Home / Fantasi / Zero: Forgotten Lost (INDONESIA) / Volume 1 Chapter 1: Kerajaan Thalos

Share

Volume 1 Chapter 1: Kerajaan Thalos

Author: Zeetsensei
last update Last Updated: 2024-12-16 21:52:19

Hari itu cerah meski suhu udara masih terasa dingin, menandakan musim dingin yang belum sepenuhnya berakhir di Kerajaan Thalos. Fabio, yang masih lemah dan hampir tidak ingat apa-apa, berjalan dengan hati-hati di jalanan kerajaan yang luas. Thalysa berjalan di sampingnya, diikuti oleh Baizhu yang tetap menjaga jarak namun jelas mengamati setiap langkah mereka. Udara yang tajam mengingatkan Fabio pada perasaan aneh yang menguasainya—kehilangan sesuatu yang penting, namun tidak tahu apa.

Kerajaan Thalos, benteng terakhir peradaban manusia setelah Cataclysmic Catastrophe, tampak sebagai dunia yang bertahan hidup di tengah kehancuran. Terletak di dataran tinggi yang aman dari bencana besar, kerajaan ini memiliki ciri khas arsitektur megah yang sudah sedikit usang, meski masih memancarkan aura kekuatan yang tak tergoyahkan.

Saat mereka melangkah melalui jalan utama ibu kota, Fabio tak bisa menahan kekagumannya. Di sepanjang sisi jalan, tembok-tembok besar yang dibangun dari batu hitam dan granit kokoh memancarkan nuansa kuno, dilapisi dengan ukiran-ukiran rumit yang menceritakan kisah pertempuran dan keagungan masa lalu. Di bagian atas tembok, terdapat menara-menara penjaga yang menjulang tinggi, seolah siap menghadapi ancaman dari luar.

"Kerajaan ini telah bertahan lebih lama dari yang diharapkan banyak orang," kata Thalysa, suaranya tenang, seolah bercerita tentang sesuatu yang sudah lama diketahui. "Setelah bencana besar, banyak kerajaan dan kota hilang, namun Thalos tetap berdiri karena keunggulannya dalam pertahanan dan penggunaan sihir."

Fabio mengangguk perlahan, meski masih mencoba memproses semuanya. Thalysa melanjutkan, "Kerajaan ini dibangun di atas bekas kekuatan kuno. Dulu, Thalos adalah pusat peradaban dengan teknologi dan sihir yang sangat maju. Para penyihir yang ada di sini belajar dari pengetahuan kuno yang ditemukan di perpustakaan besar mereka."

Baizhu yang berjalan di belakang mereka menambah, "Sihir bukan hanya alat kekuatan di Thalos, tapi juga cara hidup. Hampir semua aspek kehidupan di sini melibatkan sihir—baik untuk pertahanan, pekerjaan sehari-hari, atau bahkan seni."

Fabio memandang sekitar, matanya tertuju pada kehidupan yang sedang berlangsung di depan matanya. Beberapa orang berjalan dengan cepat di sepanjang jalan, beberapa memikul beban berat, sementara yang lainnya berbicara di antara kelompok-kelompok kecil. Namun, ada satu hal yang langsung menarik perhatiannya—setiap orang tampaknya menggunakan sihir dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Di sebuah pasar yang sibuk, seorang pria sedang berdiri di depan meja, menggosok permukaan pedang besar yang tampaknya telah digunakan dalam pertempuran. Dengan gerakan tangan yang halus, ia mengarahkan tangannya ke pedang itu, dan dengan sentuhan ringan, pedang itu mulai bersinar, seolah-olah kekuatan tersembunyi dalam logam itu bangkit kembali. Pedang yang tadinya tampak usang dan berkarat kini terlihat berkilau seperti baru ditempa. Fabio menyaksikan dengan heran, matanya terfokus pada keajaiban yang begitu alami bagi penduduk kerajaan ini.

"Di sini, sihir adalah bagian dari setiap pekerjaan," Thalysa menjelaskan, melihat arah pandang Fabio. "Mereka yang dilatih dalam sihir tidak hanya bertarung dengannya, tetapi menggunakannya untuk memperbaiki dan menciptakan. Bahkan pedang dan panah yang digunakan pasukan kerajaan diperbaiki dan diciptakan dengan sihir, memungkinkan mereka untuk memiliki senjata yang lebih kuat dan lebih tahan lama."

Tak jauh dari sana, seorang wanita muda sedang mencuci pakaian. Namun, alih-alih mencucinya dengan tangan, ia memanggul tongkat sihir yang tampaknya dipenuhi energi. Dengan gerakan lembut, dia mengarahkan tongkat itu ke air yang mengalir di dekatnya, dan seketika, air itu mulai berputar di udara, mengangkat kotoran dan noda dari pakaian yang sudah lusuh. Hanya dengan gerakan halus dari tongkat, pakaian itu tampak bersih dalam waktu singkat, seolah-olah keajaiban kecil sedang dikerjakan di hadapannya. Fabio takjub dengan kecanggihan itu. "Mereka menggunakan sihir untuk mencuci pakaian?" tanyanya dengan kebingungannya.

"Ya," jawab Thalysa sambil tersenyum samar. "Sihir memungkinkan kita untuk mengurangi usaha fisik dan menghemat waktu. Bahkan pekerjaan sehari-hari yang paling biasa pun bisa menjadi lebih efisien jika diimbangi dengan sihir."

Fabio mengangguk, mencerna kata-kata Thalysa. Lalu pandangannya beralih ke sebuah bengkel senjata yang ramai, di mana beberapa pandai besi sedang bekerja dengan antusias. Namun, kali ini mereka tidak menggunakan palu biasa untuk menempa logam, melainkan menggunakan sihir api untuk melelehkan dan membentuk pedang dan perisai. Seorang pandai besi yang tampaknya sudah berpengalaman mengarahkan tangannya ke tungku besar, dan dalam sekejap, api menyala dengan intensitas yang sangat tinggi. Pedang yang setengah jadi itu segera dipanaskan dan ditempa dengan menggunakan sihir, menciptakan pola logam yang menakjubkan dan tampak sangat kuat.

"Di Thalos," Baizhu menjelaskan, "keterampilan pandai besi dan sihir bekerja bersama. Bahkan senjata terbaik yang digunakan oleh pasukan kerajaan diciptakan dengan bantuan sihir. Menggabungkan keterampilan manual dan sihir memberikan keuntungan strategis yang besar dalam bertahan hidup setelah bencana besar."

Fabio menyaksikan semua ini dengan penuh kekaguman. Dunia ini—kerajaan ini—terlihat begitu berbeda dari dunia yang dia ingat, meskipun dia tidak tahu pasti apa yang telah hilang dari dirinya. Setiap sudut yang dilihatnya dipenuhi dengan keajaiban yang begitu alami dan terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari.

Namun, ada perasaan aneh yang menggelayuti pikirannya. Dia merasa terhubung dengan sihir ini, meskipun tidak tahu bagaimana atau mengapa. Sesuatu dalam dirinya berkata bahwa dia juga memiliki tempat di dunia ini—entah sebagai seseorang yang terlupakan, atau sebagai bagian dari cerita yang lebih besar.

-Cataclysmic Catastrophe-

Saat mereka berjalan melintasi pasar yang sibuk, dengan hiruk-pikuk orang yang beraktivitas, Fabio mendengarkan percakapan ringan yang berlangsung di sekelilingnya. Namun, kata-kata Cataclysmic Catastrophe yang diucapkan Baizhu tiba-tiba memecah pikirannya. Kata itu terdengar begitu berat dan memiliki makna yang dalam, seperti sesuatu yang mengubah segalanya.

Tiba-tiba, rasa penasaran membanjirinya, dan dia tak bisa menahan diri untuk bertanya. "Apa itu Cataclysmic Catastrophe? Mengapa itu begitu penting bagi dunia ini?"

Thalysa, yang sepertinya sudah memperhatikan bahwa Fabio semakin banyak bertanya tentang dunia yang asing baginya, berhenti sejenak dan memandangnya. Ada kilatan di matanya, sebuah tanda bahwa dia telah menunggu pertanyaan ini.

"Ah," Thalysa mengangguk pelan, suaranya menjadi lebih serius dan reflektif. "Kau pasti belum tahu banyak tentang masa lalu, bukan? Cataclysmic Catastrophe adalah peristiwa yang mengubah segalanya. Bukan hanya bagi Thalos, tapi untuk seluruh dunia. Sebuah kehancuran besar yang datang seperti badai, dan dunia tidak pernah sama setelah itu."

Fabio berjalan lebih dekat, mendengarkan dengan cermat, merasa semakin tertarik dengan kisah yang akan diceritakan Thalysa.

"Cataclysmic Catastrophe," lanjut Thalysa, "bukan hanya bencana alam atau perang. Itu adalah sebuah peristiwa yang menghancurkan tatanan dimensi dunia kita. Beberapa ilmuwan dan penyihir besar di masa lalu, termasuk mereka yang tinggal di Thalos, mencoba mengakses kekuatan yang lebih tinggi, lebih dari sekadar sihir biasa. Mereka menginginkan pengetahuan yang lebih besar, ingin menguasai kekuatan yang belum pernah ada sebelumnya."

"Pengetahuan yang lebih besar?" Fabio bertanya, mencoba menyusun potongan-potongan informasi yang mulai ia terima.

"Ya," Thalysa menjelaskan, wajahnya terlihat lebih serius. "Mereka mencari cara untuk mengakses dimensi lain, Kekuatan yang digunakan Primodial Zero, menggunakan kekuatan kosmik yang jauh melampaui kemampuan manusia. Beberapa percaya mereka bisa mengendalikan kekuatan ini, mengubah nasib dunia dengan cara yang lebih baik. Tapi mereka salah. Mereka tidak bisa mengendalikan kekuatan yang mereka coba panggil."

Fabio membeku sejenak, membayangkan gambaran yang menyakitkan. "Mereka membuka gerbang ke dimensi yang tak terkontrol… dan itu menghancurkan dunia?"

"Persis," Thalysa menjawab dengan nada yang lebih dalam. "Mereka tidak tahu bahwa dengan membuka gerbang itu, mereka membiarkan kekuatan gelap dan perwujudan entitas yang lebih tua masuk ke dunia ini. Itu adalah saat ketika Nyxaroth, makhluk dari dimensi lain, muncul. Mereka adalah hasil dari pertemuan antara dunia kita dan dunia yang lebih gelap, sebuah dunia yang penuh dengan kehancuran dan kekuatan yang tak terbayangkan."

Fabio merasa hatinya berdegup lebih cepat saat Thalysa melanjutkan. "Bencana itu menciptakan jurang besar antara dimensi kita dan dunia lain. Itu juga merusak tatanan fisik dan magis dunia ini, menyebabkan cuaca yang tak terduga, tanah yang hancur, dan makhluk-makhluk mengerikan muncul di dunia yang dulunya damai. Sebagian besar umat manusia pun terhapus dalam kehancuran itu."

Fabio terdiam, mencoba menyerap segala informasi yang baru saja dia terima. Dunia ini… dunia yang ia bangun dari sisa-sisa yang mengerikan, ternyata dihancurkan oleh tangan-tangan manusia itu sendiri—dengan keinginan untuk menguasai sesuatu yang tak mereka pahami.

"Setelah Cataclysmic Catastrophe, umat manusia harus bertahan hidup di tengah sisa-sisa kehancuran. Banyak kerajaan runtuh, dan wilayah yang dulu subur kini menjadi gurun atau rawa yang berbahaya. Sihir yang awalnya dianggap sebagai kekuatan terlarang kini menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, karena itu adalah satu-satunya cara untuk bertahan hidup dan melawan makhluk-makhluk seperti Nyxaroth," lanjut Thalysa, matanya melayang jauh, seolah mengingat masa-masa kelam itu.

"Dan di tengah semua kehancuran ini, Thalos tetap berdiri sebagai benteng terakhir, karena keunggulannya dalam pertahanan dan sihir. Namun, kami tidak pernah benar-benar pulih. Cataclysmic Catastrophe tidak hanya merusak dunia fisik, tetapi juga meninggalkan bekas dalam jiwa umat manusia."

Fabio bisa merasakan kekuatan cerita itu, seolah dunia di sekitarnya bergetar dengan gema dari masa lalu yang gelap. "Dan sekarang," Thalysa melanjutkan dengan nada yang lebih rendah, "sekarang kita hidup di dunia yang terbagi—antara manusia yang berusaha membangun kembali peradaban, dan makhluk-makhluk dari dimensi yang lebih gelap yang selalu mengancam. Semua itu adalah akibat dari Cataclysmic Catastrophe."

Fabio merasa berat hati, seakan beban sejarah dunia ini menindih dadanya. “Jadi, sihir ini… semua ini karena Cataclysmic Catastrophe?”

Thalysa mengangguk. “Sihir itu adalah hadiah sekaligus kutukan. Ia muncul sebagai hasil dari kehancuran itu. Namun, tak semua orang menggunakannya untuk kebaikan. Beberapa di antara kami memanfaatkannya untuk membangun, sementara yang lainnya, seperti Nyxaroth, menggunakannya untuk merusak.”

Fabio menatap ke langit biru di atas mereka, seolah dunia yang dijelaskan Thalysa perlahan mulai terungkap, meski ia merasa dirinya masih terjebak dalam kabut ketidakpastian. Namun, satu hal terasa jelas dalam benaknya—dunia ini penuh dengan konflik yang tak terpecahkan, dan dirinya, yang begitu lemah dan terlupakan, mungkin adalah bagian dari cerita besar yang belum terungkap sepenuhnya.

Related chapters

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 1 Chapter 2: Konflik Kakak Adik

    Saat mereka berjalan lebih dalam ke ibu kota, suasana yang tenang dan penuh harmoni tiba-tiba terpecah oleh suara langkah cepat yang menghampiri. Seorang prajurit kerajaan, mengenakan pelindung tubuh dan membawa senjata, datang dengan tergesa-gesa. Wajahnya tampak tegang, matanya tidak bisa menutupi kecemasan yang mendalam."Komandan Baizhu!" prajurit itu berkata dengan nada terburu-buru, berhenti di depan Baizhu. "Ada masalah di hutan, tempat kita menemukan pria itu. Kami menemukan jejak-jejak aneh dan beberapa makhluk tak dikenal. Kami membutuhkan bantuan segera."Baizhu segera mengerutkan alis, ekspresinya langsung berubah serius. "Apa maksudmu dengan 'makhluk tak dikenal'? Kami baru saja meninggalkan tempat itu, tidak ada yang bisa melacak ke sana dalam waktu singkat."Namun, prajurit itu menggelengkan kepala. "Kami menemukannya hanya beberapa jam setelah pertemuan itu, dan jejaknya sangat aneh. Tidak seperti makhluk biasa. Kami khawatir jika ada bahaya lebih besar yang mendekat."

    Last Updated : 2024-12-16
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 1 Chapter 3: Nyxaroth Primus

    Saat Thalysa dan Fabio berjalan lebih dalam melalui ibu kota, menikmati keindahan dan kehidupan sehari-hari yang penuh harapan, udara yang seharusnya tenang mendadak berubah. Sebuah ledakan besar mengguncang tanah, menggoyahkan bangunan-bangunan di sekitar mereka, dan membuat jalanan yang semula damai menjadi hening sesaat. Tanah bergetar dengan kekuatan yang tak terbayangkan, dan suara dentuman itu menggema melalui udara, merobek keheningan kota. Orang-orang di sekitar mereka langsung panik, berlarian mencari perlindungan.Fabio berhenti sejenak, tubuhnya tegang. Mata Thalysa terfokus ke arah utara, ke arah hutan yang terletak di luar benteng—tempat mereka sebelumnya menemukan sisa-sisa pertempuran melawan Nyxaroth. Sebuah rasa yang tak bisa dijelaskan merayap di dalam dirinya, mengingatkan pada perasaan aneh yang selalu menyelimuti tubuhnya sejak pertama kali ia terbangun di dunia ini."Thalysa, apa itu?" tanya Fabio, suara penuh kecemasan."Aku rasa itu dari hutan," jawab Thalysa,

    Last Updated : 2024-12-17
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 1 Chapter 4: Kebenaran

    Malam yang mencekam menyelimuti hutan, dan udara terasa lebih berat dengan setiap langkah mereka. Keempatnya melanjutkan perjalanan dengan hati-hati, berusaha mengidentifikasi sumber ledakan yang telah mengguncang benteng beberapa waktu lalu. Namun, meskipun mereka semakin dekat, ada ketegangan yang mengalir di antara mereka—sebuah perasaan bahwa bahaya sudah terlalu dekat. Di kejauhan, sesuatu bergerak dengan cepat, melintasi kabut yang mulai turun di antara pohon-pohon tinggi. Tiba-tiba, sebuah teriakan keras, disusul oleh dentuman keras, mengguncang tanah di bawah kaki mereka. Sebelum mereka bisa bereaksi, makhluk itu muncul. Nyxaroth Primus, sosok raksasa yang mengerikan, muncul dari balik bayang-bayang, wajahnya penuh dengan amarah dan kebencian yang terakumulasi selama berabad-abad. Tubuhnya besar, berkilau dengan cahaya merah yang memancar dari dalam tubuhnya, seolah menyatu dengan kegelapan yang menyelimuti hutan. Dengan gerakan yang tidak bisa dihindari, ia melompat ke arah

    Last Updated : 2024-12-17
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 0: Zero

    Rasa dingin menyelimuti tubuh Fabio, membangunkannya dari kegelapan yang tampak abadi. Namun, ini bukan kebangkitan seperti biasa. Tidak ada tanah di bawah kakinya, tidak ada langit di atasnya—hanya kehampaan yang tak terhingga, sebuah dunia yang tidak bisa dijelaskan dengan logika atau imajinasi. Segalanya terasa tidak nyata, namun begitu jelas di depan matanya.Di tengah kehampaan itu, berdiri sosok yang pernah dilihatnya sebelumnya, namun kali ini dengan penampilan yang berbeda. Tubuh sosok itu hitam pekat seperti malam tanpa bintang, tetapi dihiasi pola galaksi yang berpendar lembut, menciptakan kontras antara kegelapan dan keindahan yang tidak bisa dijelaskan. Pola itu bergerak perlahan, seperti nebula yang melayang di angkasa, memberi kesan kehidupan yang tak terbatas sekaligus kesunyian yang mendalam.Matanya bersinar seperti supernova—cahaya putih yang menusuk, seolah menembus segala hal. Rambut panjangnya melayang perlahan, seperti berada dalam gravitasi nol, berganti warna d

    Last Updated : 2024-12-18
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 1: Kerajaan Valtor

    Satu minggu setelah Fabio dinyatakan pulih sepenuhnya, dia akhirnya bisa bergerak dengan normal. Luka-luka yang sebelumnya membuat tubuhnya tampak mustahil untuk pulih kini telah sembuh tanpa jejak, meninggalkan Fabio dengan pertanyaan yang belum terjawab tentang kekuatan misterius dalam dirinya. Namun, tidak ada waktu untuk merenung terlalu lama—pagi itu, seorang utusan kerajaan datang ke rumah sakit, menyampaikan pesan dari Putri Jinshi. Fabio dipanggil ke istana untuk sebuah audiensi penting.Thalysa, yang sedang menemani Fabio saat itu, memutuskan untuk ikut bersamanya. Tidak lama setelahnya, Baizhu juga bergabung, tampak lebih serius dari biasanya, meskipun ekspresinya tetap sulit ditebak.-Istana Thalos: Ruang Singgasana-Istana kerajaan Thalos berdiri megah di tengah ibu kota, sebuah bangunan yang memancarkan wibawa sekaligus keindahan. Pilar-pilar besar dari batu granit hitam menopang atap berlapis emas, sementara dindingnya dihiasi ukiran kuno yang menceritakan sejarah panjan

    Last Updated : 2024-12-18
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 2: Misi dan Ramalan

    Ruang singgasana istana Thalos dipenuhi keheningan yang tegang. Jinshi, yang memimpin rapat kecil itu, berdiri di dekat singgasana dengan tangan terkepal di belakang punggungnya. Di depannya, Fabio, Thalysa, dan Baizhu berdiri dalam jarak yang tidak terlalu dekat. Wajah mereka menunjukkan emosi yang berbeda—Fabio dengan ekspresi serius namun tenang, Thalysa yang penuh tekad, dan Baizhu dengan kerutan tajam di dahinya."Fabio," Jinshi memulai, suaranya lembut namun tegas, "Aku ingin kau pergi ke Valtor dan menyusul ayahku, Kaito Akio V."Mata Fabio sedikit membesar mendengar perintah itu. "Menyusul ke Valtor?" tanyanya, nada suaranya penuh keheranan.Jinshi mengangguk. "Ayahku sedang dalam perjalanan diplomatik untuk memperbaiki hubungan dengan kerajaan itu. Tetapi situasi ini sangat sensitif, dan aku khawatir dia mungkin membutuhkan bantuan. Kau telah menunjukkan kekuatan yang luar biasa dalam pertempuran melawan Nyxaroth Primus. Aku percaya kau bisa melindungi ayahku jika sesuatu ter

    Last Updated : 2024-12-21
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 3: Konflik di Ashenfield

    Perjalanan Fabio dan Thalysa menuju Kerajaan Valtor baru memasuki hari kelima ketika mereka mencapai dataran terbuka yang dikenal sebagai Ashenfield. Matahari senja menyinari lanskap yang suram, menciptakan bayangan panjang di atas tanah abu-abu yang penuh dengan bekas luka bencana. Ashenfield adalah sisa-sisa kehancuran besar selama Cataclysmic Catastrophe, di mana api besar telah melalap kehidupan dan meninggalkan tanah yang penuh energi magis tak stabil. Namun, penduduk setempat yang tangguh berusaha keras menghidupkan kembali daerah ini dengan bercocok tanam, meskipun tanah masih menyimpan jejak kutukan.Fabio memperhatikan sekeliling dengan ekspresi netral, pandangannya menyapu reruntuhan dan ladang yang tak subur. Di sebelahnya, Thalysa menatap dengan penuh perhatian, memperhatikan penduduk yang tampak lelah namun tetap berusaha bekerja di bawah bayang-bayang kehancuran. Mereka memasuki desa kecil di tengah dataran itu, tempat asap tipis dari dapur-dapur kayu mengepul ke udara.

    Last Updated : 2024-12-23
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 4: Penyelidikan dan Surat

    Penginapan kecil tempat Fabio dan Thalysa tinggal selama di Ashenfield tidak terlalu ramai pagi itu. Udara dingin dari luar terasa menusuk, tetapi kehangatan dari api di perapian ruangan utama penginapan membuat suasana sedikit lebih nyaman. Fabio duduk di salah satu kursi dekat jendela, pandangannya terpaku pada jalanan yang mulai sibuk dengan penduduk setempat. Di sampingnya, Thalysa berdiri dengan tangan terlipat, wajahnya menunjukkan ekspresi tidak puas setelah mendengar rencana yang diusulkan Fabio."Kita tidak membutuhkan bantuan," ujar Thalysa dengan nada tegas. "Kita bisa menyelesaikan masalah ini sendiri. Lagipula, Ashenfield hanyalah sebuah daerah kecil. Aku yakin ini bukan prioritas tinggi bagi kerajaan."Fabio menghela napas, menoleh ke arahnya. "Thalysa, aku tahu kau percaya pada kemampuan kita, tapi ini bukan tentang seberapa kuat atau cerdas kita. Ini tentang skala masalahnya. Jika kita gagal di sini, dampaknya bisa lebih besar dari yang kau bayangkan."Thalysa mengerut

    Last Updated : 2024-12-26

Latest chapter

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 9: Diskusi

    Langit malam masih diselimuti oleh keheningan yang dingin ketika Fabio dan Rava bergerak dalam bayangan, menyusuri gang-gang sempit menuju penginapan tempat Thalysa berada. Langkah mereka hampir tak bersuara, seperti dua siluet yang menyatu dengan gelapnya malam. Meskipun mereka sekarang telah sepakat untuk bekerja sama, Fabio tidak bisa mengabaikan kewaspadaannya terhadap Rava, dan hal yang sama jelas terpancar dari tatapan Rava yang selalu meneliti lingkungan sekitarnya.Setibanya di penginapan, Fabio memimpin jalan menuju kamar Thalysa tanpa banyak bicara. Rava tetap di belakangnya, sikapnya tenang, tetapi jelas tidak santai. Mereka berdua tahu bahwa pertemuan ini tidak akan berjalan mulus, dan Fabio hanya bisa berharap bahwa Thalysa cukup rasional untuk mendengar penjelasannya sebelum bertindak gegabah.Begitu Fabio membuka pintu kamar dan melangkah masuk, segalanya terjadi begitu cepat. Dalam sekejap, bayangan melesat dari sudut ruangan, dan sebelum Rava sempat bereaksi, sebuah p

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 8: Assassins II

    Cahaya api unggun berpendar samar di tengah kegelapan hutan, bayangannya menari-nari di permukaan tanah lembab. Angin malam berembus dingin, membawa suara dedaunan yang berbisik seolah menyaksikan pertarungan diam antara dua individu di sisi berlawanan. Fabio duduk bersila di seberang perapian, sorot matanya tajam, menembus sosok di depannya yang masih terkekang dalam rantai besi.Rava menatapnya dengan penuh kebencian, tetapi di balik sorot mata keemasan itu, Fabio bisa membaca kelelahan dan rasa sakit yang berusaha disembunyikan. Luka di perutnya masih basah, meskipun telah diperban dengan rapi. Namun, ketahanan Assassin itu patut dipuji. Bahkan dalam kondisi sekarat, ia masih berusaha menampilkan dirinya sebagai ancaman.Fabio mengulurkan tangan ke tanah, mengambil sebongkah kayu dan melemparkannya ke api unggun. Percikan api melesat sesaat sebelum padam. Ia tidak terburu-buru. Waktu ada di pihaknya."Aku tidak punya banyak kesabaran," ucapnya, suaranya datar dan tanpa emosi. "Siap

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 7: Assassins I

    Hutan malam adalah penjara tanpa dinding, di mana kegelapan menggantung seperti tirai kematian. Fabio terus berlari, napasnya berat, tetapi langkahnya tetap mantap. Tentara yang mengejarnya kini hanya tinggal bayangan yang tertinggal jauh di belakang. Pepohonan tinggi dan semak belukar yang menutup jalan adalah perlindungan terbaiknya. Namun, saat kesadarannya mulai menenangkan denyut adrenalinnya, ia menyadari sesuatu yang lebih berbahaya—ia telah tersesat.Sunyi. Hanya desiran angin yang merayap di sela dedaunan dan suara langkahnya yang teredam oleh tanah basah. Hutan ini bukan tempat yang ramah, dan Fabio tahu lebih baik daripada siapa pun bahwa tempat yang sunyi hanyalah latar belakang bagi sesuatu yang mengintai dalam kegelapan.Lalu ia mendengarnya.Jeritan tajam, bukan suara manusia. Bukan suara biasa. Itu adalah raungan Nyxaroth. Fabio mengangkat kepalanya, matanya menyipit dalam kegelapan saat ia mencoba menentukan arah sumber suara. Kewaspadaannya meningkat. Bukan karena ke

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Interlude Chapter: Asa Terakhir II

    Malam itu langit pekat tanpa bintang, gelapnya menelan sisa-sisa cahaya yang tersisa di dunia yang telah lama kehilangan harapan. Di dalam sebuah gubuk reyot yang hampir rubuh, seorang anak tidur dengan tubuh menggigil, bukan hanya karena udara dingin yang merayapi kulitnya, tetapi juga karena kelelahan dari hidup yang tak pernah memberinya ruang untuk bernapas. Tidur bukanlah tempat yang aman baginya, tetapi malam itu, ia bermimpi.Dalam mimpi itu, ia melihat ibunya—bukan sebagai mayat yang tergeletak tanpa kepala di tanah berlumpur, tetapi seperti dulu, sebelum dunia merenggutnya. Wajahnya lembut, matanya penuh kasih sayang, dan di tangannya ada sesuatu yang bersinar. Sebuah relik tua, berkilauan dengan cahaya redup, seperti api kecil yang bertahan di tengah badai. Ibunya tidak berbicara, hanya tersenyum dan mengulurkan tangannya, dan tanpa berpikir, anak itu mengambilnya.Ketika ia terbangun, dadanya naik turun dengan napas tersengal, tangannya masih terasa hangat dari sentuhan ibu

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Chapter Interlude: Asa Terakhir

    Langit kelabu menggantung berat di atas kota yang dulunya megah, kini hanya menjadi sisa-sisa peradaban yang nyaris hancur. Jalanan dipenuhi lumpur, genangan air kotor bercampur darah yang telah mengering, aroma kemiskinan menyelimuti setiap sudut. Dunia ini bukan lagi tempat bagi mimpi-mimpi besar, hanya tempat bagi mereka yang cukup beruntung untuk bertahan hidup sehari lagi. Setelah perang panjang melawan Nyxaroth, umat manusia tidak menemukan kebebasan, melainkan ketakutan yang lebih pekat dari sebelumnya. Setelah kiamat, dunia tidak menemukan kedamaian—hanya peradaban yang mencoba bangkit di atas tulang-tulang mereka yang telah gugur. Namun, di masa transisi ini, kekuasaan lebih kejam dari sebelumnya. Para petinggi manusia tidak hanya sekadar memulihkan apa yang hilang, tetapi juga memastikan bahwa mereka yang berkuasa tetap berkuasa. Relik-relik sihir yang ditemukan dari reruntuhan perang menjadi alat dominasi, bukan untuk melindungi rakyat, melainkan untuk menindas mereka. Se

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Chapter Interlude: Pahlawan Terlupakan II

    Dunia telah hancur oleh peperangan, oleh keserakahan, oleh dosa-dosa yang dilahirkan oleh manusia itu sendiri. Kota-kota yang dulu megah kini hanya puing-puing yang tertimbun debu, peradaban yang dulu berkilauan kini menjadi kuburan tanpa nama, hanya diingat oleh mereka yang masih bertahan hidup di dunia yang telah kehilangan maknanya. Dalam kehancuran itu, seorang pria berjalan tanpa arah, pahlawan yang telah dicampakkan, terlupakan oleh mereka yang dulu bersorak memujanya. Ia tidak lagi mencari pengakuan, tidak lagi mencari tujuan, hanya berjalan, tanpa suara, tanpa harapan. Di suatu tempat dalam kehancuran ini, ia bertemu dengan seseorang yang tidak perlu diperkenalkan. Orang-orang menyebutnya "Penghakim." Mereka semua tahu kisahnya, bagaimana ia menyalakan api pemberontakan, bagaimana ia mengadili mereka yang berkuasa dengan cara yang paling brutal, bagaimana ia menghancurkan kerajaan yang ia anggap sebagai akar dari segala kebusukan dunia. Pahlawan tahu siapa dia. Tapi yang tid

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Chapter Interlude: Pahlawan Terlupakan

    Ini adalah kisah yang diceritakan turun temurun dimana seorang anak manusia pernah bermimpi menjadi pahlawan. Ia tumbuh mendengar kisah-kisah tentang ksatria yang membela yang lemah, tentang raja-raja yang bijaksana, dan tentang keajaiban yang turun dari surga untuk menyelamatkan dunia. Ia percaya bahwa suatu hari nanti, namanya akan tertulis di halaman sejarah, disebut dengan hormat oleh generasi mendatang. Ia percaya bahwa jika ia cukup kuat, cukup berani, cukup teguh, maka dunia akan mengenalnya sebagai pahlawan sejati. Tapi dunia tidak peduli pada mimpi anak-anak. Perjalanan itu dimulai dengan penuh harapan. Ia berlatih lebih keras dari siapa pun, bertarung melawan rintangan yang tak terhitung jumlahnya. Ia tidak punya darah bangsawan, tidak memiliki keberuntungan yang diberikan oleh keturunan suci, hanya tekad yang keras seperti baja dan hati yang menolak menyerah. Ketika akhirnya ia mendapatkan kesempatan untuk membuktikan dirinya, pedang yang muncul dalam mimpinya menuntunnya

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Chapter Interlude: Penghakim II

    Kebencian adalah benih yang tumbuh dalam keheningan, perlahan merayap seperti akar yang mencengkeram tanah, menolak untuk dilepaskan. Sang Protagonis, yang dulunya hanyalah seorang anak petani miskin dengan harapan sederhana, kini telah berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih kelam. Tidak ada lagi sisa dari pria yang pernah bermimpi menjadi prajurit kerajaan, yang percaya bahwa kehormatan dan keadilan masih memiliki tempat di dunia ini. Kerajaan telah menghancurkannya, menginjak-injak tubuh dan jiwanya hingga yang tersisa hanyalah kehampaan. Dari kehampaan itu, lahirlah sesuatu yang baru—kehendak untuk menghancurkan mereka yang pernah menghancurkannya. Ia berjalan dari desa ke desa, berbicara dalam bisikan, menyebarkan kebencian yang telah lama ada di hati rakyat tetapi selalu ditekan oleh ketakutan. Ia menceritakan kisahnya, bukan dengan air mata, tetapi dengan api yang membara di dalam matanya. Ia menunjukkan bekas luka di tubuhnya, membiarkan mereka melihat bukti nyata dari kebr

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Chapter Interlude: Penghakim

    Langit kelabu menggantung di atas kota yang dipenuhi debu, rumah-rumah dengan dinding retak berdiri seperti saksi bisu atas sejarah panjang yang telah dilupakan oleh mereka yang berkuasa. Kisah ini bukan tentang seorang pahlawan yang bangkit untuk menyelamatkan dunia, bukan juga tentang seorang yang ditakdirkan menjadi cahaya dalam kegelapan. Ini adalah kisah yang diturunkan dari generasi ke generasi, kisah tentang seorang anak petani miskin yang bermimpi mengangkat derajat keluarganya—dan bagaimana dunia menghancurkannya dengan kebrutalan yang tak terbayangkan, Ini adalah kisah yang diceritakan turun temurun. Sejak kecil, ia selalu melihat ayahnya membungkuk di ladang, bekerja tanpa henti untuk mendapatkan segenggam gandum demi memberi makan keluarganya. Ibunya menjahit pakaian dengan tangan kasar yang penuh luka, sementara adik-adiknya menangis kelaparan di sudut gubuk reyot yang mereka sebut rumah. Hidup dalam kemiskinan bukanlah pilihan, tetapi sebuah warisan yang dipaksakan ole

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status