Beranda / Romansa / TURUN RANJANG / Bab 111 - Bab 120

Semua Bab TURUN RANJANG: Bab 111 - Bab 120

137 Bab

Teror Keluarga [1]

Ardhi menolak pertemuan keluarga yang dicetuskan salah satu tantenya di grup keluarga. Karena baginya itu tidak begitu perlu. Saat namanya terus disebut-sebut di grup, dimintai klarifikasi langsung oleh keluarga besarnya, dengan tegas ia mengatakan—melalui voice note—bahwa ia akan mengenalkan Sera secara resmi di resepsi pernikahan mereka. Hal itu tentu saja membuat beberapa pihak di keluarga besar Prasetyo kesal dan semakin gencar mencari informasi soal 'kekasih misterius' Ardhi yang merupakan orang biasa. Bukan kalangan old money seperti mereka. Ardhi tak memedulikan itu. Toh, apa pun yang akan Ardhi katakan, mereka sudah lebih dulu gerak cepat mengulik informasi hingga mendalam soal latar belakang Sera dan semua-mua-muanya. Mereka tidak akan melewatkan secuil pun informasi yang bisa dipergunjingkan untuk memojokkan Sera. Dan seperti yang sudah diprediksi. Salah satu sepupu perempuan Ardhi berhasil mengorek banyak informasi. Terutama soal Sarah dan hubunga
Baca selengkapnya

Teror Keluarga [2]

Ardhi menerima ponselnya dari Sera. Ia bergerak menjauh dari Sera dan Selia. Mengecek laman pesan, tetapi tidak ada satu pun pesan masuk dari mamanya David itu. Dengan alasan kesopanan, Ardhi balik menelepon Tante Martha meski sesungguhnya ia malas bicara dengan tantenya itu. "Keluarga besar yang lain sudah setuju mau mengadakan pertemuan keluarga," kata Martha tanpa basa-basi. Seperti yang sudah Ardhi duga, hanya butuh sekali deringan hingga diangkat oleh adik ipar ayah Ardhi itu. "Pertemuan keluarga untuk apa, Tante?" "Memangnya apa lagi? Kamu tahu-tahu mau menikah sama orang yang nggak keluarga kamu kenal, tentu saja kami khawatir itu akan memengaruhi citra keluarga. Kenapa kamu nggak berpikir sampai situ?! Kenapa nggak cari pasangan yang sederajat dengan keluarga?! Menikahi adik ipar sendiri? Kamu ini kenapa makin nggak waras setelah dua kali gagal?!" cerca Martha dengan nada super nyinyir. Ardhi sampai harus menjauhkan ponsel dari telinga
Baca selengkapnya

Gerak Cepat

Selama sarapan dan sesudahnya, tidak ada pembahasan soal teror keluarga Prasetyo sejak semalam. Mereka makan dengan tenang. Kemarin, Ardhi sempat memberitahu Sera bahwa haram hukumnya bagi keluarganya untuk membahas hal-hal yang membangkitkan emosi saat berada di meja makan. Itu sudah berlaku sejak Ardhi kecil. Selia mengajarkan kepada anak laki-lakinya itu bahwa di meja makan, mereka wajib berada dalam kondisi yang tenang. Menikmati makanan sebagai salah satu bentuk rasa syukur atas nikmat Tuhan untuk umat-Nya. Khususnya hari ini, Selia mati-matian untuk mengamalkan ajaran yang ia pernah ajarkan kepada Ardhi agar ia bisa diam dan tidak lagi mengungkit soal keributan keluarga Prasetyo. Terlebih karena ia tak mau membuat Randy ikut kepikiran jika tahu saat ini keluarganya tengah ribut soal Ardhi dan Sera yang 'kepergok' pacaran. Untungnya, wanita itu berhasil menjaga mulutnya meski sudah sangat gatal ingin mengomel lagi soal Martha yang hobi sekali mengusik keluarganya. 
Baca selengkapnya

Peluk Hangat Ibu

Diam-diam Sera sempat terkejut karena Selia berpikir sampai sejauh itu. Walau sebagian memang benar adanya. Ardhi sempat memperlakukan dirinya dengan tidak baik dan Ardhi juga menjadi salah satu penyebab dirinya stres hingga nafsu makannya menurun drastis selama beberapa waktu. Suasana yang tadinya cerah ceria, mendadak berubah menjadi agak mendung. Ada awan tebal yang bergeser entah dari mana datangnya dan menimpa kepala Selia. Sungguh, perubahan mood yang sangat cepat. Untungnya, Sera sudah selesai makan. Jadi, ia bisa lenih mudah memfokuskan diri karena sepertinya, obrolan akan mengarah ke hal-hal yang cukup serius. Sera menyesap lemon tea dingin yang tersisa seperempat gelas, lalu menyahut dengan hati-hati, "Kenapa Ibu bisa berpikir begitu?" Selia menghela napas panjang. Kemudian menatap Sera cukup lama tanpa mengatakan apa-apa. Seperti mempersiapkan diri untuk mengungkapkan isi kepalanya yang berjubelan. Selama proses itu, Sera menunggu dengan sa
Baca selengkapnya

Meleburkan Kekhawatiran

Entah berapa besar jumlah uang yang digelontorkan Selia untuk mempersiapkan pernikahan Ardhi dan Sera. Hanya dalam dua minggu setelah pertemuan pertama dengan wedding organizer—Sera memutuskan untuk memilih pilihan pertama karena setelah ia pikirkan matang-matang, ia paling 'nyambung' saat membicarakan pernikahan impiannya dengan Shanty—persiapan sudah sampai enam puluh persen. Entah bagaimana wedding organizer yang bertanggung jawab itu juga terlihat tidak keteteran. Sera bahkan sampai menebak bahwa Selia sudah mempersiapkan segalanya jauh sebelum anak laki-lakinya kepikiran untuk menikah. Tidak hanya itu saja. Selia bahkan juga berinisiatif menghubungi keluarga Sera yang tinggal di Jakarta maupun di kota berbeda, mengabarkan soal rencana pernikahan Ardhi dan Sera. Sera tak repot bertanya dari mana ibu mertuanya itu mendapat kontak keluarganya, karena Sera ingat saat Ardhi bercerita soal salah satu saudara ayahnya yang tiba-tiba muncul di rumah sakit saat Gunawan ke
Baca selengkapnya

Gangguan

Setelah pertemuan dengan Aila yang mereka habiskan dengan berbagi cerita, Sera dan Ardhi mampir ke restoran untuk makan malam lebih awal karena Sera merengek kelaparan. Mereka tidak sekalian makan malam dengan Aila karena Aila sudah ada janji temu dengan orang lain. Itulah mengapa mereka berpisah setelah Sera berkata bahwa ia akan datang ke persidangan Aila yang ketiga sebagai bentuk dukungan. Ia dan Ardhi kini duduk di restoran yang tidak terlalu ramai, menikmati makan malam di penghujung hari, saat matahari belum sepenuhnya tenggelam di peraduan. "Kenyang banget," seru Sera dengan senyum lebar tersungging. Ia menghabiskan minuman miliknya, lalu saat dirasa masih haus, ia meminta Ardhi untuk memesankan minuman lagi. "Abis ini jalan-jalan ke mall, yuk. Aku tiba-tiba pengen lihat-lihat sepatu," kata Sera, menatap Ardhi dengan tatapan puppy eyes yang menggemaskan. "Besok lagi aja. Badanku udah lengket banget ini, aku mau cepet-cepet sampe apartemen. Pengen lang
Baca selengkapnya

Kejutan [1]

Memeluk Ardhi sebelum tidur, belakangan menjadi hal yang wajib untuk Sera. Katanya, tidak afdol dan rasanya ada yang kurang jika mereka berdua menutup hari tanpa berpelukan. Alasan yang dilontarkan Sera agak aneh memang, tetapi Ardhi pun senang-senang saja. Setiap malam, Ardhi akan menepuk-nepuk punggung Sera sambil bercerita tentang kesehariannya, mengelus puncak kepalanya hingga Sera terlelap dalam tidur.  “Tidur, Sera,” gumam Ardhi yang sudah dikuasai kantuk. Matanya telah terpejam sejak tadi.  “Aku belum ngantuk,” jawab Sera. Di dalam pelukan Ardhi, Sera bergerak gelisah. Telapak tangan Ardhi kembali bergerak mengelus punggung Sera. “Mau aku buatin cokelat hangat?” Biasanya, kalau Sera tak bisa tidur, ia akan meminum cokelat hangat untuk membantu merilekskan tubuh. “Nope. Kamu tidur aja, aku bisa buat sendiri,” ujar Sera sambil melepaskan diri dari Ardhi. Bukannya menuruti ucapan Sera, Ardhi ikut bangun meski sud
Baca selengkapnya

Kejutan [2]

Dua sosok itu berlalu. Mengarah ke meja paling ujung. Keduanya tampaknya terlalu sibuk menunjukkan kemesraan di publik hingga tak peduli dengan orang-orang di sekitarnya. Mata Sera mengikuti langkah-langkah ringan mereka. Hingga keduanya duduk dengan nyaman. “Bu, itu tadi David?” tanya Sera hati-hati. Ia menoleh menatap ibu mertuanya yang masih memakukan tatapan pada David dan wanita asing, yang kini tengah membelai sisi wajah David. Sera masih terlalu syok karena rasanya baru dua mingguan yang lalu ia dan Ardhi bertemu dengan David dan Arunika. Dan hari ini, ia melihat David dengan wanita lain. Dari gelagatnya yang terlalu intim, bisa dipastikan mereka bukan saudara. Otak Sera merespons dengan lambat. Saat paham akan situasi yang tengah terjadi, satu-satunya yang terlintas di kepala Sera adalah bahwa laki-laki itu tengah main gila.  “Ayo, pulang, Sera!” ajak Selia beberapa saat kemudian tanpa menjawab pertanyaan Sera. Ibu mertua Sera itu dengan
Baca selengkapnya

Serangan Bertubi-tubi [1]

“Maaf, Pak Ardhi. Ada Ibu Arunika yang menunggu Bapak sejak siang tadi. Beliau menunggu di ruangan Bapak.”Petugas resepsionis di kantor utama keluarga Prasetyo itu memberikan informasi kepada Ardhi yang baru saja datang ke kantor bersama Adi setelah meeting di luar kantor seharian."Ke sini dengan David?" tanya Ardhi."Sendirian, Pak."“Saya nggak ada janji temu dengan dia,” ujar Ardhi dengan kerutan di kening.Ardhi mengecek arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Aneh sekali. Ada perlu apa wanita itu hingga tiba-tiba datang ke kantornya tanpa pemberitahuan, sendirian pula?Bukan hanya aneh, kedatangan Arunika ke kantor tanpa undangan tentu akan menimbulkan konflik keluarga karena masa lalu Ardhi dan Arunika menjadi hal yang teramat sensitif. Terlebih lagi, Arunika datang secara khusus—tanpa David—untuk bertemu Ardhi, sampai merelakan waktun
Baca selengkapnya

Serangan Bertubi-tubi [2]

Gila!Sungguh. Ardhi benar-benar tengah berusaha sekuat tenaga menahan diri agar sumpah serapah tak terucapkan dari bibirnya.“Arunika, tolong. Berhenti mengucapkan hal yang mengada-ada. Keluarlah!" usir Ardhi dengan nada tajam nan"Nggak mau. Aku nggak akan beranjak ke mana-mana kalau kamu menolakku.""Aku peringatkan sekali lagi. Kamu yang keluar dari ruangan ini sekarang, atau aku panggil satpam supaya seret kamu dari sini?”Mata Arunika membelalak lebar. Terkejut setengah mati karena baru pertama kali melihat Ardhi sedingin ini. Berbeda dengan kemarahannya yang berkobar kemarin saat berhadapan dengan David. Arunika gemetar. Telapak kakinya terasa dingin.“Kamu berubah.”Ardhi mendesah. Lelah dengan drama yang dibuat Arunika. "Aku nggak pernah berubah. Kamu hanya baru melihat diriku yang sesungguhnya. Sekarang, tolong pergilah. Jangan lagi menciptakan masalah rumit yang melibatkan aku dan David di d
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status