Home / Romansa / TURUN RANJANG / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of TURUN RANJANG: Chapter 61 - Chapter 70

137 Chapters

Getting Warm [2]

Setiap kali mulai membahas tentang kelanjutan hubungan mereka yang sebentar lagi tidak akan disembunyikan lagi dari publik, Sera tiba-tiba akan kembali diingatkan pada ganjalan di dada yang entah kenapa tidak mau hilang meski wanita itu sudah berkeras hati membuangnya jauh-jauh. Ditepis berkali-kali pun akan hadir kembali.Sera tahu. Seharusnya ia menceritakan rasa ganjil yang menaungi hatinya itu kepada Ardhi dan mencari solusinya bersama-sama. Namun, Sera bingung. Ia tidak tahu harus memulai menceritakan kegundahannya itu mulai dari mana. Karena Sera pun tidak tahu, apa yang sesungguhnya mengganjal di hatinya."Kamu yakin nggak masalah matiin hape lama? Nanti kalau ada emergency gimana?" tanya Sera mengalihkan topik.Ardhi mengendikkan bahu. "Biar Adi yang urus. Kalau orang-orang cari saya, mereka harus melalui Adi."Sejak kemarin, Ardhi memang tidak terlihat bersentuhan dengan ponsel ataupun tabletnya yang sehari-harinya tak pernah lepas drai tangan Ar
Read more

Keteguhan Hati

Hari-hari sebelumnya, kembali ke apartemen tidak pernah menjadi hal yang menyenangkan untuk Sera. Ia selalu merasakan kekosongan dan kesepian yang melelahkan hati dan pikiran. Selalu ada keengganan yang menelusup ke relung jiwa kala Sera membuka pintu dan tidak mendapati siapa-siapa di sana. Ia selalu disambut oleh kehampaan. Namun, hari ini berbeda. Untuk pertama kalinya, Sera tidak sendirian. Ada Ardhi di sampingnya. Menggenggam tangannya. Seolah-olah Ardhi pun tahu, bahwa selama ini Sera amat sangat tersiksa dalam kesendiriannya di apartemen yang luas itu. Kalau biasanya Sera masuk ke apartemen dalam keadaan gelap, kali ini tidak. Karena Ardhi berada satu langkah di depannya untuk menyalakan lampu. Sera tersenyum. Tidak pernah selega ini rasanya. "Kenapa Sera?" Ardhi memutar tubuh dan mendapati Sera masih berdiri di depan pintu. "Nggak papa," ujar Sera. Ia bergerak maju untuk melepas flat shoes, meletakkannya di rak dan menyusul Ardhi.
Read more

Mulai Menata Hidup [1]

Kalau diberi kesempatan oleh Tuhan untuk memperbaiki satu kesalahan di masa lalu, Ardhi ingin kembali ke satu hari sebelum tragedi menyakitkan yang merenggut nyawa kekasih hatinya. Ardhi akan mengusahakan segala cara agar hari itu ia dan Sarah tidak membicarakan tentang liburan ke Bandung atau liburan ke mana pun yang melibatkan mobil dan kendaraan apa pun. Ardhi akan lebih memilih tinggal di rumah, menonton film-film romantic-comedy besutan Hollywood kesukaan Sarah. Atau mungkin berkebun di halaman belakang rumah orang tuanya yang sangat luas dan penuh dengan berbagai jenis bunga dan tanaman obat. Dengan begitu, tidak akan ada tragedi menyesakkan yang memisahkan dirinya dari Sarah. Dengan begitu, tidak akan ada rasa sakit yang tak lekang oleh waktu yang timbul tenggelam menyiksa batin. Dengan begitu, Ardhi dan Sarah akan bisa menghirup udara yang sama. Dalam keadaan hidup. Namun, sepertinya permintaannya terlalu muluk-muluk. Kesempatan seperti itu tentu tidak akan p
Read more

Mulai Menata Hidup [2]

"Cari kantor KUA yang tidak terlalu mengantre. Dan kalau bisa dalam minggu ini sudah siap semuanya. Termasuk perubahan jadwal kerja saya. Kamu pasti mengerti, jangan sampai urusan pekerjaan mengacaukan hari penting saya dan pastikan kalau urusan kantor juga tidak terganggu karena kealpaan saya.""Siap, dimengerti, Pak." Adi yang duduk di balik kemudi itu mengangguk patuh.Rupanya Ardhi tak main-main dengan ucapannya kemarin saat ia mengajak Sera untuk menikah lagi secara resmi. Begitu berjumpa dengan Adi di Senin pagi, laki-laki itu langsung membombardir asistennya dengan tugas tambahan di luar pekerjaan kantor. Ardhi meminta Adi untuk mencari informasi di KUA agar Ardhi bisa segera mengumpulkan berkas-berkas yang diperlukan untuk pendaftaran pernikahan. Ardhi juga meminta asistennya itu untuk mencarikan cincin kawin. Alih-alih keberatan, Adi justru terlihat sumringah.Perintah-perintah yang disampaikan secara beruntun oleh Ardhi sama sekali tidak memecah konsen
Read more

Mulai Menata Hidup [3]

Meeting yang cukup menguras energi itu akhirnya berakhir. Helaan napas lega dari para pegawai samar-samar terdengar oleh Ardhi. Namun, laki-laki itu tak berkata apa-apa. Sudah sewajarnya mereka mengeluh karena meeting pagi itu memakan waktu yang cukup panjang. Bahkan tak tanggung-tanggung sampai memasuki waktu makan siang. Siapa pun pasti akan mengeluhkan leher yang pegal, pantat yang kebas dan panas, perut keroncongan, dan kepala yang pening karena terlalu sepaneng saat berada di ruang meeting."Kalian tidak perlu keluar untuk cari makan siang, Adi sudah pesankan buat kalian," ujar Ardhi kepada para pegawainya sebelum ia beranjak pergi dari ruang meeting.Seketika raut-raut melas dan tertekuk di wajah para pegawai itu tergantikan oleh ekspresi berbinar. Serempak mereka mengucapkan terima kasih kepada bos mereka yang meski galak–dan terkadang bisa sangat sadis kepada para pegawai yang tak disiplin– namun tetap memiliki sisi baik. Sisi yang sebenarnya tidak
Read more

N*****x and Chill?

Sera melangkahkan kaki di lorong apartemen dengan langkah yang santai namun pasti. Ia sudah tidak sabar untuk segera berjumpa dengan Ardhi dan menagih ajakan menonton yang laki-laki itu tawarkan, namun ia juga tidak mau terlihat terlalu bersemangat. Lebih tepatnya, ia tidak mau terlalu melambungkan harapan. Ia tidak ingin menjadi satu-satunya pihak yang antusias dengan kegiatan sederhana yang akan mereka lakukan.Sampai di depan pintu unit apartemennya, jantung Sera bergemuruh riuh. Kalau mau jujur, keadaan ini cukup menggelikan untuk Sera. Ia dan Ardhi hanya akan menonton Netflix berdua sambil makan pop corn. Bukan kegiatan yang spesial, bukan? Tetapi tetap saja, bagi Sera, ini merupakan tahap yang sudah sangat bagus dalam progres hubungannya dengan Ardhi. Hal-hal sederhana yang biasa dilakukan oleh para pasangan normal saat berkencan, akan jadi berbeda saat yang melakukannya adalah sepasang suami istri yang tidak mengenal kata berkencan sebelumnya."Chill, Sera
Read more

Rumah [1]

Semenjak Ardhi masuk rumah sakit beberapa waktu yang lalu, laki-laki itu belum bertemu lagi dengan kedua orang tuanya. Terhitung sudah lebih dari tiga minggu sejak hari itu. Saat tahun baru, Ardhi pun tidak pulang.Ralat, Ardhi tidak berkunjung ke rumah orang tuanya–sudah sejak lama Ardhi tidak menganggap rumah orang tuanya yang besar dan mewah itu sebagai tempat untung pulang–dan memilih untuk merayakan tahun baru dengan Sera di apartemen. Laki-laki itu membuat alasan yang cukup untuk meyakinkan orang tuanya bahwa tahun-tahun sebelumnya mereka pun tidak merayakan tahun baru bersama. Karena bagi Ardhi itu bukanlah masalah besar. Tahun baru bagi Ardhi sama seperti hari-hari biasa. Tidak ada yang spesial. Tahun lalu pun laki-laki itu menghabiskan malam tahun barunya untuk bekerja. Menyedihkan sekali, bukan?Namun, tahun ini berbeda. Karena ada seseorang dalam hidupnya yang menganggap tahun baru adalah hari yang spesial dan harus dirayakan. Itulah kenapa Ardhi
Read more

Rumah [2]

"Sejak saya memutuskan untuk kembali ke Indonesia–setelah saya kuliah di luar negeri selama bertahun-tahun–bagi saya pulang bukan berarti harus ke rumah yang saya tinggali sejak saya kecil sampai remaja. Bagi saya, pulang itu artinya dan rumah saya bukan di sana, Sera." Sera kebingungan dengan jawaban Ardhi. "Saya nggak ngerti." "Saya punya apartemen kecil yang awalnya saya sewa dari gaji pertama saya waktu saya magang di kantor ayah saya. Tempat saya bersembunyi dari kerasnya dunia. Di sana adalah tempat paling aman da nyaman buat saya." "Seorang Ardhi menyewa apartemen?" tanya Sera retoris. "Ayah saya sebenarnya memberikan apartemen secara cuma-cuma, tapi saya tolak dengan syarat saya mau bekerja di kantor beliau. Saya mau bekerja di sana pun dengan syarat kalau saya tidak mau diistimewakan." Ardhi bergerak sedikit untuk mencari posisi baru yang lebih nyaman. "Menikmati harta orang tua memang kelihatannya menyenangkan, tapi saya memikirkan jangka pa
Read more

Api yang Dipaksa Padam

Ardhi menatap tubuh Sera dengan tatapan memuja. Membuat suhu tubuh Sera meningkat drastis. Ditatap sedemikian oleh Ardhi rasanya amat sangat mendebarkan. Sera malu karena tubuh polosnya terekspos, tetapi ada rasa menggebu di dada yang membuat sudut hati Sera berteriak, menginginkan Ardhi untuk menyentuhnya di mana saja. "I can read it clearly form your eyes. Your body craving for my touches," ujar Ardhi dengan suara serak. Dua kalimat yang ia ucapkan itu terdengar seperti godaan. Namun, sama sekali tidak ada raut itu di wajah Ardhi. Laki-laki itu menatap Sera dengan tatapan lapar, ingin segera menyatukan partikel-partikel di tubuhnya dengan Sera dan mencapai puncak kepuasaan tertinggi. Sera mengalungkan lengan di leher Ardhi dan menarik laki-laki itu mendekat. Sera berbisik di telinga Ardhi, "Don't play with me, Ardhi. I already reach my limit." BIsa-bisanya Ardhi tertawa di tengah kobaran hasrat yang membara di antara mereka. Padahal, Sera
Read more

Tentang Semalam [1]

Sera menatap Ardhi dalam diam. Pagi mereka yang beberapa hari terakhir ini sempat menghangat, pagi itu terasa agak berbeda karena kejadian semalam yang masih membuat kedua orang itu kembali berjarak. Sera sama sekali tak menginginkan ini. Ia malas menghadapi Ardhi dalam keterdiamannya yang beku. Ardhi pun tak banyak membantu. Laki-laki itu sama sekali tidak terganggu dengan keadaan diam yang mengudara di antara mereka. Hal inilah yang membuat Sera semakin malas menghadapi Ardhi.“Mau ke mana?” Ardhi baru bertanya saat Sera beranjak meninggalkan dapur. Juga meninggalkan Ardhi yang sibuk dengan sarapannya.“Mau yoga,” jawab Sera jujur. Sejujurnya, pagi itu bukan jadwal Sera untuk melakukan yoga. Memangnya siapa yang mau repot yoga saat normalnya kamu merayakan tahun baru dengan keluargamu, teman, atau mungkin dengan pasangan. Atau bisa juga merayakannya sendirian kalau kamu tak terlalu peduli akan pendapat orang lain yang mungkin menganggapmu meny
Read more
PREV
1
...
56789
...
14
DMCA.com Protection Status