys baru saja pergi. Dan aku juga ingin pergi. Setidaknya keluar rumah saat tidak ada hal yang perlu kukerjakan selain mengacau seperti perintah Ibu atau Ayah di waktu-waktu sebelumnya.“Kita harus bicara, ZeeZee.” Suara serak Adorjan di garasi mengejutkanku. Aku berbalik untuk melihatnya berjalan mendekatiku. Kutunggu dia dengan perasaan tidak aman. Apa lagi kali ini?“Ada apa, Ed?”“Tidak di sini.” Adorjan membuka pintu mobilku, dia menjadi pemimpin di depanku. Mengemudikan si merah mencolok tanpa inisiatif siapapun.Aku mengikutinya, duduk dengan perasaan ditenang-tenangka

  • The Ex Brother   Lima Puluh

    Mulut senapan laras panjang milik David Oxley sudah menempel di pelipisku. Terbiasa, walau dalam tindakan yang berbeda, aku bergeming di tempat. Aku baru saja menunda percakapan dengan selingkuhan Ayah yang bukan Ayahku ini, karena saat wajah Martiana Neil memucat akibat pertanyaanku, kaki kami sudah tiba di depan pintu ruang kerja David.“Ini sambutan seorang Ayah untuk Putri bungsunya yang senang memberontak, suka ikut campur, dan selalu mau tahu.”Menelan kekecewaan yang entah untuk apa, aku tersenyum miring. Keberanianku setingkat lebih maju. “Terima kasih. Sambutan yang luar biasa, Ayah.”“Senang sekali rasanya saat tahu kau memenuhi undanganku, Nak.”“Aku Anak yang berbakti, Ayah.”Tawa David Oxley menggema di ruangannya. Bagiku, tawanya mirip Leon. Dia juga licik sama seperti keenam Putranya.“Hubunganmu dengan Rhys sudah terlalu dalam, padahal aku dan Tessa susah payah membuat jar

DMCA.com Protection Status