Home / Fantasi / Zero: Forgotten Lost (INDONESIA) / Chapter Interlude: Penghakim II

Share

Chapter Interlude: Penghakim II

Author: Zeetsensei
last update Last Updated: 2025-01-19 23:32:26

Kebencian adalah benih yang tumbuh dalam keheningan, perlahan merayap seperti akar yang mencengkeram tanah, menolak untuk dilepaskan. Sang Protagonis, yang dulunya hanyalah seorang anak petani miskin dengan harapan sederhana, kini telah berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih kelam. Tidak ada lagi sisa dari pria yang pernah bermimpi menjadi prajurit kerajaan, yang percaya bahwa kehormatan dan keadilan masih memiliki tempat di dunia ini. Kerajaan telah menghancurkannya, menginjak-injak tubuh dan jiwanya hingga yang tersisa hanyalah kehampaan. Dari kehampaan itu, lahirlah sesuatu yang baru—kehendak untuk menghancurkan mereka yang pernah menghancurkannya.

Ia berjalan dari desa ke desa, berbicara dalam bisikan, menyebarkan kebencian yang telah lama ada di hati rakyat tetapi selalu ditekan oleh ketakutan. Ia menceritakan kisahnya, bukan dengan air mata, tetapi dengan api yang membara di dalam matanya. Ia menunjukkan bekas luka di tubuhnya, membiarkan mereka melihat bukti nyata dari kebr
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Chapter Interlude: Pahlawan Terlupakan

    Ini adalah kisah yang diceritakan turun temurun dimana seorang anak manusia pernah bermimpi menjadi pahlawan. Ia tumbuh mendengar kisah-kisah tentang ksatria yang membela yang lemah, tentang raja-raja yang bijaksana, dan tentang keajaiban yang turun dari surga untuk menyelamatkan dunia. Ia percaya bahwa suatu hari nanti, namanya akan tertulis di halaman sejarah, disebut dengan hormat oleh generasi mendatang. Ia percaya bahwa jika ia cukup kuat, cukup berani, cukup teguh, maka dunia akan mengenalnya sebagai pahlawan sejati. Tapi dunia tidak peduli pada mimpi anak-anak. Perjalanan itu dimulai dengan penuh harapan. Ia berlatih lebih keras dari siapa pun, bertarung melawan rintangan yang tak terhitung jumlahnya. Ia tidak punya darah bangsawan, tidak memiliki keberuntungan yang diberikan oleh keturunan suci, hanya tekad yang keras seperti baja dan hati yang menolak menyerah. Ketika akhirnya ia mendapatkan kesempatan untuk membuktikan dirinya, pedang yang muncul dalam mimpinya menuntunnya

    Last Updated : 2025-01-21
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Chapter Interlude: Pahlawan Terlupakan II

    Dunia telah hancur oleh peperangan, oleh keserakahan, oleh dosa-dosa yang dilahirkan oleh manusia itu sendiri. Kota-kota yang dulu megah kini hanya puing-puing yang tertimbun debu, peradaban yang dulu berkilauan kini menjadi kuburan tanpa nama, hanya diingat oleh mereka yang masih bertahan hidup di dunia yang telah kehilangan maknanya. Dalam kehancuran itu, seorang pria berjalan tanpa arah, pahlawan yang telah dicampakkan, terlupakan oleh mereka yang dulu bersorak memujanya. Ia tidak lagi mencari pengakuan, tidak lagi mencari tujuan, hanya berjalan, tanpa suara, tanpa harapan. Di suatu tempat dalam kehancuran ini, ia bertemu dengan seseorang yang tidak perlu diperkenalkan. Orang-orang menyebutnya "Penghakim." Mereka semua tahu kisahnya, bagaimana ia menyalakan api pemberontakan, bagaimana ia mengadili mereka yang berkuasa dengan cara yang paling brutal, bagaimana ia menghancurkan kerajaan yang ia anggap sebagai akar dari segala kebusukan dunia. Pahlawan tahu siapa dia. Tapi yang tid

    Last Updated : 2025-01-21
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Chapter Interlude: Asa Terakhir

    Langit kelabu menggantung berat di atas kota yang dulunya megah, kini hanya menjadi sisa-sisa peradaban yang nyaris hancur. Jalanan dipenuhi lumpur, genangan air kotor bercampur darah yang telah mengering, aroma kemiskinan menyelimuti setiap sudut. Dunia ini bukan lagi tempat bagi mimpi-mimpi besar, hanya tempat bagi mereka yang cukup beruntung untuk bertahan hidup sehari lagi. Setelah perang panjang melawan Nyxaroth, umat manusia tidak menemukan kebebasan, melainkan ketakutan yang lebih pekat dari sebelumnya. Setelah kiamat, dunia tidak menemukan kedamaian—hanya peradaban yang mencoba bangkit di atas tulang-tulang mereka yang telah gugur. Namun, di masa transisi ini, kekuasaan lebih kejam dari sebelumnya. Para petinggi manusia tidak hanya sekadar memulihkan apa yang hilang, tetapi juga memastikan bahwa mereka yang berkuasa tetap berkuasa. Relik-relik sihir yang ditemukan dari reruntuhan perang menjadi alat dominasi, bukan untuk melindungi rakyat, melainkan untuk menindas mereka. Se

    Last Updated : 2025-01-21
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Interlude Chapter: Asa Terakhir II

    Malam itu langit pekat tanpa bintang, gelapnya menelan sisa-sisa cahaya yang tersisa di dunia yang telah lama kehilangan harapan. Di dalam sebuah gubuk reyot yang hampir rubuh, seorang anak tidur dengan tubuh menggigil, bukan hanya karena udara dingin yang merayapi kulitnya, tetapi juga karena kelelahan dari hidup yang tak pernah memberinya ruang untuk bernapas. Tidur bukanlah tempat yang aman baginya, tetapi malam itu, ia bermimpi.Dalam mimpi itu, ia melihat ibunya—bukan sebagai mayat yang tergeletak tanpa kepala di tanah berlumpur, tetapi seperti dulu, sebelum dunia merenggutnya. Wajahnya lembut, matanya penuh kasih sayang, dan di tangannya ada sesuatu yang bersinar. Sebuah relik tua, berkilauan dengan cahaya redup, seperti api kecil yang bertahan di tengah badai. Ibunya tidak berbicara, hanya tersenyum dan mengulurkan tangannya, dan tanpa berpikir, anak itu mengambilnya.Ketika ia terbangun, dadanya naik turun dengan napas tersengal, tangannya masih terasa hangat dari sentuhan ibu

    Last Updated : 2025-01-22
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 7: Assassins I

    Hutan malam adalah penjara tanpa dinding, di mana kegelapan menggantung seperti tirai kematian. Fabio terus berlari, napasnya berat, tetapi langkahnya tetap mantap. Tentara yang mengejarnya kini hanya tinggal bayangan yang tertinggal jauh di belakang. Pepohonan tinggi dan semak belukar yang menutup jalan adalah perlindungan terbaiknya. Namun, saat kesadarannya mulai menenangkan denyut adrenalinnya, ia menyadari sesuatu yang lebih berbahaya—ia telah tersesat.Sunyi. Hanya desiran angin yang merayap di sela dedaunan dan suara langkahnya yang teredam oleh tanah basah. Hutan ini bukan tempat yang ramah, dan Fabio tahu lebih baik daripada siapa pun bahwa tempat yang sunyi hanyalah latar belakang bagi sesuatu yang mengintai dalam kegelapan.Lalu ia mendengarnya.Jeritan tajam, bukan suara manusia. Bukan suara biasa. Itu adalah raungan Nyxaroth. Fabio mengangkat kepalanya, matanya menyipit dalam kegelapan saat ia mencoba menentukan arah sumber suara. Kewaspadaannya meningkat. Bukan karena ke

    Last Updated : 2025-02-03
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 8: Assassins II

    Cahaya api unggun berpendar samar di tengah kegelapan hutan, bayangannya menari-nari di permukaan tanah lembab. Angin malam berembus dingin, membawa suara dedaunan yang berbisik seolah menyaksikan pertarungan diam antara dua individu di sisi berlawanan. Fabio duduk bersila di seberang perapian, sorot matanya tajam, menembus sosok di depannya yang masih terkekang dalam rantai besi.Rava menatapnya dengan penuh kebencian, tetapi di balik sorot mata keemasan itu, Fabio bisa membaca kelelahan dan rasa sakit yang berusaha disembunyikan. Luka di perutnya masih basah, meskipun telah diperban dengan rapi. Namun, ketahanan Assassin itu patut dipuji. Bahkan dalam kondisi sekarat, ia masih berusaha menampilkan dirinya sebagai ancaman.Fabio mengulurkan tangan ke tanah, mengambil sebongkah kayu dan melemparkannya ke api unggun. Percikan api melesat sesaat sebelum padam. Ia tidak terburu-buru. Waktu ada di pihaknya."Aku tidak punya banyak kesabaran," ucapnya, suaranya datar dan tanpa emosi. "Siap

    Last Updated : 2025-02-07
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 9: Diskusi

    Langit malam masih diselimuti oleh keheningan yang dingin ketika Fabio dan Rava bergerak dalam bayangan, menyusuri gang-gang sempit menuju penginapan tempat Thalysa berada. Langkah mereka hampir tak bersuara, seperti dua siluet yang menyatu dengan gelapnya malam. Meskipun mereka sekarang telah sepakat untuk bekerja sama, Fabio tidak bisa mengabaikan kewaspadaannya terhadap Rava, dan hal yang sama jelas terpancar dari tatapan Rava yang selalu meneliti lingkungan sekitarnya.Setibanya di penginapan, Fabio memimpin jalan menuju kamar Thalysa tanpa banyak bicara. Rava tetap di belakangnya, sikapnya tenang, tetapi jelas tidak santai. Mereka berdua tahu bahwa pertemuan ini tidak akan berjalan mulus, dan Fabio hanya bisa berharap bahwa Thalysa cukup rasional untuk mendengar penjelasannya sebelum bertindak gegabah.Begitu Fabio membuka pintu kamar dan melangkah masuk, segalanya terjadi begitu cepat. Dalam sekejap, bayangan melesat dari sudut ruangan, dan sebelum Rava sempat bereaksi, sebuah p

    Last Updated : 2025-02-07
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 10: Rencana dan Eksekusi I

    Mereka mulai merancang strategi untuk mengungkap kebenaran di balik kekacauan Ashenfield. Rava, yang memiliki akses ke dunia bawah tanah, ditugaskan untuk menyusup ke kelompok kriminal yang bekerja di bawah perintah bangsawan korup. Dengan reputasinya sebagai Assassin, ia bisa berpura-pura sebagai tentara bayaran yang mencari pekerjaan. Dari sana, ia bisa mengorek informasi tentang siapa yang benar-benar menarik tali di balik layar.Sementara itu, Fabio memanfaatkan reputasinya sebagai buronan untuk mendekati kelompok pemberontak yang aktif di Ashenfield. Ia berpura-pura mencari perlindungan dan ingin bergabung, berharap dapat menemukan siapa yang mengendalikan pergerakan mereka. Lebih dari itu, ia berencana mencari simbol-simbol rahasia atau tanda keberadaan kelompok Penghakim di dalam kota—jejak yang mungkin ditinggalkan oleh seseorang yang pernah bekerja dalam bayangan sejarah.Thalysa mengambil jalur yang berbeda. Dengan koneksinya sebagai Saint dan afiliasinya dengan kerajaan Tha

    Last Updated : 2025-02-08

Latest chapter

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 4 Chapter 1: Kondisi Benua Iblis (Codex Benua Iblis)

    Angin panas berhembus perlahan melewati jendela kayu penginapan yang menghadap ke arah selatan kota Ebonhold. Saat matahari tergelincir pelan di atas cakrawala berwarna tembaga, Fabio duduk di kursi tua, membuka lembar demi lembar gulungan peta dan dokumen yang mereka temukan selama perjalanan. Thalysa, duduk tak jauh darinya, menyandarkan dagu di atas tangannya, matanya menyusuri garis-garis lengkung pada peta yang menggambarkan benua yang sedang mereka tapaki—Benua Iblis, tanah yang telah lama hanya disebut-sebut dalam cerita buruk dan bisikan tak berani. Malam itu tidak diisi dengan pembicaraan tentang bahaya atau kematian, melainkan percakapan pelan yang penuh dengan rasa ingin tahu. Mereka tidak sedang bersiap untuk perang atau ritual, tetapi mencoba memahami tanah tempat mereka kini berdiri.Dengan luas mencapai 9,2 juta kilometer persegi, Benua Iblis hampir menyamai ukuran Benua Utama, rumah bagi Thalos, Valtor, dan berbagai peradaban besar lainnya yang telah berdiri sejak zama

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 4 Chapter 0: Benua Iblis

    Kapal udara melayang rendah, melintasi langit kelam yang mendominasi Benua Iblis. Angin dingin menerpa lambung kapal, membawa serta aroma besi dan tanah basah yang menguap dari permukaan di bawah. Dari kejauhan, Fabio dan Thalysa dapat melihat daratan hitam yang membentang luas, sebuah dunia yang seolah telah mati sejak lama. Tak ada kehijauan, hanya hamparan reruntuhan yang terbengkalai, seakan-akan sisa-sisa dari sebuah peradaban yang pernah ada namun kini hanya menjadi kenangan samar yang terkubur di bawah abu dan debu.Di tengah pemandangan yang begitu suram, ada satu titik cahaya yang menarik perhatian mereka—sebuah kota yang dikelilingi dinding tinggi, berdiri kokoh di antara kehancuran yang meliputi tanah ini. Lentera sihir berpendar redup di sepanjang jalan utama, memberikan sedikit penerangan di kegelapan yang abadi. Fabio mempersempit pandangannya. Kota ini terlihat seperti tempat perlindungan, tetapi tidak ada tempat di dunia ini yang benar-benar aman."Ebonhold," gumam Tha

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Chapter Interlude: Asa itu Masih Ada!

    Di bawah langit yang kelam dan tanah yang masih berbau abu, seorang pemuda berdiri di tengah reruntuhan yang dulunya adalah desanya. Bangunan-bangunan yang dulu penuh kehidupan kini hanyalah puing-puing yang berserakan. Udara masih menyisakan jejak kehancuran, dan setiap langkah yang ia ambil membawa suara kayu rapuh yang patah di bawah kakinya. Namun, meskipun dunia di sekitarnya hancur, matanya tidak memancarkan keputusasaan. Tangan pemuda itu menggenggam erat sekop tua yang ia temukan di antara reruntuhan. Ia menarik napas dalam, menatap tanah yang porak-poranda di hadapannya. "Aku akan membangun kembali desa ini," gumamnya, suaranya hampir seperti janji yang diucapkan kepada dirinya sendiri. Hari pertama adalah yang paling sulit. Ia mulai membersihkan puing-puing, satu demi satu, meskipun tubuhnya masih penuh luka akibat perang yang baru saja berlalu. Setiap kali ia mencoba mengangkat kayu besar atau memindahkan batu bata yang hancur, tubuhnya berteriak kesakitan. Tapi ia ti

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Chapter Interlude: Surat yang tidak Tersampaikan

    Di sebuah kamar penginapan kecil, di bawah cahaya redup lilin yang hampir habis, seorang pria duduk di depan meja kayu tua. Tangannya bergerak perlahan, pena yang dipegangnya menari di atas selembar kertas kosong. Udara malam menyelinap masuk melalui jendela yang terbuka sedikit, membawa aroma laut yang asin dan suara langkah kaki samar dari jalanan di luar.Malam ini, seperti malam-malam sebelumnya, ia menulis surat. "Aku tiba di kota ini menjelang senja. Jalanan sempitnya dipenuhi cahaya lentera yang menggantung di depan rumah-rumah kayu, menari pelan dihembus angin. Ada sesuatu tentang kota ini yang mengingatkanku padamu—mungkin caranya menyimpan kehangatan di tengah udara yang dingin, atau mungkin karena suara riuh pasar malamnya mengingatkanku pada tawamu yang pernah memenuhi hariku."Ia berhenti sejenak, menatap kata-kata yang baru saja ia tulis. Di sebelahnya, bertumpuk lembaran-lembaran kertas lain—surat-surat yang tak pernah dikirimkan. Setiap kota yang ia singgahi, setiap

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Chapter Interlude: Datang Lagi, Sampai Kapanpun

    Langit senja menggantung rendah di ufuk barat, menyelimuti desa kecil ini dengan semburat jingga yang hangat. Udara sore terasa lembut, membawa serta aroma tanah yang masih lembap setelah hujan siang tadi. Angin bertiup pelan, menggoyangkan dedaunan di sepanjang jalan berbatu yang kulewati. Aku berhenti sejenak, menghela napas dalam-dalam sebelum akhirnya melangkah masuk ke dalam warung kecil di sudut desa. Tempat ini tidak banyak berubah—meja-meja kayu sederhana, aroma masakan yang menggugah selera, dan suara orang-orang yang bercakap santai.Dan di sana, berdiri seorang gadis yang kukenal. Senyumnya masih sama. Hangat, menenangkan, dan… selalu berhasil membangkitkan sesuatu di dalam diriku yang sudah lama hilang."Wah, masakanmu enak dek," ucapku dengan nada ceria, berusaha menahan sesuatu yang perlahan mulai menggenang di dalam dadaku. Aku melahap cemilan yang ia buat dengan lahap, seolah rasa itu adalah sesuatu yang sudah lama kurindukan."Duh, makasih loh mas," jawabnya dengan se

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Chapter Interlude: Anak yang Tumbuh Membenci Manusia

    Seorang anak manusia lahir di dunia yang penuh kebohongan. Ia tumbuh tanpa mengetahui apa itu kasih sayang, tanpa memahami makna kelembutan. Setiap hari yang ia jalani bukanlah lembaran baru yang penuh harapan, melainkan kelanjutan dari penderitaan yang tak kunjung usai. Sejak kecil, ia melihat bagaimana manusia saling menghancurkan, bagaimana mereka tersenyum di depan tetapi menusuk dari belakang, bagaimana kebaikan hanyalah topeng untuk menutupi niat busuk yang mengendap dalam jiwa mereka. Anak itu tidak pernah tahu seperti apa rasanya dipeluk dengan tulus. Tidak pernah ada tangan yang menepuk kepalanya dengan lembut, tidak pernah ada suara yang mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Yang ia tahu hanyalah kelaparan, dingin, dan suara-suara kasar yang terus membentaknya, memberitahunya bahwa ia tidak diinginkan, bahwa ia tidak pernah seharusnya ada. Setiap malam, ia tidur dalam gelap, bukan karena lampu dipadamkan, tetapi karena kegelapan adalah satu-satunya teman yang tida

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 3 Chapter 13: Destinasi Berikutnya

    Malam terakhir di Valtor terasa lebih sunyi dari biasanya. Fabio dan Thalysa duduk di atas menara tertinggi di kota, menatap laut yang gelap dan tak berujung di kejauhan. Angin dingin membawa suara ombak yang menghantam tebing-tebing batu, menciptakan irama yang tak beraturan, seolah-olah lautan itu sendiri berbisik tentang sesuatu yang tidak bisa dipahami manusia. Lampu-lampu di kota perlahan mulai redup, meninggalkan hanya bintang-bintang yang terpantul samar di permukaan air yang hitam pekat.Thalysa menarik napas dalam-dalam sebelum bertanya, “Apa yang kita cari di sana, Fabio? Apakah hanya jawaban tentang Abyssal, atau lebih dari itu?” Suaranya lembut, tetapi ada kegelisahan yang jelas di dalamnya. Perjalanan mereka bukan sekadar ekspedisi biasa. Ini adalah langkah menuju sesuatu yang bahkan mereka sendiri tidak sepenuhnya pahami.Fabio tetap diam untuk waktu yang lama, hanya menatap cakrawala kosong tanpa ekspresi. Kemudian, akhirnya, ia menjawab dengan suara rendah, “Aku tidak

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 3 Chapter 12: Istirahat

    Setelah ritual berakhir, suasana dalam kuil masih terasa berat. Para Saint dan Septentrion menundukkan kepala saat Fabio, Thalysa, dan Kaito Akio V berjalan keluar dari Ruang Penghakiman. Hanya suara langkah kaki mereka yang menggema di lorong batu, seolah udara di dalam kuil pun menahan napas. Fabio masih diam, tidak berbicara sepatah kata pun sejak jawaban dari Sang Penghakim menggantung di udara. Matanya kosong, tatapannya menembus lantai tanpa benar-benar melihatnya. Seolah pikirannya masih terperangkap di dalam lingkaran ritual yang kini sudah padam.Thalysa mencuri pandang ke arahnya beberapa kali, ingin bertanya sesuatu tetapi tidak yakin bagaimana cara memulainya. Ini bukan pertama kalinya Fabio tenggelam dalam pikirannya sendiri, tapi ada sesuatu yang berbeda kali ini. Biasanya, dia hanya bersikap acuh, tetapi sekarang... ada sesuatu yang lain. Seakan ia sedang berada di antara dua dunia, berdiri di perbatasan antara masa lalu dan masa depan, tetapi tidak bisa melangkah ke sa

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 3 Chapter 11: Pertemuan Kedua

    Saat ritual berlangsung, semua orang melihat Fabio hanya berdiri diam di tengah lingkaran tanpa ekspresi. Tidak ada reaksi apa pun. Tidak ada rasa sakit, tidak ada ketegangan yang terlihat di wajahnya. Namun, di dalam kesadarannya, ia tidak berada di ruangan itu lagi.Dunia di sekelilingnya telah berubah menjadi tempat yang tidak nyata—sebuah hamparan kosong yang dipenuhi cahaya pucat yang berkedip-kedip seperti lilin yang hampir padam. Udara di sekelilingnya terasa berat, seperti ribuan suara bisikan yang tak terdengar memenuhi ruang hampa ini. Fabio melangkah perlahan, tetapi tidak ada gema, tidak ada suara dari langkah kakinya. Seolah dunia ini sendiri menolak keberadaannya.Dari kegelapan yang tak berujung, seseorang muncul. Tidak seperti pertemuan pertamanya, sosok ini bukan lagi bayangan hitam tanpa bentuk. Kini, sosok itu memiliki wajah yang sama dengan Fabio, tetapi ada sesuatu yang berbeda. Matanya lebih dalam, lebih tua, seolah membawa beban yang tak terhitung. Pakaian yang i

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status