Home / Romansa / TURUN RANJANG / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of TURUN RANJANG: Chapter 41 - Chapter 50

137 Chapters

Klarifikasi

Sehari sebelum berangkat ke Italia, Ardhi bersua dengan Thalia Tarendra. Laki-laki itu berkeluh tentang berita-berita yang terus-terusan mengungkit hubungannya dengan Thaliaㅡyang semakin mengada-adaㅡyang diunggah media. Ardhi bermaksud untuk membujuk Thalia agar wanita itu mau untuk diajak menemui media dan mengklarifikasi gosip tidak benar itu agar tidak semakin melebar ke mana-mana.Thalia berkata kepada Ardhi bahwa mereka tidak perlu sejauh itu. Thalia mengusulkan untuk membuat klarifikasi di media sosial saja.Ardhi menyetujui tanpa banyak protes. Thalia lebih paham karena lebih sering berhadapan dengan media dan berinteraksi dengan para fans yang semakin banyak sejak Thalia mengisi acara masak di televisi dan membuat Channel YouTube.Dan hari ini, Thalia Tarendra mengunggah sebuah postingan di media sosial pribadi milik wanita itu yang menyatakan bahwa hubungannya dengan Ardhi tidak lebih dari sekadar teman. Perjodohan yang di gembor-gemborkan oleh netizen
Read more

Tentang Kita

Ardhi duduk di hadapan Selia dengan muka datar. Berbeda dengan sang ibu yang tidak mampu menyembunyikan amarah dan kecewa.Sudah sejak beberapa menit yang lalu Ardhi dan Selia bicara. Selia mengungkapkan kemarahan dan kekecewaannya tanpa basa-basi."Saya nggak bisa diam saja melihat muka saya diekspos akun-akun gosip yang nggak bertanggungjawab itu, Bu. Berita-berita yang mereka unggah nggak ada yang benar. Dan itu cukup mengganggu kehidupan pribadi saya," tukas Ardhi.Selia melipat lengan di depan dada. "Itu sudah menjadi risiko keluarga kita. Ibu dulu publik figur. Ayahmu pengusaha terkenal. Begitu juga keluarga Tarendra. Gosip-gosip akan terus bermunculan. Satu kata yang keluar dari mulut kamu, bisa berubah maknanya saat sudah tersebar dari satu telinga ke telinga lain. Klarifikasi hanya membuat keadaan semakin buruk. Seperti yang terjadi sekarang.""Setidaknya orang-orang sudah berhenti membicarakan tentang pernikahan yang sama sekali nggak benar itu.
Read more

Sebelum Badai

“Ai, mau jalan-jalan ke mall?” tawar Sera kepada Aila saat mereka berdua keluar dari tempat kursus merangkai bunga.“Boleh banget yuk! Aku mau sekalian beli gamis.” Aila menyambut antusias ajakan Sera. Saat Aila sudah akan memesan taksi online, Sera menghentikan gerakan jari-jari Aila yang menari di atas ponsel.“Aku tadi diantar supir, Ai. Tunggu supirku jemput aja, ya. Kayaknya lima menit lagi sampai,” ujar Sera dengan tidak enak hati.Sebenarnya ia juga malas harus selalu bersama supir ketika hendak bepergian ke mana-mana. Namun, mau bagaimana lagi? Ardhi sudah bertitah dan Sera tidak bisa membantah. Ya, meski sekarang Ardhi yang banyak tingkah itu hilang di antah-berantah. Dua hari sejak kejadian Sera pingsan, Ardhi kembali pergi dinas. Kalau kemarin hanya pergi lintas pulau, kini Ardhi pergi hingga lintas benua. Ardhi ada acara ke Italia. Meninggalkan Sera di apartemen dengan segala wejangan yang harus Sera p
Read more

Berjarak

Sera masuk ke unit apartemen dan tidak mendapati Ardhi di mana-mana. Apartemennya sepi. Sama seperti saat ia tinggalkan tadi pagi.Itu artinya Ardhi belum kembali. Dan Sera merasa dipermainkan oleh laki-laki pemaksa itu. Laki-laki itu bahkan tidak ada di tempat, namun dengan percaya dirinya meminta Sera pulang ke apartemen dan pada akhirnya Sera hanya bersua dengan kekosongan.Ardhi benar-benar paling bisa membuat Sera tersinggung. Sera pikir Ardhi sudah cukup paham dengan keadaannya yang tidak terlalu suka sendirian. Namun, Ardhi tetap membiarkan Sera yang pertama menghadapi kesendirian di apartemen mewah itu.Dengan kesal, Sera melemparkan sling bag hingga benda tak bersalah itu terjatuh di dekat meja.Sera menjatuhkan tubuh di sofa. Punggungnya bersandar dengan kepala mendongak ke atas lalu memejamkan mata selama beberapa saat. Setelah cukup tenang, Sera membuka mata. Kemudian tangannya meraih sling bag yang sempat ia lempar. Sera mengambil ponsel dan
Read more

Damai(?)

"Mau pergi ke mana?" tanya Sera. Ia yang sudah tertidur beberapa saat itu terbangun karena terganggu oleh sesuatu. Ternyata Ardhi sedang mengepak pakaian ke dalam koper mini yang biasa dipakai oleh laki-laki itu saat bepergian ke luar kota. Ardhi mendongak. Menghentikan gerakan tangannya dan menatap Sera yang terduduk di atas ranjang dengan wajah mengantuk. "Sudah saya bilang, saya yang akan keluar dari apartemen sampai situasi tenang," ujar Ardhi dengan tenang. Sera memproses ucapan Ardhi cukup lama. Otaknya belum mampu bekerja dengan baik karena masih dalam mode 'tidur'. "Kamu mau pergi? Ke mana?" "Ke apartemen saya yang lain," jawab Ardhi. "Kenapa?" "Kenapa?" Ardhi membeo. Laki-laki itu menatap Sera dengan serius. "Kamu bisa memutuskan sendiri mau percaya perkataan saya atau tidak. Ada dua orang wartawan yang menguntit saya selama beberapa hari terakhir sejak saya kembali dari Italia. Mereka ini orang-orang yang cukup nekat
Read more

Berseteru

Hari tenang dan damai tampaknya tak mau berlama-lama bernaung dalam kehidupan Sera dan Ardhi. Masih belum genap satu minggu sejak Sera terkurung di apartemen dan menjalani hari-hari membosankan dari pagi hingga sore sendirian. Hari ini, di sore hari yang begitu cerah, Ardhi pulang membawa amarah. Ardhi yang akhir-akhir ini bersikap cukup baik kepada Sera itu sudah tidak ada lagi. Sosok itu hilang tertelan oleh amarah yang merajai. Sera baru keluar dari kamar mandi saat laki-laki itu mendekat dengan mata berkobar penuh emosi dan dengan gerakan yang begitu cepat, Ardhi melemparkan foto-foto yang berada di genggamannya hingga jatuh bertebaran di sekitar kaki Sera berpijak. "Kamu marah-marah karena informasi palsu tentang saya dan Thalia, tapi kamu diam-diam melakukan ini di belakang saya?!" teriak Ardhi. Aura dingin dan menyeramkan menguar di sekeliling laki-laki itu. Sera menggigil. Dengan gemetar ia berjongkok untuk memunguti foto-foto yang berserakan di lanta
Read more

Kembali ke Awal

Ardhi tak seharusnya membuat Sera kembali dilanda ketidakpastian. Padahal, Ardhi bisa langsung mengiakan kemauan Sera. Dengan begitu, ia tidak akan dibuat pusing oleh diamnya Sera selama dua hari belakangan. Hubungan keduanya kembali dingin. Namun, kali ini bukan karena sikap Ardhi, melainkan Sera-lah yang membentengi diri. Sera tetap melakukan aktivitasnya seperti biasa di pagi hari. Menyiapkan sarapan dan kopi, memasangkan dasi, mengantar Ardhi berangkat kerja hingga depan pintu, menjawab pertanyaan yang dilontarkan laki-laki itu. Namun, tetap ada perbedaan yang nyata. Sera hanya menjawab seadanya dan selalu singkat. Seperti tidak mau memberi celah kepada Ardhi agar bisa mengajak Sera untuk mengobrol lebih jauh. Wanita itu juga lebih banyak menghabiskan waktu di kamar sebelah. Entah melakukan apa, yang jelas setiap Ardhi pulang dari kantor, Sera akan mengurung diri di kamar sebelah sampai larut malam. Atau ia berada di mana saja, selama tidak ada Ardhi di s
Read more

Yang Terasingkan

Hari demi hari, hubungan Sera dan Ardhi bukannya membaik, tetapi malah semakin renggang. Ardhi masih kukuh pada pilihannya dan masih belum memberikan keputusan.Pernikahan yang sejak awal tidak benar-benar berjalan baik itu semakin hambar. Hari demi hari berlalu dalam hening dan mencekam.Sekembalinya Ardhi dari Surabaya, suasana apartemen semakin suram. Sera sibuk dengan kegiatan-entah-apa-itu di kamar sebelah. Dan Ardhi pun sibuk di ruang kerja. Menenggelamkan diri pada pekerjaan hingga larut.Hal ini berlangsung hampir dua minggu. Sera tidak mengerti apa yang sebenarnya menahan Ardhi hingga laki-laki itu tak mau memilih antara melepaskan dirinya atau mengikat dirinya dalam pernikahan yang sah secara hukum dan agama.Hali ini membuat Sera berada di posisi yang serba salah. Sebagai seorang wanita yang sudah bersuami, tentu saja Sera menginginkan sebuah pengakuan dan kepastian hukum terkait statusnya. Namun, mengingat hubungannya dengan Ardhi belum sepenu
Read more

Masa Lalu yang Lain [1]

Bu Sera kelihatannya sangat khawatir kepada Bapak," kata Adi setelah sambungan yang terhubung dengan Sera terputus. Ardhi yang saat ini setengah berbaring di atas brangkar di sebuah kamar VVIP di rumah sakit itu menatap Adi dengan tatapan lurus. Wajah pucatnya tidak menampilkan ekspresi apa pun. "Kantor bagaimana?" tanya Ardhi. Mengabaikan perkataan Adi tentang Sera. Tadi siang, mereka terpaksa meninggalkan meeting karena kondisi Ardhi yang memburuk. Pagi harinya, Ardhi sudah mulai merasa kalau tubuhnya agak kurang baik. Ia pikir akan hilang begitu saja saat ia pakai untuk bekerja, tetapi ternyata ia salah kira. Tubuhnya protes dan minta diistirahatkan dengan segera. Walau sesungguhnya, Ardhi tahu betul apa yang menyebabkan dirinya ambruk dan bisa berada di sini sekarang. "Meeting berjalan lancar, Pak. Lalu ada berkas yang perlu Bapak tanda tangani dan sekarang Hasan sedang menuju ke sini." Ardhi mengangguk. Tidak lagi menyahuti atau melempark
Read more

Masa Lalu yang Lain [2]

"Sebelum pulang ke apartemen, saya mau pergi ke suatu tempat," kata Ardhi sembari mengenakan jas dibantu oleh Adi."Saya antar atau pergi sendiri, Pak?""Saya berniat pergi sendiri, tapi pasti kamu akan melarang saya, kan?" dengkus Ardhi. Belakangan ini, Adi memang terkesan lebih protektif dan disiplin terhadap Ardhi. Apalagi ia baru mau keluar dari rumah sakit setelah kolaps. Adi tentu tidak akan mengizinkannya pergi sendiri tanpa pengawasan."Ada sesuatu yang perlu saya persiapkan?" tanya Adi lagi.Ardhi tampak berpikir selama beberapa saat. Kemudian ia menggeleng. "Ada yang perlu saya beli. Tapi nanti saja sekalian di jalan."Adi mengangguk patuh, kemudian membereskan barang-barang milik Ardhi dan memasukkannya ke dalam tas."Kabari orang kantor kalau saya akan sampai kantor setelah makan siang. Minta mereka untuk menyiapkan materi untuk meeting.""Bapak akan ke kantor hari ini? Untuk apa?" Adi mengernyit heran."Hari ini ha
Read more
PREV
1
...
34567
...
14
DMCA.com Protection Status