Home / Romansa / TURUN RANJANG / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of TURUN RANJANG: Chapter 91 - Chapter 100

137 Chapters

After [1]

Malam terasa begitu panjang.Di dalam kamar, Sera tak lagi menahan tangis. Ia habiskan stok air matanya yang entah kenapa malam itu tak habis-habis meski wajahnya sudah bengkak dan bola matanya memerah.Tak henti-hentinya pula Sera bertanya-tanya kepada Tuhan tentang kejujuran yang baru saja suaminya ceritakan itu, yang meluluhlantakkan pertahanannya hingga habis-habisan.Kenapa takdir begitu kejam?Tak habis pula bagi Sera untuk berandai-andai hingga rasa menyengat dan sakit di dada tak mampu ia abaikan.Kenapa begini?Kenapa ia harus hadir di tengah takdir yang pernah mengikat kakak perempuannya dengan Ardhi−laki-laki yang telah lebih dulu mengucapkan ijab qabulnya bersama Sarah belasan tahun yang lalu. Sera tidak banyak mengingat hari yang berlangsung begitu singkat itu. Yang terbayang di benak Sera adalah sosok Sarah yang masih begitu muda bersanding dengan sosok laki-laki bertubuh kurus tinggi yang samar-samar ia
Read more

After [2]

“Dru, what are you doing here?”Ardhi agak kaget saat mendapati sahabat karibnya yang lebih dari tiga tahun tak pernah kembali ke Indonesia itu kini duduk santai di ruang kerja Ardhi. Ya, selama tiga tahun belakangan, bisnis Dru di Singapura berkembang pesat. Laki-laki itu sibuknya luar biasa hingga tak ada waktu untuk sejenak mengistirahatkan kepala. Maka, biasanya Ardhi yang menyempatkan berkunjung ke Singapura sekaligus menemui psikolog yang juga telah menjadi teman baiknya. Dan mendapati Dru duduk tenang, di hari yang masih begitu pagi seperti ini, tentu makin aneh saja.Dru membalasnya dengan tersenyum sinis. Tidak beranjak dari kursi kebesaran Ardhi di kantornya.“Muka lo makin dilihat makin nggak enak. Sepet banget.” Begitu ucap Dru saat matanya selesai memindai penampilan Ardhi yang pagi ini terlihat agak kacau. Kenapa lagi anak ini? Mungkin begitu isi pikirannya saat ini.“Bukannya lo bilang mau ke Swiss? Ko
Read more

Keputusan Sera

Ardhi pulang ke apartemen dengan kepala yang terus terngiang percakapannya dengan Dru tadi pagi. Ardhi tahu, ia juga memikirkan tentang kemungkinan bahwa bisa saja ada mata-mata yang mengintainya, entah yang dikirim ibunya sendiri yang mulai gemas akan tingkah anaknya yang makin tak peduli dengan kehidupan percintaannya atau mungkin juga mata-mata dari saudara-saudaranya yang masih tak terima saat tiba-tiba saja ia diangkat menjadi CEO.Meski selama beberapa bulan ini Ardhi sangat berhati-hati dengan tidak banyak berkeliaran di tempat umum bersama Sera. Bahkan, ia juga telah meminta Adi untuk mengerahkan anak buahnya untuk tidak lengah dalam menjaga Sera dari jauh. Dan sejauh ini tidak ada hal yang mencurigakan.Tetap saja, kekhawatiran itu ada. Terlebih ditambah dengan situasi saat ini, di mana nasib hubungannya dengan Sera sedang tak pasti.Masuk ke apartemen, disambut dengan aroma masakan yang membuat perut Ardhi kembali berbunyi.Baru saja ia meletakk
Read more

Berjarak Sejenak

Sepi. Itu yang didapati Sera saat melewati pekarangan rumah yang ditumbuhi bunga-bunga peninggalan ibunya, lalu memasuki ruang tamu yang masih sebersih dan serapi saat ia dan Ardhi tinggalkan beberapa waktu lalu.Pada akhirnya, Sera pulang masih dengan menyandang istri siri Ardhi karena laki-laki itu tak mau menjatuhkan talak. Ardhi bersikukuh bahwa sebaiknya mereka memang perlu berjarak sejenak. Sebut saja Ardhi egois, nyatanya memang hanya itu pilihan yang Ardhi berikan. Dan karena sudah lelah berdebat, Sera pun menurut saja agar bisa segera terpisah dari Ardhi. Maka, di sinilah Sera sekarang, kembali ke rumah orang tuanya−yang sudah menjadi miliknya meski belum berubah hak kepemilikannya−diantarkan oleh Yuanda. Tentu saja masih atas perintah Ardhi yang bertitah bahwa Yuanda adalah supir Sera, jadi, ke mana pun Sera pergi maka Yuanda juga harus siap mengantar ke mana-mana.Meski sesungguhnya Sera kesal−amat sangat kesal−kepada Ardhi karena mas
Read more

Berjarak Sejenak [2]

Ardhi menatap layar ponselnya yang menampilkan eajah Sera. Sudah lebih dari sepuluh menit ia pandangi foto Sera itu, yang tengah berada di sebuah kafe, difoto saat sedang tidak sadar kamera. Itu adalah foto profil yang Sera pasang sejak lama. Tak pernah diganti dengan foto yang lain.Ada rasa yang berdesir di dada, kala mengingat sudah lewat dua minggu ia tak bertatap muka dengan Sera, tidak mendengar suaranya, tidak tidur di ranjang yang sama, tidak lagi bisa menikmati sarapan dan kopi buatan Sera, tidak ada lagi yang menyiapkan baju kerjanya. Rutinitas sederhana yang ketika hilang menimbulkan kekosongan yang tidak mengenakkan hati. Entah sampai kapan Ardhi harus melewati itu seorang diri. Dan yang Ardhi harapkan, tentu saja hanya sementara. Karena baru dua minggu saja rasanya ia sudah tidak tahan lagi berjauhan dengan Sera.Sesuatu yang sempat membuat Ardhi agak kaget. Karena ternyata setidak nyaman ini rasanya saat harus terpisah dari Sera. Sejak kapan tepatnya pera
Read more

Berjarak Sejenak [3]

Sekembali Sera dari makam, ia bebersih diri, mandi dengan air hangat yang disiapkan oleh Bi Surti, lanjut makan malam dalam diam, lalu berbaring di atas tempat tidur.Bukannya terlelap dengan tenang, kepalanya berkenala ke beberapa pekan lalu di mana ia dan Ardhi bisa begitu dekat dan akrab saat keduanya pertama kali singgah ke rumah itu sekama beberapa hari atas permintaan Sera.Tiba-tiba, Sera tersengat rindu. Perasaan yang lancang datang di kala perasaannya sedang tak baik-baik saja. Menjadi semakin tak karuan rasanya. Sepi membelenggu, hingga yang lagi-lagi Sera lakukan adalah menangis tergugu. Padahal, bukan ini yang seharusnya ia rasakan. Hanya saja ia tak kuasa menahan perasaannya, sehingga ia lepaskan saja rasa sakit yang menyengat dadanya bersama air mata yang tak habis-habis.Lelah menangis, Sera pun tertidur pulas. *** Sudah tiga minggu Sera hidup terpisah dari Ardhi, dan rasanya sangat menyesakkan. Entah seja
Read more

Menjemput Hati yang Berserakan [1]

Untuk ke sekian kalinya, mereka berdua duduk berhadapan, dengan posisi berseberangan. Terpisahkan oleh meja yang membentang memisahkan sofa-sofa berwarna cokelat di ruang tamu rumah Sera. Atmosfer di antara Ardhi dan Sera masih tak jauh berbeda dengan satu bulan yang lalu, di hari terakhir mereka bertemu. Tegang dan suram. Padahal, saat makan malam bersama tadi, suasana cukup hangat. Setidaknya, itu yang Sera rasakan saat Ardhi masuk ke dalam rumah. Menyajikan senyum tipis, menepuk puncak kepalanya−Sera tak sempat mengelak karena terlalu terpana akan kehadirang Ardhi−dengan lembut, lalu menyerahkan paper bag berisi buah tangan yang dibelinya dari Makassar saat mengunjungi proyek. Sera hampir menangis dan merangsek memeluk Ardhi saat itu juga. Meninggalkan masalah-masalah di antara mereka di belakang. Mengungkapkan betapa tidak enaknya merindu. Namun, kejujuran itu tertelan oleh logika yang memaksa Sera menebalkan banteng pertahanan sedikit lebih lama, setidaknya hing
Read more

Menjemput Hati yang Berserakan [2]

Ardhi mendekat, bersimpuh di depan Sera yang terduduk di ujung sofa. “Saya nggak bisa menjanjikan kalau hidup kita berdua ke depannya akan selalu dipenuhi kebahagiaan. Tapi saya janji kalau saya akan selalu bisa kamu andalkan. Seperti yang tadi saya bilang, saya sudah sepenuhnya menjadi milik kamu. Maaf karena baru bisa mengatakannya sekarang.”Sera semakin tergugu saat tangan Ardhi dengan lembut membelai pipinya. Kepalanya tertunduk karena tak kuasa dihujani tatapan sayang oleh Ardhi.Ah, sejak kapan Ardhi memandangnya dengan cara itu? Apakah selama ini Sera luput? Atau memang Ardhi baru benar-benar menunjukkannya hari ini?“Sera, maaf.” Ardhi merengkuh Sera dalam pelukan erat. Membuat tangis Sera semakin keras.“Saya capek, Ardhi. Kamu tahu seberapa sering saya menangisi kamu? Seberapa sering saya membayangkan kehidupan normal bersama kamu? Seberapa sering saya berharap untuk bisa bahagia dengan kamu? Seberapa sering saya m
Read more

Make Up Sex

Ardhi melahap bibir Sera dengan rakus. Mereguk dahaga dan rasa lapar yang menguasai dirinya akan sentuhan wanita. Sera merespons dengan mencoba mengimbangi ciuman Ardhi. Keduanya seperti tengah berpacu dalam lintasan, saling menunjukkan dominasi, yang tentu saja dimenangkan oleh Ardhi. “God, this is crazy,” erang Ardhi Laki-laki itu memperdalam ciuman. Memberikan lumatan yang membuat Sera merasa terbang hingga ke awang-awang. Dengan sekali hentakan, Ardhi mengangkat Sera menggunakan lengannya yang terlingkar di pinggang Sera. Refleks, Sera mempererat rangkulan lengannya di leher Ardhi. Dan melingkarkan kedua kaki di pinggang laki-laki itu agar tidak jatuh. “Berat badan kamu turun,” ucap Ardhi di sela-sela ciuman. Sera mencebik dan memukul dada Ardhi. “Seseorang perlu bertanggung jawab karena membuat saya kehilangan lemak karena stress sampe nggak doyan makan,” cibirnya membuat Ardhi terkekeh. Wanita itu balik mencium bibir Ardhi terle
Read more

Bertemu Dru [1]

“Kamu serius soal yang kemarin?” “Yang mana? Kan banyak yang semalam kita bicarakan,” jawab Ardhi. “Soal kamu sepenuhnya ... milik saya?” Muka Sera memerah saat mengatakannya. “Saya nggak cuma mimpi, kan?" Ardhi memiringkan kepala, menatap Sera dengan senyum tertahan. "Saya cerita sedikit, boleh?" Alih-alih menjawab pertanyaan Sera, Ardhi justru melontarkan pertanyaan yang tak nyambung, membuat Sera mengernyit bingung, tetapi tetap mengangguk. “Jadi, saya punya teman yang cukup dekat, namanya Dru. Dia yang selama belasan tahun ini menjadi satu-satunya teman saya, selain Adi tentu saja,” koreksi Ardhi diikuti kekehan. “Dia sempat bilang ke saya begini 'mencari pengganti sosok yang sudah nggak ada di dunia, itu bukan dosa. Karena jika terus-terusan merindukan sosok yang telah tiada, hatimu akan semakin kebas dan kosong'.” Ardhi menatap Sera dengan senyum tipis terpatri. Lalu melanjutkan, "Dulu, saya selalu mengabaikan perkataan, Dru. Kar
Read more
PREV
1
...
89101112
...
14
DMCA.com Protection Status