Alicia tidak pernah merasa setakut ini seumur hidupnya.
Dia merasakan dadanya sakit akibat jantungnya yang berdetak begitu cepat serta napasnya yang berat. Dia menatap ke sekelilingnya, benar-benar gelap, namun dari suara-suara lain yang ia dengar di sana, Alicia jelas mengetahui bahwa bukan hanya mereka berempat yang ada di dalam ruangan itu. Siapa yang tahu apa yang ada di balik kegelapan?
"Selamat malam, hadirin sekalian." Suara seorang pria dengan microfon.
Alicia meneguk ludahnya susah payah. "Ca-calla..."
"Hm."
"A-aku... aku benar-benar takut."
"Damn, who wasn't."
Alicia semakin merasa takut. dua perempuan lainnya yang Alicia tidak tahu nama mereka siapa, juga pasti merasa ketakutan, terdengar jelas dari suara rengekan mereka yang seolah hendak menangis.
Alicia tahu... bahwa inilah saatnya.
"Terima kasih sudah datang dalam acara pelelangan malam ini. Tanpa berbasa-basi lagi, kami akan menawarkan beberapa barang yang sangat menggiurkan, siap untuk penawaran tertinggi pada malam ini. Kalian semua tentu tidak akan mau melewatkannya. Are you ready to see what's inside this box?" terdengar suara teriakan pentuh antusias yang menggema di ruangan tersebut.
Alicia tidak mengerti. Apa yang terjadi?!
Dan tepat setelah itu, tirai yang membungkus jeruji besi disingkap sampai terlepas, bertepatan dengan lampu terang yang menyorotnya ke bawah.
Empat perempuan di dalam sana menutup mata mereka dari silau lampu tersebut.
Lalu perlahan, Alicia membuka matanya, menatap linglung pada sekitarnya yang ternyata masih tampak gelap. Pencahayaannya hanya difokuskan pada empat perempuan itu, juga lampu yang lebih redup pada pria si pembawa acara.
Suara riuh tepuk tangan dan siulan membuat Alicia semakin gemetaran.
Pelelangan itupun berlangsung. Alicia dikeluarkan dari jeruji besi dan berdiri di bawah sorotan lampu yang lain. Tampilannya telah diubah. Dia diberi bikini seksi berwarna hitam yang menutup sedikit sekali bagian dari tubuhnya, serta bandu telinga kelinci berwarna putih di kepalanya. Wajahnya pun telah diriasi make up tebal yang membuatnya tampak benar-benar cantik, manis, seksi, sekaligus menggiurkan, jika saja raut takut di wajahnya itu hilang.
"Yang satu ini benar-benar spesial." Pria itu mulai mengitari tubuh Alicia, wajahnya tertutup topeng sehingga Alicia tidak tahu rupanya seperti apa.
"Kulitnya benar-benar mulus," katanya sambil mengelus lengan Alicia.
"Aromanya harum." Kemudian dia mengendus leher Alicia, membuat Alicia bergidik jijik dan mendengus kasar. Baik, sekarang rasa takutnya berubah menjadi amarah. Dia menatap pria itu tajam.
"Dan wow! Tatapannya benar-benar menantang," kata pria itu lagi, alih-alih takut malah tertawa terbahak-bahak. "This is type of your doll, ladies and gentleman."
Boneka?!!!
"Kita akan mulai pada tawaran terendah, 20 ribu dolar!"
Tawaran terus berlanjut. Harga yang ditetapkan semakin tinggi dan tinggi. Sampai kemudian, tawaran untuk Alicia mencapai 500 ribu dolar. Mendengarnya, membuat Alicia tercekat sendiri, memang itu bukanlah jumlah uang yang sedikit, namun bukan itu juga yang membuat Alicia terperangah, melainkan karena dirinya sudah berhasil dijual dan sebentar lagi akan menjadi milik orang lain.
Tawaran itu hendak disahkan, si pembawa acara menghitung dari tiga ke bawah. Dan pada hitungan kedua selesai disebutkan, muncul sebuah angka-angka baru melalui layar monitor di depan mereka, yang menampilkan jumlah uangnya.
Terdengar suara kesiap dari setiap orang. "WOW! 5 JUTA DOLAR, SOLD!"
Alicia berdoa, siapapun orang yang membelinya itu, semoga dia memiliki belas kasih dan jiwa kemanusiaan yang tinggi. Walaupun terdengar sangat mustahil, Alicia masih terus berharap.
Dan dia benci mengakui bahwa dirinya benar-benar menyesal telah kabur dari Lucius. Setidaknya, Lucius memperlakukannya dengan baik walaupun tidak sepenuhnya seperti itu. Sekarang Alicia sama sekali tidak punya petunjuk apapun akan bagaimana nasibnya ke depan.
*
Alicia kabur dari cengkraman pada bodyguard yang hendak mengantarkannya ke dalam mobil si tuan barunya.
Alicia tidak mungkin diam dan pasrah. Dia memutar otak untuk untuk mencari celah agar dirinya bisa kabur, dan setelah Alicia mendapatkannya dengan meminta izin ke toilet dan ditemani oleh seorang bodyguard yang begitu mudah tergoda dengan jalang di sana, Alicia berhasil kabur dan berlari sekuat tenaga. Pakaiannya masih sama seperti tadi. Orang-orang yang melihatnya di jalan pasti menganggapnya orang gila atau jelas menatapnya sebagai jalang dan melihatnya dengan tatapan jijik.
Alicia jelas masih memiliki rasa malu. Sehingga dia memilih untuk berlari memasuki gang-gang sepi yang gelap yang tidak ada satupun orang di sana. Gang demi gang yang diapit oleh bangunan-bangunan tinggi dia lewati.
Ketika berbelok memasuki gang lainnya, Alicia mendengar suara sorakan. Langkah Alicia langsung terhenti. Matanya membulat melihat beberapa pria berdiri di hadapannya. Mata mereka menatap tubuh Alicia sama terkejut, lalu berubah penuh nafsu.
Oh tidak! Setelah terbebas dari kandang singa, sekarang ia malah masuk ke kandang buaya.
"Wow, kita memiliki santapan baru. Cepat tangkap dia, ayo kita nikmati sama-sama."
Alicia hendak berbalik untuk berlari pergi. Sialan memang pada pakaiannya yang membuatnya nyaris telanjang. Oh, bukan pakaian, melainkan hanya bra dan celana dalam, serta bandu kelinci di kepala.
Tangan Alicia ditarik sehingga dia terjerembab ke belakang. Alicia memekik sangat kencang ketika pria itu memeluknya dan menggerayangi perutnya. Sedangkan pria-pria yang lain tertawa terbahak-bahak.
Air mata Alicia meluncur bebas. Dia memberontak dengan sekuat tenaga, berteriak sampai merasakan tenggorokannya sakit, tubuhnya merespon di alam bawah sadarnya, sehingga Alicia benar-benar tidak tahu apa yang terjadi.
Dia merasakan pelukan pria tadi terlepas. Alicia yang lemas berlutut di tanah sambil memeluk dadanya yang tidak lagi dibalut bra. Ketika mendengar suara nyaring tembakan yang menggema, Alicia mendongak, napasnya masih tersendat dan tangisannya belum berhenti, menyebabkan penglihatannya menjadi kabur.
Suara tembakan itu terdengar lagi dan suara-suara teriakan sakit menyusul. Alicia mengerjapkan matanya. Melihat lebih jelas pada seorang lelaki dengan pakaian serba hitam memukul preman-preman yang hampir memperkosa Alicia itu.
Dada pria yang tadi memeluk Alicia sudah bolong. Kepalanya hancur tidak terbentuk lagi. Tiga pria lainnya tampak ketakutan dan mencoba untuk kabur. Namun lelaki berpakaian serba hitam itu mengejar mereka dan menembak kaki mereka satu-persatu.
Kepala Alicia langsung pening ketika mencium aroma anyir darah yang menguar di udara. Tetes demi tetes salju yang mulai turun dari langit membekukan genangan darah di tanah. Alicia tidak lagi merasakan syaraf-syaraf di kaki atau tangannya sehingga dia jatuh tergeletak di tanah, dengan mata yang sayup-sayup terbuka.
Hal terakhir yang ia sadari adalah keheningan, kecuali langkah kaki yang perlahan mendekat, lalu suara berat seseorang yang membisikkan namanya, mengangkatnya ke dalam gendongan, dan memberikannya kehangatan yang ia cari.
***
Saat kecil dulu, Alicia jarang sekali terkena virus penyakit. Mamanya selalu mengontrol pola makannya dan selalu memberikannya vitamin. Kasih sayang sang Mama juga Papa terasa begitu besar, sehingga kepergian mereka yang 'meninggalkan' Alicia, masih gadis itu tidak percayai. Pasti ada sesuatu, alasan yang begitu kuat di balik tindakan mereka itu.Sekarang, Alicia sakit. Tubuhnya mengeluarkan keringat sangat banyak, namun dia terus saja meracau kedinginan. Tiga lapis selimut menutupinya sampai leher, hal itu masih tidak banyak membantu. Kening Alicia berkerut dalam. Setiap malam, dia akan berteriak-teriak ketakutan seolah nyawanya sedang di ujung tanduk.Saat sedang terjaga, dia akan berhalusinasi seperti orang gila, ketakutan dan menjerit. Ketika tidur pun, mimpi buruk tiada henti menghampirinya. Kalau belum muntah, Alicia tidak akan tenang.Terhitung sudah tiga hari Alicia seperti itu.Lucius, yang saat i
Tubuh Alicia melemah seiring dengan tangisannya. Dia tidak tahu lagi apa yang terjadi ketika napas mulai tersendat-sendat, dan dadanya terasa sakit. Alicia merasakan rengkuhan hangat itu mengerat dan seseorang membaringkannya dengan lembut di ranjang. Yang terakhir kali singgah di benaknya sebelum ia benar-benar menutup mata adalah wajah bibi Jen, Wendy, dan paman Filbert di desa. Alicia tidak akan pernah memaafkan dirinya atas apa yang terjadi pada mereka.Ketika terbangun dari tidurnya, kepala Alicia terasa pening. Bahkan hanya untuk membuka mata rasanya dia tidak sanggup. Tapi seseorang dengan sangat tidak berperasaan menarik tangan Alicia dan memaksanya duduk. Alicia langsung meringis memegangi kepalanya karena rasa sakit yang berdenyut-denyut di sana."Aku tidak menyukai gadis manja!" hardik Lucius ketika Alicia terjatuh lagi ke ranjang dan Lucius menariknya duduk kembali."Ku-kumohon," rintih Alicia.
"Mungkin ini memang yang terbaik," gumam Alicia, kemudian melanjutkan dengan nada yang lebih terdengar putus asa, "setidaknya untuk sekarang." Dia memetik setangkai bunga daisy dan menggenggamnya di tangan bersama tangkai yang lain. pikiran Alicia kembali berkecamuk.Dia hari itu, hari yang tidak akan pernah Alicia lupakan pernah terjadi, pengalaman paling baru dan paling aneh yang pernah dirasakannya. Yang diberikan oleh seorang pria dewasa berhati kejam. Tubuh Alicia kembali dialiri gelenyar aneh. Semenjak hari itu, dia tidak pernah lagi melihat Lucius di rumah. Alicia awalnya tidak berani melangkah keluar dari kamarnya, sampai suatu pagi dia menyadari bunga di atas nakasnya mengering. Kemudian Alicia mulai bertanya-tanya siapa yang setiap pagi mengganti bunga itu di sana? Karena Alicia tidak pernah melihat pelayan melakukannya. Dan jika Lucius yang melakukannya, itu terdengar sangat mustahil. Alicia berhenti bertanya-tanya dan mencoba menggantinya s
Keesokan harinya, Alicia terbangun di atas ranjang dalam keadaan terikat. Dia menatap sekelilingnya bingung, kepalanya berdenyut sakit. Alicia mencoba untuk melepaskan ikatan di pergelangan tangannya namun tidak berhasil. Dia lantas berbaring pasrah dalam beberapa saat untuk mengembalikan pikirannya kosong. Saat itulah kemudian Alicia teringat pada kejadian semalam. Dia tersentak bangkit, untuk kemudian meringis karena tangannya yang terikat."Ya Tuhan, apa yang telah kulakukan!" bisiknya cemas.Alicia pun tidak tahan untuk bertanya-tanya, apakah Lucius masih di sini atau dia sudah terbang ke negeri sakura, meninggalkan Alicia dengan ingatan dan kejadian semalam. Alicia diliputi rasa jijik pada dirinya sendiri, penyesalah, dan amarah.Ketika Alicia sibuk dengan pikirannya sendiri, Harrieth masuk ke dalam kamarnya membawa sarapan, namun mematung beberapa di pintu menatap terkejut pada Alicia.Alicia men
Malam itu Alicia semakin kesusahan untuk tidur. Namun pada akhirnya, dia berhasil juga dibuai ke alam mimpi. Tidak tahu tepatnya kapan, tapi lama sekali rasanya Alicia menatap langit-langit kamar dengan pikiran berkecamuk, menunggu kantuk benar-benar berhasil merenggut kesadarannya.Paginya, ketika Alicia bangun, matahari telah bersinar terik menembus gorden-gorden jendela yang ditutup. Garis-garis cahaya matahari itu masuk melalui celahnya. Alicia merasa semalam tidurnya sangat nyenyak. Dia bahkan tidak bermimpi apapun dan tidak terbangun pada waktu-waktu tertentu seperti biasanya. Dengan perasaan bahagia itu, Alicia tanpa sadar tersenyum. Matanya masih terpejam, kendati dia telah tersadar dan membukanya beberapa saat lalu, tapi Alicia ingin tidur lebih lama lagi.Ketika kesadarannya nyaris terenggut lagi, saat itulah Alicia merasakan sesuatu melingkari kakinya, meraba-raba naik menuju pahanya. Mata Alicia langsung terbuka lebar. Dia hend
Ketika terbangun dari pingsannya, Alicia menemukan dirinya sendiri bersandar di dada Lucius di atas pangkuannya di ruang makan. Para pelayan hilir mudik menyajikan sarapan mereka ke meja makan. Alicia terkesiap oleh rasa malu dan berjuang untuk lepas dari kungkungan pria itu. Walau tidak menatap padanya, senyum Lucius dan eratnya pelukan lelaki itu pada tubuhnya menandakan bahwa dia menyadari kesadaran Alicia, tapi memutuskan untuk tidak menghiraukannya. Apa aku boleh pergi?! Batin Alicia mengerang frustasi. "A-apakah aku boleh turun?" adalah tanya yang berhasil dia keluarkan walau dengan suara mencicit kecil, karena Alicia khawatir para pelayan akan mendengarnya. Namun sepertinya mereka sudah terlatih dengan sangat profesional sehingga mereka serempak tampak tidak terganggu oleh adegan tidak senonoh yang tuan mereka suguhkan
Alicia pikir dia bisa kembali ke kamarnya dan mengurung diri untuk merenungkan kejadian pagi itu. Namun seekor ular piton tertidur dengan nyaman di atas selimutnya membuat Alicia mengurungkan diri untuk masuk ke sana. Lucius benar, Alicia memiliki ketakutan yang berlebihan pada hewan melata, terlebih lagi pada ular. Namun sekalipun begitu, lelaki itu tetap melakukannya, menakut-nakutinya dengan ketakutan yang paling Alicia takutkan.Oleh karena itulah, kini Alicia mendekam di dalam perpustakaan, berdiri di ambang jendela. Alicia menatap ke bawah, pada sosok pria jangkung di taman. Sosoknya yang mengenakan pakaian serba hitam tampak sangat mencolok di sana. Seperti yang Harrieth bilang, taman itu adalah taman pribadi sang tuan. Bahkan yang merawatnya pun dia sendiri. Alicia menyadari, bahwa sosok iblis yang selama ini dikenalnya juga memiliki sisi lembut dalam dirinya. Terlebih pada hal-hal yang sangat dekat dengannya. Angel dan tumbuhan-tumbuhan di taman i
Keesokan harinya, seorang dokter datang untuk memeriksa kesehatan Alicia. Alicia hanya diam saja saat dokter tersebut melakukan tugasnya. Dia memperkenalkan dirinya sebagai Dokter Hank, namun sekalipun mereka sudah berkenalan, Alicia tidak mau repot-repot mengobrol, kejadian semalam masih menghantui pikiran Alicia. Dan sekarang Lucius entah berada di mana.Alicia bersyukur lelaki itu tidak di rumah. Dia pergi tepat setelah makan malam itu selesai. Jadi Alicia bisa diam-diam tidur di kamar tamu."Kau masih perawan?"Pertanyaan Dokter Hank yang tiba-tiba itu mengejutkan Alicia sehingga untuk pertama kalinya, dia memperlihatkan emosi di kedua matanya pada lelaki itu.Dokter Hank terkekeh geli saat tahu jawabannya. Tapi dia juga tetap merasa heran. "Ini sangat tidak biasa," gumamnya pelan."A-apa maksudmu?" tanya Alicia hati-hati, menatap dokter itu dengan penuh penasaran.Dok
Ignite: EpilogueNapas Alicia memburu saat merasakan kecupan basah di lehernya. Dia meraih seprai dan meremasnya sangat kencang, menahan suara desahannya lolos dari bibir. Wajahnya bersemu merah dengan mata yang terpejam erat.“Alice,” bisik suara serak di telinganya, terdengar sangat sensual sehingga mengirimkan getaran bagai tersengat listrik ke seluruh tubuh Alicia.“Hm,” gumam Alicia sebagai balasan.“Sebut namaku!”Alicia membuka mata, menatap tidak fokus pada objek di hadapannya. Karena bukan hanya bibir pria itu yang bergerak menyiksanya dengan memberikan kecupan-kecupan panas sampai meninggalkan bekas kemerahan di lehernya, tapi juga tangan pria itu yang terasa kasar, menyusup masuk dari balik baju tidur yang ia kenakan, meremas dadanya dan tanpa tahu malu pria itu menjetikkan jari pada puncak dadanya yang telah mengeras.“Ahh, Lucius!” Alicia sontak mendesahkan nama pria itu dalam ekstasi yang ia rasakan dari rangsangan yang diberikan. Tubuh Alicia tidak bisa berkutik di bawa
"Dokter, kalau Tuan Lucius terus bersamaku setiap waktu, aku mungkin akan sembuh lebih cepat," ucap Alicia pada Dokter Hank yang tengah memeriksa keadaannya. Lelaki paruh baya itu tersenyum kecil. "Apa yang membuatmu berpikir seperti itu?" tanyanya. Sudah beberapa hari Alicia dirawat dan harus istirahat total untuk kesembuhannya. Dokter Hank adalah satu-satunya dokter yang datang untuk merawatnya. Namun, hanya untuk memeriksa keadaan Alicia secara umum, seperti mengecek suhu tubuhnya, memeriksa gejala-gejala tertentu yang bisa menimbulkan penyakit bawaan dari lukanya, memberinya obat yang akan membantu kesembuhan dan meningkatkan kesehatannya. Namun, khusus untuk mengganti perban di lukanya, hanya Lucius yang dapat melakukan itu. Bukan, Dokter Hank pun bisa melakukannya, tapi hanya Lucius seorang yang boleh. Dokter Hank sangat mengerti akan sikap Lucius yang seperti itu, namun dia tidak mengatakan apap
Landon tidak bisa merasa tenang sampai dia memasuki kamar Lucius dan melihat sosok yang dikhawatirkannya terbaring di atas ranjang. Landon duduk di dekatnya, memperhatikan wajah pucat gadis itu."Ini adalah salah satu yang aku maksud saat aku bilang berada di sisinya adalah pilihan yang salah, Alicia," ucap Landon lirih. Namun Alicia tidak bergeming, masih di bawah pengaruh obat bius. "Tapi melihat sepupuku begitu mengkhawatirkanmu kurasa hal ini sepadan untuknya," lanjut Landon, kemudian membelai pelan rambut gadis itu.Tidak beberapa lama kemudian Dokter Hank datang membawa obat dari rumah sakit. Hank bertanya kepada Landon di mana Lucius. Landon hanya menjawab, "Dia pergi untuk mengurus sesuatu."Hank belum tahu pasti bagaimana kejadiannya kenapa Alicia sampai seperti ini dan bertanya langsung pada Lucius adalah hal yang sia-sia."Ayah, apa Alicia akan baik-baik saja?" tanya Landon.Han
Sebelum ke luar, Lucius menatap Alicia sekali lagi, memperbaiki selimutnya, dan mengatur suhu ruangan agar lebih hangat."Ben, temui aku di ruangan, sekarang!" ucapnya, berbicara pada alat interkom yang masih terpasang di telinganya.Lucius pergi menuju ruang kerjanya dengan langkah lebar. Landon tiba-tiba saja muncul dari arah tangga, menghalangi jalan Lucius. Lucius menatapnya sesaat, mencoba mempertahankan kesabarannya yang tidak dia miliki banyak."Aku ikut," kata Landon.Lucius mendengus, kemudian melanjutkan langkahnya melewati Landon, menabrak bahu lelaki itu."Lucius, aku serius!" ucap Landon keras kepala, mengikuti Lucius di belakang."Apa kau tahu yang hendak aku lakukan?""Aku tahu," jawab Landon.Lucius langsung berhenti dan menoleh menatapnya.Mendapat tatapan menyeramkan seperti itu, Landon langsung melanjutk
Suara klakson mobil terdengar nyaring saling bersahutan di tengah jalan raya yang ramai dilalui kendaraan. Hanya satu mobil yang bergerak cepat dan tidak beraturan di antara mobil yang lain."Ben, kalau kau berhasil sampai dalam waktu lima menit, aku akan menaikkan gajimu sepuluh kali lipat," Lucius berkata dengan datar di kursi penumpang pada mobil yang dikendarai oleh Tangan Kanan-nya, Benjamin.Benjamin mendengus. "Kau tidak perlu mengatakan itu, kita akan sampai dalam waktu tiga menit."Normalnya, mereka akan sampai dalam setengah jam, lima belas menit jika mengebut. Sedangkan lima menit terdengar mustahil, terlebih tiga menit.Namun tidak bagi Benjamin. Selama bekerja dengan keluarga Denovan, dia sudah dilatih untuk hal-hal seperti ini. Dia benar-benar akan sampai di rumah dalam waktu tiga menit.Sesekali Ben melirik tuannya yang duduk di kursi belakang, memeluk seorang perempuan di d
Alicia duduk dengan gelisah di dalam mobil yang melaju sedang menuju suatu tempat. Alarick berada di sampingnya, diam dengan ekspresi keras di wajah. Semakin Alicia memikirkan kemana dia akan dibawa, jantungnya berdetak semakin kencang penuh antisipasi. Alicia memikirkan ucapan kepala pelayan itu yang mengatakan bahwa malam ini Lucius akan datang bersama Marie dan Adrian.Benarkah pria itu akan datang? Untuk apa? Apa rencananya? Alicia menolak untuk percaya bahwa Lucius benar-benar datang untuknya. Pria itu pasti memiliki agenda lain di otaknya yang licik dan penuh perhitungan. Apakah ini harinya? Pembalasan dendam itu? Apa yang akan Lucius lakukan? Membunuh Marie dan Adrian?Alicia membayangkan dua buah peti mati yang telah menanti di sana dan tiba-tiba saja tubuhnya mulai menggigil. Sekalipun Marie bukan ibu kandungnya, tapi kenangan terbaiknya semasa kecil selalu dihadiri oleh perempuan itu. Walaupun Alicia me
Tidak ada satupun rencananya yang berjalan lancar.Alarick memukul meja kerja dan menatap deretan anak buahnya tajam. "Bagaimana kalian bisa kehilangan mereka!" seru pria itu, melangkah mendekati lima anak buahnya yang berdiri sejajar dan menampar wajah mereka. Alarick, yang diliputi amarah berapi-api, mengepalkan tangan dan menatap bawahannya dengan tajam."Aku memberikan kalian tugas yang sangat sederhana. Bawa istri dan putraku pergi dari negara ini. Tapi bagaiman bisa kalian kehilangan mereka begitu saja?! HAH?!""S-sir... d-dia...""Apa?!""Denovan-"Belum sempat pria itu berucap, Alarick telah lebih dulu menampar wajahnya sekali lagi. Jari telunjuknya teracung ke depan wajah sang pria yang telah memerah akibat tamparan."Jangan. Sebut. Nama. Itu!" bisik Alarick tajam.Sang anak buah langsung mengangguk cepat dengan wajah penuh ketaku
"Kau sudah menemukannya, Ben?" Lucius menunduk di belakang Benjamin yang tengah melakukan sesuatu di layar komputer di hadapan mereka."Ya, Sir!" Ben menjawab yakin. "Mereka ada di Bandara sekarang.""Bandara? Untuk apa dia pergi ke Bandara sekarang?""Hanya ada dua tiket, Sir. Alarick hanya mengirim istri dan putranya pergi."Lucius lantas tahu yang hendak Alarick lakukan. Pria itu sengaja menjauhkan istri dan anaknya, berharap dengan itu keselamatan mereka menjadi lebih meyakinkan. Lucius tidak tahu apakah Alarick melakukannya karena dia masih meremehkan Lucius atau justru sebaliknya?"Hm..." Lucius menggumam."Apa yang hendak Anda lakukan sekarang, Sir?" tanya Ben penasaran.Mata Lucius tertuju pada foto Adrian Lucero dan Marie Lucero yang tengah bergandengan tangan memasuki bandara, lalu tatapan Lucius hanya tertuju pada Adrian Lucero seorang. Entah ke
Karena kepercayaannya pada Fio, Alicia mencoba untuk menenangkan diri dari kecemasan yang tidak menentu. Dia menatap bangunan tinggi di hadapannya dan menahan napas. Kenapa hotel? batinnya.Tidak lama setelah itu, mobil berhenti. Fio membantunya membuka pintu mobil, kemudian keduanya melangkah menuju lobi hotel."Landon meminta bertemu di sini?" tanya Alicia saat mereka berdiri di hadapan meja resepsionis."Ya, Miss," jawab Fio. Alicia memandang ke sekitarnya, entah kenapa dia merasa gelisah. Tapi Landon pasti sangat mempercayai Fio sehingga dia berlaku sampai sejauh ini. Alicia mencoba menduga-duga apa yang sekiranya lelaki itu hendak katakan nanti. Alicia tidak dengar apa yang dikatakan oleh Fio dan si resepsionis, setelah selesai Fio langsung mengajaknya menuju lift.Keheningan menguasai ruang persegi yang sempit itu. Alicia menatap pantulan wajah Fio di dinding lift. Apakah dia gugup ketah