Home / Romansa / TURUN RANJANG / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of TURUN RANJANG: Chapter 81 - Chapter 90

137 Chapters

Kepingan Puzzle [8]

Setelah mengantarkan Sarah sampai ke rumah, Ardhi tak langsung pulang. Ia butuh seseorang yang bisa menjadi ‘tempat sampahnya’ untuk berbagi keluh kesah. Maka, sebelum meninggalkan kawasan kompleks rumah Sarah, Ardhi langsung menghubungi Dru dan mengajak sahabat terdekatnya itu nongkrong di sebuah kafe. Ardhi sampai terlebih dahulu dan sengaja duduk di luar kafe yang memang khusus untuk smoking area. Sembari menunggu kedatangan Dru, Ardhi menghabiskan satu batang rokok. Baru akan menyulut rokok kedua, Dru datang dengan pakaian santai. Berbeda dengan Ardhi yang masih mengenakan seragam OSIS, dengan atasan berbalut jaket kulit berwarna cokelat. “Gue kira lo sama Sarah udah baikan,” ujar Dru begitu ia mendudukkan bokong di kursi. “Emang udah.” Dru mencibir. Ia teringat kegalauan Ardhi karena Sarah sejak sebelum ujian. “Tumben nggak nge-date? Sebagai perayaan kelar ujian gitu, lho, kayak orang-orang? Lah ini lo malah ngajak gue. Orang-or
Read more

Kepingan Puzzle [9]

Waktu itu, Ardhi masih delapan belas tahun saat pulang ke rumah membawa seorang gadis manis untuk kali pertamanya. Di hadapan kedua orang tuanya, ia tak segan menggenggam jari-jemari mungil milik Sarah, dan memperkenalkan gadisnya itu kepada mereka.Ardhi yang menggebu-gebu, menceritakan tentang hubungan mereka. Sementara Sarah yang lugu, hanya duduk canggung di samping Ardhi sembari tertunduk malu.Hingga akhirnya sederet kalimat yang sudah mereka berdua diskusikan itu keluar dari mulut Ardhi. Sebuah pengakuan yang membuat Ardhi ditarik oleh sang ayah hingga tautan tangannya dengan Sarah terlepas. Belum sempat mengelak, ia ditampar oleh sang ayah hingga pipinya memerah, lalu dipukul hingga ujung bibirnya berdarah. Sebuah pengakuan yang membuat sang ibu kehilangan senyum yang tadinya terus terumbar sejak kedatangan Sarah.“ANAK BODOH! Masih belum jera juga setelah kamu kena kasus narkoba dan hampir dikeluarkan dari sekolah karena berteman dengan anak-anak
Read more

Kepingan Puzzle [10]

“Maaf,” lirih Sarah. Air matanya menggenang di pelupuk mata. Tangannya menyentuh ujung bibir Ardhi yang bekas lukanya masih kentara, lalu naik ke pipi Ardhi yang lebam membiru, yang semakin menyakiti hati Sarah. Ardhi tak bercerita padanya kalau mendapat pukulan lain setelah mereka berpisah kemarin.“Bukan salah kamu, Sarah. Aku pantas mendapat pukulan ini,” kata Ardhi dengan suara lembut. Ia menurunkan tangan Sarah dari wajahnya dan membawanya ke dalam genggaman.“Nanti biar aku yang ngomong ke ayah sama ibu, kamu nggak usah ikut.”“Nggak bisa gitu, Sar. Aku udah janji sama diriku sendiri kalau aku nggak akan bikin kamu nanggung semuanya sendiri. Kemarin kamu nemenin aku waktu bicara dengan ayah dan ibuku. Sekarang biar aku juga yang bicara dengan orang tua kamu. Kamu cukup duduk di samping aku, nggak perlu bicara apa-apa. Oke?”Saat ini, keduanya sedang berada di teras rumah Sarah. Ardhi datang untuk bicar
Read more

Kepingan Puzzle [11]

Ardhi tak terlalu ingat kapan terakhir kali ia tersenyum lebar seperti pagi ini. Mendapati Sarah tertidur lelap di sampingnya masih seperti tak nyata. Gelembung kebahagiaan di dadanya itu membesar hingga rasanya sebentar lagi seperti mau meledak.Matanya melirik jam beker di atas nakas. Masih pukul lima pagi. Astaga, Ardhi bahkan sudah tak ingat lagi kapan terakhir kali bangun sepagi ini. Ya, hari paling pagi bagi Ardhi adalah pukul enam. Itu pun dibangunkan paksa oleh Selia karena harus sekolah.Dan pagi ini, Ardhi berhasil bangun tanpa teriakan dan jeweran di telinga hingga merah. Kalau biasanya ia bangun dengan tubuh lemah lunglai karena malamnya begadang main game, pagi ini Ardhi segar bugar. Tidurnya nyenyak sekali semalam.Menit demi menit berlalu. Entah berapa lama Ardhi memandangi wajah damai Sarah dalam tidurnya. Hingga matahari mulai menyapa melalui celah-celah jendela yang tertutup gorden tipis berwarna putih bersih, perlahan Sarah mulai memb
Read more

Setelah Tragedi [1]

Ardhi terbangun di dalam sebuah ruangan−yang ia tahu adalah rumah sakit−dengan tubuh penuh luka dan di beberapa bagian tubuh−kepala, tangan kanan, dan kaki kiri−terbebat perban. Luka parah yang dialaminya menyebabkan Ardhi sempat kritis hingga harus berada di ICU setelah operasi pemasangan pen di lengannya yang patah dan luka di kepala yang menyebabkan gegar otak ringan sempat membuatnya kekurangan darah.Tidak ada siapa-siapa di ruangan itu kecuali dirinya. Ia linglung sesaat dan seperti tersadar akan penyebab ia bisa berada di posisinya saat ini, Ardhi berusaha bangun, bermaksud untuk mencari keberadaan Sarah yang ia ingat sama terlukanya dengan dirinya, bahkan mungkin lebih parah dari yang bisa ia bayangkan.“Sarah,” ratapnya lirih hampir tak bersuara.Lagi, Ardhi memanggil nama Sarah. Kali ini lebih bertenaga. Hingga beberapa perawat yang berjaga langsung masuk ke ruangan diikuti Randy dan Selia yang wajahnya berbalut kese
Read more

Setelah Tragedi [2]

Entah sudah berapa lamanya Ardhi tertidur karena suntikan bius, saat ia membuka mata, rasanya kebas dan kosong. Ia sudah dipindahkan ke ruang inap yang mewah dan nyaman. Namun, kenyamanan itu tak benar-benar ia rasakan. Tubuhnya kaku. Mulutnya sulit digerakkan. Dan yang membuat keadaan tak lebih baik adalah kenyataan bahwa Ardhi sama sekali tak peduli dengan kondisinya. Di sudut hatinya yang terdalam, ia malah berharap terjadi sesuatu yang parah dan fatal pada tubuhnya akibat tabrakan sialan itu agar ia bisa lepas dari jeratan dunia yang tega memisahkannya dari Sarah.Kenapa aku masih hidup?Dalam pandangan matanya yang kosong, Ardhi terus meratap. Mempertanyakan ketidakadilan Tuhan yang membuatnya kesakitan dan merana sendirian.Kenapa hanya aku yang hidup, Tuhan? Kenapa?Tak ada jawaban yang benar-benar ia dapatkan karena ia hanya berkutat sendirian dengan pikiran-pikiran itu di kepalanya.Hari demi hari terlewat dengan
Read more

Setelah Tragedi [3]

Kecelakaan berujung maut itu benar-benar menimbulkan kerusakan yang parah terhadap kondisi psikis Ardhi. Saat sampai di Singapura, Ardhi sempat menolak perawatan. Ia berontak dengan mengatakan bahwa ia tak butuh dirawat. Selia dengan sabar terus memberikan pengertian kepada Ardhi. Memberi banyak pelukan agar anak laki-laki satu-satunya itu ingat bahwa pelukan Selia adalah tempat ternyaman untuk pulang.Selama masa sulit itu. Entah berapa banyak tangis dan air mata yang terkuras habis. Selia menabahkan hati. Percaya bahwa Ardhi bisa kembali hidup normal.Lama-kelamaan Ardhi pun mulai beradaptasi. Ia mulai menurut saat diajak menemui psikolog. Sulit baginya untuk bercerita tentang apa yang dirasa. Namun, sedikit demi sedikit, Ardhi mulai terbuka. Ia mencurahkan kesakitannya karena kehilangan Sarah dan rasa bersalah yang bercokol karena menjadi satu-satunya yang hidup. Ardhi baru mengetahui satu bulan setelah tinggal di Singapura bahwa supir yang menyetiri mobil menuju ke
Read more

Setelah Tragedi [4]

Pasca kecelakaan yang mengakibatkan hancurnya mental Ardhi, nama Sarah seolah-olah menjadi kata terlarang di keluarga Prasetyo yang saat itu juga benar-benar terguncang karena kondisi Ardhi yang sempat kritis dan berujung memprihatinkan. Oleh karenanya, hanya kepada Dru dan psikolog−yang menjadi teman baiknya selama beberapa tahun terakhir ini−yang menjadi teman bercerita tentang Sarah saat ia sedang gundah.Maka, pagi ini, Ardhi yang terbangun dengan perasaan kacau karena memimpikan Sarah, diam-diam berniat pergi berkunjung ke rumah keluarga Sarah.Sore harinya, setelah pulang dari tempat kerja−di sebuah perusahaan yang tidak ada relasi dengan perusahaan keluarga−Ardhi berkendara ke rumah Sarah.Tidak, Ardhi tidak langsung turun dan menyapa Gunawan dan istrinya yang tengah duduk santai di teras dan asyik mengobrol. Ardhi bersembunyi di mobil karena tak siap dan tak berani mengusik keseruan dan tawa mereka yang begitu damai. Meski telah b
Read more

Setelah Tragedi [5]

Ardhi sedang dalam perjalanan bisnis menuju ke Pontianak kala ia−bersama asistennya, Adi−tak sengaja bertemu dengan Gunawan dan istrinya di Bandara Soekarno Hatta. Awalnya Ardhi kira, ia akan kembali mendapat tamparan oleh ibu mertuanya yang tampak lebih tua sejak terakhir kali bertemu, atau malah lebih buruknya diabaikan keberadaannya. Namun, hal itu tidak terjadi. Yang tak disangka Ardhi, Gunawan-lah yang lebih dulu mendatangi dirinya, mengajak bicara seolah tak pernah ada drama pengusiran dan penolakan yang telah lewat beberapa tahun itu.Setelah menanyakan kabar, Gunawan mengatakan bahwa beberapa kali melihat Ardhi di televisi dan merasa bersyukur karena Ardhi tumbuh menjadi laki-laki dewasa yang sukses, terlepas dari privilege yang ia punya sebagai anak konglomerat.Yang lebih mengejutkannya lagi, Gunawan mempertegas bahwa mau bagaimanapun juga Ardhi akan selalu menjadi menantunya. Mau tak mau, Ardhi kembali diingatkan pada kenyataan bahwa umur pernika
Read more

Setelah Tragedi [6]

“Kenapa Ayah melakukan ini?” bisik Ardhi lirih.“Kenapa kamu bilang?!” Gunawan menaikkan oktaf suaranya. “Kamu membuat keluarga saya hancur, Ardhi! Kamu yang merebut Sarah dari kami dengan begitu mudahnya dan setelah membuat anakku mati, keluarga tercintamu itu tidak ada yang datang! Sialan!”Perlakuan lembek Ardhi tempo lalu terhadap Gunawan yang merupakan bentuk manifestasi penyesalannya−meski meninggalnya Sarah bukan menjadi kesalahannya−benar-benar berbuah kepahitan. Kepercayaannya terhadap Gunawan diluluhlantakkan dengan mudah. Sikap Gunawan saat ini benar-benar melukai Ardhi hingga tetes darah penghabisan. Ardhi remuk redam.“Sarah nggak akan suka melihat Ayah begini,” ujar Ardhi sembari menguatkan hati. Ia mengepalkan tangannya yang tersimpan di bawah meja kuat-kuat. Menahan gejolak emosi yang berperang di dada.“Lalu apa, Ardhi? Nggak akan ada yang berubah. Semua sudah seperti ini.
Read more
PREV
1
...
7891011
...
14
DMCA.com Protection Status