Semua Bab KELAMBU MERAH JAMBU : Bab 61 - Bab 70

169 Bab

Berusaha Untuk Bijaksana

It's must be impossible to do!Walaupun bumi dan langit menyatu lalu seluruh dunia ini hancur lebur, aku nggak mungkin membiarkan Kenzy menikahi Elize. Nggak mungkin, kecuali tiba-tiba napasku terhenti dan nggak bisa berbuat apa-apa lagi untuk mencegahnya. Nggak,  nggak mungkin, kecuali Kenzy mau semuanya hancur dan berakhir. Semuanya, tanpa kecuali. Terutama status suami isteri kami yang sebatas di atas kertas. Yeaaahhh, di atas kertas yang efek ledakannya lebih dahsyat dari pada bom nuklir. Tentu saja Kenzy lupa. Iya, kan? Bagaimana dengan Papa Snoek dan juga Papa, kalau sampai itu terjadi? Okeee, okeee. Kesampingkan saja dulu tentang perasaanku yang sudah lebih halus dari pada daging cacah. Lantas, apa arti dari semua ini? W
Baca selengkapnya

Speechless!

De swiiing! Betapa hebohnya aku ketika menatap layar Tulip dan ternyata ada dua puluh satu voice calls, tujuh missed calls dan tiga video calls dari Papa. Wuaaahhhh, pasti Papa sedang menderita kuadrat di Yogyakarta Hadiningrat sana, gara-gara puteri semata wayangnya ini nggak mengangkat semua panggilan darinya. Well, kalau begitu aku harus segera menghubungi Papa, sekarang juga. By the way, Elize di mana? Kok, nggak kelihatan, disembunyikan Kenzy di mana?  Hehe. Kasihan deh, boneka Kenzy yang satu itu. Harus rela disembunyikan dari radar Papa dan Papa Snoek. Aku sih, merdeka! Ternyata, Papa sedang sibuk di kantor. Katanya ada
Baca selengkapnya

There is A Will There is A Way

Om Dirga, Kenzy dan Zio mengelilingi tempat tidurku di kamar. Masih terlalu lemah rasanya untuk sekadar duduk bersandar, jadi aku hanya meninggikan susunan bantal. Om Dirga menyingkap 'pintu' kelambu dan mengaitkannya. Kerincingan boneka yang tersenggol menimbulkan suara kerincing, kerincing, kerinciiing …! Zio menyeret kursi belajar dan duduk di kaki tempat tidur sedangkan Kenzy duduk di tepi tempat tidur, sejajar dengan perutku. Om Dirga, berdiri bersedekap di samping jendela. Suasana menjadi seperti kibaran bendera setengah tiang.  Aku sudah mulai menangis---entah mengapa, padahal sudah lebih baik, nggak terlalu sakit lagi---ketika Om Dirga membuat intro dengan berbasa-basi menanyakan kondisiku. Rasanya, ooohhh, rasanya seperti terjatuh dari ketinggian. Bagaimana dengan Elize sekarang? Benarkah bayi yang dikandungnya itu anak Kenzy? Kalau bukan, mengapa keluarganya menuntut Ken
Baca selengkapnya

Keyakinan Papa Snoek

So fresh!Sejujur-jujurnya kukatakan, bersepeda bersama Zio membuatku merasa segar kembali. Segar, seperti baru saja menyantap semangkok es campur di puncak kegerahan. Ummm, atau semangkok soda gembira setelah seharian sibuk dengan segudang aktifitas yang memeras keringat. Sayang sekali, perasaan segar itu hanya berlangsung selama beberapa menit, sebelum akhirnya sampai di rumah. Eh, bukan! Bukan berarti aku nggak suka berada di rumah atau semacamnya. Suka, kok. Kan, ini rumahku? Rumah pemberian Papa Snoek. So sweet nggak, sih? Papa Snoek sudah mengganti hak kepemilikan rumah ini atas nama aku,  Anyelir Nuansa Asmara. Sssttt, it is secret. Jangan sampai Kenzy tahu, oke? Kata Papa Snoek, "Papa nggak mau Kenzy terus-menerus berga
Baca selengkapnya

Jawaban Elize

De swiiing, duaaarrr!Ternyata pertempuran antara Kenzy dan Elize masih berlangsung seru, ketika aku turun. Elize merangsek masuk dari pintu belakang sedangkan Kenzy justru menghalanginya dengan mengganjal pintunya. Ya ampuuun!  Bagaimana bisa dia menyeret rak buku super besar itu ke sana? O'ooo, meja teleponnya sudah seperti kapal Titanic menabrak karang es. Hanya bisa berharap, semoga teleponnya nggak rusak. Sebenarnya, aku ingin melerai tapi nggak tahu apa yang harus kulakukan. Akhirnya, karena bingung dan semakin panik, aku menelepon Zio untuk meminta bantuannya. Sayang sekali, dia sedang ada acara bersama Gymnastics Community di Utrecht. Jadi, baru bisa ke sini setelah acaranya selesai. 
Baca selengkapnya

Jangan Ambil Kenzy Sekarang!

Time flies so fast! Sudah Selasa lagi, Hari Sampah lagi. Oke, dimulai dari lantai paling atas dulu, hehe. Walaupun bisa dikatakan sangat sangat sangaaat jarang menginjakkan kaki di lantai tiga plus balkonnya, aku ingin membersihkan rumah secara total hari ini. Yeaaahhh, aku kan, ibu rumah tangga yang baik? Rapi, bersih dan wangi. Hehe. Siapa dulu dong, papanya? Palung Segara Asmara gitu, looohhh! Tap, tap, tap!Perlahan-lahan namun pasti, aku menaiki tangga. Langsung menuju lantai tiga tanpa ada niat sedikit pun untuk berhenti di lantai dua. Untuk apa? Mengintip Kenzy yang masih terlelap di alam mimpi? Oh, wait a moment, please! Kenzy di
Baca selengkapnya

Roses for Kenzy

Dalam suasana hati yang timbul tenggelam, aku melangkah keluar dari ruang konsultasi. Om Dirga mengikuti di belakang. Jangan tanyakan lagi, bagaimana terserpihnya perasaanku saat ini. Oh, ampas kopi pun masih lebih bagus dan bermanfaat. Eh, sorry, mungkin aku ngelantur. Tapi sejujur-jujurnya kukatakan, nggak bisa menggambarkan segenap perasaan ini dengan kata-kata. Well, terlalu abstrak. "Anyelir!" tenang, Om Dirga memanggilku. Panggilan yang dalam sekejap mata menghentikan langkah sekaligus menolehkan leherku ke samping. Tap, tap, tap! Om Dirga mempercepat langkah, mendekatiku. Sekarang, kami berdiri berhadapan, saling menatap dan
Baca selengkapnya

Never Giveup!

Dug! Begitulah bunyi detak jantungku ketika tiba-tiba Zio menghentikan mobilnya di tepi sebuah danau kecil. Eh! Dimana ini? Zio membawaku kemana? Katanya, katanya mau mengantarkan aku ke rumah sakit? Katanya lagi, Kenzy sudah sadar dan ingin bertemu denganku sekarang. Oooh, ooohhh, my God!  Apakah Zio yang selama ini aku kenal hanyalah sebuah topeng juga, sama seperti Elize. Sandiwara. Sebundel cerita fiksi yang dengan kata lain, aku sudah tertipu besar-besaran. Haha. Haha. Pasti karena aku bodoh, kan? Lemah dan kadang-kadang terlalu mudah percaya. Tersihir oleh fatamorgana. "Anyelir, let's go down, with me!" kata Zio tanpa perasaan rikuh ataupun bersalah sedikit pun, "I will show you a beautiful thing to night …?"
Baca selengkapnya

Merasa Bersalah

Jelas dong, aku merasa sangat bersalah, walaupun nggak ada seorang pun yang menyalahkanku. Papa Snoek pun nggak. Berterima kasih malah, karena sudah berhasil membuat Kenzy membangun tekad dalam dirinya untuk berhenti mengkonsumsi obat-obatan terlarang di seluruh penjuru dunia itu. Berhasil membuat Kenzy memusnahkan semua minuman kerasnya, tanpa sisa. Bahkan botol bekasnya pun nggak ada yang tertinggal. Apakah yang membuatku merasa bersalah? Kalau boleh jujur, pertengkaran kami dua malam yang lalu. Malam Selasa, sebelum kami masuk ke kamar masing-masing untuk istirahat. Well, sebenarnya aku belum pernah bertengkar dengan siapapun sebelumnya. Jangankan bertengkar, berbantah-bantahan saja rasanya nggak bisa. Nggak suka dan nyaris
Baca selengkapnya

Life Must Go On, Kan?

Dua puluh empat jam!Itu waktu yang kumiliki untuk menyiapkan kamar Papa Snoek dan sekarang aku terbelalak dalam arti yang sesungguhnya. Ini sudah jam sembilan lebih sepuluh menit.  Artinya, harus segera berlari ke halte bus. Well, kalau nggak mau tertinggal bus yang berangkat jam sembilan lebih dua puluh menit. Nah, pulang sekolah nanti, harus segera pulang ke rumah tanpa acara 'sekalian mampir' dimana pun dan dalam bentuk apapun. Warning! No window shopping, allright? Sampai di rumah, langsung membersihkan kamar tamu di lantai tiga dan segala keperluan Papa Snoek. Eh! Memangnya apa saja yang diperlukan Papa Snoek selama di sini? Kenapa bisa lupa menanyakan pada Om Dirga tadi? O'ooo, nggak ada waktu lagi sekarang. Kecuali aku
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
17
DMCA.com Protection Status