Home / Fantasi / Zero: Forgotten Lost (INDONESIA) / Volume 1 Chapter 4: Kebenaran

Share

Volume 1 Chapter 4: Kebenaran

Author: Zeetsensei
last update Last Updated: 2024-12-17 18:26:50

Malam yang mencekam menyelimuti hutan, dan udara terasa lebih berat dengan setiap langkah mereka. Keempatnya melanjutkan perjalanan dengan hati-hati, berusaha mengidentifikasi sumber ledakan yang telah mengguncang benteng beberapa waktu lalu. Namun, meskipun mereka semakin dekat, ada ketegangan yang mengalir di antara mereka—sebuah perasaan bahwa bahaya sudah terlalu dekat.

Di kejauhan, sesuatu bergerak dengan cepat, melintasi kabut yang mulai turun di antara pohon-pohon tinggi. Tiba-tiba, sebuah teriakan keras, disusul oleh dentuman keras, mengguncang tanah di bawah kaki mereka. Sebelum mereka bisa bereaksi, makhluk itu muncul.

Nyxaroth Primus, sosok raksasa yang mengerikan, muncul dari balik bayang-bayang, wajahnya penuh dengan amarah dan kebencian yang terakumulasi selama berabad-abad. Tubuhnya besar, berkilau dengan cahaya merah yang memancar dari dalam tubuhnya, seolah menyatu dengan kegelapan yang menyelimuti hutan. Dengan gerakan yang tidak bisa dihindari, ia melompat ke arah mereka, menyerang dengan kekuatan yang luar biasa.

Baizhu dan Jinshi segera bereaksi, dengan serentak mengayunkan senjata mereka—Baizhu dengan pedangnya yang besar, sementara Jinshi menggunakan kekuatan sihirnya untuk memanipulasi api yang menyala di udara. "Kau tidak akan bisa lari dariku!" teriak Baizhu, matanya menyala dengan tekad.

Namun, serangan Nyxaroth Primus begitu cepat dan brutal. Cakar besar makhluk itu mengarah ke Jinshi, yang berusaha menahan serangan dengan perisainya yang terbuat dari energi sihir. Sementara itu, Baizhu melancarkan serangan balasan dengan pedangnya, mencoba menghentikan serangan makhluk itu. Namun, secepat itu, Nyxaroth Primus menyerang lagi dengan ledakan kekuatan yang membuat tanah berguncang.

Sementara kedua pejuang itu terfokus pada pertempuran dengan Nyxaroth Primus, Thalysa, yang berada di sisi Fabio, tiba-tiba melihat sesuatu yang mengerikan. Fabio, yang sebelumnya sudah terhuyung-huyung akibat ledakan sebelumnya, terempas ke tanah saat serangan Nyxaroth Primus menghantam dengan kekuatan tak terbayangkan. Tubuh Fabio terpelanting, tak sadarkan diri di samping Thalysa yang terkejut melihatnya.

"Fabio!" teriak Thalysa, berlutut di sampingnya. Dia segera memeriksa, merasakan denyut nadi Fabio yang lemah. Matanya berkilat dengan kecemasan, sementara pertempuran antara Baizhu dan Jinshi melawan Nyxaroth Primus berlangsung dengan sangat sengit di kejauhan.

Thalysa mengguncang-guncang tubuh Fabio dengan lembut, mencoba menyadarkannya. "Fabio! Bangun!" serunya, suaranya dipenuhi ketegangan dan keputusasaan. Namun, tak ada respons. Fabio tetap tergeletak, tak bergerak, seperti terjebak dalam kedalaman yang tak terlihat.

Namun, di dalam alam bawah sadarnya, sesuatu yang aneh mulai terjadi. Dunia di sekitar Fabio tiba-tiba menjadi gelap, sangat gelap—hanya ada bayangan pekat dan kabut tebal yang menyelimuti segala sesuatu. Di tengah kegelapan ini, sebuah sosok mulai muncul, perlahan-lahan melangkah mendekat.

Makhluk itu tampak lebih besar dari manusia, tubuhnya terbuat dari malam yang pekat, dihiasi oleh galaksi-galaksi yang berputar di sekelilingnya, menciptakan langit penuh bintang yang tak terhitung jumlahnya. Di kepalanya ada tiga tanduk yang melengkung tajam, sementara matanya bersinar putih, tak memiliki kedalaman atau warna. Sosok itu tidak mengucapkan banyak kata, tetapi ada ketegangan dalam setiap gerakannya.

Fabio, meskipun tidak sepenuhnya mengerti, merasa tubuhnya dipenuhi dengan kehadiran yang menakutkan. Namun, makhluk itu hanya mendekat, menatap Fabio dengan mata yang penuh misteri. Kemudian, dengan suara yang dalam dan menggema, makhluk itu berbicara.

"Ingatlah siapa dirimu, Ze—"

Namun, sebelum makhluk itu bisa menyelesaikan kata-katanya, sebuah ledakan tiba-tiba memecah kegelapan, membuat sosok itu menghilang dalam sekejap. Fabio merasakan tubuhnya kembali terombang-ambing, kesadarannya kembali ke dunia nyata, kembali ke Thalysa yang masih duduk di sampingnya.

Thalysa terlihat semakin cemas, mengusap keringat di dahinya, ketika Fabio akhirnya membuka matanya. "Fabio!" serunya dengan lega, matanya penuh perhatian. "Kau sadar akhirnya..."

Fabio terengah-engah, jantungnya berdetak cepat. Namun, kesadaran yang baru saja datang terasa seperti mimpi buruk. Di dalam pikirannya, masih terngiang suara itu—makhluk dari kegelapan yang membisikkan kata-kata yang tidak sepenuhnya ia mengerti. "Ze..." Fabio bergumam, kebingungan melanda dirinya. Apa yang baru saja dia alami? Siapa makhluk itu? Dan kenapa suara itu memanggilnya seperti itu?

Thalysa memandangnya dengan cermat, matanya penuh pertanyaan namun juga kekhawatiran. "Fabio, kau baik-baik saja?" tanyanya, suaranya lembut namun tegas, memastikan bahwa Fabio kembali sepenuhnya.

Fabio mengangguk pelan, meskipun masih merasa bingung dengan apa yang baru saja dia alami. "Aku... aku tidak tahu apa yang baru saja terjadi. Ada sesuatu, seseorang, yang berbicara padaku. Dia mengatakan... sesuatu tentang siapa diriku."

Thalysa terdiam sejenak, seolah merenungkan kata-kata Fabio. Dia tahu bahwa ada sesuatu yang lebih besar di balik peristiwa ini—sesuatu yang jauh lebih dalam dari sekadar serangan makhluk itu. "Ze...?" bisik Thalysa pelan, seolah mencoba mengingat sesuatu dari kata-kata Fabio.

Tiba-tiba, terdengar suara pertempuran yang semakin dekat. Baizhu dan Jinshi sedang berjuang mati-matian melawan Nyxaroth Primus. Thalysa, yang mengetahui mereka tidak punya banyak waktu, segera membantu Fabio bangkit. "Kita tidak punya banyak waktu. Kita harus bergerak. Nyxaroth Primus tidak akan memberi kita kesempatan."

Dengan sedikit bantuan dari Thalysa, Fabio berhasil berdiri, meskipun masih lemah. Perasaan cemas kembali menyelimuti dirinya—ada sesuatu yang lebih besar yang sedang terjadi, dan dia merasa bahwa pertempuran ini hanyalah permulaan dari sesuatu yang jauh lebih mengerikan. Namun, meskipun begitu, ia tahu satu hal pasti: sesuatu yang besar, yang sangat besar, sedang menunggunya di depan.

Hutan yang gelap dan penuh kabut itu seolah mengisap cahaya, menjadikan tempat ini lebih menyeramkan daripada sebelumnya. Angin berbisik melalui pepohonan tinggi, membawa aroma tanah basah dan sesuatu yang jauh lebih buruk—kehadiran kekuatan jahat yang mengalir di udara. Baizhu dan Jinshi, meskipun terkenal dengan kekuatan dan ketangguhan mereka, kini merasakan beban yang belum pernah mereka hadapi sebelumnya. Nyxaroth Primus—makhluk dari dimensi lain yang datang dengan membawa kehancuran—mendekati mereka dengan langkah berat, setiap gerakan makhluk itu memancarkan kekuatan yang luar biasa.

Baizhu memegang pedangnya dengan erat, tubuhnya tegap dan penuh tekad meskipun terhuyung akibat serangan sebelumnya. Pedang besar itu berkilauan dalam kegelapan hutan, cahaya dari api Jinshi menerangi ujungnya. Di sisi lain, Jinshi berdiri dengan anggun, mata putihnya berkilau terang, memanipulasi elemen api untuk melindungi dirinya dan Baizhu. Setiap gerakan Jinshi penuh kehati-hatian, namun juga menunjukkan kekuatan yang luar biasa.

"Baizhu!" teriak Jinshi, matanya penuh konsentrasi. "Kita harus bekerja sama, serang dengan bersamaan, atau kita tidak akan bisa bertahan!"

Baizhu mengangguk, mengerti bahwa ini bukan saatnya untuk ragu. Dengan gerakan yang cepat, ia melompat ke depan, pedangnya terangkat tinggi, siap untuk menyerang. Namun, Nyxaroth Primus yang jauh lebih besar dan lebih kuat, melangkah maju dengan kekuatan yang mengguncang tanah di bawah kaki mereka. Dengan sekali gerakan, cakar besar makhluk itu menghantam ke arah Baizhu, memaksa pria itu mundur dengan cepat.

"Dia terlalu kuat!" Baizhu menggeram, berusaha menghindar. Namun, cakar Nyxaroth Primus menghantam tanah dengan ledakan, memaksa Baizhu terpelanting ke samping.

Jinshi segera bergerak, mengarahkan energi api ke arah Nyxaroth Primus. Api menyala dari tangannya, membentuk peluru api yang besar dan menyilaukan. "Mundur, Baizhu!" teriaknya, mengarahkan serangan ke makhluk itu. Peluru api itu terbang dengan cepat, menabrak tubuh Nyxaroth Primus dan meledak dengan kekuatan yang cukup besar. Namun, seolah tidak merasa sakit, Nyxaroth hanya mendengus dan mengayunkan cakarnya dengan lebih cepat.

"Tahan dia, Jinshi!" Baizhu teriak, mencoba untuk kembali bangkit meskipun tubuhnya kesakitan. "Kita harus menyerang secara bersamaan!"

Namun, saat serangan Jinshi mengenai Nyxaroth Primus, makhluk itu hanya tertawa sinis. Tanpa ampun, dia bergerak maju dan memukul Jinshi dengan cakarnya yang raksasa, mengirimkan wanita itu terpelanting ke tanah. Tubuhnya terhuyung, namun dia cepat bangkit, mata putihnya berkilau dengan intensitas yang bahkan Baizhu belum pernah lihat sebelumnya.

“Tidak ada yang bisa menghentikanku!” teriak Nyxaroth Primus dengan suara yang dalam dan menggema. "Kalian hanyalah penghalang dalam perjalanan kehancuran!"

Baizhu bergegas maju dengan penuh tekad, namun sebelum ia bisa menyerang, makhluk itu kembali berputar, menyambar Baizhu dengan cakar lainnya. Baizhu mengangkat pedangnya untuk melindungi dirinya, namun serangan itu membuat tubuhnya terlempar ke belakang, terhantam dengan keras ke tanah.

Jinshi tidak bisa hanya diam. Melihat Baizhu terpelanting, dia segera melompat ke depan, memanfaatkan kekuatan sihir api yang lebih kuat, menciptakan api yang mengelilinginya. Dengan seruan, dia mengarahkan bola api besar ke tubuh Nyxaroth Primus. Api itu menyelimuti makhluk itu dengan kekuatan yang seharusnya bisa menghancurkannya, namun Nyxaroth Primus hanya menggeram, sedikit terguncang namun tetap berdiri kokoh.

"Kau pikir itu cukup untuk menghentikanku?" teriak Nyxaroth Primus, mengayunkan tangannya dengan kejam ke arah Jinshi.

Jinshi dengan cepat melompat mundur, menghindari serangan tersebut. Namun, Baizhu yang sudah kembali berdiri, melancarkan serangan lain dengan pedangnya. "Kita harus mengalahkannya sekarang! Jinshi, serang dari sisi kiri!" Baizhu memberi perintah dengan nada yang tegas, suara penuh kekesalan.

Jinshi mengangguk, memanipulasi api sekali lagi, kali ini lebih besar dan lebih panas dari sebelumnya. Api itu memancar ke arah Nyxaroth Primus, namun makhluk itu dengan mudah mengangkat salah satu cakarnya dan menangkis serangan Jinshi, membuat api itu meleset dan meledak di udara.

"Bagaimana mungkin?" Baizhu mendesis, kekesalan yang semakin terlihat di wajahnya. "Kekuatan ini... terlalu besar..."

Jinshi dan Baizhu terlihat terdesak, terjebak dalam pertempuran yang tampaknya tak akan pernah berakhir. Mereka menyerang, namun setiap serangan yang mereka lancarkan hanya dihancurkan oleh kekuatan gelap Nyxaroth Primus. Tak hanya itu, energi mereka pun semakin terkuras, tubuh mereka lelah dan penuh luka, dan makhluk itu hanya semakin kuat.

Tiba-tiba, sebuah ledakan besar terdengar dari arah mereka, menyentakkan tanah dengan keras. Sebuah suara menggema dari dalam hutan.

“Kalian tidak akan menang.”

Nyxaroth Primus mengangkat tubuh besar dan berdiri tegak, memandang mereka dengan senyum lebar dan penuh kebencian. "Aku akan mengakhiri segalanya di sini dan sekarang."

Baizhu dan Jinshi, meskipun mereka berusaha bertahan, bisa merasakan tubuh mereka semakin lelah. Jinshi meraih tangan Baizhu, mencoba memberikan kekuatan yang tersisa melalui sihirnya. "Baizhu... kita tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Jika kita tidak melakukan sesuatu sekarang..."

Namun sebelum mereka bisa melanjutkan, sebuah bayangan melesat dengan kecepatan luar biasa. Sebuah sosok datang seperti kilat, melompat ke tengah pertempuran dengan kekuatan yang luar biasa. Fabio, yang tiba-tiba muncul di depan mereka, dengan senyum tipis yang penuh ketegasan, melesat di udara, menyerang Nyxaroth Primus dengan kekuatan yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.

"Kau tidak akan lagi merusak apa pun!" teriak Fabio, suaranya penuh dengan kemarahan yang mendalam.

Baizhu, Jinshi, dan Thalysa terkejut. Mereka melihat Fabio dengan mata yang penuh keheranan—pria yang baru saja terbangun dari pingsannya, kini berdiri di depan mereka dengan aura yang begitu kuat dan penuh tekad. Fabio, dengan gerakan cepat, menarik senjata dari ikat pinggangnya—senjata yang terbuat dari bahan tak dikenal, sebuah Khompes, dengan desain yang begitu tajam dan kuat, seolah memiliki kekuatan yang tak terduga.

"Ini saatnya!" Fabio berteriak, melesat dengan penuh keberanian. "Aku akan mengakhiri ini!"

Ketegangan di udara semakin terasa saat Fabio melesat ke tengah pertempuran, senjata di tangannya bersinar dengan kekuatan yang luar biasa. Nyxaroth Primus, yang sedang berhadapan dengan Baizhu dan Jinshi, mendongak, matanya yang penuh amarah kini tertuju pada Fabio yang baru saja muncul.

Serangan besar yang dilancarkan oleh Nyxaroth Primus sebelumnya mengguncang tanah, dan ketika Fabio melesat maju, suasana menjadi semakin panas. Tanah di bawah kaki mereka bergetar, dan bayangannya menutupi seluruh medan pertempuran seolah-olah makhluk itu bisa mematahkan harapan mereka dalam sekejap. Namun, Fabio, yang baru saja bangkit dari keterpurukannya, kini menghadapi makhluk itu dengan tekad yang membara, meskipun tubuhnya masih lemah dan energinya hampir habis.

"Kau... tidak akan menang!" teriak Fabio, suaranya penuh keberanian yang membuat udara di sekitarnya terasa lebih tegang. Senjatanya yang berbentuk Khompes, sejenis pedang dengan ujung seperti kapak dan bercahaya, berkilauan dengan kekuatan yang tampaknya datang dari sumber yang tidak mereka ketahui. Bahan senjata itu terasa asing, seperti bukan dari dunia ini, memancarkan aura yang sangat berbeda dari apapun yang pernah mereka lihat.

Baizhu dan Jinshi berhenti sejenak, tertegun oleh kemunculan Fabio. Mereka bisa merasakan perubahan yang tiba-tiba pada dirinya—sebuah kekuatan baru yang sangat berbeda dari sebelumnya. Tidak hanya itu, senjata yang ia pegang tampak seperti mengandung kekuatan yang mampu merobek kekuatan gelap Nyxaroth Primus.

"Fabio..." Baizhu bergumam, matanya penuh kebingungan dan kekaguman. "Apa itu...?"

"Hati-hati!" Jinshi memperingatkan, matanya terbuka lebar saat melihat Fabio melompat ke udara, menyerang Nyxaroth Primus dengan kecepatan yang luar biasa. Dalam sekejap, Fabio berada tepat di atas makhluk raksasa itu, senjata Khompes yang terangkat tinggi, siap untuk menghujamkan kekuatannya.

Nyxaroth Primus, yang merasakan ancaman yang datang dengan cepat, mengeluarkan suara geraman yang mengguncang udara. Dengan gerakan cepat, ia mengayunkan cakarnya yang besar, berusaha menghalangi serangan Fabio. Namun, Fabio melesat dengan sangat cepat, menghindari serangan itu dengan kelincahan yang luar biasa. Tubuhnya terbang seakan meluncur di udara, gerakannya seolah tidak terbatas oleh hukum fisika.

"Kau tidak akan menghentikanku!" teriak Nyxaroth Primus, seraya melanjutkan serangannya. Namun, Fabio sudah berada di atasnya, senjata Khompes yang berkilau di tangannya bersiap untuk menghujamkan pukulan yang mematikan.

Dengan kecepatan yang tak terduga, Fabio melancarkan serangannya ke jantung Nyxaroth Primus. Senjata itu menembus kulit makhluk itu, dan tubuh raksasa itu terhuyung mundur, merasakan betapa tajam dan kuatnya serangan tersebut. Darah hitam mulai mengalir dari luka besar yang diderita oleh Nyxaroth, tapi makhluk itu hanya menggeram marah, tak merasa cukup untuk dihentikan.

Baizhu dan Jinshi, yang mengamati pertempuran dengan perasaan campur aduk, terkejut oleh kecepatan dan kekuatan serangan Fabio. "Dia... dia bukan Fabio yang kita kenal!" Baizhu berbisik, matanya lebar, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja dia lihat.

"Senjata itu... itu bukan senjata biasa," Jinshi menambahkan, ekspresinya penuh kebingungan dan rasa hormat yang mendalam. "Itu lebih kuat daripada apa yang kita tahu. Tapi... dari mana dia mendapatkannya?"

Nyxaroth Primus mengeluarkan teriakan marah yang menggetarkan tanah di bawah mereka. "KAU!" makhluk itu berteriak dengan suara yang menggema. "Kau tidak bisa mengalahkanku! Aku adalah pemimpin dari semua Nyxaroth!"

Namun, Fabio tidak gentar. Dengan senjata yang masih terangkat tinggi, dia mengarahkannya langsung ke tubuh Nyxaroth Primus, yang kini mulai terhuyung, semakin lemah. "Aku tidak akan memberi kesempatan padamu untuk menghancurkan lebih banyak lagi," ujar Fabio dengan suara penuh tekad, meskipun tubuhnya sudah terlihat lelah dan terengah-engah.

Di saat yang sama, energi dari tubuh Fabio tampaknya memancar keluar, memancarkan cahaya yang semakin terang, seolah menguasai kekuatan yang lebih besar daripada yang dapat dia kontrol. Senjata Khompes di tangannya menyala dengan terang, dan, meskipun tubuhnya hampir tidak mampu bergerak lagi, dia terus maju, mengerahkan semua kekuatannya.

Dengan satu gerakan yang sangat kuat, Fabio mengayunkan senjatanya ke arah Nyxaroth Primus. Tubuh makhluk itu terhantam, dan luka besar menganga di tubuhnya, menyebabkan darah hitam menyembur keluar. Namun, meskipun terluka parah, Nyxaroth Primus tidak jatuh begitu saja. Tubuhnya bergetar, dan dengan suara yang penuh kebencian, ia teriak lagi, "KAU ZERO!"

"Bagaimana bisa kau ada di sini sekarang?!" teriak Nyxaroth Primus, matanya menyala dengan kemarahan yang tak terbendung. "Tuanku sudah membunuhmu lima ratus tahun yang lalu! Kau tidak bisa kembali!"

Dengan teriakan yang menggema, tubuh Nyxaroth Primus terguncang. Fabio, yang tidak terpengaruh oleh makhluk itu, terus melancarkan serangannya, meskipun ia mulai merasa kelelahan yang sangat dalam. Serangan demi serangan menghujam tubuh Nyxaroth, memotong bagian demi bagian dari tubuh raksasa itu.

Jinshi, Baizhu, dan Thalysa mengamati dengan mata terbelalak, kebingungan dan ketakutan bercampur aduk di dalam diri mereka. Zero? Siapa sebenarnya Fabio?

Dengan satu serangan terakhir yang sangat kuat, Fabio mengayunkan Khompes dan menembus tubuh Nyxaroth Primus, menghancurkan tubuh raksasa itu hingga menjadi separuh tubuh yang tersisa. Darah hitam berceceran, dan tubuh makhluk itu terjatuh ke tanah dengan suara gemuruh yang menggetarkan tanah.

Namun, ketika mereka bertiga merasa bahwa pertempuran ini sudah berakhir, sebuah tawa besar terdengar, menggema di sekitar mereka. Nyxaroth Primus, meskipun tubuhnya hancur, mulai tertawa dengan suara yang sangat besar dan melengking.

"INI BELUM BERAKHIR!" teriak Nyxaroth Primus, matanya menyala dengan kebencian yang tak terhingga. "HAHAHAHA! INI BELUM BERAKHIR, FABIOOOO!"

Tawa itu menggema seakan berasal dari seluruh hutan. Kemudian, tubuh Nyxaroth Primus hancur menjadi abu, tertiup angin yang tiba-tiba datang. Namun, mereka bertiga (Baizhu, Jinshi, dan Thalysa) menyadari bahwa itu bukan tubuh utamanya—itu hanya sebuah klon.

"Ini belum berakhir..." Baizhu bergumam dengan ekspresi serius, matanya penuh peringatan. "Nyxaroth Primus belum kalah."

Jinshi menghela napas panjang, mengerutkan kening. "Tapi... kita berhasil menghentikan klon ini... untuk sekarang."

Mereka bertiga merasa lega, namun ada ketidakpastian yang tersisa di dalam hati mereka. Fabio, meskipun berdiri di tengah-tengah mereka dengan wajah yang tak terbaca, tidak mengatakan apa-apa. Tubuhnya terasa sangat lelah setelah pertempuran yang luar biasa itu.

Namun, yang mereka tidak tahu adalah bahwa Fabio masih terjebak dalam kelelahan yang sangat dalam. Saat mereka melihatnya berdiri diam, Thalysa dan Jinshi menghampiri Fabio dengan hati-hati, kecemasan mulai menyelimuti mereka.

"Fabio..." Thalysa berbisik, suaranya lembut. Namun tidak ada respons.

Fabio berdiri, tetapi matanya kosong. Sebelum mereka bisa bertanya lebih lanjut, tubuh Fabio tiba-tiba goyah, dan ia jatuh pingsan, terjatuh ke tanah dalam keadaan tak sadarkan diri.

Related chapters

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 0: Zero

    Rasa dingin menyelimuti tubuh Fabio, membangunkannya dari kegelapan yang tampak abadi. Namun, ini bukan kebangkitan seperti biasa. Tidak ada tanah di bawah kakinya, tidak ada langit di atasnya—hanya kehampaan yang tak terhingga, sebuah dunia yang tidak bisa dijelaskan dengan logika atau imajinasi. Segalanya terasa tidak nyata, namun begitu jelas di depan matanya.Di tengah kehampaan itu, berdiri sosok yang pernah dilihatnya sebelumnya, namun kali ini dengan penampilan yang berbeda. Tubuh sosok itu hitam pekat seperti malam tanpa bintang, tetapi dihiasi pola galaksi yang berpendar lembut, menciptakan kontras antara kegelapan dan keindahan yang tidak bisa dijelaskan. Pola itu bergerak perlahan, seperti nebula yang melayang di angkasa, memberi kesan kehidupan yang tak terbatas sekaligus kesunyian yang mendalam.Matanya bersinar seperti supernova—cahaya putih yang menusuk, seolah menembus segala hal. Rambut panjangnya melayang perlahan, seperti berada dalam gravitasi nol, berganti warna d

    Last Updated : 2024-12-18
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 1: Kerajaan Valtor

    Satu minggu setelah Fabio dinyatakan pulih sepenuhnya, dia akhirnya bisa bergerak dengan normal. Luka-luka yang sebelumnya membuat tubuhnya tampak mustahil untuk pulih kini telah sembuh tanpa jejak, meninggalkan Fabio dengan pertanyaan yang belum terjawab tentang kekuatan misterius dalam dirinya. Namun, tidak ada waktu untuk merenung terlalu lama—pagi itu, seorang utusan kerajaan datang ke rumah sakit, menyampaikan pesan dari Putri Jinshi. Fabio dipanggil ke istana untuk sebuah audiensi penting.Thalysa, yang sedang menemani Fabio saat itu, memutuskan untuk ikut bersamanya. Tidak lama setelahnya, Baizhu juga bergabung, tampak lebih serius dari biasanya, meskipun ekspresinya tetap sulit ditebak.-Istana Thalos: Ruang Singgasana-Istana kerajaan Thalos berdiri megah di tengah ibu kota, sebuah bangunan yang memancarkan wibawa sekaligus keindahan. Pilar-pilar besar dari batu granit hitam menopang atap berlapis emas, sementara dindingnya dihiasi ukiran kuno yang menceritakan sejarah panjan

    Last Updated : 2024-12-18
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 2: Misi dan Ramalan

    Ruang singgasana istana Thalos dipenuhi keheningan yang tegang. Jinshi, yang memimpin rapat kecil itu, berdiri di dekat singgasana dengan tangan terkepal di belakang punggungnya. Di depannya, Fabio, Thalysa, dan Baizhu berdiri dalam jarak yang tidak terlalu dekat. Wajah mereka menunjukkan emosi yang berbeda—Fabio dengan ekspresi serius namun tenang, Thalysa yang penuh tekad, dan Baizhu dengan kerutan tajam di dahinya."Fabio," Jinshi memulai, suaranya lembut namun tegas, "Aku ingin kau pergi ke Valtor dan menyusul ayahku, Kaito Akio V."Mata Fabio sedikit membesar mendengar perintah itu. "Menyusul ke Valtor?" tanyanya, nada suaranya penuh keheranan.Jinshi mengangguk. "Ayahku sedang dalam perjalanan diplomatik untuk memperbaiki hubungan dengan kerajaan itu. Tetapi situasi ini sangat sensitif, dan aku khawatir dia mungkin membutuhkan bantuan. Kau telah menunjukkan kekuatan yang luar biasa dalam pertempuran melawan Nyxaroth Primus. Aku percaya kau bisa melindungi ayahku jika sesuatu ter

    Last Updated : 2024-12-21
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 3: Konflik di Ashenfield

    Perjalanan Fabio dan Thalysa menuju Kerajaan Valtor baru memasuki hari kelima ketika mereka mencapai dataran terbuka yang dikenal sebagai Ashenfield. Matahari senja menyinari lanskap yang suram, menciptakan bayangan panjang di atas tanah abu-abu yang penuh dengan bekas luka bencana. Ashenfield adalah sisa-sisa kehancuran besar selama Cataclysmic Catastrophe, di mana api besar telah melalap kehidupan dan meninggalkan tanah yang penuh energi magis tak stabil. Namun, penduduk setempat yang tangguh berusaha keras menghidupkan kembali daerah ini dengan bercocok tanam, meskipun tanah masih menyimpan jejak kutukan.Fabio memperhatikan sekeliling dengan ekspresi netral, pandangannya menyapu reruntuhan dan ladang yang tak subur. Di sebelahnya, Thalysa menatap dengan penuh perhatian, memperhatikan penduduk yang tampak lelah namun tetap berusaha bekerja di bawah bayang-bayang kehancuran. Mereka memasuki desa kecil di tengah dataran itu, tempat asap tipis dari dapur-dapur kayu mengepul ke udara.

    Last Updated : 2024-12-23
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 4: Penyelidikan dan Surat

    Penginapan kecil tempat Fabio dan Thalysa tinggal selama di Ashenfield tidak terlalu ramai pagi itu. Udara dingin dari luar terasa menusuk, tetapi kehangatan dari api di perapian ruangan utama penginapan membuat suasana sedikit lebih nyaman. Fabio duduk di salah satu kursi dekat jendela, pandangannya terpaku pada jalanan yang mulai sibuk dengan penduduk setempat. Di sampingnya, Thalysa berdiri dengan tangan terlipat, wajahnya menunjukkan ekspresi tidak puas setelah mendengar rencana yang diusulkan Fabio."Kita tidak membutuhkan bantuan," ujar Thalysa dengan nada tegas. "Kita bisa menyelesaikan masalah ini sendiri. Lagipula, Ashenfield hanyalah sebuah daerah kecil. Aku yakin ini bukan prioritas tinggi bagi kerajaan."Fabio menghela napas, menoleh ke arahnya. "Thalysa, aku tahu kau percaya pada kemampuan kita, tapi ini bukan tentang seberapa kuat atau cerdas kita. Ini tentang skala masalahnya. Jika kita gagal di sini, dampaknya bisa lebih besar dari yang kau bayangkan."Thalysa mengerut

    Last Updated : 2024-12-26
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 5: Jejak Konspirasi Ashenfield

    Fabio memulai penyelidikannya dengan hati-hati. Sejak tiba di Ashenfield, ada sesuatu yang tidak beres—rakyat tampak murung, pembicaraan mereka berbisik, dan kehadiran para prajurit lokal terasa mengintimidasi. Setelah mendengar desas-desus di sekitar penginapan, Fabio berhasil mendapatkan informasi bahwa tiga bangsawan di wilayah ini memainkan peran penting dalam situasi buruk Ashenfield.Ketiganya memiliki reputasi yang berbeda di mata masyarakat, tetapi kesamaan mereka adalah kuasa mereka yang besar dan jejak kecurigaan yang membayangi. Nama-nama mereka: Lord Gregor Ashbourne, Baron Alaric Whitmore, dan Duke Cedric Ravenshade.Lord Gregor AshbournePeran: Sang manipulator, Gregor adalah dalang di balik upaya menyebarkan konspirasi antara masyarakat Ashenfield dan bangsawan lainnya. Dia menggunakan retorika dan propaganda untuk menciptakan ketidakpercayaan di antara mereka, memperburuk hubungan antar kelas sosial.Ciri Khas: Gregor adalah pria dengan wajah ramah, tetapi matanya taja

    Last Updated : 2025-01-06
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 6: Pengejaran dalam Bayang Hutan

    Malam masih pekat saat Fabio melompat keluar dari jendela mansion, meninggalkan suara teriakan prajurit dan dentingan logam di belakangnya. Udara dingin menghantam wajahnya, tetapi itu lebih baik daripada bilah tombak yang hampir menyentuh punggungnya. Dia mendarat di tanah dengan ringan, tubuhnya bergerak tanpa ragu ke arah hutan yang gelap, tempat bayangan sang assassin telah menghilang."Aku harus menangkapnya," pikir Fabio, langkah kakinya semakin cepat di atas dedaunan basah. Dia tahu, jika gagal menangkap pembunuh itu, dia akan kehilangan satu-satunya kesempatan untuk membersihkan namanya.Hutan di malam hari adalah labirin tanpa ujung. Pohon-pohon besar menjulang seperti dinding gelap, dan hanya sinar rembulan yang menembus sela-sela dedaunan memberikan sedikit penerangan. Fabio menghentikan langkahnya sejenak, telinganya tajam menangkap setiap suara.“Kau tidak bisa jauh,” gumam Fabio pelan, suaranya hampir tak terdengar. Tangannya menggenggam Khopesh erat, senjata itu memanca

    Last Updated : 2025-01-08
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Chapter Interlude: Penghakim

    Langit kelabu menggantung di atas kota yang dipenuhi debu, rumah-rumah dengan dinding retak berdiri seperti saksi bisu atas sejarah panjang yang telah dilupakan oleh mereka yang berkuasa. Kisah ini bukan tentang seorang pahlawan yang bangkit untuk menyelamatkan dunia, bukan juga tentang seorang yang ditakdirkan menjadi cahaya dalam kegelapan. Ini adalah kisah yang diturunkan dari generasi ke generasi, kisah tentang seorang anak petani miskin yang bermimpi mengangkat derajat keluarganya—dan bagaimana dunia menghancurkannya dengan kebrutalan yang tak terbayangkan, Ini adalah kisah yang diceritakan turun temurun. Sejak kecil, ia selalu melihat ayahnya membungkuk di ladang, bekerja tanpa henti untuk mendapatkan segenggam gandum demi memberi makan keluarganya. Ibunya menjahit pakaian dengan tangan kasar yang penuh luka, sementara adik-adiknya menangis kelaparan di sudut gubuk reyot yang mereka sebut rumah. Hidup dalam kemiskinan bukanlah pilihan, tetapi sebuah warisan yang dipaksakan ole

    Last Updated : 2025-01-19

Latest chapter

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 9: Diskusi

    Langit malam masih diselimuti oleh keheningan yang dingin ketika Fabio dan Rava bergerak dalam bayangan, menyusuri gang-gang sempit menuju penginapan tempat Thalysa berada. Langkah mereka hampir tak bersuara, seperti dua siluet yang menyatu dengan gelapnya malam. Meskipun mereka sekarang telah sepakat untuk bekerja sama, Fabio tidak bisa mengabaikan kewaspadaannya terhadap Rava, dan hal yang sama jelas terpancar dari tatapan Rava yang selalu meneliti lingkungan sekitarnya.Setibanya di penginapan, Fabio memimpin jalan menuju kamar Thalysa tanpa banyak bicara. Rava tetap di belakangnya, sikapnya tenang, tetapi jelas tidak santai. Mereka berdua tahu bahwa pertemuan ini tidak akan berjalan mulus, dan Fabio hanya bisa berharap bahwa Thalysa cukup rasional untuk mendengar penjelasannya sebelum bertindak gegabah.Begitu Fabio membuka pintu kamar dan melangkah masuk, segalanya terjadi begitu cepat. Dalam sekejap, bayangan melesat dari sudut ruangan, dan sebelum Rava sempat bereaksi, sebuah p

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 8: Assassins II

    Cahaya api unggun berpendar samar di tengah kegelapan hutan, bayangannya menari-nari di permukaan tanah lembab. Angin malam berembus dingin, membawa suara dedaunan yang berbisik seolah menyaksikan pertarungan diam antara dua individu di sisi berlawanan. Fabio duduk bersila di seberang perapian, sorot matanya tajam, menembus sosok di depannya yang masih terkekang dalam rantai besi.Rava menatapnya dengan penuh kebencian, tetapi di balik sorot mata keemasan itu, Fabio bisa membaca kelelahan dan rasa sakit yang berusaha disembunyikan. Luka di perutnya masih basah, meskipun telah diperban dengan rapi. Namun, ketahanan Assassin itu patut dipuji. Bahkan dalam kondisi sekarat, ia masih berusaha menampilkan dirinya sebagai ancaman.Fabio mengulurkan tangan ke tanah, mengambil sebongkah kayu dan melemparkannya ke api unggun. Percikan api melesat sesaat sebelum padam. Ia tidak terburu-buru. Waktu ada di pihaknya."Aku tidak punya banyak kesabaran," ucapnya, suaranya datar dan tanpa emosi. "Siap

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 7: Assassins I

    Hutan malam adalah penjara tanpa dinding, di mana kegelapan menggantung seperti tirai kematian. Fabio terus berlari, napasnya berat, tetapi langkahnya tetap mantap. Tentara yang mengejarnya kini hanya tinggal bayangan yang tertinggal jauh di belakang. Pepohonan tinggi dan semak belukar yang menutup jalan adalah perlindungan terbaiknya. Namun, saat kesadarannya mulai menenangkan denyut adrenalinnya, ia menyadari sesuatu yang lebih berbahaya—ia telah tersesat.Sunyi. Hanya desiran angin yang merayap di sela dedaunan dan suara langkahnya yang teredam oleh tanah basah. Hutan ini bukan tempat yang ramah, dan Fabio tahu lebih baik daripada siapa pun bahwa tempat yang sunyi hanyalah latar belakang bagi sesuatu yang mengintai dalam kegelapan.Lalu ia mendengarnya.Jeritan tajam, bukan suara manusia. Bukan suara biasa. Itu adalah raungan Nyxaroth. Fabio mengangkat kepalanya, matanya menyipit dalam kegelapan saat ia mencoba menentukan arah sumber suara. Kewaspadaannya meningkat. Bukan karena ke

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Interlude Chapter: Asa Terakhir II

    Malam itu langit pekat tanpa bintang, gelapnya menelan sisa-sisa cahaya yang tersisa di dunia yang telah lama kehilangan harapan. Di dalam sebuah gubuk reyot yang hampir rubuh, seorang anak tidur dengan tubuh menggigil, bukan hanya karena udara dingin yang merayapi kulitnya, tetapi juga karena kelelahan dari hidup yang tak pernah memberinya ruang untuk bernapas. Tidur bukanlah tempat yang aman baginya, tetapi malam itu, ia bermimpi.Dalam mimpi itu, ia melihat ibunya—bukan sebagai mayat yang tergeletak tanpa kepala di tanah berlumpur, tetapi seperti dulu, sebelum dunia merenggutnya. Wajahnya lembut, matanya penuh kasih sayang, dan di tangannya ada sesuatu yang bersinar. Sebuah relik tua, berkilauan dengan cahaya redup, seperti api kecil yang bertahan di tengah badai. Ibunya tidak berbicara, hanya tersenyum dan mengulurkan tangannya, dan tanpa berpikir, anak itu mengambilnya.Ketika ia terbangun, dadanya naik turun dengan napas tersengal, tangannya masih terasa hangat dari sentuhan ibu

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Chapter Interlude: Asa Terakhir

    Langit kelabu menggantung berat di atas kota yang dulunya megah, kini hanya menjadi sisa-sisa peradaban yang nyaris hancur. Jalanan dipenuhi lumpur, genangan air kotor bercampur darah yang telah mengering, aroma kemiskinan menyelimuti setiap sudut. Dunia ini bukan lagi tempat bagi mimpi-mimpi besar, hanya tempat bagi mereka yang cukup beruntung untuk bertahan hidup sehari lagi. Setelah perang panjang melawan Nyxaroth, umat manusia tidak menemukan kebebasan, melainkan ketakutan yang lebih pekat dari sebelumnya. Setelah kiamat, dunia tidak menemukan kedamaian—hanya peradaban yang mencoba bangkit di atas tulang-tulang mereka yang telah gugur. Namun, di masa transisi ini, kekuasaan lebih kejam dari sebelumnya. Para petinggi manusia tidak hanya sekadar memulihkan apa yang hilang, tetapi juga memastikan bahwa mereka yang berkuasa tetap berkuasa. Relik-relik sihir yang ditemukan dari reruntuhan perang menjadi alat dominasi, bukan untuk melindungi rakyat, melainkan untuk menindas mereka. Se

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Chapter Interlude: Pahlawan Terlupakan II

    Dunia telah hancur oleh peperangan, oleh keserakahan, oleh dosa-dosa yang dilahirkan oleh manusia itu sendiri. Kota-kota yang dulu megah kini hanya puing-puing yang tertimbun debu, peradaban yang dulu berkilauan kini menjadi kuburan tanpa nama, hanya diingat oleh mereka yang masih bertahan hidup di dunia yang telah kehilangan maknanya. Dalam kehancuran itu, seorang pria berjalan tanpa arah, pahlawan yang telah dicampakkan, terlupakan oleh mereka yang dulu bersorak memujanya. Ia tidak lagi mencari pengakuan, tidak lagi mencari tujuan, hanya berjalan, tanpa suara, tanpa harapan. Di suatu tempat dalam kehancuran ini, ia bertemu dengan seseorang yang tidak perlu diperkenalkan. Orang-orang menyebutnya "Penghakim." Mereka semua tahu kisahnya, bagaimana ia menyalakan api pemberontakan, bagaimana ia mengadili mereka yang berkuasa dengan cara yang paling brutal, bagaimana ia menghancurkan kerajaan yang ia anggap sebagai akar dari segala kebusukan dunia. Pahlawan tahu siapa dia. Tapi yang tid

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Chapter Interlude: Pahlawan Terlupakan

    Ini adalah kisah yang diceritakan turun temurun dimana seorang anak manusia pernah bermimpi menjadi pahlawan. Ia tumbuh mendengar kisah-kisah tentang ksatria yang membela yang lemah, tentang raja-raja yang bijaksana, dan tentang keajaiban yang turun dari surga untuk menyelamatkan dunia. Ia percaya bahwa suatu hari nanti, namanya akan tertulis di halaman sejarah, disebut dengan hormat oleh generasi mendatang. Ia percaya bahwa jika ia cukup kuat, cukup berani, cukup teguh, maka dunia akan mengenalnya sebagai pahlawan sejati. Tapi dunia tidak peduli pada mimpi anak-anak. Perjalanan itu dimulai dengan penuh harapan. Ia berlatih lebih keras dari siapa pun, bertarung melawan rintangan yang tak terhitung jumlahnya. Ia tidak punya darah bangsawan, tidak memiliki keberuntungan yang diberikan oleh keturunan suci, hanya tekad yang keras seperti baja dan hati yang menolak menyerah. Ketika akhirnya ia mendapatkan kesempatan untuk membuktikan dirinya, pedang yang muncul dalam mimpinya menuntunnya

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Chapter Interlude: Penghakim II

    Kebencian adalah benih yang tumbuh dalam keheningan, perlahan merayap seperti akar yang mencengkeram tanah, menolak untuk dilepaskan. Sang Protagonis, yang dulunya hanyalah seorang anak petani miskin dengan harapan sederhana, kini telah berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih kelam. Tidak ada lagi sisa dari pria yang pernah bermimpi menjadi prajurit kerajaan, yang percaya bahwa kehormatan dan keadilan masih memiliki tempat di dunia ini. Kerajaan telah menghancurkannya, menginjak-injak tubuh dan jiwanya hingga yang tersisa hanyalah kehampaan. Dari kehampaan itu, lahirlah sesuatu yang baru—kehendak untuk menghancurkan mereka yang pernah menghancurkannya. Ia berjalan dari desa ke desa, berbicara dalam bisikan, menyebarkan kebencian yang telah lama ada di hati rakyat tetapi selalu ditekan oleh ketakutan. Ia menceritakan kisahnya, bukan dengan air mata, tetapi dengan api yang membara di dalam matanya. Ia menunjukkan bekas luka di tubuhnya, membiarkan mereka melihat bukti nyata dari kebr

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Chapter Interlude: Penghakim

    Langit kelabu menggantung di atas kota yang dipenuhi debu, rumah-rumah dengan dinding retak berdiri seperti saksi bisu atas sejarah panjang yang telah dilupakan oleh mereka yang berkuasa. Kisah ini bukan tentang seorang pahlawan yang bangkit untuk menyelamatkan dunia, bukan juga tentang seorang yang ditakdirkan menjadi cahaya dalam kegelapan. Ini adalah kisah yang diturunkan dari generasi ke generasi, kisah tentang seorang anak petani miskin yang bermimpi mengangkat derajat keluarganya—dan bagaimana dunia menghancurkannya dengan kebrutalan yang tak terbayangkan, Ini adalah kisah yang diceritakan turun temurun. Sejak kecil, ia selalu melihat ayahnya membungkuk di ladang, bekerja tanpa henti untuk mendapatkan segenggam gandum demi memberi makan keluarganya. Ibunya menjahit pakaian dengan tangan kasar yang penuh luka, sementara adik-adiknya menangis kelaparan di sudut gubuk reyot yang mereka sebut rumah. Hidup dalam kemiskinan bukanlah pilihan, tetapi sebuah warisan yang dipaksakan ole

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status