Home / Romansa / KELAMBU MERAH JAMBU / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of KELAMBU MERAH JAMBU : Chapter 41 - Chapter 50

169 Chapters

Kunci Kamar dan Sahabat

Wooow, amazing tralala! Ternyata, ketika aku kembali dari ruang laundry, tuang baca sudah bersih dan kinclong. Siapa lagi yang mengerjakan semua itu kalau bukan Kenzy? Sekarang hanya tinggal menyedot debu saja. Eh, mengepel juga, sih. Tapi kan, itu belum pernah terjadi selama ini? Jadi, yaaa, rasanya seperti mendapatkan big surprise. Sungguh, kalau nggak malu, ingin rasanya jingkrak-jingkrak atau minimal melompat sekali lalau mengatakan, "Yes!" Lebih amazing tralala lagi, Kenzy meminta vacuum cleaner itu dariku dan dia sendiri yang menyedot debu---bukan hanya di karpet bulu tapi juga di seluruh lantai---dengan wajah ceria. Dalam hati sempat bertanya, apakah ini mimpi? Apakah ini imajinasi? Ooohhh, jangan-jangan aku sudah mulai
Read more

Mantan Best Friend

Byuuutttzzz! Tante Theodora bercerita banyak tentang hari-harinya selama nggak ada aku. Nggak sering berkunjung ke rumah mereka, maksudnya. Jujur, aku nggak pernah menyangka kalau sampai sebesar itu Tante Theodora    merindukanku. Elize juga nggak pernah cerita. Ummm, ya ... Akan berbeda pastinya, kalau demi senyum bahagia Tante Theodora. Sungguh. Sebenarnya, aku orangnya nggak tegaan, lho. Jangankan dengan Tante Theodora yang sudah kukenal dan menjadi dekat, dengan orang yang baru kenal atau nggak kenal sama sekali pun, begitu adanya. Sssttt, ini bukan pencitraan! "Mama was missing you so much, Anya!" Elize menambahkan d
Read more

Jangan Salah Lagi

Sore ini, aku sudah memutuskan untuk mengosongkan hidupku dari yang namanya sahabat, siapapun itu. Jahat. Jahat. Jahat. Semua jahat, pengkhianat. Ciaaat, ciaaattt! Cukup berteman saja, nggak perlu sampai ke level sahabat. Apalagi sahabat dekat. No, no, nooo!Big no!Final. Semuanya sudah final, bagiku. Mengapa begitu? Elize. Nggak mungkin lagi memasukkannya ke dalam alur cerita hidup ini. Baik dari pintu, jendela atau celah masuk mana pun. Sekali berkhianat, nggak akan mudah bagiku untuk mempercayainya lagi. Nggak, nggak akan pernah. Begitu juga dengan Arunika dan Shopia. Well, William juga. Semuanya. Titik. 
Read more

Hari Yang Kacau Balau

De Commitment. Aku membacanya berulang-ulang pagi ini, entah berapa kali, sampai air mataku berubah menjadi darah. Tentu saja. Kertas putih polos bermaterai itu kini telah menjadi sesuatu yang paling menakutkan sekaligus mengancam. Mencekam. Aku lupa, sungguh lupa, kalau di sana juga tertulis tentang aturan main untuk kami selama tinggal di Belanda. What is that? Khusus untuk Anyelir, dilarang keras bekerja di luar rumah. Dia hanya boleh bekerja di dalam rumah, mengurus rumah. Satu-satunya kegiatan yang boleh dia lakukan di luar rumah adalah sekolah bahasa Belanda dan refreshing bersama Kenzy. Peraturan ini tidak berlaku untuk keperluan berbelanja kebutuhan Rumah Tangga dan Pribadi. 
Read more

Lukisan Abstrak

Lima menit lagi, kelas dimulai. Sebisa mungkin,  aku menyusut air mata, menyekanya dengan tissue yang disodorkan Sophia. Jangan tanyakan lagi, bagaimana penampilan fisikku sekarang! Sudah pasti lebih abstrak dari pada yang tadi lagi. Nggak jelas, kalau istikah Arunika. Ruwet lah, kalau istilah Galih. Abstrak, nggak jelas dan ruwet yang artinya sampai lupa, untuk tujuan apa aku berada di Amterdam pagi ini. Juga lupa, kalau kemarin sore sudah memutuskan untuk mengosongkan hidup dari yang namanya sahabat. Sekosong-kosongnya, termasuk Sophia. Mumpung belum terlalu jauh melangkah. Belum terlalu banyak kenangan yang tercipta di antara kami. Iya, kan? "Thanks, Sophia!" aku mengungkapkan perasaan tulus itu sambil menguncir rambut
Read more

Obat Patah Hati

Jlep, plaaasss! Dengan mengesampingkan semua cerita William tentang Tante Vanessa---ibunya, yang ternyata baru meninggal dua minggu lalu karena kangker otak yang telah lama dideritanya---aku mengerahkan segenap konsentrasi untuk mencari nama Arunika di facebook. Gagal total, seratus persen. Sekarang, dengan jantung yang mulai berdetak super kencang, sekencang genderang mau perang, aku mencari padanan namanya. Itu, nama-nama yang pernah digunakannya untuk menamai akun facebooknya. Siapa tahu kan, dia sudah mengganti nama akunnya? Yeaaah dan karena aku nggak pernah online, Arunika memutuskan untuk nggak memberi tahu tentang hal itu ya, kan? Aku juga nggak mengerti, mengapa Arunika sering sekali mengganti nama akun. Nggak seperti
Read more

Canda Tawa Yang Tak Terduga

Dalam detik-detik yang berdetak begitu lambat, seolah-olah slow motion mode on dalam sebuah adegan film, aku mendelik ke arah Kenzy. Sikap yang terlalu berani menurutku, mengingat jarak kami yang terhitung dekat. Well, dia berada di seberang meja. Ummm, bagaimana lagi? Bisa-bisanya dia bercanda seperti itu, ibarat anak panah, tepat tertancap di jantungku. Oh, nooo! Not at all, aku nggak sepatah hati itu, kok. Hanya merasa janggal dan sakit karena didepak dari Life Circle. Life Circle. Galih, Arunika dan aku, sepakat menamai persahabatan kami dengan Circle Life. Segitiga Kehidupan. Wooow, amazing tralala, kan? Kata circle-nya, aku yang mencetuskan sedangkan kata life, Galih dan Arunika yang menambahkan. Tadinya aku mengusulkan Circle Friendship tapi mereka kurang setuju. Menurut mereka, feel-nya kurang kental.
Read more

Get Well Soon, Papa!

Segera, tanpa berpikir panjang dan berliku-liku, aku menyeret tubuh kembali ke dalam tanpa melihat ke arah Kenzy lagi. Entah apa yang dilakukannya di sana, sekarang. Bagaimana perasaannya terhadap sikapku yang nggak biasa tadi. Rasanya, ooohhh, rasanya seperti pencuri yang tertangkap basah. Bedanya, bahkan aku nggak tahu, apa yang telah aku curi? Biasanya, jangankan melongok ke luar pintu, memandang ke arah pintu pun aku nggak pernah. Lebih tepatnya, nggak sudi. Untuk apa? Melepas kepergian Kenzy yang tanpa permisi dan basa-basi? No, no, no. Big no. Well, kadang-kadang aku sampai lupa mengunci pintu. Itu yang paling berbahaya, sebenarnya. Bukan, ini bukan tentang orang lain tetapi Kenzy.  So far so good sih, hanya sedikit
Read more

Kenyataan dan Trauma

Dengan penuh semangat perjuangan, aku mendorong troli yang penuh dengan belanjaan keluar dari kopermolen. Sebenarnya, ummm, biasanya aku nggak pergi berbelanja seorang diri, karena selalu ada Elize yang menemani. Bisa dikatakan, ini belanja besarku yang pertama setelah kepergiannya. Ya, yaaahhh, tentu aku lebih senang begini … Kalau boleh jujur, masih sakit rasanya jika teringat akan hal itu. Maksudku, Elize yang tega menjalankan BSLS (Back Street Love Story) bersama Kenzy. Bayangkan!Dia bahkan sampai hati memberikan kunci pintu kamarku pada Kenzy. Well, padahal kan dia paham, kalau itu benteng perlindunganku dari Kenzy. Apa, sahabat model apa itu, namanya? Aku sih, sama sekali nggak menyesal kehilangan dia, sungguh. Untuk apa bert
Read more

Blank in Hoaxes

Blank. Blank. Blank. Itu yang kurasakan begitu sampai di depan pintu pagar. Kosong dalam arti bingung, dengan semua yang terjadi dalam hidupku akhir-akhir ini. Lebih tepatnya, semenjak memergoki Elize dan Kenzy menikmati kemesraan mereka di depan rumah Elize. Begitu menikmatinya kukira, sehingga tak ada seorang pun yang menyadari keberadaanku di sana. Di jalan kecil menuju rumah kami yang jaraknya tak lebih dari lima belas meter. Kalau Elize dalam posisi membuka mata, seharusnya ekor matanya bisa menangkap bayanganku. Rasionalnya begitu, bukan? Ya ampuuun, aku kan, bukan patung yang terekat di jalan? Kecuali, yeaaahhh, dia sengaja melakukan itu untuk membakar hatiku sampai hangus.
Read more
PREV
1
...
34567
...
17
DMCA.com Protection Status