Aku yakin, saat ini wajahku sudah seperti kertas putih polos yang diarsir dengan warna merah bata. Bagaimana nggak? Sungguh, kupikir itu tadi Tante Martinna. Itulah mengapa aku menyapa dengan ramah, "Yes, please, wait for a moment!" Bukan untuk menyapa Kenzy! Tapi namanya iuga Kenzy ya, kan? Dia langsung memasang wajah sumringah kuadrat, begitu aku membuka separuh pintu. Hueeekkk, rasanya seperti tersedak dosa. Dalam hati aku memaki dan merutuki diri sendiri, banyak sekali. Sebanyak butiran daging sapi cacah yang ada di dalam pizza sayuran yang sudah tersimpan manis di kantong kertas, di tanganku. Ah, lebih, aku yakin. Salah satunya, 'Makanya, lain waktu dilihat dulu, siapa yang datang. Jangan langsung greetings dan bera
Read more