Beranda / Romansa / The Ex Brother / Bab 31 - Bab 40

Semua Bab The Ex Brother: Bab 31 - Bab 40

58 Bab

Tiga Puluh Satu

Rhys menggeram, beranjak dari tidurnya dengan gerakan cepat, meraih ponselnya di atas meja, mendekat lagi padaku. Dia membawa kepalaku ke bawah dagunya. Mengecup sekilas puncak kepalaku, dan aku bisa mendengar dia menjawab panggilannya.“Ada apa?” Suara Rhys terdengar cukup kesal. “Lalu?” Sayup-sayup terdengar suara dari seberang menjawab pertanyaan Rhys, tapi tetap saja aku tidak bisa dengan jelas mendengarnya. Itu suara seorang pria. “Akan kutemui dia nanti. Apa?” Kurasakan satu tangan Rhys yang bebas memelukku erat, semakin erat.Aku mengerjapkan kedua mataku, kantukku kembali datang. Yah, semalaman entah apa saja yang terjadi, wajar sekarang aku masih sangat mengantuk.“Zee ... ZeeZee? Kau tidur sayang?” Guncangan pelan dari Rhys membuatku terjaga, sebenarnya karena sebutan ‘sayang’ itu yang lebih cepat membuatku kembali tersadar.Aku mendongak, menatap Rhys dari bawah dagunya. “Hmm?&rd
Baca selengkapnya

Tiga Puluh Dua

Pembicaraanku dengan Leon berakhir begitu saja. Dia membiarkan aku pergi menuju lorong kamar Rhys tanpa terlihat curiga dan tanpa penghancuran benda apapun milikku. Aku juga tidak peduli bagaimana pandangannya tentang hubunganku dengan Rhys.Leon hanya selalu menghabiskan waktunya untuk memperingatiku. “Kau akan tahu ketika kau memilih Rhys daripada keluarga ini, ZeeZee. Jadi sebaiknya, kau pikirkan kembali. Tidak ada gunanya kau bersama Rhys. Dia memang semanis yang kau lihat, tapi dia tidak sebaik yang kau kira.”Kuputuskan untuk mengucapkan banyak terima kasih padanya karena terus menasihatiku. Jujur saja, Leon seperti teman bagiku, dulu hingga sekarang.Andai dia tidak marah tentang makan malam itu, alih-alih menuduhku sebagai penipu, mungkin malam ini aku bersedia menebus kesalahanku dengan mentraktirnya secangkir kopi di pusat kota Yellowrin. Aku yakin Rhys tidak akan keberatan untuk hal itu.Sekarang, aku sudah hampir tiba di kamar Rhys. Aku mencarinya
Baca selengkapnya

Tiga Puluh Tiga

Aku berpikir sejenak, berencana mengulur waktu meski aku jauh lebih menginginkan Rhys lebih dari yang dia tahu. Aku menyembunyikannya dengan baik sehingga Rhys terus berpikir aku tidak akan siap memberikan apa yang dia inginkan.“Kau setenang ini, apa kau biasa melakukannya?” tanyaku dengan berani. Entah sudah kemana ketakutan berpuluh tahunku kepadanya, sehingga aku selalu berani setiap kali bicara dengannya seperti saat ini.Rhys mengernyit tidak suka. “Karena aku sudah jauh lebih tua darimu, kau mengira aku semudah itu?”“Kau merasa dirimu terlalu tua?” Aku tertawa meski jantungku berdebar melihat rasa kesal menguasai Rhys.“Ya. Aku terus mengeluh saat usiaku bertambah setiap tahun lebih tua. Berharap aku bisa berada tiga atau hanya lima tahun di atasmu.” Terdengar nada keluhan Rhys menyimpan harapan, menyembunyikan kesedihan.“Umurku yang lebih muda tidak akan menjamin apapun. Aku tetap bisa
Baca selengkapnya

Tiga Puluh Empat

Rhys terdiam, mengamatiku, lalu tergelak. Seketika aku berwajah masam karena tawanya.“Hei, kau cemburu?” “Jawab saja pertanyaanku.” Bergerak ingin melepas pelukan, Rhys menahanku. Memelukku semakin erat.“Jangan coba menjauh dariku.” Rhys menggunakan kedua kakinya untuk mengunci tubuhku. “Akan kujawab semua pertanyaanmu.”Merasa sedikit sesak, aku mendongak, ada kehangatan menjalariku dan itu, menyenangkan. “Ya, cepat jawab.”“Audrey Adik kandung dari Megan. Sejak dulu, saat Megan masih ada, dia terus coba mendekatiku dengan alasan membutuhkan pekerjaan.” Rhys melonggarkan sedikit pelukan, menatapku lekat. “Kau tidak percaya padaku?”“Terus cerita. Aku belum mendengarmu sampai akhir.” Aku melawan tatapannya.Rhys mendesah, dia sangat patuh. Aku menyukai semua perubahan ini. Menikmati dia yang dulu menakutkan, kini jauh menjadi sangat manis dan menyenangkan.“Audrey memiliki maksud tertentu, dulu kupikir begitu. Tapi karena Megan
Baca selengkapnya

Tiga Puluh Lima

Sisa-sisa kesakitan dan kenikmatan bercampur jadi satu. Aku sampai harus meringis diam-diam saat Rhys tidak menyadarinya.Sekarang dia setengah tertidur meringkuk dalam satu selimut denganku. Kukatakan setengah tersadar, karena saat aku berencana turun dari ranjang, Rhys melingkarkan kedua tangannya di perutku. Bergumam tidak jelas saat aku bahkan tidak berusaha melawan.Ini sudah terjadi pada akhirnya. Mungkin akan ada kali kedua dan ketiga saat kesempatan di depan mata. Tapi sebenarnya, sekali terjadi, kami melaluinya dalam empat atau lima babak, aku lupa. Bukan, aku sengaja tidak ingin mengingatnya secara detail. Sedikit memalukan untukku nantinya.“Menyisakan sakit untukmu, hmm?” Rhys kembali bergumam, tapi kali ini jelas bagiku karena dia mengucapkannya tepat di depan wajahku. Kedua matanya masih terpejam, namun sesekali terbuka pelan, lalu kembali menutup.Kedua tangannya masih melingkar kuat di perutku. Membuatku sedikit merasa geli karena kulit kami y
Baca selengkapnya

Tiga Puluh Enam

“Oh, siapa ini?”Aku menoleh untuk melihat suara yang berasal tepat dari sisi kananku. Seketika keningku mengerut karena melihatnya tersenyum persis sama seperti saat pertama kali kami bertemu.Dia Adik dari mendiang kekasih Rhys. Siapa namanya? Mika? Audrey?Aku mendesah malas. Dia selalu berusaha terlihat ramah padaku. Sebelumnya juga, di rumah keluarga Oxley saat dia menyapaku dan Rhys. Jelas itu dipaksakan meski dilihat dari segi manapun.“Kau mengikutiku?” Tanpa melihat ke arahnya, aku langsung menyerang tanpa basa-basi.“Untuk seseorang yang tidak tahu apa-apa sepertimu, kau cukup peka dan pintar, ZeeZee.” Dia sudah duduk di sampingku. Aroma perpaduan vanilla dan bunga yang manis, begitu kuat menguar dari tubuhnya.“Ya. Kau jelas lebih tahu banyak tentang diriku karena kau menjadi penguntitku selama ini.”Dia tertawa pelan, terasa mendekat karena bahu kamu bersentuhan. Terlepas dari apa tujuan dan sikapnya yang terkesan palsu, sos
Baca selengkapnya

Tiga Puluh Tujuh

Mengerjap dua kali, akhirnya aku menyusul Luigi yang berbalik untuk menunggu.“Pernah naik kereta api malam hari?” Luigi bertanya seolah sebelumnya kami terlibat obrolan akrab.Aku menggeleng. “Terakhir kali saat usiaku, dua atau tiga belas tahun, mungkin.”“Begitukah? Bukannya delapan belas tahun?” Luigi tampak bercanda, dia tersenyum sekilas.“Entahlah, aku tidak ingat ...” Kuperhatikan dia yang tiba-tiba berjalan ke arah sebuah stasiun, “hei, kau serius soal kereta apinya?” Aku segera menyusul karena sempat berhenti sesaat akibat terkejut.Luigi mengangguk, dia membiarkanku kebingungan dan tidak lama setelahnya, aku dan Luigi benar-benar mengantri dengan calon penumpang lain untuk masuk dengan tertib ke dalam kereta, saat penumpang yang akan turun lebih diutamakan sebelum kami benar-benar masuk.Sedikit berdebar, ini pengalaman baruku lagi setelah belasan tahun. Aku tidak menyangka sama sekali bahwa Luigi tampak terbiasa dengan keadaan seperti
Baca selengkapnya

Tiga Puluh Delapan

Luigi tersenyum. Membawaku duduk dan melepas trench coat-nya, hingga aku juga Luigi bisa merasakan rinai tipis menyerang kepala serta wajah kami lebih dulu daripada membasahi tubuh.“Nikmati ini denganku,” katanya lagi, menatap lurus ke depan, ke tempat kosong terbentang, tanpa ada pencahayaan.Terdiam, aku berusaha mendengar suara hujan dan membiarkan sunyi ini membungkus hatiku. Sekarang aku ingat, masa-masa pemberontakan kecil yang kulakukan, di usia tujuh belas hingga delapan belas tahun, aku memang banyak menghabiskan waktu di sini untuk mengobati hatiku.Ketika aku bersin setelah sepuluh menit berlalu, Luigi tertawa, memberikan saputangannya yang lembab dan memintaku beranjak dari kursi taman.“Aku rasa sudah cukup, sebaiknya kita pulang.” Dia memegangi lenganku karena aku yang tidak kunjung bangkit dari kursi. “Perlu kugendong sampai rumah?”Aku tertawa. Aku tahu dia bercanda. Luigi termasuk pria baik bersama Leon dan Adorjan yang jarang terlihat
Baca selengkapnya

Tiga Puluh Sembilan

“Kau tidak ada di rumah, dan tidak mungkin sedang bermalam di rumahku, bukan?” Suara Rhys, halus, tapi mengintimidasi. Menyerang langsung bahkan sebelum aku menyapa. Di sini, aku menggigit bibir. Melupakan kepekaan Rhys sesaat adalah kecerobohan besar. Aku keliru sejak awal. Ketika dengan mudah mengikuti kemanapun Luigi membawaku pergi. “Ingin aku yang menyeretmu dari sana?” Aku tersentak. “Ti-tidak, Rhys. Bukan begitu—” “Lalu apa?” selanya. Terdengar sangat tidak sabaran. Seperti dulu, seperti biasanya. “Aku bisa jelaskan saat kita bertemu. Kau tidak bisa berpikir seperti apa yang ada dipikiranmu saat ini,” jelasku. Terdengar helaan napas dari seberang, membuatku sekarang berpikir, sepertinya Rhys sedang memiliki beban pikiran sendiri di luar dari mencurigaiku. “Baiklah. Kutunggu kau pagi ini di kamarmu, di rumahku. Ingat pintu kamar dengan warna berbeda itu kan?” “Ya, baiklah. Aku selalu ingat warna merah tua di pintu
Baca selengkapnya

Empat Puluh

Aku diam. Hanya memberi tatapan tajam sebagai bukti, aku tidak akan pernah membenarkan perbuatannya meski tidak ada apapun yang terjadi di antara kami. “Kau benar-benar berniat memperkosaku, Lui.” “Sudah kujelaskan tadi, apa itu masih membuatku terlihat bersalah?” “Jangan menyangkal. Kau memang bersalah.” “Baiklah, baiklah. Tapi itu tubuhmu, kau jelas tahu bahwa aku tidak menjamahmu,” kata Luigi lagi, dia berbeda. Kurasa si pria bungsu ini mendadak dirasuki setan mesum atau sejenisnya. Dia kembali menilai tubuhku sesuka hatinya. “Singkirkan kedua matamu dari tubuhku, Lui!” Kupukul pundaknya, beranjak bangun dengan pemikiran bahwa kini ada dua pria di keluarga Oxley yang sudah melihat isi dibalik pakaianku. Sulit kuterima bahwa Luigi yang pendiam dan terkesan dingin pada wanita ini, lebih mengerikan daripada apa yang tercetak di dalam benakku. Sekarang dia tertawa, dan semakin kurang ajar karena berani menarik pinggangku, lalu m
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status