Meeting yang cukup menguras energi itu akhirnya berakhir. Helaan napas lega dari para pegawai samar-samar terdengar oleh Ardhi. Namun, laki-laki itu tak berkata apa-apa. Sudah sewajarnya mereka mengeluh karena meeting pagi itu memakan waktu yang cukup panjang. Bahkan tak tanggung-tanggung sampai memasuki waktu makan siang. Siapa pun pasti akan mengeluhkan leher yang pegal, pantat yang kebas dan panas, perut keroncongan, dan kepala yang pening karena terlalu sepaneng saat berada di ruang meeting.
"Kalian tidak perlu keluar untuk cari makan siang, Adi sudah pesankan buat kalian," ujar Ardhi kepada para pegawainya sebelum ia beranjak pergi dari ruang meeting.
Seketika raut-raut melas dan tertekuk di wajah para pegawai itu tergantikan oleh ekspresi berbinar. Serempak mereka mengucapkan terima kasih kepada bos mereka yang meski galak–dan terkadang bisa sangat sadis kepada para pegawai yang tak disiplin– namun tetap memiliki sisi baik. Sisi yang sebenarnya tidak
Sera melangkahkan kaki di lorong apartemen dengan langkah yang santai namun pasti. Ia sudah tidak sabar untuk segera berjumpa dengan Ardhi dan menagih ajakan menonton yang laki-laki itu tawarkan, namun ia juga tidak mau terlihat terlalu bersemangat. Lebih tepatnya, ia tidak mau terlalu melambungkan harapan. Ia tidak ingin menjadi satu-satunya pihak yang antusias dengan kegiatan sederhana yang akan mereka lakukan.Sampai di depan pintu unit apartemennya, jantung Sera bergemuruh riuh. Kalau mau jujur, keadaan ini cukup menggelikan untuk Sera. Ia dan Ardhi hanya akan menonton Netflix berdua sambil makan pop corn. Bukan kegiatan yang spesial, bukan? Tetapi tetap saja, bagi Sera, ini merupakan tahap yang sudah sangat bagus dalam progres hubungannya dengan Ardhi. Hal-hal sederhana yang biasa dilakukan oleh para pasangan normal saat berkencan, akan jadi berbeda saat yang melakukannya adalah sepasang suami istri yang tidak mengenal kata berkencan sebelumnya."Chill, Sera
Semenjak Ardhi masuk rumah sakit beberapa waktu yang lalu, laki-laki itu belum bertemu lagi dengan kedua orang tuanya. Terhitung sudah lebih dari tiga minggu sejak hari itu. Saat tahun baru, Ardhi pun tidak pulang.Ralat, Ardhi tidak berkunjung ke rumah orang tuanya–sudah sejak lama Ardhi tidak menganggap rumah orang tuanya yang besar dan mewah itu sebagai tempat untung pulang–dan memilih untuk merayakan tahun baru dengan Sera di apartemen. Laki-laki itu membuat alasan yang cukup untuk meyakinkan orang tuanya bahwa tahun-tahun sebelumnya mereka pun tidak merayakan tahun baru bersama. Karena bagi Ardhi itu bukanlah masalah besar. Tahun baru bagi Ardhi sama seperti hari-hari biasa. Tidak ada yang spesial. Tahun lalu pun laki-laki itu menghabiskan malam tahun barunya untuk bekerja. Menyedihkan sekali, bukan?Namun, tahun ini berbeda. Karena ada seseorang dalam hidupnya yang menganggap tahun baru adalah hari yang spesial dan harus dirayakan. Itulah kenapa Ardhi
"Sejak saya memutuskan untuk kembali ke Indonesia–setelah saya kuliah di luar negeri selama bertahun-tahun–bagi saya pulang bukan berarti harus ke rumah yang saya tinggali sejak saya kecil sampai remaja. Bagi saya, pulang itu artinya dan rumah saya bukan di sana, Sera." Sera kebingungan dengan jawaban Ardhi. "Saya nggak ngerti." "Saya punya apartemen kecil yang awalnya saya sewa dari gaji pertama saya waktu saya magang di kantor ayah saya. Tempat saya bersembunyi dari kerasnya dunia. Di sana adalah tempat paling aman da nyaman buat saya." "Seorang Ardhi menyewa apartemen?" tanya Sera retoris. "Ayah saya sebenarnya memberikan apartemen secara cuma-cuma, tapi saya tolak dengan syarat saya mau bekerja di kantor beliau. Saya mau bekerja di sana pun dengan syarat kalau saya tidak mau diistimewakan." Ardhi bergerak sedikit untuk mencari posisi baru yang lebih nyaman. "Menikmati harta orang tua memang kelihatannya menyenangkan, tapi saya memikirkan jangka pa
Ardhi menatap tubuh Sera dengan tatapan memuja. Membuat suhu tubuh Sera meningkat drastis. Ditatap sedemikian oleh Ardhi rasanya amat sangat mendebarkan. Sera malu karena tubuh polosnya terekspos, tetapi ada rasa menggebu di dada yang membuat sudut hati Sera berteriak, menginginkan Ardhi untuk menyentuhnya di mana saja. "I can read it clearly form your eyes. Your body craving for my touches," ujar Ardhi dengan suara serak. Dua kalimat yang ia ucapkan itu terdengar seperti godaan. Namun, sama sekali tidak ada raut itu di wajah Ardhi. Laki-laki itu menatap Sera dengan tatapan lapar, ingin segera menyatukan partikel-partikel di tubuhnya dengan Sera dan mencapai puncak kepuasaan tertinggi. Sera mengalungkan lengan di leher Ardhi dan menarik laki-laki itu mendekat. Sera berbisik di telinga Ardhi, "Don't play with me, Ardhi. I already reach my limit." BIsa-bisanya Ardhi tertawa di tengah kobaran hasrat yang membara di antara mereka. Padahal, Sera
Sera menatap Ardhi dalam diam. Pagi mereka yang beberapa hari terakhir ini sempat menghangat, pagi itu terasa agak berbeda karena kejadian semalam yang masih membuat kedua orang itu kembali berjarak. Sera sama sekali tak menginginkan ini. Ia malas menghadapi Ardhi dalam keterdiamannya yang beku. Ardhi pun tak banyak membantu. Laki-laki itu sama sekali tidak terganggu dengan keadaan diam yang mengudara di antara mereka. Hal inilah yang membuat Sera semakin malas menghadapi Ardhi.“Mau ke mana?” Ardhi baru bertanya saat Sera beranjak meninggalkan dapur. Juga meninggalkan Ardhi yang sibuk dengan sarapannya.“Mau yoga,” jawab Sera jujur. Sejujurnya, pagi itu bukan jadwal Sera untuk melakukan yoga. Memangnya siapa yang mau repot yoga saat normalnya kamu merayakan tahun baru dengan keluargamu, teman, atau mungkin dengan pasangan. Atau bisa juga merayakannya sendirian kalau kamu tak terlalu peduli akan pendapat orang lain yang mungkin menganggapmu meny
Ardhi terlihat marah. Matanya memerah dan rahangnya mengeras. Benteng pertahanannya dihancurkan oleh kata-kata Sera yang melukai perasaannya. Itu adalah hal yang wajar. Memangnya siapa yang masih akan tetap bisa biasa saja saat seseorang yang telah menjadi bagian di dalam hidupmu tiba-tiba mengucapkan pernyataan semacam itu? Sera ingin segera lepas dari ikatan yang menyesakkan katanya? Kepala Ardhi langsung disesaki oleh pertanyaan kenapa. Kenapa Sera masih saja merasa sesak di saat dirinya sudah mulai nyaman dan terbiasa berada di sekitar wanita itu? Kenapa hubungan mereka yang Ardhi kira sudah mulai menghangat ternyata hanya sebuah angan semu dan kembali meninggalkan getar dingin saat Sera terlihat mulai muak dan seperti memberikan sinyal akan berpaling darinya? Kenapa Sera tak jua melihat ketulusan yang Ardhi curahkan untuk membuat wanita itu mau tinggal? Kenapa? Kenapa semudah itu bagi Sera mendeklarasikan perpisahan saat Ardhi mati-matian menjaga
Meski kemarin Ardhi dan Sera menghabiskan hari pertama tahun baru dengan cukup damai–setelah sepakat untuk menghentikan keributan secara paksa atau lebih tepatnya menunda untuk mengobrolkan masalah mereka–nyatanya suasana tidak benar-benar kembali dingin dan tentram. Ada jarak dan kecanggungan yang membatasi interaksi sepasang manusia yang kini duduk saling berhadapan di meja makan.Libur tahun baru telah usai dan Ardhi sudah harus kembali bekerja. Begitu pula Sera yang hari ini ada agenda untuk mengunjungi panti jompo. Sera sudah memutuskan untuk lebih sering berkunjung ke tempat yang membawa kedamaian di dalam hatinya itu. Bertemu dengan kakek nenek yang sudah berusia senja, mendengarkan kisah hidup mereka, tidak pernah gagal membuat perasaan Sera menghangat."Kita bicara nanti malam," ucap Ardhi setelah menghabiskan sarapan. Seperti biasa ia melahap dua tangkup sandwich, lalu ditutup dengan meneguk secangkir kopi.Sera yang duduk di depan Ardhi de
Ada kepedihan yang begitu nyata membayangi mata Aila. Tanpa kata, Sera mengelus pundak gadis itu dengan lembut. "Intensitas marahnya meningkat hari demi hari. Segala kesalahan kecil yang aku buat, selalu membuat dia berang dan nggak segan mukul. Aku menabahkan hati, Mbak. Aku pikir kemarahan suamiku hanya sementara dan dia hanya sedang khilaf. Meski dipukul berkali-kali, aku masih memaklumi kelakuan dia. Aku nggak cerita ke siapa-siapa karena aku ingin menyimpan aib rumah tanggaku sendirian. Tapi aku nggak kuat lagi, Mbak. Suamiku semakin gila. Dia sering pulang larut dalam keadaan mabuk. Bahkan, kadang nggak pulang ke rumah. "Aku sesekali berusaha nanya apa yang membuat dia begitu. Bukannya menjawab, dia malah mengataiku terlalu ikut campur. Semua yang aku lakukan selalu tampak salah di matanya, tapi aku nggak menyerah, Mbak. Aku ajak dia bicara baik-baik, tapi sama aja, dia nggak pernah lagi menanggapi dengan reaksi yang baik. Rasanya masih sulit dipercaya kalau su
“Ardhi nggak pernah begitu waktu masih sama aku dulu. Dia nggak pernah bersikap begitu dengan siapa pun.” Arunika yang pertama membuka percakapan begitu Ardhi keluar dari ruangan milik laki-laki itu yang menyisakan dirinya bersama Sera. Ia tersenyum getir. “How can people changes a lot? What did you do to him?” “It’s just about time,” Sera menjawab dengan jujur. “And no. I didn’t do anything. Ardhi nggak berubah. Dia hanya nggak mau berusaha menunjukkan jati dirinya yang sesungguhnya karena dia pikir dia bisa menutupi luka di hatinya setelah ditinggal Kak Sarah dengan melakukan itu. Dan dia nggak sadar kalau yang dia lakukan membuat orang lain terluka. Membuat kamu terluka. Yang pada akhirnya juga berbalik melukai dirinya sendiri.” Sera mengendikkan bahu. Ia baru menyadari kalau ini baru kali pertama mereka berdua saling bicara kepada satu sama lain dan rasanya sungguh aneh karena Arunika bicara seolah-olah mereka cukup dekat
Ardhi bersedekap. Meski ada jarak yang memisahkan mereka lebih dari satu meter laki-laki itu tetap terlihat menjulang di hadapan Arunika. Ia sama sekali tidak terintimidasi oleh ucapan sinis Arunika. Laki-laki itu memberikan tatapan serius yang tidak bisa ditolak oleh Arunika.“Dunia nggak berpusat pada hidup kamu aja, Arunika,” ucap Ardhi dengan serius, “You have to accept that fact. Setiap orang punya panggungnya sendiri-sendiri dan sayangnya kamu nggak bisa menyeret aku dan Sera ke panggung sandiwara hidup kamu. Jangan terus memaksakan sesuatu yang nggak bisa kamu lakukan.”Senyum sinis Arunika lenyap. Arunika mengernyit. Mempertahankan ekspresi wajahnya agar tetap teguh, tetapi gagal. Ia melepas topeng sinis sialan itu dan tersenyum sedih. Menunjukkan sisi terlemahnya di depan Ardhi.“Kalau kamu nggak cuci otaknya David, dia nggak akan membuang aku, Berengsek!”Bahkan saat mengumpati Ardhi, ia tidak terdeng
Sebuah kotak kardus cokelat seukuran kotak sepatu di depan pintu apartemennya langsung menyita perhatian Sera saat ia baru kembali dari rumah ibu mertuanya untuk mengambil rendang dan aneka masakan rumahan yang ia buat bersama Selia sejak pagi. Ia sangat yakin kalau saat ia pergi tadi, kotak itu tak ada di sana.Saat Sera membungkuk untuk mengambil kotak itu, Sera langsung tahu bahwa Ardhi bukanlah pengirimnya. Laki-laki kaku itu tidak pernah memberikan sesuatu secara anonim kepadanya. Tidak akan pernah lagi, karena Sera pernah mengancam Ardhi agar tidak bersikap menjadi laki-laki misterius dan penuh rahasia. Selain karena ancaman itu, Ardhi juga lebih suka mempercayakan segala hal kepada asistennya yang paling setia karena ia tak mau repot.Kotak mencurigakan itu ditujukan untuk dirinya. Namanya tertera di pojok kanan atas. Selain itu tak ada informasi lain.Setelah meletakkan barang-barang bawaannya di atas meja dapur, Sera membuka“Astaga, ada-ad
Halo kakak-kakak pembaca. Perkenalkan saya Nafta, penulis cerita TURUN RANJANG. Mohon maaf sekali karena ini bukan update. Setelahmenulis sebanyak 133 bab, saya putuskan untuk membuat pengumuman ini sekaligus untuk menyapa pembaca yang sudah sangat loyal dengan cerita ini. Kisah ini akan saya tutup di bab 136, yang itu artinya tinggal 3 bab lagi menuju tamat. Saya sedih sekaligus lega karena akhirnya bisa menamatkan cerita ini setelah 8 bulan lamanya menuliskan kisah Ardhi dan Sera di GoodNovel. Mungkin beberapa dari kalian merasa kalau belum siap berpisah dengan Ardhi dan Sera, tapi cerita ini memang seharusnya selesai ketika Sera sudah mengetahui rahasia di balik pernikahannya dengan Ardhi. Saya sengaja tambahkan sedikit konflik dengan memunculkan David dan Arunika untuk melengkapi cerita. So, sampai ketemu di 3 bab terakhir yang akan saya upload minggu ini^^ Mohon maaf sekali karena cerita ini tidak akan ada ekstra part. Jadi cerita akan
“Mau sampai kapan kamu nggak bicara sama aku?” ujar Ardhi dengan nada sedikit geram. “You can’t do this to me, Sera. Aku nggak bermaksud menyisihkan kamu dari masalah. I’m just trying to protect you, don’t you get it?”Sera sudah mengabaikan suaminya itu sejak siang hingga menjelang malam hanya karena tidak diizinkan Ardhi untuk bertemu dan bicara secara langsung dengan David saat laki-laki itu tiba-tiba datang berkunjung ke apartemen mereka.Ardhi gemas sekali dengan tingkah Sera yang menurutnya terlalu berlebihan. Sudah Ardhi bilang kalau menghadapi David yang sedang emosi jauh lebih mudah dibandingkan dengan menghadapi Sera yang marah kepadanya. Sebenarnya aksi kali ini lebih pantas disebut merajuk. Dan hal ini juga seringkali mempersulit dirinya karena Sera selalu sengaja melakukannya. Wanita itu hanya diam, tak menanggapi satu pun ucapan Ardhi hingga laki-laki itu bingung harus bagaimana.“Se
Roda kehidupan berputar. Kebahagiaan dan ketenangan dalam hidup tak bertahan selamanya. Dan itu seringkali terjadi dalam hidup Ardhi dan Sera. Mereka sudah cukup terbiasa untuk bisa menghadapinya dengan kepala dingin saat masalah datang hingga sedikit menyisihkan kebahagiaan dan ketenangan selama satu bulan pasca hari pernikahan. David yang sempat ‘menghilang’ dan tidak muncul di acara keluarga itu kini menunjukkan batang hidung. Tepat satu minggu sebelum rapat direksi, David muncul di depan pintu apartemen Ardhi dan Sera. Dan bukannya langsung membukakan pintu untuk sepupu Ardhi itu, Ardhi dan Sera malah sibuk berdebat. Membiarkan David menunggu di balik pintu. “Kamu udah setuju kalau kita akan bicara dengan mereka. Kita, ardhi. Bukan cuma kamu sendiri.” Sera menantang Ardhi dengan tatapan tajam yang gagal membuat Ardhi terintimidasi. “Aku memang bilang gitu, Sera. Tapi nggak sekarang. Aku nggak tahu David mau bicara soal apa. Aku nggak tahu gimana suasana h
“Keluarga kamu ternyata nggak seburuk yang aku bayangin,” ucap Sera saat keduanya memasuki lift untuk naik ke lantai sebelas. “Maksud kamu?” “Mereka kelihatan tulus waktu ngasih selamat buat kita,” jelas Sera. “Mereka mulai sadar kalau nggak sepantasnya ngata-ngatain kamu dan menyisihkan kamu dari bagian keluarga Prasetyo. Mungkin beberapa orang masih akan meremehkan kamu dan menyebut kamu nggak layak menjadi bagian keluarga Prasetyo. Tapi kan kita nggak bisa memuaskan hati semua orang. So let it be. Lama-lama mereka akan capek sendiri.” Ardhi merangkulkan lengan di bahu Sera dan menariknya mendekat. Ia menciumi puncak kepala Sera berkali-kali. “Kamu juga harus tahu, kalau kamu memang pantas jadi istriku. Cuma kamu, Sera. Jangan lupakan itu.” “Aku nggak akan ada di sini sekarang kalau aku nggak yakin bisa bertahan sama kamu di tengah-tengah rumitnya hubungan keluarga. Aku bisa ngerti kok. Keluargaku juga banyak dramanya. Jadi aku bisa n
Sera pernah bermimpi memiliki pernikahan megah dengan pasangan tampan bak pangeran dalam negeri dongeng yang ceritanya pernah ia baca dan ia tonton kala masih SD. Seiring Sera tumbuh dewasa, khayalan itu perlahan mengabur. Ia mulai bisa berpikir realistis bahwa pangeran tampan berkuda putih yang akan jatuh cinta pada pandangan pertama kepadanya itu tidak akan pernah hadir dalam hidupnya. Sampai ia bertemu dengan Ardhi dan terlibat dalam jerat kehidupan pelik yang banyak tangis dan kesedihan, ia pun segera sadar bahwa hidup memang tidak seindah yang diceritakan dalam dongeng. Namun, tidak lantas hidup ini buruk.Sera sudah belajar banyak tentang kehidupan selama hampir satu tahun mengenal Ardhi. Bahagia itu ada dan hadir menjelma cinta dan kasih sayang yang ia dan Ardhi rasakan terhadap satu sama lain. Saling memahami dan saling mengerti satu sama lain adalah bentuk dari usaha mereka mencapai bahagia itu. Hari ini, bisa dibilang merupakan salah satu hari membahagiakan bagi Ser
Entah apa yang akhirnya David katakan kepada Arunika. Wanita itu tak lagi menemui Ardhi. Tak juga mengirimkan pesan ‘aneh’ yang memicu kesalahpahaman. David juga tidak merecoki Ardhi dengan segala tuduhan dan umpatannya yang memuakkan. Ya, sebenarnya beberapa hari yang lalu, Ardhi-lah yang sengaja meminta dengan baik-baik kepada David melalui telepon agar laki-laki itu menahan diri dulu untuk tidak membuat masalah baru dan berhenti menemui wanita yang sempat dikencaninya hanya demi menutupi rasa sakit hatinya karena Arunika. Untungnya, David mau mendengarkannya meski tak benar-benar memberikan respons yang baik. Dan kabar terakhir yang Ardhi dengar dari sepupu-sepupunya yang lain, David sedang ada urusan pekerjaan di Bali dan Arunika ikut serta. Ardhi cukup bersyukur akan hal itu karena ia bisa berfokus pada acara pernikahannya dengan Sera yang tinggal menghitung jam. Saat ini sudah tengah malam. Ia dan Sera ada di kamar Ardhi di rumah orang tuanya. Mereka dipaksa me