Home / Fantasi / Zero: Forgotten Lost (INDONESIA) / Volume 2 Chapter 1: Kerajaan Valtor

Share

Volume 2 Chapter 1: Kerajaan Valtor

Author: Zeetsensei
last update Last Updated: 2024-12-18 18:55:29

Satu minggu setelah Fabio dinyatakan pulih sepenuhnya, dia akhirnya bisa bergerak dengan normal. Luka-luka yang sebelumnya membuat tubuhnya tampak mustahil untuk pulih kini telah sembuh tanpa jejak, meninggalkan Fabio dengan pertanyaan yang belum terjawab tentang kekuatan misterius dalam dirinya. Namun, tidak ada waktu untuk merenung terlalu lama—pagi itu, seorang utusan kerajaan datang ke rumah sakit, menyampaikan pesan dari Putri Jinshi. Fabio dipanggil ke istana untuk sebuah audiensi penting.

Thalysa, yang sedang menemani Fabio saat itu, memutuskan untuk ikut bersamanya. Tidak lama setelahnya, Baizhu juga bergabung, tampak lebih serius dari biasanya, meskipun ekspresinya tetap sulit ditebak.

-Istana Thalos: Ruang Singgasana-

Istana kerajaan Thalos berdiri megah di tengah ibu kota, sebuah bangunan yang memancarkan wibawa sekaligus keindahan. Pilar-pilar besar dari batu granit hitam menopang atap berlapis emas, sementara dindingnya dihiasi ukiran kuno yang menceritakan sejarah panjang kerajaan. Saat Fabio, Thalysa, dan Baizhu memasuki ruang singgasana, keheningan yang mendalam menyambut mereka.

Di ujung ruangan, Putri Jinshi duduk di atas singgasana, mengenakan gaun hitam dan biru gelap yang memancarkan kewibawaan. Meskipun Jinshi dikenal dengan sikap lembutnya, kali ini ada aura kekuatan yang lebih besar terpancar darinya—sebuah tanda bahwa dia kini memikul tanggung jawab besar sebagai Penguasa Tertinggi Sementara.

Fabio menatapnya dengan rasa hormat yang baru ia sadari, sementara Thalysa dan Baizhu segera memberikan penghormatan resmi. Fabio, yang sedikit bingung dengan protokol kerajaan, mengikuti dengan kikuk.

“Kalian bisa santai,” kata Jinshi dengan suara lembut namun tegas. “Tidak perlu formalitas berlebihan di sini. Terima kasih telah datang. Ada hal penting yang harus kita bicarakan.”

Setelah mereka duduk di kursi yang disediakan, Jinshi menghela napas panjang, seolah mencoba mengumpulkan pikirannya sebelum berbicara. “Seperti yang mungkin sudah kalian dengar, aku saat ini memegang peran sebagai Penguasa Tertinggi sementara. Ayahku, Kaito Akio V, sedang berada dalam ekspedisi ke kerajaan Valtor untuk memperbaiki hubungan diplomatik antara kedua kerajaan kita.”

Fabio memperhatikan ekspresi Jinshi yang serius, sementara Thalysa bertanya dengan nada hati-hati, “Apa yang terjadi dengan hubungan kita dengan Valtor, Jinshi-sama? Bukankah hubungan kita cukup stabil sebelumnya?”

Jinshi menggeleng pelan. “Stabil bukan kata yang tepat. Hubungan kita dengan Valtor telah memburuk sejak masa pemerintahan kakekku, Kaito Akio IV.”

Baizhu yang mendengar itu tampak sedikit tidak nyaman, tetapi ia tetap diam, membiarkan Jinshi melanjutkan.

“Kalian mungkin tahu bahwa Thalos dan Valtor dulunya memiliki hubungan yang sangat erat,” lanjut Jinshi. “Valtor adalah salah satu kerajaan penghasil petarung fisik terbaik di seluruh benua tengah. Prajurit mereka tidak hanya menguasai seni berpedang dan memanah, tetapi juga memiliki disiplin dan strategi yang luar biasa. Sementara Thalos lebih unggul dalam sihir, kita selalu mengandalkan Valtor untuk menyediakan pasukan petarung fisik terbaik untuk mempertahankan wilayah kita.”

Fabio mendengarkan dengan penuh perhatian, mencoba memahami kompleksitas hubungan kedua kerajaan ini.

“Namun,” Jinshi melanjutkan, “ketika Kaito Akio IV memimpin Thalos, dia membuat keputusan yang sangat buruk. Dia tidak hanya memutuskan untuk mengurangi kompensasi bagi Valtor atas pasukan yang mereka kirimkan, tetapi juga menuduh mereka menyalahgunakan sihir Thalos yang kita pinjamkan untuk melatih pasukan mereka. Tuduhan itu tidak berdasar, dan hal itu membuat Valtor tersinggung. Akibatnya, hubungan antara kedua kerajaan memburuk, dan kerjasama militer kita pun terputus.”

Fabio mengerutkan kening. “Jadi, Thalos kehilangan akses ke petarung fisik dari Valtor?”

Jinshi mengangguk. “Ya. Tanpa pasukan mereka, Thalos harus mengandalkan pasukan fisik kita sendiri, yang tidak sekuat atau seberpengalaman petarung dari Valtor. Kita memang memiliki penyihir yang hebat, tetapi sihir saja tidak cukup untuk melindungi kerajaan. Kita membutuhkan keseimbangan antara kekuatan fisik dan sihir, dan keseimbangan itu hilang ketika hubungan kita dengan Valtor runtuh.”

Fabio mencoba mencerna informasi itu. “Apa yang membuat pasukan Valtor begitu istimewa?”

Jinshi tersenyum kecil, seolah menghargai pertanyaannya. “Pasukan Valtor dilatih dengan metode yang sangat ketat. Setiap prajurit diajarkan untuk menguasai berbagai senjata, mulai dari pedang, tombak, hingga panah. Mereka juga diajarkan seni bertarung tangan kosong dan strategi militer yang kompleks. Namun, yang membuat mereka benar-benar luar biasa adalah filosofi mereka: ‘Kesempurnaan dalam kekuatan fisik adalah jalan menuju harmoni jiwa.’ Dengan kata lain, mereka tidak hanya melatih tubuh, tetapi juga pikiran dan jiwa mereka.”

Fabio menatap Jinshi dengan rasa kagum. “Mereka kedengaran seperti prajurit yang luar biasa.”

Thalysa menambahkan, “Aku pernah mendengar bahwa pasukan Valtor mampu bertarung bahkan dalam kondisi yang paling buruk—tanpa senjata, tanpa makanan, dan di tengah medan yang tak bersahabat. Mereka benar-benar tangguh.”

Jinshi mengangguk setuju. “Itulah mengapa hubungan kita dengan Valtor sangat penting. Namun, memperbaiki hubungan ini tidak akan mudah. Luka yang ditinggalkan oleh masa pemerintahan Kaito Akio IV masih membekas. Ayahku, Kaito Akio V, sedang mencoba memperbaiki hubungan itu, tetapi prosesnya akan memakan waktu.”

Baizhu akhirnya angkat bicara, meskipun suaranya terdengar lebih tegas daripada biasanya. “Apa kau yakin mereka akan menerima kita kembali? Valtor terkenal sangat menghormati harga diri mereka. Jika kita gagal mendapatkan kembali kepercayaan mereka, itu akan menjadi bencana bagi Thalos.”

Jinshi menghela napas, mengakui kebenaran kata-kata Baizhu. “Itulah risikonya, Baizhu. Tapi kita tidak punya pilihan lain. Tanpa bantuan Valtor, Thalos tidak akan mampu bertahan lama menghadapi ancaman dari luar, terutama dengan meningkatnya serangan Nyxaroth di wilayah ini.”

Fabio, yang telah mendengar banyak tentang Nyxaroth, akhirnya menyadari betapa gentingnya situasi ini. Dia tidak hanya berurusan dengan pertanyaan tentang identitas dirinya sendiri, tetapi juga berada di tengah konflik politik yang rumit. “Jadi, apa yang bisa kita lakukan untuk membantu?” tanyanya, meskipun dia merasa bahwa perannya dalam situasi ini masih belum jelas.

Jinshi menatap Fabio dengan pandangan yang penuh penghargaan. “Untuk saat ini, kita hanya bisa menunggu kabar dari ayahku. Tapi aku memanggil kalian ke sini karena aku ingin kalian tahu situasi sebenarnya. Kalian semua telah menunjukkan keberanian yang luar biasa dalam pertempuran melawan Nyxaroth Primus, dan aku percaya pada kemampuan kalian. Jika situasi memaksa, aku mungkin akan membutuhkan bantuan kalian untuk mendukung misi ayahku.”

Fabio mengangguk perlahan, merasa beban tanggung jawab itu mulai mengarah padanya. Thalysa di sebelahnya menatap Jinshi dengan penuh tekad. “Kau bisa mengandalkan kami, Jinshi-sama. Apa pun yang kau butuhkan, kami akan melakukannya.”

Baizhu, meskipun tidak berkata apa-apa, memberikan anggukan kecil yang menunjukkan persetujuannya.

Jinshi tersenyum tipis, meskipun ada kekhawatiran yang masih tampak di wajahnya. “Terima kasih. Untuk saat ini, aku hanya butuh kalian untuk tetap waspada. Dunia ini sedang berubah, dan aku merasa bahwa perubahan besar sedang mendekat.”

Fabio hanya bisa diam, tetapi dalam hatinya, dia tahu bahwa perjalanannya di dunia ini baru saja dimulai.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 2: Misi dan Ramalan

    Ruang singgasana istana Thalos dipenuhi keheningan yang tegang. Jinshi, yang memimpin rapat kecil itu, berdiri di dekat singgasana dengan tangan terkepal di belakang punggungnya. Di depannya, Fabio, Thalysa, dan Baizhu berdiri dalam jarak yang tidak terlalu dekat. Wajah mereka menunjukkan emosi yang berbeda—Fabio dengan ekspresi serius namun tenang, Thalysa yang penuh tekad, dan Baizhu dengan kerutan tajam di dahinya."Fabio," Jinshi memulai, suaranya lembut namun tegas, "Aku ingin kau pergi ke Valtor dan menyusul ayahku, Kaito Akio V."Mata Fabio sedikit membesar mendengar perintah itu. "Menyusul ke Valtor?" tanyanya, nada suaranya penuh keheranan.Jinshi mengangguk. "Ayahku sedang dalam perjalanan diplomatik untuk memperbaiki hubungan dengan kerajaan itu. Tetapi situasi ini sangat sensitif, dan aku khawatir dia mungkin membutuhkan bantuan. Kau telah menunjukkan kekuatan yang luar biasa dalam pertempuran melawan Nyxaroth Primus. Aku percaya kau bisa melindungi ayahku jika sesuatu ter

    Last Updated : 2024-12-21
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 3: Konflik di Ashenfield

    Perjalanan Fabio dan Thalysa menuju Kerajaan Valtor baru memasuki hari kelima ketika mereka mencapai dataran terbuka yang dikenal sebagai Ashenfield. Matahari senja menyinari lanskap yang suram, menciptakan bayangan panjang di atas tanah abu-abu yang penuh dengan bekas luka bencana. Ashenfield adalah sisa-sisa kehancuran besar selama Cataclysmic Catastrophe, di mana api besar telah melalap kehidupan dan meninggalkan tanah yang penuh energi magis tak stabil. Namun, penduduk setempat yang tangguh berusaha keras menghidupkan kembali daerah ini dengan bercocok tanam, meskipun tanah masih menyimpan jejak kutukan.Fabio memperhatikan sekeliling dengan ekspresi netral, pandangannya menyapu reruntuhan dan ladang yang tak subur. Di sebelahnya, Thalysa menatap dengan penuh perhatian, memperhatikan penduduk yang tampak lelah namun tetap berusaha bekerja di bawah bayang-bayang kehancuran. Mereka memasuki desa kecil di tengah dataran itu, tempat asap tipis dari dapur-dapur kayu mengepul ke udara.

    Last Updated : 2024-12-23
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 4: Penyelidikan dan Surat

    Penginapan kecil tempat Fabio dan Thalysa tinggal selama di Ashenfield tidak terlalu ramai pagi itu. Udara dingin dari luar terasa menusuk, tetapi kehangatan dari api di perapian ruangan utama penginapan membuat suasana sedikit lebih nyaman. Fabio duduk di salah satu kursi dekat jendela, pandangannya terpaku pada jalanan yang mulai sibuk dengan penduduk setempat. Di sampingnya, Thalysa berdiri dengan tangan terlipat, wajahnya menunjukkan ekspresi tidak puas setelah mendengar rencana yang diusulkan Fabio."Kita tidak membutuhkan bantuan," ujar Thalysa dengan nada tegas. "Kita bisa menyelesaikan masalah ini sendiri. Lagipula, Ashenfield hanyalah sebuah daerah kecil. Aku yakin ini bukan prioritas tinggi bagi kerajaan."Fabio menghela napas, menoleh ke arahnya. "Thalysa, aku tahu kau percaya pada kemampuan kita, tapi ini bukan tentang seberapa kuat atau cerdas kita. Ini tentang skala masalahnya. Jika kita gagal di sini, dampaknya bisa lebih besar dari yang kau bayangkan."Thalysa mengerut

    Last Updated : 2024-12-26
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 5: Jejak Konspirasi Ashenfield

    Fabio memulai penyelidikannya dengan hati-hati. Sejak tiba di Ashenfield, ada sesuatu yang tidak beres—rakyat tampak murung, pembicaraan mereka berbisik, dan kehadiran para prajurit lokal terasa mengintimidasi. Setelah mendengar desas-desus di sekitar penginapan, Fabio berhasil mendapatkan informasi bahwa tiga bangsawan di wilayah ini memainkan peran penting dalam situasi buruk Ashenfield.Ketiganya memiliki reputasi yang berbeda di mata masyarakat, tetapi kesamaan mereka adalah kuasa mereka yang besar dan jejak kecurigaan yang membayangi. Nama-nama mereka: Lord Gregor Ashbourne, Baron Alaric Whitmore, dan Duke Cedric Ravenshade.Lord Gregor AshbournePeran: Sang manipulator, Gregor adalah dalang di balik upaya menyebarkan konspirasi antara masyarakat Ashenfield dan bangsawan lainnya. Dia menggunakan retorika dan propaganda untuk menciptakan ketidakpercayaan di antara mereka, memperburuk hubungan antar kelas sosial.Ciri Khas: Gregor adalah pria dengan wajah ramah, tetapi matanya taja

    Last Updated : 2025-01-06
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 6: Pengejaran dalam Bayang Hutan

    Malam masih pekat saat Fabio melompat keluar dari jendela mansion, meninggalkan suara teriakan prajurit dan dentingan logam di belakangnya. Udara dingin menghantam wajahnya, tetapi itu lebih baik daripada bilah tombak yang hampir menyentuh punggungnya. Dia mendarat di tanah dengan ringan, tubuhnya bergerak tanpa ragu ke arah hutan yang gelap, tempat bayangan sang assassin telah menghilang."Aku harus menangkapnya," pikir Fabio, langkah kakinya semakin cepat di atas dedaunan basah. Dia tahu, jika gagal menangkap pembunuh itu, dia akan kehilangan satu-satunya kesempatan untuk membersihkan namanya.Hutan di malam hari adalah labirin tanpa ujung. Pohon-pohon besar menjulang seperti dinding gelap, dan hanya sinar rembulan yang menembus sela-sela dedaunan memberikan sedikit penerangan. Fabio menghentikan langkahnya sejenak, telinganya tajam menangkap setiap suara.“Kau tidak bisa jauh,” gumam Fabio pelan, suaranya hampir tak terdengar. Tangannya menggenggam Khopesh erat, senjata itu memanca

    Last Updated : 2025-01-08
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Chapter Interlude: Penghakim

    Langit kelabu menggantung di atas kota yang dipenuhi debu, rumah-rumah dengan dinding retak berdiri seperti saksi bisu atas sejarah panjang yang telah dilupakan oleh mereka yang berkuasa. Kisah ini bukan tentang seorang pahlawan yang bangkit untuk menyelamatkan dunia, bukan juga tentang seorang yang ditakdirkan menjadi cahaya dalam kegelapan. Ini adalah kisah yang diturunkan dari generasi ke generasi, kisah tentang seorang anak petani miskin yang bermimpi mengangkat derajat keluarganya—dan bagaimana dunia menghancurkannya dengan kebrutalan yang tak terbayangkan, Ini adalah kisah yang diceritakan turun temurun. Sejak kecil, ia selalu melihat ayahnya membungkuk di ladang, bekerja tanpa henti untuk mendapatkan segenggam gandum demi memberi makan keluarganya. Ibunya menjahit pakaian dengan tangan kasar yang penuh luka, sementara adik-adiknya menangis kelaparan di sudut gubuk reyot yang mereka sebut rumah. Hidup dalam kemiskinan bukanlah pilihan, tetapi sebuah warisan yang dipaksakan ole

    Last Updated : 2025-01-19
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Chapter Interlude: Penghakim II

    Kebencian adalah benih yang tumbuh dalam keheningan, perlahan merayap seperti akar yang mencengkeram tanah, menolak untuk dilepaskan. Sang Protagonis, yang dulunya hanyalah seorang anak petani miskin dengan harapan sederhana, kini telah berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih kelam. Tidak ada lagi sisa dari pria yang pernah bermimpi menjadi prajurit kerajaan, yang percaya bahwa kehormatan dan keadilan masih memiliki tempat di dunia ini. Kerajaan telah menghancurkannya, menginjak-injak tubuh dan jiwanya hingga yang tersisa hanyalah kehampaan. Dari kehampaan itu, lahirlah sesuatu yang baru—kehendak untuk menghancurkan mereka yang pernah menghancurkannya. Ia berjalan dari desa ke desa, berbicara dalam bisikan, menyebarkan kebencian yang telah lama ada di hati rakyat tetapi selalu ditekan oleh ketakutan. Ia menceritakan kisahnya, bukan dengan air mata, tetapi dengan api yang membara di dalam matanya. Ia menunjukkan bekas luka di tubuhnya, membiarkan mereka melihat bukti nyata dari kebr

    Last Updated : 2025-01-19
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Chapter Interlude: Pahlawan Terlupakan

    Ini adalah kisah yang diceritakan turun temurun dimana seorang anak manusia pernah bermimpi menjadi pahlawan. Ia tumbuh mendengar kisah-kisah tentang ksatria yang membela yang lemah, tentang raja-raja yang bijaksana, dan tentang keajaiban yang turun dari surga untuk menyelamatkan dunia. Ia percaya bahwa suatu hari nanti, namanya akan tertulis di halaman sejarah, disebut dengan hormat oleh generasi mendatang. Ia percaya bahwa jika ia cukup kuat, cukup berani, cukup teguh, maka dunia akan mengenalnya sebagai pahlawan sejati. Tapi dunia tidak peduli pada mimpi anak-anak. Perjalanan itu dimulai dengan penuh harapan. Ia berlatih lebih keras dari siapa pun, bertarung melawan rintangan yang tak terhitung jumlahnya. Ia tidak punya darah bangsawan, tidak memiliki keberuntungan yang diberikan oleh keturunan suci, hanya tekad yang keras seperti baja dan hati yang menolak menyerah. Ketika akhirnya ia mendapatkan kesempatan untuk membuktikan dirinya, pedang yang muncul dalam mimpinya menuntunnya

    Last Updated : 2025-01-21

Latest chapter

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 4 Chapter 1: Kondisi Benua Iblis (Codex Benua Iblis)

    Angin panas berhembus perlahan melewati jendela kayu penginapan yang menghadap ke arah selatan kota Ebonhold. Saat matahari tergelincir pelan di atas cakrawala berwarna tembaga, Fabio duduk di kursi tua, membuka lembar demi lembar gulungan peta dan dokumen yang mereka temukan selama perjalanan. Thalysa, duduk tak jauh darinya, menyandarkan dagu di atas tangannya, matanya menyusuri garis-garis lengkung pada peta yang menggambarkan benua yang sedang mereka tapaki—Benua Iblis, tanah yang telah lama hanya disebut-sebut dalam cerita buruk dan bisikan tak berani. Malam itu tidak diisi dengan pembicaraan tentang bahaya atau kematian, melainkan percakapan pelan yang penuh dengan rasa ingin tahu. Mereka tidak sedang bersiap untuk perang atau ritual, tetapi mencoba memahami tanah tempat mereka kini berdiri.Dengan luas mencapai 9,2 juta kilometer persegi, Benua Iblis hampir menyamai ukuran Benua Utama, rumah bagi Thalos, Valtor, dan berbagai peradaban besar lainnya yang telah berdiri sejak zama

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 4 Chapter 0: Benua Iblis

    Kapal udara melayang rendah, melintasi langit kelam yang mendominasi Benua Iblis. Angin dingin menerpa lambung kapal, membawa serta aroma besi dan tanah basah yang menguap dari permukaan di bawah. Dari kejauhan, Fabio dan Thalysa dapat melihat daratan hitam yang membentang luas, sebuah dunia yang seolah telah mati sejak lama. Tak ada kehijauan, hanya hamparan reruntuhan yang terbengkalai, seakan-akan sisa-sisa dari sebuah peradaban yang pernah ada namun kini hanya menjadi kenangan samar yang terkubur di bawah abu dan debu.Di tengah pemandangan yang begitu suram, ada satu titik cahaya yang menarik perhatian mereka—sebuah kota yang dikelilingi dinding tinggi, berdiri kokoh di antara kehancuran yang meliputi tanah ini. Lentera sihir berpendar redup di sepanjang jalan utama, memberikan sedikit penerangan di kegelapan yang abadi. Fabio mempersempit pandangannya. Kota ini terlihat seperti tempat perlindungan, tetapi tidak ada tempat di dunia ini yang benar-benar aman."Ebonhold," gumam Tha

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Chapter Interlude: Asa itu Masih Ada!

    Di bawah langit yang kelam dan tanah yang masih berbau abu, seorang pemuda berdiri di tengah reruntuhan yang dulunya adalah desanya. Bangunan-bangunan yang dulu penuh kehidupan kini hanyalah puing-puing yang berserakan. Udara masih menyisakan jejak kehancuran, dan setiap langkah yang ia ambil membawa suara kayu rapuh yang patah di bawah kakinya. Namun, meskipun dunia di sekitarnya hancur, matanya tidak memancarkan keputusasaan. Tangan pemuda itu menggenggam erat sekop tua yang ia temukan di antara reruntuhan. Ia menarik napas dalam, menatap tanah yang porak-poranda di hadapannya. "Aku akan membangun kembali desa ini," gumamnya, suaranya hampir seperti janji yang diucapkan kepada dirinya sendiri. Hari pertama adalah yang paling sulit. Ia mulai membersihkan puing-puing, satu demi satu, meskipun tubuhnya masih penuh luka akibat perang yang baru saja berlalu. Setiap kali ia mencoba mengangkat kayu besar atau memindahkan batu bata yang hancur, tubuhnya berteriak kesakitan. Tapi ia ti

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Chapter Interlude: Surat yang tidak Tersampaikan

    Di sebuah kamar penginapan kecil, di bawah cahaya redup lilin yang hampir habis, seorang pria duduk di depan meja kayu tua. Tangannya bergerak perlahan, pena yang dipegangnya menari di atas selembar kertas kosong. Udara malam menyelinap masuk melalui jendela yang terbuka sedikit, membawa aroma laut yang asin dan suara langkah kaki samar dari jalanan di luar.Malam ini, seperti malam-malam sebelumnya, ia menulis surat. "Aku tiba di kota ini menjelang senja. Jalanan sempitnya dipenuhi cahaya lentera yang menggantung di depan rumah-rumah kayu, menari pelan dihembus angin. Ada sesuatu tentang kota ini yang mengingatkanku padamu—mungkin caranya menyimpan kehangatan di tengah udara yang dingin, atau mungkin karena suara riuh pasar malamnya mengingatkanku pada tawamu yang pernah memenuhi hariku."Ia berhenti sejenak, menatap kata-kata yang baru saja ia tulis. Di sebelahnya, bertumpuk lembaran-lembaran kertas lain—surat-surat yang tak pernah dikirimkan. Setiap kota yang ia singgahi, setiap

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Chapter Interlude: Datang Lagi, Sampai Kapanpun

    Langit senja menggantung rendah di ufuk barat, menyelimuti desa kecil ini dengan semburat jingga yang hangat. Udara sore terasa lembut, membawa serta aroma tanah yang masih lembap setelah hujan siang tadi. Angin bertiup pelan, menggoyangkan dedaunan di sepanjang jalan berbatu yang kulewati. Aku berhenti sejenak, menghela napas dalam-dalam sebelum akhirnya melangkah masuk ke dalam warung kecil di sudut desa. Tempat ini tidak banyak berubah—meja-meja kayu sederhana, aroma masakan yang menggugah selera, dan suara orang-orang yang bercakap santai.Dan di sana, berdiri seorang gadis yang kukenal. Senyumnya masih sama. Hangat, menenangkan, dan… selalu berhasil membangkitkan sesuatu di dalam diriku yang sudah lama hilang."Wah, masakanmu enak dek," ucapku dengan nada ceria, berusaha menahan sesuatu yang perlahan mulai menggenang di dalam dadaku. Aku melahap cemilan yang ia buat dengan lahap, seolah rasa itu adalah sesuatu yang sudah lama kurindukan."Duh, makasih loh mas," jawabnya dengan se

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Chapter Interlude: Anak yang Tumbuh Membenci Manusia

    Seorang anak manusia lahir di dunia yang penuh kebohongan. Ia tumbuh tanpa mengetahui apa itu kasih sayang, tanpa memahami makna kelembutan. Setiap hari yang ia jalani bukanlah lembaran baru yang penuh harapan, melainkan kelanjutan dari penderitaan yang tak kunjung usai. Sejak kecil, ia melihat bagaimana manusia saling menghancurkan, bagaimana mereka tersenyum di depan tetapi menusuk dari belakang, bagaimana kebaikan hanyalah topeng untuk menutupi niat busuk yang mengendap dalam jiwa mereka. Anak itu tidak pernah tahu seperti apa rasanya dipeluk dengan tulus. Tidak pernah ada tangan yang menepuk kepalanya dengan lembut, tidak pernah ada suara yang mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Yang ia tahu hanyalah kelaparan, dingin, dan suara-suara kasar yang terus membentaknya, memberitahunya bahwa ia tidak diinginkan, bahwa ia tidak pernah seharusnya ada. Setiap malam, ia tidur dalam gelap, bukan karena lampu dipadamkan, tetapi karena kegelapan adalah satu-satunya teman yang tida

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 3 Chapter 13: Destinasi Berikutnya

    Malam terakhir di Valtor terasa lebih sunyi dari biasanya. Fabio dan Thalysa duduk di atas menara tertinggi di kota, menatap laut yang gelap dan tak berujung di kejauhan. Angin dingin membawa suara ombak yang menghantam tebing-tebing batu, menciptakan irama yang tak beraturan, seolah-olah lautan itu sendiri berbisik tentang sesuatu yang tidak bisa dipahami manusia. Lampu-lampu di kota perlahan mulai redup, meninggalkan hanya bintang-bintang yang terpantul samar di permukaan air yang hitam pekat.Thalysa menarik napas dalam-dalam sebelum bertanya, “Apa yang kita cari di sana, Fabio? Apakah hanya jawaban tentang Abyssal, atau lebih dari itu?” Suaranya lembut, tetapi ada kegelisahan yang jelas di dalamnya. Perjalanan mereka bukan sekadar ekspedisi biasa. Ini adalah langkah menuju sesuatu yang bahkan mereka sendiri tidak sepenuhnya pahami.Fabio tetap diam untuk waktu yang lama, hanya menatap cakrawala kosong tanpa ekspresi. Kemudian, akhirnya, ia menjawab dengan suara rendah, “Aku tidak

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 3 Chapter 12: Istirahat

    Setelah ritual berakhir, suasana dalam kuil masih terasa berat. Para Saint dan Septentrion menundukkan kepala saat Fabio, Thalysa, dan Kaito Akio V berjalan keluar dari Ruang Penghakiman. Hanya suara langkah kaki mereka yang menggema di lorong batu, seolah udara di dalam kuil pun menahan napas. Fabio masih diam, tidak berbicara sepatah kata pun sejak jawaban dari Sang Penghakim menggantung di udara. Matanya kosong, tatapannya menembus lantai tanpa benar-benar melihatnya. Seolah pikirannya masih terperangkap di dalam lingkaran ritual yang kini sudah padam.Thalysa mencuri pandang ke arahnya beberapa kali, ingin bertanya sesuatu tetapi tidak yakin bagaimana cara memulainya. Ini bukan pertama kalinya Fabio tenggelam dalam pikirannya sendiri, tapi ada sesuatu yang berbeda kali ini. Biasanya, dia hanya bersikap acuh, tetapi sekarang... ada sesuatu yang lain. Seakan ia sedang berada di antara dua dunia, berdiri di perbatasan antara masa lalu dan masa depan, tetapi tidak bisa melangkah ke sa

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 3 Chapter 11: Pertemuan Kedua

    Saat ritual berlangsung, semua orang melihat Fabio hanya berdiri diam di tengah lingkaran tanpa ekspresi. Tidak ada reaksi apa pun. Tidak ada rasa sakit, tidak ada ketegangan yang terlihat di wajahnya. Namun, di dalam kesadarannya, ia tidak berada di ruangan itu lagi.Dunia di sekelilingnya telah berubah menjadi tempat yang tidak nyata—sebuah hamparan kosong yang dipenuhi cahaya pucat yang berkedip-kedip seperti lilin yang hampir padam. Udara di sekelilingnya terasa berat, seperti ribuan suara bisikan yang tak terdengar memenuhi ruang hampa ini. Fabio melangkah perlahan, tetapi tidak ada gema, tidak ada suara dari langkah kakinya. Seolah dunia ini sendiri menolak keberadaannya.Dari kegelapan yang tak berujung, seseorang muncul. Tidak seperti pertemuan pertamanya, sosok ini bukan lagi bayangan hitam tanpa bentuk. Kini, sosok itu memiliki wajah yang sama dengan Fabio, tetapi ada sesuatu yang berbeda. Matanya lebih dalam, lebih tua, seolah membawa beban yang tak terhitung. Pakaian yang i

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status