Home / Fantasi / Zero: Forgotten Lost (INDONESIA) / Volume 1 Chapter 1: Kerajaan Thalos

Share

Volume 1 Chapter 1: Kerajaan Thalos

Author: Zeetsensei
last update Last Updated: 2024-12-16 21:52:19

Hari itu cerah meski suhu udara masih terasa dingin, menandakan musim dingin yang belum sepenuhnya berakhir di Kerajaan Thalos. Fabio, yang masih lemah dan hampir tidak ingat apa-apa, berjalan dengan hati-hati di jalanan kerajaan yang luas. Thalysa berjalan di sampingnya, diikuti oleh Baizhu yang tetap menjaga jarak namun jelas mengamati setiap langkah mereka. Udara yang tajam mengingatkan Fabio pada perasaan aneh yang menguasainya—kehilangan sesuatu yang penting, namun tidak tahu apa.

Kerajaan Thalos, benteng terakhir peradaban manusia setelah Cataclysmic Catastrophe, tampak sebagai dunia yang bertahan hidup di tengah kehancuran. Terletak di dataran tinggi yang aman dari bencana besar, kerajaan ini memiliki ciri khas arsitektur megah yang sudah sedikit usang, meski masih memancarkan aura kekuatan yang tak tergoyahkan.

Saat mereka melangkah melalui jalan utama ibu kota, Fabio tak bisa menahan kekagumannya. Di sepanjang sisi jalan, tembok-tembok besar yang dibangun dari batu hitam dan granit kokoh memancarkan nuansa kuno, dilapisi dengan ukiran-ukiran rumit yang menceritakan kisah pertempuran dan keagungan masa lalu. Di bagian atas tembok, terdapat menara-menara penjaga yang menjulang tinggi, seolah siap menghadapi ancaman dari luar.

"Kerajaan ini telah bertahan lebih lama dari yang diharapkan banyak orang," kata Thalysa, suaranya tenang, seolah bercerita tentang sesuatu yang sudah lama diketahui. "Setelah bencana besar, banyak kerajaan dan kota hilang, namun Thalos tetap berdiri karena keunggulannya dalam pertahanan dan penggunaan sihir."

Fabio mengangguk perlahan, meski masih mencoba memproses semuanya. Thalysa melanjutkan, "Kerajaan ini dibangun di atas bekas kekuatan kuno. Dulu, Thalos adalah pusat peradaban dengan teknologi dan sihir yang sangat maju. Para penyihir yang ada di sini belajar dari pengetahuan kuno yang ditemukan di perpustakaan besar mereka."

Baizhu yang berjalan di belakang mereka menambah, "Sihir bukan hanya alat kekuatan di Thalos, tapi juga cara hidup. Hampir semua aspek kehidupan di sini melibatkan sihir—baik untuk pertahanan, pekerjaan sehari-hari, atau bahkan seni."

Fabio memandang sekitar, matanya tertuju pada kehidupan yang sedang berlangsung di depan matanya. Beberapa orang berjalan dengan cepat di sepanjang jalan, beberapa memikul beban berat, sementara yang lainnya berbicara di antara kelompok-kelompok kecil. Namun, ada satu hal yang langsung menarik perhatiannya—setiap orang tampaknya menggunakan sihir dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Di sebuah pasar yang sibuk, seorang pria sedang berdiri di depan meja, menggosok permukaan pedang besar yang tampaknya telah digunakan dalam pertempuran. Dengan gerakan tangan yang halus, ia mengarahkan tangannya ke pedang itu, dan dengan sentuhan ringan, pedang itu mulai bersinar, seolah-olah kekuatan tersembunyi dalam logam itu bangkit kembali. Pedang yang tadinya tampak usang dan berkarat kini terlihat berkilau seperti baru ditempa. Fabio menyaksikan dengan heran, matanya terfokus pada keajaiban yang begitu alami bagi penduduk kerajaan ini.

"Di sini, sihir adalah bagian dari setiap pekerjaan," Thalysa menjelaskan, melihat arah pandang Fabio. "Mereka yang dilatih dalam sihir tidak hanya bertarung dengannya, tetapi menggunakannya untuk memperbaiki dan menciptakan. Bahkan pedang dan panah yang digunakan pasukan kerajaan diperbaiki dan diciptakan dengan sihir, memungkinkan mereka untuk memiliki senjata yang lebih kuat dan lebih tahan lama."

Tak jauh dari sana, seorang wanita muda sedang mencuci pakaian. Namun, alih-alih mencucinya dengan tangan, ia memanggul tongkat sihir yang tampaknya dipenuhi energi. Dengan gerakan lembut, dia mengarahkan tongkat itu ke air yang mengalir di dekatnya, dan seketika, air itu mulai berputar di udara, mengangkat kotoran dan noda dari pakaian yang sudah lusuh. Hanya dengan gerakan halus dari tongkat, pakaian itu tampak bersih dalam waktu singkat, seolah-olah keajaiban kecil sedang dikerjakan di hadapannya. Fabio takjub dengan kecanggihan itu. "Mereka menggunakan sihir untuk mencuci pakaian?" tanyanya dengan kebingungannya.

"Ya," jawab Thalysa sambil tersenyum samar. "Sihir memungkinkan kita untuk mengurangi usaha fisik dan menghemat waktu. Bahkan pekerjaan sehari-hari yang paling biasa pun bisa menjadi lebih efisien jika diimbangi dengan sihir."

Fabio mengangguk, mencerna kata-kata Thalysa. Lalu pandangannya beralih ke sebuah bengkel senjata yang ramai, di mana beberapa pandai besi sedang bekerja dengan antusias. Namun, kali ini mereka tidak menggunakan palu biasa untuk menempa logam, melainkan menggunakan sihir api untuk melelehkan dan membentuk pedang dan perisai. Seorang pandai besi yang tampaknya sudah berpengalaman mengarahkan tangannya ke tungku besar, dan dalam sekejap, api menyala dengan intensitas yang sangat tinggi. Pedang yang setengah jadi itu segera dipanaskan dan ditempa dengan menggunakan sihir, menciptakan pola logam yang menakjubkan dan tampak sangat kuat.

"Di Thalos," Baizhu menjelaskan, "keterampilan pandai besi dan sihir bekerja bersama. Bahkan senjata terbaik yang digunakan oleh pasukan kerajaan diciptakan dengan bantuan sihir. Menggabungkan keterampilan manual dan sihir memberikan keuntungan strategis yang besar dalam bertahan hidup setelah bencana besar."

Fabio menyaksikan semua ini dengan penuh kekaguman. Dunia ini—kerajaan ini—terlihat begitu berbeda dari dunia yang dia ingat, meskipun dia tidak tahu pasti apa yang telah hilang dari dirinya. Setiap sudut yang dilihatnya dipenuhi dengan keajaiban yang begitu alami dan terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari.

Namun, ada perasaan aneh yang menggelayuti pikirannya. Dia merasa terhubung dengan sihir ini, meskipun tidak tahu bagaimana atau mengapa. Sesuatu dalam dirinya berkata bahwa dia juga memiliki tempat di dunia ini—entah sebagai seseorang yang terlupakan, atau sebagai bagian dari cerita yang lebih besar.

-Cataclysmic Catastrophe-

Saat mereka berjalan melintasi pasar yang sibuk, dengan hiruk-pikuk orang yang beraktivitas, Fabio mendengarkan percakapan ringan yang berlangsung di sekelilingnya. Namun, kata-kata Cataclysmic Catastrophe yang diucapkan Baizhu tiba-tiba memecah pikirannya. Kata itu terdengar begitu berat dan memiliki makna yang dalam, seperti sesuatu yang mengubah segalanya.

Tiba-tiba, rasa penasaran membanjirinya, dan dia tak bisa menahan diri untuk bertanya. "Apa itu Cataclysmic Catastrophe? Mengapa itu begitu penting bagi dunia ini?"

Thalysa, yang sepertinya sudah memperhatikan bahwa Fabio semakin banyak bertanya tentang dunia yang asing baginya, berhenti sejenak dan memandangnya. Ada kilatan di matanya, sebuah tanda bahwa dia telah menunggu pertanyaan ini.

"Ah," Thalysa mengangguk pelan, suaranya menjadi lebih serius dan reflektif. "Kau pasti belum tahu banyak tentang masa lalu, bukan? Cataclysmic Catastrophe adalah peristiwa yang mengubah segalanya. Bukan hanya bagi Thalos, tapi untuk seluruh dunia. Sebuah kehancuran besar yang datang seperti badai, dan dunia tidak pernah sama setelah itu."

Fabio berjalan lebih dekat, mendengarkan dengan cermat, merasa semakin tertarik dengan kisah yang akan diceritakan Thalysa.

"Cataclysmic Catastrophe," lanjut Thalysa, "bukan hanya bencana alam atau perang. Itu adalah sebuah peristiwa yang menghancurkan tatanan dimensi dunia kita. Beberapa ilmuwan dan penyihir besar di masa lalu, termasuk mereka yang tinggal di Thalos, mencoba mengakses kekuatan yang lebih tinggi, lebih dari sekadar sihir biasa. Mereka menginginkan pengetahuan yang lebih besar, ingin menguasai kekuatan yang belum pernah ada sebelumnya."

"Pengetahuan yang lebih besar?" Fabio bertanya, mencoba menyusun potongan-potongan informasi yang mulai ia terima.

"Ya," Thalysa menjelaskan, wajahnya terlihat lebih serius. "Mereka mencari cara untuk mengakses dimensi lain, Kekuatan yang digunakan Primodial Zero, menggunakan kekuatan kosmik yang jauh melampaui kemampuan manusia. Beberapa percaya mereka bisa mengendalikan kekuatan ini, mengubah nasib dunia dengan cara yang lebih baik. Tapi mereka salah. Mereka tidak bisa mengendalikan kekuatan yang mereka coba panggil."

Fabio membeku sejenak, membayangkan gambaran yang menyakitkan. "Mereka membuka gerbang ke dimensi yang tak terkontrol… dan itu menghancurkan dunia?"

"Persis," Thalysa menjawab dengan nada yang lebih dalam. "Mereka tidak tahu bahwa dengan membuka gerbang itu, mereka membiarkan kekuatan gelap dan perwujudan entitas yang lebih tua masuk ke dunia ini. Itu adalah saat ketika Nyxaroth, makhluk dari dimensi lain, muncul. Mereka adalah hasil dari pertemuan antara dunia kita dan dunia yang lebih gelap, sebuah dunia yang penuh dengan kehancuran dan kekuatan yang tak terbayangkan."

Fabio merasa hatinya berdegup lebih cepat saat Thalysa melanjutkan. "Bencana itu menciptakan jurang besar antara dimensi kita dan dunia lain. Itu juga merusak tatanan fisik dan magis dunia ini, menyebabkan cuaca yang tak terduga, tanah yang hancur, dan makhluk-makhluk mengerikan muncul di dunia yang dulunya damai. Sebagian besar umat manusia pun terhapus dalam kehancuran itu."

Fabio terdiam, mencoba menyerap segala informasi yang baru saja dia terima. Dunia ini… dunia yang ia bangun dari sisa-sisa yang mengerikan, ternyata dihancurkan oleh tangan-tangan manusia itu sendiri—dengan keinginan untuk menguasai sesuatu yang tak mereka pahami.

"Setelah Cataclysmic Catastrophe, umat manusia harus bertahan hidup di tengah sisa-sisa kehancuran. Banyak kerajaan runtuh, dan wilayah yang dulu subur kini menjadi gurun atau rawa yang berbahaya. Sihir yang awalnya dianggap sebagai kekuatan terlarang kini menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, karena itu adalah satu-satunya cara untuk bertahan hidup dan melawan makhluk-makhluk seperti Nyxaroth," lanjut Thalysa, matanya melayang jauh, seolah mengingat masa-masa kelam itu.

"Dan di tengah semua kehancuran ini, Thalos tetap berdiri sebagai benteng terakhir, karena keunggulannya dalam pertahanan dan sihir. Namun, kami tidak pernah benar-benar pulih. Cataclysmic Catastrophe tidak hanya merusak dunia fisik, tetapi juga meninggalkan bekas dalam jiwa umat manusia."

Fabio bisa merasakan kekuatan cerita itu, seolah dunia di sekitarnya bergetar dengan gema dari masa lalu yang gelap. "Dan sekarang," Thalysa melanjutkan dengan nada yang lebih rendah, "sekarang kita hidup di dunia yang terbagi—antara manusia yang berusaha membangun kembali peradaban, dan makhluk-makhluk dari dimensi yang lebih gelap yang selalu mengancam. Semua itu adalah akibat dari Cataclysmic Catastrophe."

Fabio merasa berat hati, seakan beban sejarah dunia ini menindih dadanya. “Jadi, sihir ini… semua ini karena Cataclysmic Catastrophe?”

Thalysa mengangguk. “Sihir itu adalah hadiah sekaligus kutukan. Ia muncul sebagai hasil dari kehancuran itu. Namun, tak semua orang menggunakannya untuk kebaikan. Beberapa di antara kami memanfaatkannya untuk membangun, sementara yang lainnya, seperti Nyxaroth, menggunakannya untuk merusak.”

Fabio menatap ke langit biru di atas mereka, seolah dunia yang dijelaskan Thalysa perlahan mulai terungkap, meski ia merasa dirinya masih terjebak dalam kabut ketidakpastian. Namun, satu hal terasa jelas dalam benaknya—dunia ini penuh dengan konflik yang tak terpecahkan, dan dirinya, yang begitu lemah dan terlupakan, mungkin adalah bagian dari cerita besar yang belum terungkap sepenuhnya.

Related chapters

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 1 Chapter 2: Konflik Kakak Adik

    Saat mereka berjalan lebih dalam ke ibu kota, suasana yang tenang dan penuh harmoni tiba-tiba terpecah oleh suara langkah cepat yang menghampiri. Seorang prajurit kerajaan, mengenakan pelindung tubuh dan membawa senjata, datang dengan tergesa-gesa. Wajahnya tampak tegang, matanya tidak bisa menutupi kecemasan yang mendalam."Komandan Baizhu!" prajurit itu berkata dengan nada terburu-buru, berhenti di depan Baizhu. "Ada masalah di hutan, tempat kita menemukan pria itu. Kami menemukan jejak-jejak aneh dan beberapa makhluk tak dikenal. Kami membutuhkan bantuan segera."Baizhu segera mengerutkan alis, ekspresinya langsung berubah serius. "Apa maksudmu dengan 'makhluk tak dikenal'? Kami baru saja meninggalkan tempat itu, tidak ada yang bisa melacak ke sana dalam waktu singkat."Namun, prajurit itu menggelengkan kepala. "Kami menemukannya hanya beberapa jam setelah pertemuan itu, dan jejaknya sangat aneh. Tidak seperti makhluk biasa. Kami khawatir jika ada bahaya lebih besar yang mendekat."

    Last Updated : 2024-12-16
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 1 Chapter 3: Nyxaroth Primus

    Saat Thalysa dan Fabio berjalan lebih dalam melalui ibu kota, menikmati keindahan dan kehidupan sehari-hari yang penuh harapan, udara yang seharusnya tenang mendadak berubah. Sebuah ledakan besar mengguncang tanah, menggoyahkan bangunan-bangunan di sekitar mereka, dan membuat jalanan yang semula damai menjadi hening sesaat. Tanah bergetar dengan kekuatan yang tak terbayangkan, dan suara dentuman itu menggema melalui udara, merobek keheningan kota. Orang-orang di sekitar mereka langsung panik, berlarian mencari perlindungan. Fabio berhenti sejenak, tubuhnya tegang. Mata Thalysa terfokus ke arah utara, ke arah hutan yang terletak di luar benteng—tempat mereka sebelumnya menemukan sisa-sisa pertempuran melawan Nyxaroth. Sebuah rasa yang tak bisa dijelaskan merayap di dalam dirinya, mengingatkan pada perasaan aneh yang selalu menyelimuti tubuhnya sejak pertama kali ia terbangun di dunia ini. "Thalysa, apa itu?" tanya Fabio, suara penuh kecemasan. "Aku rasa itu dari hutan," jawab Thalysa

    Last Updated : 2024-12-17
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 1 Chapter 4: Kebenaran

    Malam yang mencekam menyelimuti hutan, dan udara terasa lebih berat dengan setiap langkah mereka. Keempatnya melanjutkan perjalanan dengan hati-hati, berusaha mengidentifikasi sumber ledakan yang telah mengguncang benteng beberapa waktu lalu. Namun, meskipun mereka semakin dekat, ada ketegangan yang mengalir di antara mereka—sebuah perasaan bahwa bahaya sudah terlalu dekat. Di kejauhan, sesuatu bergerak dengan cepat, melintasi kabut yang mulai turun di antara pohon-pohon tinggi. Tiba-tiba, sebuah teriakan keras, disusul oleh dentuman keras, mengguncang tanah di bawah kaki mereka. Sebelum mereka bisa bereaksi, makhluk itu muncul. Nyxaroth Primus, sosok raksasa yang mengerikan, muncul dari balik bayang-bayang, wajahnya penuh dengan amarah dan kebencian yang terakumulasi selama berabad-abad. Tubuhnya besar, berkilau dengan cahaya merah yang memancar dari dalam tubuhnya, seolah menyatu dengan kegelapan yang menyelimuti hutan. Dengan gerakan yang tidak bisa dihindari, ia melompat ke arah

    Last Updated : 2024-12-17
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 0: Zero

    Rasa dingin menyelimuti tubuh Fabio, membangunkannya dari kegelapan yang tampak abadi. Namun, ini bukan kebangkitan seperti biasa. Tidak ada tanah di bawah kakinya, tidak ada langit di atasnya—hanya kehampaan yang tak terhingga, sebuah dunia yang tidak bisa dijelaskan dengan logika atau imajinasi. Segalanya terasa tidak nyata, namun begitu jelas di depan matanya.Di tengah kehampaan itu, berdiri sosok yang pernah dilihatnya sebelumnya, namun kali ini dengan penampilan yang berbeda. Tubuh sosok itu hitam pekat seperti malam tanpa bintang, tetapi dihiasi pola galaksi yang berpendar lembut, menciptakan kontras antara kegelapan dan keindahan yang tidak bisa dijelaskan. Pola itu bergerak perlahan, seperti nebula yang melayang di angkasa, memberi kesan kehidupan yang tak terbatas sekaligus kesunyian yang mendalam.Matanya bersinar seperti supernova—cahaya putih yang menusuk, seolah menembus segala hal. Rambut panjangnya melayang perlahan, seperti berada dalam gravitasi nol, berganti warna d

    Last Updated : 2024-12-18
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 1: Kerajaan Valtor

    Satu minggu setelah Fabio dinyatakan pulih sepenuhnya, dia akhirnya bisa bergerak dengan normal. Luka-luka yang sebelumnya membuat tubuhnya tampak mustahil untuk pulih kini telah sembuh tanpa jejak, meninggalkan Fabio dengan pertanyaan yang belum terjawab tentang kekuatan misterius dalam dirinya. Namun, tidak ada waktu untuk merenung terlalu lama—pagi itu, seorang utusan kerajaan datang ke rumah sakit, menyampaikan pesan dari Putri Jinshi. Fabio dipanggil ke istana untuk sebuah audiensi penting.Thalysa, yang sedang menemani Fabio saat itu, memutuskan untuk ikut bersamanya. Tidak lama setelahnya, Baizhu juga bergabung, tampak lebih serius dari biasanya, meskipun ekspresinya tetap sulit ditebak.-Istana Thalos: Ruang Singgasana-Istana kerajaan Thalos berdiri megah di tengah ibu kota, sebuah bangunan yang memancarkan wibawa sekaligus keindahan. Pilar-pilar besar dari batu granit hitam menopang atap berlapis emas, sementara dindingnya dihiasi ukiran kuno yang menceritakan sejarah panjan

    Last Updated : 2024-12-18
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 2: Misi dan Ramalan

    Ruang singgasana istana Thalos dipenuhi keheningan yang tegang. Jinshi, yang memimpin rapat kecil itu, berdiri di dekat singgasana dengan tangan terkepal di belakang punggungnya. Di depannya, Fabio, Thalysa, dan Baizhu berdiri dalam jarak yang tidak terlalu dekat. Wajah mereka menunjukkan emosi yang berbeda—Fabio dengan ekspresi serius namun tenang, Thalysa yang penuh tekad, dan Baizhu dengan kerutan tajam di dahinya."Fabio," Jinshi memulai, suaranya lembut namun tegas, "Aku ingin kau pergi ke Valtor dan menyusul ayahku, Kaito Akio V."Mata Fabio sedikit membesar mendengar perintah itu. "Menyusul ke Valtor?" tanyanya, nada suaranya penuh keheranan.Jinshi mengangguk. "Ayahku sedang dalam perjalanan diplomatik untuk memperbaiki hubungan dengan kerajaan itu. Tetapi situasi ini sangat sensitif, dan aku khawatir dia mungkin membutuhkan bantuan. Kau telah menunjukkan kekuatan yang luar biasa dalam pertempuran melawan Nyxaroth Primus. Aku percaya kau bisa melindungi ayahku jika sesuatu ter

    Last Updated : 2024-12-21
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 3: Konflik di Ashenfield

    Perjalanan Fabio dan Thalysa menuju Kerajaan Valtor baru memasuki hari kelima ketika mereka mencapai dataran terbuka yang dikenal sebagai Ashenfield. Matahari senja menyinari lanskap yang suram, menciptakan bayangan panjang di atas tanah abu-abu yang penuh dengan bekas luka bencana. Ashenfield adalah sisa-sisa kehancuran besar selama Cataclysmic Catastrophe, di mana api besar telah melalap kehidupan dan meninggalkan tanah yang penuh energi magis tak stabil. Namun, penduduk setempat yang tangguh berusaha keras menghidupkan kembali daerah ini dengan bercocok tanam, meskipun tanah masih menyimpan jejak kutukan.Fabio memperhatikan sekeliling dengan ekspresi netral, pandangannya menyapu reruntuhan dan ladang yang tak subur. Di sebelahnya, Thalysa menatap dengan penuh perhatian, memperhatikan penduduk yang tampak lelah namun tetap berusaha bekerja di bawah bayang-bayang kehancuran. Mereka memasuki desa kecil di tengah dataran itu, tempat asap tipis dari dapur-dapur kayu mengepul ke udara.

    Last Updated : 2024-12-23
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 4: Penyelidikan dan Surat

    Penginapan kecil tempat Fabio dan Thalysa tinggal selama di Ashenfield tidak terlalu ramai pagi itu. Udara dingin dari luar terasa menusuk, tetapi kehangatan dari api di perapian ruangan utama penginapan membuat suasana sedikit lebih nyaman. Fabio duduk di salah satu kursi dekat jendela, pandangannya terpaku pada jalanan yang mulai sibuk dengan penduduk setempat. Di sampingnya, Thalysa berdiri dengan tangan terlipat, wajahnya menunjukkan ekspresi tidak puas setelah mendengar rencana yang diusulkan Fabio."Kita tidak membutuhkan bantuan," ujar Thalysa dengan nada tegas. "Kita bisa menyelesaikan masalah ini sendiri. Lagipula, Ashenfield hanyalah sebuah daerah kecil. Aku yakin ini bukan prioritas tinggi bagi kerajaan."Fabio menghela napas, menoleh ke arahnya. "Thalysa, aku tahu kau percaya pada kemampuan kita, tapi ini bukan tentang seberapa kuat atau cerdas kita. Ini tentang skala masalahnya. Jika kita gagal di sini, dampaknya bisa lebih besar dari yang kau bayangkan."Thalysa mengerut

    Last Updated : 2024-12-26

Latest chapter

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 3 Chapter 6: Kesepakatan

    Diplomasi antara Kerajaan Thalos dan Kerajaan Valtor kembali berlangsung di ruang pertemuan yang megah. Pagi itu, setelah bersiap-siap, Fabio mendengar ketukan di pintunya. Ia membuka pintu dan mendapati Thalysa sudah berdiri di sana, menatapnya dengan penuh energi seperti biasa. "Sudah siap?" tanyanya dengan suara tenang, tapi sorot matanya menunjukkan bahwa ia tidak akan menerima jawaban selain ‘ya.’ Fabio hanya mengangguk dan mengambil mantelnya, lalu berjalan mengikuti Thalysa menuju ruang rapat. Kali ini, Raja Kaito Akio V sudah berada di sana, duduk dengan santai di kursinya, menunggu mereka. Tidak seperti kemarin, di mana Fabio dan Thalysa harus menunggu, kini sang raja menunjukkan kedisiplinannya dengan datang lebih awal. Ini bukan hanya bentuk etika, tapi juga sebuah pernyataan. Bahwa negosiasi ini penting, dan ia ingin memastikan segalanya berjalan sesuai rencana. Tanpa banyak basa-basi, negosiasi dimulai. Kaito Akio V membuka diskusi dengan usulan pertama. "Kerajaan Valto

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 3 Chapter 5: Makan Malam

    Malam itu, setelah pertemuan dengan Raja Kaito Akio V, Fabio kembali ke kamar yang telah disediakan untuknya. Dua pengawal mengantarnya tanpa banyak bicara, hanya melangkah dengan disiplin di koridor panjang yang diterangi cahaya lentera. Sebelum ia pergi, sang raja sempat berkata dengan nada santai, "Nanti malam kita akan bertemu lagi. Sekarang, kalian berdua beristirahatlah dahulu di kamar."Kata-kata itu masih terngiang di kepala Fabio saat ia berjalan menyusuri lorong-lorong gedung kedutaan Thalos. Kalian berdua? Fabio bertanya-tanya apa maksudnya, tetapi pertanyaan itu segera terjawab saat ia mendorong pintu kamarnya dan mendapati Thalysa sudah ada di dalam, duduk di kursi dekat meja, membaca beberapa dokumen dengan ekspresi serius."Kau sudah kembali, Fabio-san?" sapa Thalysa tanpa mengalihkan pandangannya dari dokumen yang ia baca.Fabio tidak menjawab langsung. Ia menutup pintu di belakangnya, mengamati kamar itu sejenak, lalu berjalan mendekat dan duduk di kursi di seberangny

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 3 Chapter 4: Kaito Akio V

    Pagi itu, matahari belum sepenuhnya naik ketika Fabio dan Thalysa meninggalkan penginapan mereka. Jalanan kota yang kemarin terasa ramai, kini masih dalam keadaan setengah terjaga—para pedagang baru saja mulai membuka lapak, para pekerja berjalan lambat menuju tempat mereka bekerja, dan angin pagi membawa udara sejuk yang kontras dengan panasnya siang nanti. Fabio menyesuaikan sabuk pedangnya, memastikan perlengkapannya tetap rapi sebelum mereka melanjutkan perjalanan ke tempat di mana mereka akan bertemu dengan Kaito Akio V.“Dimana kita akan bertemu?” Fabio bertanya tanpa basa-basi.Thalysa, yang berjalan di sampingnya, menjawab dengan nada santai, “Di suatu mansion yang juga dijadikan sebagai gedung kedutaan Thalos di Valtor.”Fabio mengangguk, menerima jawaban itu tanpa banyak bertanya. Namun, setelah beberapa saat, ia menoleh kembali ke arah Thalysa. “Ngomong-ngomong, dimana mansionnya?”Thalysa melirik ke depan, lalu mengangkat tangannya untuk menunjuk ke arah ujung jalan. “Suda

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 3 Chapter 3: Kencan?

    Matahari bersinar lembut di atas kota perbatasan yang ramai, menandakan hari yang cerah dan hangat. Udara di sini berbeda dari kota-kota yang pernah mereka lewati sebelumnya—lebih bersih, lebih segar, dan penuh dengan aroma roti panggang yang baru keluar dari oven, serta rempah-rempah yang bercampur dengan angin sepoi-sepoi.Fabio dan Thalysa berjalan di sepanjang jalan berbatu yang tertata rapi, melewati pedagang yang sibuk menawarkan barang dagangan mereka. Thalysa tampak lebih santai dari biasanya, sementara Fabio tetap dengan ekspresi dinginnya yang khas."Untung cuacanya cerah, ya," kata Thalysa dengan nada riang, menikmati sinar matahari yang menghangatkan kulitnya.Fabio melirik ke arahnya sebentar sebelum kembali memandang ke depan. “Hmmm,” gumamnya singkat, seolah mengakui pernyataan Thalysa tanpa memberikan pendapat lebih jauh.Thalysa membawa keranjang rotan kecil yang nanti akan digunakan untuk berbelanja beberapa kebutuhan mereka. Fabio, yang menyadari beban itu, melirikn

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 3 Chapter 2: Kemakmuran Kerajaan Valtor

    Matahari mulai condong ke barat saat Fabio dan Thalysa akhirnya tiba di kota kecil di luar perbatasan Kerajaan Valtor. Udara terasa lebih sejuk dibandingkan perjalanan mereka sebelumnya, dan tidak ada tanda-tanda kehancuran atau ketegangan seperti yang mereka lihat di Ashenfield. Jalanan kota ini tersusun rapi, dengan bangunan-bangunan yang berdiri kokoh, pertanda bahwa wilayah ini jauh dari kemiskinan ataupun peperangan. Tidak ada rumah reyot, tidak ada jalan berlubang, dan lebih mengejutkan lagi, tidak ada seorang pun pengemis di sudut-sudut jalan.Thalysa yang biasanya tidak mudah terkejut, mendapati dirinya sedikit terdiam saat mereka melangkah melewati gerbang kota. Ia melihat sesuatu yang jarang ada di daerah-daerah di luar ibu kota—bagian informasi. Sebuah bangunan kecil dengan papan kayu yang tertulis jelas "Pusat Informasi Kota," berdiri megah di dekat alun-alun utama. Beberapa penduduk setempat tampak berdiskusi dengan para petugas di sana, mengajukan berbagai pertanyaan."Un

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 3 Chapter 1: Saint Kerajaan

    Perjalanan itu lebih sunyi dari yang ia kira.Kuda yang mereka tumpangi berjalan pelan di jalan tanah yang berliku, debu tipis terangkat di udara setiap kali tapal besi menghantam permukaan yang kering. Di sepanjang perjalanan, Thalysa membisu, matanya menatap ke depan, tetapi pikirannya tertinggal di desa yang baru saja mereka tinggalkan.Ia bisa masih mengingat suara tangisan pemuda itu, suaranya penuh luka, penuh kebencian yang ia lemparkan kepadanya."Kau seharusnya bisa menyelamatkannya! Kau seorang Saint! Bukankah itu yang kalian lakukan?!"Sihir penyembuhan Thalysa telah bekerja, tetapi ada batasan yang bahkan sihir tidak bisa lewati. Tubuh manusia bukanlah sesuatu yang bisa diperbaiki dengan mudah seperti tanah yang retak atau besi yang patah. Jika sesuatu telah melewati batasnya, tidak ada lagi yang bisa dilakukan selain menerima bahwa kematian adalah akhir yang pasti. Namun, pemuda itu tidak peduli pada penjelasan apa pun. Dalam kesedihannya, ia mencari seseorang untuk disal

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 3 Chapter 0: Melanjutkan Perjalanan

    Matahari baru saja merangkak naik di cakrawala ketika Fabio dan Thalysa meninggalkan Ashenfield. Kereta kuda yang mereka tumpangi berderak melewati jalan berbatu yang mengarah ke perbatasan. Udara masih mengandung sisa kehangatan dari perapian yang semalam menyala di dalam kota, seakan menggambarkan bara perlawanan yang masih tersisa di hati rakyatnya. Meskipun konflik telah berakhir, Ashenfield masih harus membangun kembali.Thalysa, dengan semangat khasnya, duduk dengan santai sambil mengamati pemandangan. "Akhirnya, kita bisa meninggalkan kota itu. Aku butuh udara segar. Kau tahu, Fabio, perjalanan ini bisa menjadi petualangan yang menyenangkan jika kau tidak terus-menerus cemberut seperti itu."Fabio, seperti biasa, tidak menanggapi. Ia hanya menatap keluar jendela, matanya mengamati bentangan tanah luas yang mulai berganti dari reruntuhan kota menuju ladang hijau yang tak tersentuh perang. Tidak ada lagi jalanan yang penuh debu dan bangunan yang hangus terbakar. Dunia di luar Ash

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Catatan Pengumuman

    Halo, para pembaca setia!Kami ingin mengucapkan terima kasih atas dukungan kalian terhadap Zero: Forgotten Lost. Perjalanan Fabio masih panjang, dan untuk memastikan cerita terus berkembang dengan kualitas terbaik, kami akan mengambil jeda beberapa hari sebelum melanjutkan ke Volume baru!Mohon bersabar, karena petualangan berikutnya akan semakin kelam, penuh misteri, dan pastinya lebih menegangkan. Jangan lupa untuk tetap mengikuti perkembangan terbaru!Terima kasih atas kesabaran dan antusiasme kalian! Sampai jumpa di Volume selanjutnya!- Zeetsensei

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 12: Akhir Konflik Ashenfield

    Kabut pagi menyelimuti Ashenfield, membawa kesan tenang yang menipu. Meskipun pertempuran melawan Nyxaroth telah berakhir, perlawanan terhadap pasukan Thalos masih terasa di udara. Fabio menatap jalanan kota dari jendela penginapan mereka, matanya menyapu pemandangan rakyat yang masih enggan menerima kehadiran kerajaan. Bagi sebagian orang, Thalos tetaplah penjajah, bukan penyelamat. Sebuah opini yang terus dipupuk oleh mereka yang ingin mempertahankan kendali atas kota ini. Beberapa pemimpin lokal telah muncul—ada yang menerima kenyataan bahwa Thalos kini adalah sekutu mereka, ada yang ingin mempertahankan kemerdekaan penuh Ashenfield, dan ada yang masih setia kepada bangsawan korup yang bersembunyi di bayang-bayang. Fabio, Thalysa, dan pasukan Thalos tak tinggal diam. Informasi yang mereka peroleh menunjukkan bahwa sisa bangsawan korup yang masih bersembunyi terus berupaya untuk merebut kembali kendali mereka. Mereka menggerakkan jaringan kriminal lama, menyebarkan propaganda di an

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status