Malam itu Alicia semakin kesusahan untuk tidur. Namun pada akhirnya, dia berhasil juga dibuai ke alam mimpi. Tidak tahu tepatnya kapan, tapi lama sekali rasanya Alicia menatap langit-langit kamar dengan pikiran berkecamuk, menunggu kantuk benar-benar berhasil merenggut kesadarannya.
Paginya, ketika Alicia bangun, matahari telah bersinar terik menembus gorden-gorden jendela yang ditutup. Garis-garis cahaya matahari itu masuk melalui celahnya. Alicia merasa semalam tidurnya sangat nyenyak. Dia bahkan tidak bermimpi apapun dan tidak terbangun pada waktu-waktu tertentu seperti biasanya. Dengan perasaan bahagia itu, Alicia tanpa sadar tersenyum. Matanya masih terpejam, kendati dia telah tersadar dan membukanya beberapa saat lalu, tapi Alicia ingin tidur lebih lama lagi.
Ketika kesadarannya nyaris terenggut lagi, saat itulah Alicia merasakan sesuatu melingkari kakinya, meraba-raba naik menuju pahanya. Mata Alicia langsung terbuka lebar. Dia hend
Ketika terbangun dari pingsannya, Alicia menemukan dirinya sendiri bersandar di dada Lucius di atas pangkuannya di ruang makan. Para pelayan hilir mudik menyajikan sarapan mereka ke meja makan. Alicia terkesiap oleh rasa malu dan berjuang untuk lepas dari kungkungan pria itu. Walau tidak menatap padanya, senyum Lucius dan eratnya pelukan lelaki itu pada tubuhnya menandakan bahwa dia menyadari kesadaran Alicia, tapi memutuskan untuk tidak menghiraukannya. Apa aku boleh pergi?! Batin Alicia mengerang frustasi. "A-apakah aku boleh turun?" adalah tanya yang berhasil dia keluarkan walau dengan suara mencicit kecil, karena Alicia khawatir para pelayan akan mendengarnya. Namun sepertinya mereka sudah terlatih dengan sangat profesional sehingga mereka serempak tampak tidak terganggu oleh adegan tidak senonoh yang tuan mereka suguhkan
Alicia pikir dia bisa kembali ke kamarnya dan mengurung diri untuk merenungkan kejadian pagi itu. Namun seekor ular piton tertidur dengan nyaman di atas selimutnya membuat Alicia mengurungkan diri untuk masuk ke sana. Lucius benar, Alicia memiliki ketakutan yang berlebihan pada hewan melata, terlebih lagi pada ular. Namun sekalipun begitu, lelaki itu tetap melakukannya, menakut-nakutinya dengan ketakutan yang paling Alicia takutkan.Oleh karena itulah, kini Alicia mendekam di dalam perpustakaan, berdiri di ambang jendela. Alicia menatap ke bawah, pada sosok pria jangkung di taman. Sosoknya yang mengenakan pakaian serba hitam tampak sangat mencolok di sana. Seperti yang Harrieth bilang, taman itu adalah taman pribadi sang tuan. Bahkan yang merawatnya pun dia sendiri. Alicia menyadari, bahwa sosok iblis yang selama ini dikenalnya juga memiliki sisi lembut dalam dirinya. Terlebih pada hal-hal yang sangat dekat dengannya. Angel dan tumbuhan-tumbuhan di taman i
Keesokan harinya, seorang dokter datang untuk memeriksa kesehatan Alicia. Alicia hanya diam saja saat dokter tersebut melakukan tugasnya. Dia memperkenalkan dirinya sebagai Dokter Hank, namun sekalipun mereka sudah berkenalan, Alicia tidak mau repot-repot mengobrol, kejadian semalam masih menghantui pikiran Alicia. Dan sekarang Lucius entah berada di mana.Alicia bersyukur lelaki itu tidak di rumah. Dia pergi tepat setelah makan malam itu selesai. Jadi Alicia bisa diam-diam tidur di kamar tamu."Kau masih perawan?"Pertanyaan Dokter Hank yang tiba-tiba itu mengejutkan Alicia sehingga untuk pertama kalinya, dia memperlihatkan emosi di kedua matanya pada lelaki itu.Dokter Hank terkekeh geli saat tahu jawabannya. Tapi dia juga tetap merasa heran. "Ini sangat tidak biasa," gumamnya pelan."A-apa maksudmu?" tanya Alicia hati-hati, menatap dokter itu dengan penuh penasaran.Dok
Alicia tiba-tiba teringat, dulu Bibi Jen pernah menceritakannya tentang Black Tower. Itu adalah gedung yang menjulang tinggi di tengah-tengah kota London, Bibi Jen menceritakannya seolah Black Tower adalah sesuatu yang sangat megah dan dipuja banyak orang, dan suatu hari nanti Alicia akan mengunjungi tempat itu seolah miliknya. Dulu Alicia tidak terlalu bisa membayangkan apa yang Bibi Jen ceritakan itu, tapi sekarang dia mengerti. Mobil berhenti di depan gedung pencakar langit itu, Alicia keluar dan berdiri di samping Lucius. Ketika menatap ke atas, pada ujung bangunan yang tampak mengecil di langit, Alicia menoleh ke arah Lucius, dia tidak terkejut bahwa ini gedung ini adalah milik lelaki itu."Ikuti aku," kata Lucius sebelum mereka melangkah memasuki gedung. Seorang satpam memberi hormat padanya. Beberapa pria dan wanita berpakaian rapi yang keluar masuk pintu juga melakukan hal yang sama. Alicia masuk ke dalam lobi dan tidak sempat memperhatikan keadaan
Pintu dibanting, tubuh Alicia ditarik dengan kasar dan disungkurkan ke ranjang. Alicia tidak mengatakan apa-apa. Mulutnya bungkam, matanya memerah oleh air mata. Dia bangkit secara perlahan dan memandang Lucius yang berdiri di dekat nakas, meletakkan kontak mata berwarna cokelat yang sebelumnya ia gunakan. Kemudian berlanjut membuka jasnya dan melemparnya ke sembarang arah. Lucius berbalik dan mata merahnya kembali, menatap Alicia tajam, dengan kemarahan yang membara.Alicia merasa bergetar di dalam, oleh rasa takut dan sedikit keberanian yang menantang Alicia untuk tidak menunjukkan rasa takutnya."Kau mau tahu apa yang kulakukan pada mereka?" Lucius bersuara dengan berat. Jemarinya menyusuri kancing kemeja putih yang masih ia kenakan dan membukanya, sambil melangkah mendekati Alicia. Seluruh kancing kemeja itu telah terbuka, memperlihatkan setiap lekuk otot perut dan dadanya yang bidang.Lucius sudah beberapa kali meliha
Awalnya, Alicia berniat untuk tidak akan beranjang dari kamarnya sampai beberapa hari. Dia tidak ingin bertemu dengan Lucius, dia tidak akan tahan jika berada di ruangan yang sama dengan lelaki itu. Tubuhnya pun terlalu lemas dan sakit, Alicia tidak memiliki pemikiran apapun selain tidur. Ketika bangun, dia membersihkan diri dan pergi ke ruang makan, namun tidak menemukan Lucius di sana. Alicia mendesah lega.Beberapa hari berikutnya, Lucius pun tidak menampakkan diri sama sekali. Alicia baru menyadari, bahwa setiap kali Lucius selesai menyakitinya, maka lelaki itu pasti akan hilang dari hadapannya untuk beberapa saat. Kenapa dia melakukan itu? Apakah dia benar-benar sibuk sehingga tidak punya waktu untuk pulang?Tanpa sadar, Alicia pun jadi semakin sering memikirkannya setiap malam.Dia juga terbayang wajah orang tuanya di café siang itu. Dan hanya mampu menerka-nerka rencana apa yang sedang Lucius jalani.
Alicia bertemu dengan Fio di dapur. Setelah beberapa waktu lamanya Alicia tidak melihat pelayan muda itu. Fio berlari dan memeluknya dengan erat saat Alicia muncul. "Nona Alicia, aku senang Anda baik-baik saja," Fio berucap dengan air mata di sudut matanya. Alicia belum sempat menjawa karena setelahnya pelayan senior datang memanggil Fio dan Alicia mendengar pelayan tersebut sedikit mengomeli Fio yang telah bersikap tidak sopan padanya. Alicia merasa dia tidak pantas diperlakukan istimewa seperti ini, jadi dia menghampiri pelayan senior itu dengan Fio yang berdiri menunduk di hadapannya. "Tidak apa," kata Alicia. Dia ingin mengatakan sesuatu untuk membela Fio, tapi tidak satupun kata keluar dari bibirnya. "Hm... sebenarnya, aku akan pergi ke suatu tempat hari ini, bolehkah aku mengajak Fio bersamaku?" tanya Alicia. Pelayan senior itu tampak terkejut pada ucapan Alicia, dia menatap bergantian antara Fio
Sepanjang perjalanan, Fio begitu panik dan terus-terusan menangis. Sedangkan Alicia justru sibuk memikirkan alasan di balik kejadian hari ini. setelah mereka sampai di rumah, Fio langsung ke luar dan berlari ke belakang menuju kamar pelayan."Miss, Anda baik-baik saja?" tanya Ben.Alicia mengangguk dan tersenyum pada Ben. "Aku baik-baik saja, Ben."Ben mengangguk. "Kalau begitu, sebaiknya Anda cepat masuk ke dalam dan mengobati tangan Anda."Alicia melirik telapak tangannya yang memang terluka akibat bergesekan dengan jalanan. "Akan kulakukan," kata Alicia. "Terima kasih sudah menyelamatkan kami, Ben," lanjutnya."Itulah tugasku," sahut Ben kemudian dia pergi dari hadapan Alicia membawa mobil menuju garasi.Alicia masuk ke dalam mansion dan terkejut melihat para pelayan berlalu lalang di ruang tamu tampak sibuk bersih-bersih. Suara Maloma di
Ignite: EpilogueNapas Alicia memburu saat merasakan kecupan basah di lehernya. Dia meraih seprai dan meremasnya sangat kencang, menahan suara desahannya lolos dari bibir. Wajahnya bersemu merah dengan mata yang terpejam erat.āAlice,ā bisik suara serak di telinganya, terdengar sangat sensual sehingga mengirimkan getaran bagai tersengat listrik ke seluruh tubuh Alicia.āHm,ā gumam Alicia sebagai balasan.āSebut namaku!āAlicia membuka mata, menatap tidak fokus pada objek di hadapannya. Karena bukan hanya bibir pria itu yang bergerak menyiksanya dengan memberikan kecupan-kecupan panas sampai meninggalkan bekas kemerahan di lehernya, tapi juga tangan pria itu yang terasa kasar, menyusup masuk dari balik baju tidur yang ia kenakan, meremas dadanya dan tanpa tahu malu pria itu menjetikkan jari pada puncak dadanya yang telah mengeras.āAhh, Lucius!ā Alicia sontak mendesahkan nama pria itu dalam ekstasi yang ia rasakan dari rangsangan yang diberikan. Tubuh Alicia tidak bisa berkutik di bawa
"Dokter, kalau Tuan Lucius terus bersamaku setiap waktu, aku mungkin akan sembuh lebih cepat," ucap Alicia pada Dokter Hank yang tengah memeriksa keadaannya. Lelaki paruh baya itu tersenyum kecil. "Apa yang membuatmu berpikir seperti itu?" tanyanya. Sudah beberapa hari Alicia dirawat dan harus istirahat total untuk kesembuhannya. Dokter Hank adalah satu-satunya dokter yang datang untuk merawatnya. Namun, hanya untuk memeriksa keadaan Alicia secara umum, seperti mengecek suhu tubuhnya, memeriksa gejala-gejala tertentu yang bisa menimbulkan penyakit bawaan dari lukanya, memberinya obat yang akan membantu kesembuhan dan meningkatkan kesehatannya. Namun, khusus untuk mengganti perban di lukanya, hanya Lucius yang dapat melakukan itu. Bukan, Dokter Hank pun bisa melakukannya, tapi hanya Lucius seorang yang boleh. Dokter Hank sangat mengerti akan sikap Lucius yang seperti itu, namun dia tidak mengatakan apap
Landon tidak bisa merasa tenang sampai dia memasuki kamar Lucius dan melihat sosok yang dikhawatirkannya terbaring di atas ranjang. Landon duduk di dekatnya, memperhatikan wajah pucat gadis itu."Ini adalah salah satu yang aku maksud saat aku bilang berada di sisinya adalah pilihan yang salah, Alicia," ucap Landon lirih. Namun Alicia tidak bergeming, masih di bawah pengaruh obat bius. "Tapi melihat sepupuku begitu mengkhawatirkanmu kurasa hal ini sepadan untuknya," lanjut Landon, kemudian membelai pelan rambut gadis itu.Tidak beberapa lama kemudian Dokter Hank datang membawa obat dari rumah sakit. Hank bertanya kepada Landon di mana Lucius. Landon hanya menjawab, "Dia pergi untuk mengurus sesuatu."Hank belum tahu pasti bagaimana kejadiannya kenapa Alicia sampai seperti ini dan bertanya langsung pada Lucius adalah hal yang sia-sia."Ayah, apa Alicia akan baik-baik saja?" tanya Landon.Han
Sebelum ke luar, Lucius menatap Alicia sekali lagi, memperbaiki selimutnya, dan mengatur suhu ruangan agar lebih hangat."Ben, temui aku di ruangan, sekarang!" ucapnya, berbicara pada alat interkom yang masih terpasang di telinganya.Lucius pergi menuju ruang kerjanya dengan langkah lebar. Landon tiba-tiba saja muncul dari arah tangga, menghalangi jalan Lucius. Lucius menatapnya sesaat, mencoba mempertahankan kesabarannya yang tidak dia miliki banyak."Aku ikut," kata Landon.Lucius mendengus, kemudian melanjutkan langkahnya melewati Landon, menabrak bahu lelaki itu."Lucius, aku serius!" ucap Landon keras kepala, mengikuti Lucius di belakang."Apa kau tahu yang hendak aku lakukan?""Aku tahu," jawab Landon.Lucius langsung berhenti dan menoleh menatapnya.Mendapat tatapan menyeramkan seperti itu, Landon langsung melanjutk
Suara klakson mobil terdengar nyaring saling bersahutan di tengah jalan raya yang ramai dilalui kendaraan. Hanya satu mobil yang bergerak cepat dan tidak beraturan di antara mobil yang lain."Ben, kalau kau berhasil sampai dalam waktu lima menit, aku akan menaikkan gajimu sepuluh kali lipat," Lucius berkata dengan datar di kursi penumpang pada mobil yang dikendarai oleh Tangan Kanan-nya, Benjamin.Benjamin mendengus. "Kau tidak perlu mengatakan itu, kita akan sampai dalam waktu tiga menit."Normalnya, mereka akan sampai dalam setengah jam, lima belas menit jika mengebut. Sedangkan lima menit terdengar mustahil, terlebih tiga menit.Namun tidak bagi Benjamin. Selama bekerja dengan keluarga Denovan, dia sudah dilatih untuk hal-hal seperti ini. Dia benar-benar akan sampai di rumah dalam waktu tiga menit.Sesekali Ben melirik tuannya yang duduk di kursi belakang, memeluk seorang perempuan di d
Alicia duduk dengan gelisah di dalam mobil yang melaju sedang menuju suatu tempat. Alarick berada di sampingnya, diam dengan ekspresi keras di wajah. Semakin Alicia memikirkan kemana dia akan dibawa, jantungnya berdetak semakin kencang penuh antisipasi. Alicia memikirkan ucapan kepala pelayan itu yang mengatakan bahwa malam ini Lucius akan datang bersama Marie dan Adrian.Benarkah pria itu akan datang? Untuk apa? Apa rencananya? Alicia menolak untuk percaya bahwa Lucius benar-benar datang untuknya. Pria itu pasti memiliki agenda lain di otaknya yang licik dan penuh perhitungan. Apakah ini harinya? Pembalasan dendam itu? Apa yang akan Lucius lakukan? Membunuh Marie dan Adrian?Alicia membayangkan dua buah peti mati yang telah menanti di sana dan tiba-tiba saja tubuhnya mulai menggigil. Sekalipun Marie bukan ibu kandungnya, tapi kenangan terbaiknya semasa kecil selalu dihadiri oleh perempuan itu. Walaupun Alicia me
Tidak ada satupun rencananya yang berjalan lancar.Alarick memukul meja kerja dan menatap deretan anak buahnya tajam. "Bagaimana kalian bisa kehilangan mereka!" seru pria itu, melangkah mendekati lima anak buahnya yang berdiri sejajar dan menampar wajah mereka. Alarick, yang diliputi amarah berapi-api, mengepalkan tangan dan menatap bawahannya dengan tajam."Aku memberikan kalian tugas yang sangat sederhana. Bawa istri dan putraku pergi dari negara ini. Tapi bagaiman bisa kalian kehilangan mereka begitu saja?! HAH?!""S-sir... d-dia...""Apa?!""Denovan-"Belum sempat pria itu berucap, Alarick telah lebih dulu menampar wajahnya sekali lagi. Jari telunjuknya teracung ke depan wajah sang pria yang telah memerah akibat tamparan."Jangan. Sebut. Nama. Itu!" bisik Alarick tajam.Sang anak buah langsung mengangguk cepat dengan wajah penuh ketaku
"Kau sudah menemukannya, Ben?" Lucius menunduk di belakang Benjamin yang tengah melakukan sesuatu di layar komputer di hadapan mereka."Ya, Sir!" Ben menjawab yakin. "Mereka ada di Bandara sekarang.""Bandara? Untuk apa dia pergi ke Bandara sekarang?""Hanya ada dua tiket, Sir. Alarick hanya mengirim istri dan putranya pergi."Lucius lantas tahu yang hendak Alarick lakukan. Pria itu sengaja menjauhkan istri dan anaknya, berharap dengan itu keselamatan mereka menjadi lebih meyakinkan. Lucius tidak tahu apakah Alarick melakukannya karena dia masih meremehkan Lucius atau justru sebaliknya?"Hm..." Lucius menggumam."Apa yang hendak Anda lakukan sekarang, Sir?" tanya Ben penasaran.Mata Lucius tertuju pada foto Adrian Lucero dan Marie Lucero yang tengah bergandengan tangan memasuki bandara, lalu tatapan Lucius hanya tertuju pada Adrian Lucero seorang. Entah ke
Karena kepercayaannya pada Fio, Alicia mencoba untuk menenangkan diri dari kecemasan yang tidak menentu. Dia menatap bangunan tinggi di hadapannya dan menahan napas. Kenapa hotel? batinnya.Tidak lama setelah itu, mobil berhenti. Fio membantunya membuka pintu mobil, kemudian keduanya melangkah menuju lobi hotel."Landon meminta bertemu di sini?" tanya Alicia saat mereka berdiri di hadapan meja resepsionis."Ya, Miss," jawab Fio. Alicia memandang ke sekitarnya, entah kenapa dia merasa gelisah. Tapi Landon pasti sangat mempercayai Fio sehingga dia berlaku sampai sejauh ini. Alicia mencoba menduga-duga apa yang sekiranya lelaki itu hendak katakan nanti. Alicia tidak dengar apa yang dikatakan oleh Fio dan si resepsionis, setelah selesai Fio langsung mengajaknya menuju lift.Keheningan menguasai ruang persegi yang sempit itu. Alicia menatap pantulan wajah Fio di dinding lift. Apakah dia gugup ketah