Dua sosok itu berlalu. Mengarah ke meja paling ujung. Keduanya tampaknya terlalu sibuk menunjukkan kemesraan di publik hingga tak peduli dengan orang-orang di sekitarnya.
Mata Sera mengikuti langkah-langkah ringan mereka. Hingga keduanya duduk dengan nyaman.
“Bu, itu tadi David?” tanya Sera hati-hati. Ia menoleh menatap ibu mertuanya yang masih memakukan tatapan pada David dan wanita asing, yang kini tengah membelai sisi wajah David.
Sera masih terlalu syok karena rasanya baru dua mingguan yang lalu ia dan Ardhi bertemu dengan David dan Arunika. Dan hari ini, ia melihat David dengan wanita lain. Dari gelagatnya yang terlalu intim, bisa dipastikan mereka bukan saudara. Otak Sera merespons dengan lambat. Saat paham akan situasi yang tengah terjadi, satu-satunya yang terlintas di kepala Sera adalah bahwa laki-laki itu tengah main gila.
“Ayo, pulang, Sera!” ajak Selia beberapa saat kemudian tanpa menjawab pertanyaan Sera. Ibu mertua Sera itu dengan
“Maaf, Pak Ardhi. Ada Ibu Arunika yang menunggu Bapak sejak siang tadi. Beliau menunggu di ruangan Bapak.”Petugas resepsionis di kantor utama keluarga Prasetyo itu memberikan informasi kepada Ardhi yang baru saja datang ke kantor bersama Adi setelah meeting di luar kantor seharian."Ke sini dengan David?" tanya Ardhi."Sendirian, Pak."“Saya nggak ada janji temu dengan dia,” ujar Ardhi dengan kerutan di kening.Ardhi mengecek arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Aneh sekali. Ada perlu apa wanita itu hingga tiba-tiba datang ke kantornya tanpa pemberitahuan, sendirian pula?Bukan hanya aneh, kedatangan Arunika ke kantor tanpa undangan tentu akan menimbulkan konflik keluarga karena masa lalu Ardhi dan Arunika menjadi hal yang teramat sensitif. Terlebih lagi, Arunika datang secara khusus—tanpa David—untuk bertemu Ardhi, sampai merelakan waktun
Gila!Sungguh. Ardhi benar-benar tengah berusaha sekuat tenaga menahan diri agar sumpah serapah tak terucapkan dari bibirnya.“Arunika, tolong. Berhenti mengucapkan hal yang mengada-ada. Keluarlah!" usir Ardhi dengan nada tajam nan"Nggak mau. Aku nggak akan beranjak ke mana-mana kalau kamu menolakku.""Aku peringatkan sekali lagi. Kamu yang keluar dari ruangan ini sekarang, atau aku panggil satpam supaya seret kamu dari sini?”Mata Arunika membelalak lebar. Terkejut setengah mati karena baru pertama kali melihat Ardhi sedingin ini. Berbeda dengan kemarahannya yang berkobar kemarin saat berhadapan dengan David. Arunika gemetar. Telapak kakinya terasa dingin.“Kamu berubah.”Ardhi mendesah. Lelah dengan drama yang dibuat Arunika. "Aku nggak pernah berubah. Kamu hanya baru melihat diriku yang sesungguhnya. Sekarang, tolong pergilah. Jangan lagi menciptakan masalah rumit yang melibatkan aku dan David di d
Sesampainya Ardhi di apartemen, Sera sudah menunggu. Wajah Sera menunjukkan ketegangan, yang tentu saja bisa langsung ditebak Ardhi bahwa Sera telah membaca pesannya. Selain ketegangan yang membayang di wajah Sera, Ardhi juga mendapati raut lelah yang tak bisa disamarkan. Seperti tadi pagi. “Kamu tadi jadi periksa ke dokter?” Ardhi ingin menyentuh kening Sera, namun ia urung lakukan karena sadar bahwa ia seharian ini berada di luar, sudah bau keringat, dan banyak debu menempel di tubuhnya. “Aku tadi pas keluar sama Ibu sehat kok. Cuma tadi pas sampe apartemen aku muntah-muntah lagi, ditambah baca chat dari kamu soal Arunika, makin nggak karuan perut sama kepalaku.” Ardhi membelalakkan mata sesaat setelah mendengar pernyataan Sera. “Jam segini ke dokter udah nggak mungkin, aku panggil dokter pribadi aja, ya?” Sera menggeleng dan langsung mendapat protesan melalui tatapan tajam Ardhi. Namun, Sera tetap bersikukuh. “Soal dokter bisa kita bahas na
Karena Sera tiba-tiba kesal hingga membuat Ardhi kaget, yang kemudian Ardhi lakukan adalah mencari cara agar Sera tidak meledak marah.“Iya, Sera. Udah, sekarang tenang dulu. Aku nggak ada maksud meremehkan perasaan kamu. Your jealousy is valid. Nggak usah dilanjut lagi, oke?” Ardhi berucap dalam suara pelan. “Aku nggak mau kita malah berantem cuma karena ini. Aku juga nggak mau kamu bawa-bawa nama Edo.”“Kan kamu duluan yang mulai nyinggung-nyinggung soal cemburu. Aku cuma mau kamu sadar aja kalau cemburu itu nggak enak,” balas Sera dengan nada yang masih sarat kekesalan."I also know that very well.” Ardhi sama sekali tak punya pembelaan karena apa yang katakan Sera memang benar. Cemburu itu sangat tidak menyenangkan.“Nah, iya, itu kamu tahu. Jadi, jangan paksa aku buat ngilangin rasa cemburu semudah itu,” sergah Sera lagi.Ardhi kalah telak. Menghadapi Sera yang mulai kesal
Setelah memperkenalkan Sera kepada Dokter Arman, Ardhi pamit untuk mandi sebentar. Maka, tinggallah Sera yang kini duduk di atas ranjang dengan kaki diselonjorkan yang tertutup selimut hingga sebatas pinggang dan Dokter Arman−yang ternyata masih cukup muda, berusia lima tahun lebih tua dari Ardhi−yang duduk di kursi di sisi kiri Sera. Dokter Arman melakukan prosedur pemeriksaan dari mulai mengecek denyut jantung menggunakan steteskop, mengecek tekanan darah, dan menanyai Sera dengan beberapa pertanyaan umum soal kondisi tubuh dan apa yang dirasakannya selama beberapa hari belakangan. Setelah selesai melakukan pemeriksaan, menjelaskan tentang apa yang menjadi penyebab Sera mual hingga muntah di pagi hari, pusing-pusing hingga peningkatan nafsu makan, tanpa meresepkan obat maupun vitamin untuk Sera, Dokter Arman pamit keluar dari kamar yang Sera tempati untuk bicara dengan Ardhi yang sedang menyeduh teh di dapur. “Sera baik-baik saja, kan, Dok?” tanya Ard
Sera tersentak kaget melihat luapan emosi Ardhi yang disalurkan lewat pukulan keras di meja itu. Ia gentar karena Ardhi terlihat sangat marah dan lepas kontrol. Ini pertama kalinya Ardhi dan Sera bertengkar hingga saling menaikkan suara bahkan saling bertatapan sengit setelah pindah ke apartemen mereka yang baru. Saat Ardhi bergerak mundur dengan kedua tangan terkepal, Sera bisa melihat titik-titik darah pada buku-buku jari Ardhi. Membuat jantung Sera teremas sakit.“Apa memang segitu rendahnya aku di mata kamu, Sera, sampai-sampai kamu punya pemikiran mengerikan itu tentang aku? Kenapa kamu egois banget, Sera? Apa dengan mengata-ngatai aku membuat kamu puas? Kamu berharap aku mengerti perasaan kamu dan menghargai kamu, tapi kenapa kamu nggak melakukan yang sebaliknya? Apa aku terlihat main-main waktu bilang aku sayang sama kamu? Semua penjelasanku masih nggak cukup juga?” cecar Ardhi bertubi-tubi. Ia bergerak mundur, masih dengan kedua tangannya yang terkep
Setelah kehilangan Sarah, Ardhi sama sekali tidak pernah lagi berharap, bahkan sama sekali tak terbersit di benaknya untuk memiliki anak. Lebih tepatnya karena ia memang tak memiliki gairah hidup selain memfokuskan hidupnya akan urusan perusahaan. Pencapaian yang ia pikirkan selama beberapa tahun belakangan hanya soal perusahaan. Saat mulai mengenal Sera, gairah hidupnya hadir kembali. Ia perlahan diterpa badai perasaan yang bergumul di dada. Banyak hal yang mengganggu pikirannya dan masalah terbesar adalah tentang rasa takut akan kembali kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidupnya. Ketakutan itu baru benar-benar ia rasakan saat kabar kehamilan Sera ia dengar dari mulut Dokter Arman. Ardhi semakin sadar bahwa rasa trauma yang ia rasakan memang bukan hal sepele. Namun, setelah drama keributannya dengan Sera semalam, Ardhi berusaha untuk yakin dan percaya bahwa dirinya bisa melalui fase ini. Di mana ia harus bisa melawan traumanya akan rasa takut kehilangan. Keyaki
Selepas mengantar ibu dan istrinya pulang ke rumah, Ardhi langsung melajukan mobilnya ke suatu tempat. Ardhi memang pamitnya kepada Sera tadi langsung mau ke kantor, tetapi laki-laki itu justru membelokkan mobil ke arah yang berlawanan dari kantor.Dalam perjalanan ke tempat tujuan, Ardhi sambil melakukan panggilan telepon ke asisten pribadinya. Menanyakan terkait pekerjaan yang tadi ia tinggalkan.“Nggak ada masalah di kantor, kan, Di?” tanya Ardhi tanpa basa-basi.“Semua aman terkendali, Pak,” jawab Adi dari seberang telepon.Ardhi mengangguk meski Adi tak bisa melihatnya. Kemudian ia menanyakan soal jadwal meeting-nya siang nanti. Setelah Adi menyebutkan soal lokasi meeting, Ardhi menyahut bahwa ia akan langsung ke sana.“Memangnya Bapak sekarang ada di mana?” tanya Adi.“Saya ada urusan penting.”“Saya perlu tahu lokasi Bapak karena meeting siang nanti cukup p
“Ardhi nggak pernah begitu waktu masih sama aku dulu. Dia nggak pernah bersikap begitu dengan siapa pun.” Arunika yang pertama membuka percakapan begitu Ardhi keluar dari ruangan milik laki-laki itu yang menyisakan dirinya bersama Sera. Ia tersenyum getir. “How can people changes a lot? What did you do to him?” “It’s just about time,” Sera menjawab dengan jujur. “And no. I didn’t do anything. Ardhi nggak berubah. Dia hanya nggak mau berusaha menunjukkan jati dirinya yang sesungguhnya karena dia pikir dia bisa menutupi luka di hatinya setelah ditinggal Kak Sarah dengan melakukan itu. Dan dia nggak sadar kalau yang dia lakukan membuat orang lain terluka. Membuat kamu terluka. Yang pada akhirnya juga berbalik melukai dirinya sendiri.” Sera mengendikkan bahu. Ia baru menyadari kalau ini baru kali pertama mereka berdua saling bicara kepada satu sama lain dan rasanya sungguh aneh karena Arunika bicara seolah-olah mereka cukup dekat
Ardhi bersedekap. Meski ada jarak yang memisahkan mereka lebih dari satu meter laki-laki itu tetap terlihat menjulang di hadapan Arunika. Ia sama sekali tidak terintimidasi oleh ucapan sinis Arunika. Laki-laki itu memberikan tatapan serius yang tidak bisa ditolak oleh Arunika.“Dunia nggak berpusat pada hidup kamu aja, Arunika,” ucap Ardhi dengan serius, “You have to accept that fact. Setiap orang punya panggungnya sendiri-sendiri dan sayangnya kamu nggak bisa menyeret aku dan Sera ke panggung sandiwara hidup kamu. Jangan terus memaksakan sesuatu yang nggak bisa kamu lakukan.”Senyum sinis Arunika lenyap. Arunika mengernyit. Mempertahankan ekspresi wajahnya agar tetap teguh, tetapi gagal. Ia melepas topeng sinis sialan itu dan tersenyum sedih. Menunjukkan sisi terlemahnya di depan Ardhi.“Kalau kamu nggak cuci otaknya David, dia nggak akan membuang aku, Berengsek!”Bahkan saat mengumpati Ardhi, ia tidak terdeng
Sebuah kotak kardus cokelat seukuran kotak sepatu di depan pintu apartemennya langsung menyita perhatian Sera saat ia baru kembali dari rumah ibu mertuanya untuk mengambil rendang dan aneka masakan rumahan yang ia buat bersama Selia sejak pagi. Ia sangat yakin kalau saat ia pergi tadi, kotak itu tak ada di sana.Saat Sera membungkuk untuk mengambil kotak itu, Sera langsung tahu bahwa Ardhi bukanlah pengirimnya. Laki-laki kaku itu tidak pernah memberikan sesuatu secara anonim kepadanya. Tidak akan pernah lagi, karena Sera pernah mengancam Ardhi agar tidak bersikap menjadi laki-laki misterius dan penuh rahasia. Selain karena ancaman itu, Ardhi juga lebih suka mempercayakan segala hal kepada asistennya yang paling setia karena ia tak mau repot.Kotak mencurigakan itu ditujukan untuk dirinya. Namanya tertera di pojok kanan atas. Selain itu tak ada informasi lain.Setelah meletakkan barang-barang bawaannya di atas meja dapur, Sera membuka“Astaga, ada-ad
Halo kakak-kakak pembaca. Perkenalkan saya Nafta, penulis cerita TURUN RANJANG. Mohon maaf sekali karena ini bukan update. Setelahmenulis sebanyak 133 bab, saya putuskan untuk membuat pengumuman ini sekaligus untuk menyapa pembaca yang sudah sangat loyal dengan cerita ini. Kisah ini akan saya tutup di bab 136, yang itu artinya tinggal 3 bab lagi menuju tamat. Saya sedih sekaligus lega karena akhirnya bisa menamatkan cerita ini setelah 8 bulan lamanya menuliskan kisah Ardhi dan Sera di GoodNovel. Mungkin beberapa dari kalian merasa kalau belum siap berpisah dengan Ardhi dan Sera, tapi cerita ini memang seharusnya selesai ketika Sera sudah mengetahui rahasia di balik pernikahannya dengan Ardhi. Saya sengaja tambahkan sedikit konflik dengan memunculkan David dan Arunika untuk melengkapi cerita. So, sampai ketemu di 3 bab terakhir yang akan saya upload minggu ini^^ Mohon maaf sekali karena cerita ini tidak akan ada ekstra part. Jadi cerita akan
“Mau sampai kapan kamu nggak bicara sama aku?” ujar Ardhi dengan nada sedikit geram. “You can’t do this to me, Sera. Aku nggak bermaksud menyisihkan kamu dari masalah. I’m just trying to protect you, don’t you get it?”Sera sudah mengabaikan suaminya itu sejak siang hingga menjelang malam hanya karena tidak diizinkan Ardhi untuk bertemu dan bicara secara langsung dengan David saat laki-laki itu tiba-tiba datang berkunjung ke apartemen mereka.Ardhi gemas sekali dengan tingkah Sera yang menurutnya terlalu berlebihan. Sudah Ardhi bilang kalau menghadapi David yang sedang emosi jauh lebih mudah dibandingkan dengan menghadapi Sera yang marah kepadanya. Sebenarnya aksi kali ini lebih pantas disebut merajuk. Dan hal ini juga seringkali mempersulit dirinya karena Sera selalu sengaja melakukannya. Wanita itu hanya diam, tak menanggapi satu pun ucapan Ardhi hingga laki-laki itu bingung harus bagaimana.“Se
Roda kehidupan berputar. Kebahagiaan dan ketenangan dalam hidup tak bertahan selamanya. Dan itu seringkali terjadi dalam hidup Ardhi dan Sera. Mereka sudah cukup terbiasa untuk bisa menghadapinya dengan kepala dingin saat masalah datang hingga sedikit menyisihkan kebahagiaan dan ketenangan selama satu bulan pasca hari pernikahan. David yang sempat ‘menghilang’ dan tidak muncul di acara keluarga itu kini menunjukkan batang hidung. Tepat satu minggu sebelum rapat direksi, David muncul di depan pintu apartemen Ardhi dan Sera. Dan bukannya langsung membukakan pintu untuk sepupu Ardhi itu, Ardhi dan Sera malah sibuk berdebat. Membiarkan David menunggu di balik pintu. “Kamu udah setuju kalau kita akan bicara dengan mereka. Kita, ardhi. Bukan cuma kamu sendiri.” Sera menantang Ardhi dengan tatapan tajam yang gagal membuat Ardhi terintimidasi. “Aku memang bilang gitu, Sera. Tapi nggak sekarang. Aku nggak tahu David mau bicara soal apa. Aku nggak tahu gimana suasana h
“Keluarga kamu ternyata nggak seburuk yang aku bayangin,” ucap Sera saat keduanya memasuki lift untuk naik ke lantai sebelas. “Maksud kamu?” “Mereka kelihatan tulus waktu ngasih selamat buat kita,” jelas Sera. “Mereka mulai sadar kalau nggak sepantasnya ngata-ngatain kamu dan menyisihkan kamu dari bagian keluarga Prasetyo. Mungkin beberapa orang masih akan meremehkan kamu dan menyebut kamu nggak layak menjadi bagian keluarga Prasetyo. Tapi kan kita nggak bisa memuaskan hati semua orang. So let it be. Lama-lama mereka akan capek sendiri.” Ardhi merangkulkan lengan di bahu Sera dan menariknya mendekat. Ia menciumi puncak kepala Sera berkali-kali. “Kamu juga harus tahu, kalau kamu memang pantas jadi istriku. Cuma kamu, Sera. Jangan lupakan itu.” “Aku nggak akan ada di sini sekarang kalau aku nggak yakin bisa bertahan sama kamu di tengah-tengah rumitnya hubungan keluarga. Aku bisa ngerti kok. Keluargaku juga banyak dramanya. Jadi aku bisa n
Sera pernah bermimpi memiliki pernikahan megah dengan pasangan tampan bak pangeran dalam negeri dongeng yang ceritanya pernah ia baca dan ia tonton kala masih SD. Seiring Sera tumbuh dewasa, khayalan itu perlahan mengabur. Ia mulai bisa berpikir realistis bahwa pangeran tampan berkuda putih yang akan jatuh cinta pada pandangan pertama kepadanya itu tidak akan pernah hadir dalam hidupnya. Sampai ia bertemu dengan Ardhi dan terlibat dalam jerat kehidupan pelik yang banyak tangis dan kesedihan, ia pun segera sadar bahwa hidup memang tidak seindah yang diceritakan dalam dongeng. Namun, tidak lantas hidup ini buruk.Sera sudah belajar banyak tentang kehidupan selama hampir satu tahun mengenal Ardhi. Bahagia itu ada dan hadir menjelma cinta dan kasih sayang yang ia dan Ardhi rasakan terhadap satu sama lain. Saling memahami dan saling mengerti satu sama lain adalah bentuk dari usaha mereka mencapai bahagia itu. Hari ini, bisa dibilang merupakan salah satu hari membahagiakan bagi Ser
Entah apa yang akhirnya David katakan kepada Arunika. Wanita itu tak lagi menemui Ardhi. Tak juga mengirimkan pesan ‘aneh’ yang memicu kesalahpahaman. David juga tidak merecoki Ardhi dengan segala tuduhan dan umpatannya yang memuakkan. Ya, sebenarnya beberapa hari yang lalu, Ardhi-lah yang sengaja meminta dengan baik-baik kepada David melalui telepon agar laki-laki itu menahan diri dulu untuk tidak membuat masalah baru dan berhenti menemui wanita yang sempat dikencaninya hanya demi menutupi rasa sakit hatinya karena Arunika. Untungnya, David mau mendengarkannya meski tak benar-benar memberikan respons yang baik. Dan kabar terakhir yang Ardhi dengar dari sepupu-sepupunya yang lain, David sedang ada urusan pekerjaan di Bali dan Arunika ikut serta. Ardhi cukup bersyukur akan hal itu karena ia bisa berfokus pada acara pernikahannya dengan Sera yang tinggal menghitung jam. Saat ini sudah tengah malam. Ia dan Sera ada di kamar Ardhi di rumah orang tuanya. Mereka dipaksa me