Home / CEO / I'm the Director / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of I'm the Director: Chapter 1 - Chapter 10

103 Chapters

PROLOG

"Bagas! Jadi, pekerjaan kamu selama ini tukang makanan?!""Intan?! Intan, kamu ngapain di sini?! Aku ... aku ... bukan … nggak …."Aku berusaha meraih lengan Intan—kekasih yang sudah lama menemani hari-hariku tanpa mengetahui profesi yang membuatku bisa cukup makan 3 kali dalam sehari. Wajahnya menunjukkan sebuah kekecewaan.Intan tak mau mendekat dan sangat menjaga jarak. Sangat jelas ia tidak menerimaku, dilihat dari kerutan di dahi serta tatapannya yang tampak terkejut. Dia mungkin tidak mau menerima kenyataan bahwa kekasih yang selama ini selalu ada untuknya hanya seorang tukang pengantar makanan yang memiliki hidup serba berkecukupan."Jangan deket-deket. Jangan mendekat! Gue nggak mau tangan kotor lo nyentuh gue! Dasar, malu-maluin!"Setelah menggeleng pelan sambil melihatku dengan penuh kejijikan, Intan melangkah pergi dari seonggok raga yang kini bergeming tak berdaya, memaksanya untuk tinggal.Aku sangat tahu kea
Read more

Kedatangan Karyawan Baru

"Ada perempuan yang mau bertemu dengan Bapak. Katanya, dia mau melamar pekerjaan sebagai sekretaris baru. Saya sudah bilang kalau perusahaan ini tidak butuh karyawan baru, tapi orangnya tetap mau bertemu Bapak.""Tidak becus kamu, Lina. Seharusnya kamu bisa meyakinkan dia kalau kita memang tidak butuh karyawan baru! Apa-apaan ini?!""Tapi, Pak. Orangnya—""Ya, sudah. Saya akan temui dia. Di mana perempuan itu sekarang?""Di ... depan ruangan Bapak."Aku menatap Lina, seorang receptionist di perusahaan yang aku kelola. Sambil menatap tajam, aku mendengkus kesal. Bagaimana bisa dia bekerja sangat tidak becus? Seharusnya dia dan satpam yang sudah digaji bisa bekerjasama dengan baik. Jika ada orang seperti perempuan yang dimaksud, dia dan sekuriti berkewajiban untuk mengusirnya.Aku pun melangkah ke ruang kerja yang berada di lantai tiga gedung raksasa ini. Perusahaanku memang terdiri dari tiga lantai. Di atas lantai 3 terdapat be
Read more

Laras Sukmawati

“Laras! Cepat, kemari!”Laras berjalan masuk ke ruanganku yang pintunya tak ditutup. Aku duduk berhadapan dengan Damar, seorang HRD yang seharusnya mengurus perihal lamaran pekerjaan.“Iya, Pak? Ada yang bisa saya bantu?” tanya Laras, begitu sopan.“Kenalkan, dia Damar, HRD di sini. Seharusnya, kemarin dia yang mengurus lamaran pekerjaan kamu di sini. Dokumen prestasi memang tidak penting bagi saya, tapi bagaimanapun juga, dokumen kamu akan tetap diarsipkan untuk menjaga kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi. Kamu pasti mengerti maksud say, kan? Silahkan berikan dokumen kamu pada Damar.”“Baik. Tunggu sebentar, saya akan ambil di meja saya.”Sementara itu, Damar menatap serius Laras yang tengah berjalan keluar dari ruangan.“Hei, Damar. Ada laporan apa hari ini? Beberapa hari ini saya tidak dengar laporan dari kamu.”Seketika itu, Damar terhenyak dan menolehkan panda
Read more

Hubungan Bos dan Karyawan

“Mau ke mana kamu?!”Laras yang berjalan untuk keluar dari gedung, lantas berhenti dan berbalik.“Saya ... mau makan siang, Pak.”“Ikut saya!” tandasku tegas.“Tapi, Pak. Saya mau makan—““Nanti. Kamu harus ikut saya sekarang juga. Tidak ada bantahan!”Laras mengangguk pelan, kemudian mengikuti langkahku menuju tempat parkir di luar gedung.“Kita mau ke—““Berhenti. Jangan bicara lagi. Jangan banyak tanya.” Aku membuka pintu mobil hitam elegan—CR-V. “Masuk!”Tak banyak tanya lagi, Laras segera masuk ke mobil.Sebelum jam makan siang tadi, seorang pria bernama Abdi Jaya memintaku untuk menemuinya di sebuah restoran hotel bintang lima. Abdi Jaya merupakan seorang investor bergelimang harta, sudah berpengalaman dalam investasi di bidang properti. Pria berusia 40 tahun yang pandai melihat peluang dalam ber
Read more

Rasa Penasaran

Hal yang paling aku benci adalah timbulnya rasa penasaran di setiap urusan orang lain. Tidak hanya terjadi sekali saja, tetapi dulu ketika aku mengenal Intan, berawal dari rasa penasaranlah yang membuat perempuan itu menjadikan bahuku sebagai sandarannya. Sangat sulit bagiku untuk mengendalikan perasaan ini ketika hadir di benak.Aku mungkin telah salah ingin ikut campur dengan urusan pribadi Laras, tetapi entah mengapa emosi kerap kali hadir ketika aku tidak berhasil mengetahui sesuatu yang ia tutup dengan rapat dariku. Sebagai manusia, aku tahu perilaku ini sangat kelewatan dan tak wajar. Bagi kebanyakan orang, aku bukan manusia. Aku tidak pantas menjadi seorang pemimpin, atasan, atau sesuatu yang mendeskripsikan kepemimpinan itu sendiri. Karena seperti yang semua orang tahu, aku terlalu memaksakan kehendak kepada mereka.“Laras, saya mau melihat schedule saya beberapa minggu ke depan. Tolong kamu bawakan dokumennya ke ruangan saya.”Setel
Read more

Sebuah Gelora

“Sayang? Kamu suapin aku, dong.”Aku hanya menatap kosong, tak merespons Cassandra yang duduk tepat di hadapanku.“Sayang? Kamu kenapa, sih? Hei ....” Cassandra menggapai pipi kiriku, berusaha membuat wajahku memandang ke arah dirinya. Namun, aku menepis tangannya pelan.“Bagas! Apa-apaan, sih, kamu? Kamu kenapa? Akhir-akhir ini kamu nggak peduli banget sama aku!” Cassandra mulai bernada tinggi, membuat gendang telingaku hampir pecah.“Saya tidak apa-apa.”“Aku tahu.” Cassandra menyipitkan kedua matanya, mencoba menebak-nebak apa yang terjadi dengan diriku. “Kamu sudah kena pelet, ya, sama sekretaris kamu itu?”“Cassandra! Apa-apaan kamu?! Jangan melibatkan orang lain! Saya cuma lagi capek tahu nggak! Dan kamu memaksa saya menemui kamu dalam keadaan seperti ini.” Suaraku tak kalah tinggi sehingga membuat Cassandra membelalakkan mata.“Oh, jadi be
Read more

Setegar Batu Karang

“Saya butuh gaji saya bulan ini, Pak.”“Gaji? Tanggal gajianmu masih lama, Laras. Seminggu yang lalu kami sudah transfer melalui rekening bank kamu. Lantas, kenapa kamu meminta gaji lagi untuk bulan ini sebelum tanggal gajian?”Laras duduk terpaku di hadapanku. Ia pijat pelipisnya. Aslinya yang lancip hitam terlihat berkeringat.“Iya, saya tahu, Pak. Tapi ... saya butuh uang,” ucapnya pelan.“Uang untuk apa?”Aku menyipitkan mata, mencoba menyelidiki ekspresi wajah perempuan di hadapanku.“Bapak tidak perlu tahu. Saya hanya ingin mengambil gaji saya lebih cepat karena saya sangat butuh. Saya janji akan bekerja lebih baik lagi.”“Tidak bisa!” Aku menggeprak meja sehingga Laras mengerjapkan mata, ia alihkan pandangannya ke sembarang tempat. “Kinerja kamu bulan lalu saja menurun, Laras. Saya tidak percaya dengan janji kamu itu. Ketika seseorang berjanji akan se
Read more

Perasaan Pelik

Beberapa hari ini, aku benar-benar tidak mood melakukan sesuatu. Semua pekerjaan sudah aku serahkan pada Laras, juga Damar selaku HRD. Meskipun hadir di kantor, aku hanya memangku kepala dengan tangan, menatap hampa, tak melakukan apa-apa. Tidak hanya itu, tetapi ketika berpapasan dengan Laras, aku tak berniat menyapa dirinya atau menegur tentang segala hal seperti yang biasanya aku lakukan.Kesalahan fatal. Aku tidak tahu perasaan apa yang sering datang akhir-akhir ini. Namun, seakan ambisiku pada perusahaan ini lenyap seketika. Aku juga tak peduli lagi jika Cassandra melaporkan pada ayahnya soal tindakanku beberapa hari lalu. Semua menjadi tidak penting.“Pak?”Tiba-tiba saja Laras ada di hadapanku, duduk sambil memiringkan kepala dan meneliti ekspresi wajahku.“Kamu?! Kalau masuk seharusnya—““Saya sudah mengetuk pintu beberapa kali, Pak. Tapi, Bapak tidak menyahut juga. Maaf kalau saya lancang masuk
Read more

Cinta Hanya Omong Kosong

Siapa sebenarnya pria di rumah sakit yang selalu dibesuk oleh Laras? Hingga kini, aku belum bisa mengambil kesimpulan. Seorang pria yang sepantaran denganku. Dibalut dengan infus, dan ia koma. Apakah suami perempuan itu? Tapi, aku pernah membaca salah satu dokumen di lamaran kerjanya, statusnya sama sekali belum menikah. Lalu, siapa dia?Aku berusaha keras memikirkan perihal ini dari beberapa hari yang lalu. Jika aku bertanya pada Laras, sangat tidak mungkin. Dia pernah bilang bahwa aku tidak seharusnya ikut campur dalam urusan pribadinya. Lalu, hingga saat ini aku juga belum melaksanakan perintah dari tua bangka—Bambang. Sangat berat hatiku untuk memecat Laras. Jika alasannya bekerja di perusahaan ini adalah untuk membiaya perawatan pria di rumah sakit itu, dan aku memecatnya, maka sudahlah pantas diri ini disebut sebagai orang yang tidak berkeprimanusiaan.“Bagas! Kenapa perempuan jalang itu belum juga kamu pecat?!” Cassandra nyelonong masuk ke ruan
Read more

Sebuah Pengakuan

“Mau apa lagi Anda datang ke kantor saya?”Bambang bertingkah semaunya, ia rebahkan badannya di sofa, membentang berselonjor kakinya sampai di meja sambil membuka halaman koran hari ini. Sedangkan sedari tua bangka itu masuk, Laras menunduk tak mampu mengangkat wajahnya.“Saya hanya mau melihat kehancuran kamu, Bagas. Karena kamu telah berani menyakiti anak saya, inilah akibatnya. Kamu pikir saya main-main dengan perkataan saya?” Bambang tertawa meremehkan.“Sayangnya saya tidak peduli. Anda bukan satu-satunya orang kaya di dunia ini. Masih banyak yang lainnya. Sekarang juga, saya minta Anda PERGI DARI SINI! Tua bangka iblis!”Bambang beranjak sambil meremas koran hingga berbentuk bulat, lalu ia buang sembarangan.“Kamu dan perempuan jalangmu, Bagas, sudah hancur.” Tua bangka tersebut berlalu pergi.Cukup lama terdiam, Laras mengangkat wajahnya. “S-sabar, ya, Pak ....”&ldquo
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status