Home / Romansa / LIVING WITH THE DEVIL : ignite / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of LIVING WITH THE DEVIL : ignite: Chapter 1 - Chapter 10

49 Chapters

00. Prologue I : IGNITE

"Alicia." "Mommy!" Seorang gadis kecil menghampiri ibunya yang tengah berdiri di ambang pintu kamar, memeluknya langsung. "Alicia," panggil wanita paruh baya itu sekali lagi, dengan mata yang berkaca-kaca.  Alicia tampak kebingungan. "Mama, ada apa?"  Marie menggelengkan kepala, tersenyum menatap anaknya. Tidak lama kemudian, dua pria datang menghampiri mereka. Keduanya Alicia sangat kenal. Yaitu ayah dan pamannya. "Robert, aku mohon, jaga Alicia baik-baik." Marie menatap Robert dengan air mata yang sudah berlinang. Robert menganggukkan kepala. "Kalian tidak perlu khawatir, Alicia akan aman tinggal bersamaku," ucapnya dengan sulas senyuman manis. Marie menganggukkan kepalanya, masih dengan air mata yang bergulir di kedua pipinya. Setelah memeluk Alicia, dia mundur dan membiarkan Alarick, suaminya, memeluk anak mereka.
Read more

00. Prologue II : IGNITE

Sudah satu minggu semenjak kepergian kedua orangtuanya yang tanpa sebab atau tanpa alasan. Saat ini, Alicia tinggal dengan pamannya, Robert Lucero. Kehidupan gadis berusia sembilan tahun itu jauh berbeda dari yang sebelumnya. Dia selalu murung diri di dalam kamar, jarang makan, dan juga jarang tidur. Robert tidak pernah sekalipun mengunjunginya atau hanya sekedar datang menghiburnya. Alicia kini merasa bahwa dunianya hampa. Namun, sepertinya kehidupannya juga akan berubah seratus delapan puluh derajat dari sebelumnya, ketika malam itu, Robert meminta kepada pelayannya untuk mendandani Alicia dengan rapi. Dan di ruang tamu, Alicia dipertemukan dengan seorang pria yang memiliki mata seperti iblis, merah kelam. Alicia yang awalnya hanya terdiam, tiba-tiba merasa sekujur tubuhnya merinding seperti ketika dia ditakut-takuti oleh nannynya tentang monster di bawah ranjang. Bedanya, saat ini monster itu tengah
Read more

01. He's Coming

Gadis berambut hitam dengan blus putih di atas mata kaki itu duduk di atas rerumputan sambil memainkan pucuk dandelion yang tadi dipetiknya. Matanya menatap ke depan, pada beberapa ekor domba yang tengah asik mengunyah rumput.Rambut hitam gadis itu beterbangan diterpa angin, namun dia tidak peduli, malah matanya menutup, menikmati suasanya pagi ini yang begitu sejuk.Di kala sendiri seperti ini, dia selalu diingatkan akan kedua orangtuanya, dan pria bermata merah yang telah membawanya ke sini.Di usianya yang sudah menginjak angka delapan belas tahun, Alicia tidak lagi menangis jika mengingat kedua orangtuanya pergi meninggalkannya tanpa sebab. Dia berpikir, apa dulu dia pernah berbuat nakal sehingga ayah dan ibunya pergi dan tidak mau bersamanya lagi? Apa dulu dia telah menjadi anak yang tidak baik sehingga membuat ayah dan ibunya menangis? Alicia tidak tahu, dia tidak akan pernah tahu.Paman Robert yang
Read more

02. It's You

Napas Alicia memburu ketika dia memacu kakinya untuk terus berlari dan memasuki area hutan yang ditumbuhi oleh pepohonan pinus. Dia berhenti, dan menyandarkan tubuhnya di salah satu batang pohon dengan napas setengah-setengah."Aku tidak mau bertemu dengannya," gumam Alicia dengan suara tercekat.Dia mengintip dari balik pohon, memang mustahil bahwa pria itu akan mengikutinya sampai ke sini, jadi Alicia melanjutnya langkahnya dengan berjalan, sampai ia keluar dari rimbun pohon ke sebuah sungai yang airnya sangat jernih.Untuk beberapa saat, sambil mengatur napasnya, Alicia duduk di salah satu batu yang menjadi tempat favoritnya di sana. Dia berniat untuk menunggu pria itu pergi, barulah Alicia akan kembali ke rumah, bahkan jika dia harus menunggu sampai malam sekalipun. ***Matahari hampir tenggelam ke peraduannya, Alicia jatuh tertidur dengan bersandar
Read more

03. His Threat

Keesokan harinya, ketika Alicia terbangun dari tidur setelah hampir semalaman menangis, dia dikejutkan oleh kehadiran beberapa orang di kamarnya. Alicia sontak langsung beringsut duduk menatap penuh awas pada perempuan-perempuan berpakaian serba putih itu."Selamat pagi, Miss Alicia," sapa salah satu dari mereka, yang tampak lebih tua dari perempuan yang lain.Alicia menelan ludahnya dengan susah payah. "Pa-pagi."Si kepala pelayan itu tersenyum ramah. "Anda tidak perlu takut, Miss, kami datang ke sini untuk membantu Anda bersiap-siap untuk sarapan."Mendengar itu, Alicia menggeleng kepala. Para pelayan itu saling tatap, memperhatikan penampilan Alicia dengan rambut acak-acakkan dan mata sembab dengan pakaian yang masih utuh.Terlebih, tidak ada noda darah di kasur.Mereka sangat hapal pada tabiat tuan mereka, setiap kali membawa seorang gadis ke rumah, gadis tersebut tida
Read more

04. Surrender

Lucius menepati janjinya. Selama hampir tiga hari, Alicia tidak diberi makan atau minuman sedikitpun. Para pelayan yang masuk ke kamarnya setiap pagi hanya membantu Alicia mandi dan berpakaian serta membersihkan kamar.Pagi ini Alicia sangat berharap bahwa mereka membawakannya makanan, namun tidak satupun dari mereka membuka mulut ketika Alicia meminta agar kamarnya tidak dikunci supaya dia bisa lebih leluasa pergi ke dapur.Permintaannya tidak dituruti. Alicia tidak memiliki tenaga, badannya lemas, dan keringat dingin terus saja bercucuran dari pelipisnya karena rasa sakit yang ia rasakan di perutnya yang seolah dililit. Hampir sehari semalam, Alicia hanya terbaring di ranjang, menitikkan air mata akibat kekeras kepalaannya.Lucius adalah tipe orang yang seharusnya Alicia hindari. Dia berbahaya, Alicia tahu. Bahkan ketika di desa, bibi Jen selalu mengingatkannya bahwa akan ada seseorang yang akan datang menjemput Alicia.
Read more

05. Special Treatment

Alicia terbangun ketika merasakan sesuatu yang menyengat telapak tangannya. Dia membuka mata dan melihat siluet gelap Lucius di hadapannya."Kau bangun di waktu yang tepat," gumam pria itu, mencabut jarum suntik yang belum sempat menembus nadi Alicia, lalu menancapkannya lagi tanpa kehati-hatian, membuat Alicia meringis sakit.Lucius tersenyum manis. "Aku sangat membencimu," bisik Alicia tajam, sambil terus memperhatikan Lucius yang ternyata baru selesai memasangkannya infus.Kembali, Lucius hanya tersenyum. "Terima kasih, aku juga sangat membencimu," sahutnya tanpa adanya nada kebencian sedikitpun, tidak seperti cara Alicia mengucapkan kebenciannya sendiri."Kau lapar?"Alicia tidak menjawab. Hanya matanya yang bergerak-gerak menatap Lucius yang berjalan menjauhinya lalu mengambil sebuah nampan berisi makanan, membawanya ke arah Alicia.Seketika itu perut Alicia berbunyi
Read more

06. Escape (1)

Mobil hitam itu melaju meninggalkan pekarangan luas mansion. Alicia menatapnya dari jendela kamar. Dia menghembuskan napas panjang sambil memejamkan mata sejenak.Haruskah aku melakukan ini? Batinnya, mulai merasa ragu.Dia ingat dengan jelas ancaman Lucius jika Alicia melanggar 'peraturan' yang pria itu tetapkan. Tapi, Alicia benar-benar ingin bertemu dengan kedua orangtuanya.Semua ini bermula saat waktu sarapan tadi. Ya, kesehatan Alicia membaik setelah hampir satu minggu dia hanya terbaring di ranjang. Pagi ini, Alicia sarapan di patio bersama Lucius. Mereka makan dalam diam. Lucius tidak sedikitpun tampak hendak memulai pembicaraan dengannya, karena seluruh perhatian pria itu seolah hanya untuk topik di kepalanya saja. Lucius pun tidak lagi datang ke kamar Alicia. Seperti hari ini, pria itu berangkat pagi-pagi dan selalu pulang larut malam.Alicia bertanya nama kota ini ke salah satu pelayan
Read more

07. Escape (2)

Napas Alicia memburu, membuat dadanya sakit dan bergemuruh cepat. Peluh membanjiri pelipisnya, kakinya sudah terasa kebas dan rambut gelapnya yang panjang acak-acakan dan lengket karena keringat. Alicia meringis sakit, ketika kakinya yang kebas itu tersandung batu, dia terjatuh dengan lutut yang mengeluarkan darah. Namun semua itu, tidak membuat Alicia menghentikan pelariannya. Dia bangkit dan berlari lagi, dengan kepala yang sesekali menoleh ke belakang.Sepi.Alicia tahu cepat atau lambat para penjaga di rumah itu pasti akan menyadari kepergiannya. Dan dia hanya bisa berdoa semoga mereka tidak menyadarinya secepat seperti yang Alicia bayangkan.Jalanan sangat sepi pada pagi menjelang siang itu, tidak ada satupun mobil yang lewat. Di kiri kanan yang terlihat hanya hutan-hutan belantara yang sunyi. Alicia baru mengetahui bahwa letak rumah Lucius sejauh ini dari kota. Namun tetap saja, Alicia tidak menyerah.
Read more

08. Escape (3)

Alicia tidak pernah merasa setakut ini seumur hidupnya.Dia merasakan dadanya sakit akibat jantungnya yang berdetak begitu cepat serta napasnya yang berat. Dia menatap ke sekelilingnya, benar-benar gelap, namun dari suara-suara lain yang ia dengar di sana, Alicia jelas mengetahui bahwa bukan hanya mereka berempat yang ada di dalam ruangan itu. Siapa yang tahu apa yang ada di balik kegelapan?"Selamat malam, hadirin sekalian." Suara seorang pria dengan microfon.Alicia meneguk ludahnya susah payah. "Ca-calla...""Hm.""A-aku... aku benar-benar takut.""Damn, who wasn't."Alicia semakin merasa takut. dua perempuan lainnya yang Alicia tidak tahu nama mereka siapa, juga pasti merasa ketakutan, terdengar jelas dari suara rengekan mereka yang seolah hendak menangis.Alicia tahu... bahwa inilah saatnya."Terima kasih sud
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status