Beranda / Fantasi / Zero: Forgotten Lost (INDONESIA) / Volume 1 Chapter 2: Konflik Kakak Adik

Share

Volume 1 Chapter 2: Konflik Kakak Adik

Penulis: Zeetsensei
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-16 21:53:07

Saat mereka berjalan lebih dalam ke ibu kota, suasana yang tenang dan penuh harmoni tiba-tiba terpecah oleh suara langkah cepat yang menghampiri. Seorang prajurit kerajaan, mengenakan pelindung tubuh dan membawa senjata, datang dengan tergesa-gesa. Wajahnya tampak tegang, matanya tidak bisa menutupi kecemasan yang mendalam.

"Komandan Baizhu!" prajurit itu berkata dengan nada terburu-buru, berhenti di depan Baizhu. "Ada masalah di hutan, tempat kita menemukan pria itu. Kami menemukan jejak-jejak aneh dan beberapa makhluk tak dikenal. Kami membutuhkan bantuan segera."

Baizhu segera mengerutkan alis, ekspresinya langsung berubah serius. "Apa maksudmu dengan 'makhluk tak dikenal'? Kami baru saja meninggalkan tempat itu, tidak ada yang bisa melacak ke sana dalam waktu singkat."

Namun, prajurit itu menggelengkan kepala. "Kami menemukannya hanya beberapa jam setelah pertemuan itu, dan jejaknya sangat aneh. Tidak seperti makhluk biasa. Kami khawatir jika ada bahaya lebih besar yang mendekat."

Baizhu tampak ragu sejenak, menatap ke arah Fabio, yang masih berjalan dengan Thalysa. Fabio bisa merasakan ketegangan di udara—Baizhu jelas tidak ingin meninggalkan dirinya begitu saja, apalagi setelah mereka menemukan satu-satunya orang yang selamat dari pertarungan dengan Nyxaroth. Namun, tanggung jawab terhadap pasukannya jelas lebih mendesak.

Thalysa yang berdiri di samping Fabio, menatap dengan tenang, seolah mengetahui apa yang akan terjadi berikutnya. "Baizhu, aku rasa tidak perlu ikut campur. Biarkan mereka yang ahli menangani masalah di hutan itu."

Baizhu berbalik, sedikit kaget dengan kata-kata Thalysa. "Aku tidak bisa meninggalkan keadaan yang tidak pasti begitu saja. Makhluk-makhluk itu bisa berbahaya. Kita harus memastikan semuanya aman."

Thalysa menatap Baizhu dengan senyum tipis di wajahnya, yang terlihat seperti sebuah kemenangan yang sudah dia rencanakan sejak awal. "Kau akan kembali ke markas, bukan? Di sana, mereka membutuhkan komando dan bantuanmu." Suaranya lembut, namun penuh penekanan. "Tidak ada yang bisa kau lakukan di sini, selain memastikan tempat ini tetap aman. Aku akan menemani Fabio berkeliling ibu kota. Aku bisa mengurusnya dengan baik."

Baizhu menatap kakaknya, matanya bergetar dengan ketegangan. "Aku tidak bisa begitu saja meninggalkan... Baiklah, jika itu yang kau inginkan." Suara Baizhu terdengar sedikit tertekan, seolah merasa dipaksa untuk menerima kenyataan.

Thalysa, dengan sikap yang penuh ketenangan dan dominasi, mendekat ke Baizhu dan menepuk bahunya dengan lembut. "Kau tahu, Baizhu, terkadang kepercayaan itu datang dengan cara yang berbeda. Aku tidak akan membiarkan apa pun terjadi pada Fabio. Kau bisa percaya padaku."

Baizhu menghela napas panjang, merasa seolah-olah ia tidak punya pilihan lain. “Kau menang kali ini, kakak.”

Dengan pandangan penuh kekesalan namun tak berdaya, Baizhu memberi isyarat kepada pasukannya untuk bersiap. "Aku akan pergi ke markas sekarang. Tapi pastikan dia tidak berada dalam bahaya, Thalysa," katanya dengan nada yang lebih lembut, meskipun ada sedikit keengganan.

Thalysa mengangguk, seolah-olah sudah tahu bahwa ini adalah hasil yang akan didapatkan. "Tentu, Baizhu. Pergilah, dan jagalah orang-orangmu."

Baizhu berpaling, wajahnya menunjukkan ekspresi kalah yang jarang ia tunjukkan, dan segera melangkah meninggalkan tempat itu dengan pasukannya.

Setelah Baizhu pergi, Thalysa menoleh ke arah Fabio dengan senyum kecil di wajahnya, seolah-olah merayakan kemenangan kecil. "Baizhu selalu begitu keras kepala, tetapi aku tahu cara untuk mempengaruhinya. Sekarang, kita bisa berkeliling lebih lama tanpa gangguan."

Fabio yang merasa sedikit terkejut dengan interaksi antara saudara itu, hanya bisa mengangguk pelan. "Jadi... kamu benar-benar bisa membuatnya mundur begitu saja?"

Thalysa tertawa kecil, nadanya penuh dengan kebijaksanaan dan kekuatan. "Terkadang, kekuatan bukan hanya tentang memaksakan kehendak. Itu tentang memahami orang yang ada di sekitarmu. Baizhu terlalu keras kepala untuk tahu kapan harus mundur, tapi aku tahu cara untuk membuatnya merasa aman."

Fabio tidak bisa menahan rasa kagumnya terhadap wanita ini, yang jelas memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap Baizhu, meskipun mereka berdua tampaknya sangat berbeda. Thalysa tersenyum tipis, menuntun langkah Fabio lebih jauh ke jalan yang lebih luas, yang mengarah ke bagian-bagian ibu kota yang belum ia lihat.

"Sudah waktunya untuk melihat lebih dalam tentang dunia ini, Fabio. Kerajaan Thalos bukan hanya benteng dan sihir. Ada lebih banyak yang bisa kau pelajari di sini."

Dengan langkah pasti, Thalysa melangkah lebih jauh, dan Fabio, meskipun masih kebingungan dan penuh pertanyaan, mengikuti di belakangnya, siap untuk menggali lebih dalam lagi rahasia-rahasia yang tersimpan di balik tembok-tembok kerajaan yang besar ini.

Setelah Baizhu pergi dengan pasukannya, Thalysa melirik Fabio dengan senyum tipis yang mengisyaratkan bahwa hari ini akan menjadi petualangan yang berbeda. "Sekarang, kita bisa menikmati suasana kota tanpa gangguan. Aku akan menunjukkan padamu lebih banyak tentang Thalos—tentang kehidupan di sini, di luar semua masalah besar yang kita hadapi."

Fabio mengangguk, merasa sedikit lebih lega setelah perdebatan antara Thalysa dan Baizhu. Meskipun dunia ini asing baginya, setidaknya sekarang dia bisa mulai melihat kehidupan sehari-hari yang berlanjut, meski dunia di luar ibu kota ini penuh dengan ancaman dan kekacauan.

Thalysa melangkah dengan langkah ringan, membimbing Fabio melalui jalan-jalan kota yang ramai. Ibu kota Thalos dipenuhi dengan jalan-jalan yang luas dan trotoar berbatu yang tertata rapi. Bangunan-bangunan tinggi, sebagian besar terbuat dari batu hitam dan granit, berderet di kedua sisi jalan, menandakan kekuatan kerajaan yang telah bertahan lama. Namun, meskipun kerajaan ini diliputi sejarah kelam, ada kehidupan yang berjalan dengan alami—kehidupan yang berfokus pada kelangsungan dan pemulihan.

Thalysa berhenti di sebuah kios makanan kecil yang ramai. Dari dalam kios, aroma harum berbagai hidangan menggoda hidung Fabio—terutama bau roti panggang yang baru keluar dari oven dan daging bakar yang menggelegar. Di sekitar kios, banyak orang berkumpul, menikmati makanan sambil bercakap-cakap dengan penuh keakraban.

"Ini adalah salah satu tempat favoritku," kata Thalysa, melirik Fabio dengan senyum lembut. "Di sini, makanan sederhana bisa terasa begitu istimewa. Di tengah dunia yang hancur, ini adalah cara orang-orang di Thalos merayakan kehidupan mereka."

Thalysa memesan beberapa potong roti panggang yang disajikan dengan daging bakar dan saus berwarna merah pekat. Fabio, yang masih terkejut dengan keramahan tempat ini, mengikuti Thalysa dan menerima hidangan yang ditawarkan padanya.

Fabio memandang makanan itu dengan rasa ingin tahu, lalu mengambil sepotong kecil roti. Begitu menggigitnya, rasa gurih dan lezat langsung memenuhi mulutnya. "Ini... luar biasa," katanya tanpa bisa menahan kekagumannya.

Thalysa tertawa lembut, menikmati ekspresi Fabio yang terkesan. "Bahkan di tengah semua kehancuran, orang-orang di Thalos tahu bagaimana menghargai hal-hal sederhana yang tetap bisa membuat kita bahagia," kata Thalysa sambil menggigit sepotong roti. "Makanan ini adalah salah satu dari banyak hal yang membuat kota ini terasa hidup."

Mereka melanjutkan perjalanan mereka, berkeliling lebih jauh lagi, dan Fabio mulai merasakan suasana kota yang tak terduga. Dari kios makanan ke pasar yang lebih besar, di mana pedagang menawarkan barang-barang langka seperti rempah-rempah dan kain berwarna-warni. Beberapa pedagang menggunakan sihir untuk menunjukkan kekuatan produk mereka—seperti seorang pedagang kain yang dengan mudah memanipulasi sutra halus dengan sihir angin untuk menunjukkan betapa ringan dan kuatnya kain tersebut. Fabio terkagum-kagum, tidak hanya oleh keterampilan mereka dalam berbisnis, tetapi juga bagaimana sihir telah menyatu begitu alami dalam kehidupan sehari-hari.

"Ini benar-benar mengagumkan," ujar Fabio, matanya mengikuti gerakan pedagang kain yang memanipulasi kain dengan angin.

Thalysa mengangguk. "Sihir seperti itu digunakan oleh banyak orang untuk kehidupan sehari-hari mereka—untuk pertanian, perdagangan, dan bahkan seni. Tapi juga ada sisi gelapnya, seperti yang kita lihat di hutan beberapa waktu lalu. Tidak semua orang menggunakan sihir dengan cara yang baik."

Mereka berlanjut ke bagian lain dari kota yang lebih tenang, di mana taman-taman hijau yang luas memberikan ruang bagi warga untuk bersantai dan menikmati udara segar. Anak-anak sedang bermain di sekitar pohon-pohon besar, sementara beberapa orang tua duduk di bangku menikmati pemandangan.

"Kehidupan seperti ini adalah apa yang kami coba pertahankan di Thalos," Thalysa melanjutkan. "Kami tahu bahwa meskipun dunia luar penuh bahaya, di sini, kami mencoba menjaga ketenangan dan kedamaian. Kami berusaha menjaga keseimbangan."

Fabio mengangguk pelan, meresapi kata-kata Thalysa. Dalam perjalanan singkat ini, dia mulai melihat lebih banyak sisi dari kerajaan yang terlupakan oleh banyak orang. Meskipun berada di tengah kehancuran dunia, Thalos tampak sebagai tempat yang berusaha menemukan kembali arti dari kehidupan—dengan cara-cara sederhana, namun penuh harapan.

"Terima kasih telah mengajakku berkeliling," kata Fabio setelah beberapa saat, merasa lebih terhubung dengan tempat ini, meskipun dia tahu sedikit tentang apa yang sebenarnya terjadi di luar tembok-tembok ini. "Ini... lebih indah dari yang kukira."

Thalysa tersenyum, matanya berbinar dengan rasa bangga terhadap kota ini. "Tentu saja. Thalos adalah tempat yang luar biasa. Namun, seperti segala sesuatu di dunia ini, ia juga penuh dengan rahasia dan ancaman yang tersembunyi. Kita hanya perlu tahu di mana mencari."

Dengan langkah ringan, mereka melanjutkan perjalanan mereka melalui ibu kota yang indah ini, menikmati kedamaian yang sementara, namun penuh dengan misteri yang masih harus dipecahkan.

Bab terkait

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 1 Chapter 3: Nyxaroth Primus

    Saat Thalysa dan Fabio berjalan lebih dalam melalui ibu kota, menikmati keindahan dan kehidupan sehari-hari yang penuh harapan, udara yang seharusnya tenang mendadak berubah. Sebuah ledakan besar mengguncang tanah, menggoyahkan bangunan-bangunan di sekitar mereka, dan membuat jalanan yang semula damai menjadi hening sesaat. Tanah bergetar dengan kekuatan yang tak terbayangkan, dan suara dentuman itu menggema melalui udara, merobek keheningan kota. Orang-orang di sekitar mereka langsung panik, berlarian mencari perlindungan. Fabio berhenti sejenak, tubuhnya tegang. Mata Thalysa terfokus ke arah utara, ke arah hutan yang terletak di luar benteng—tempat mereka sebelumnya menemukan sisa-sisa pertempuran melawan Nyxaroth. Sebuah rasa yang tak bisa dijelaskan merayap di dalam dirinya, mengingatkan pada perasaan aneh yang selalu menyelimuti tubuhnya sejak pertama kali ia terbangun di dunia ini. "Thalysa, apa itu?" tanya Fabio, suara penuh kecemasan. "Aku rasa itu dari hutan," jawab Thalysa

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 1 Chapter 4: Kebenaran

    Malam yang mencekam menyelimuti hutan, dan udara terasa lebih berat dengan setiap langkah mereka. Keempatnya melanjutkan perjalanan dengan hati-hati, berusaha mengidentifikasi sumber ledakan yang telah mengguncang benteng beberapa waktu lalu. Namun, meskipun mereka semakin dekat, ada ketegangan yang mengalir di antara mereka—sebuah perasaan bahwa bahaya sudah terlalu dekat. Di kejauhan, sesuatu bergerak dengan cepat, melintasi kabut yang mulai turun di antara pohon-pohon tinggi. Tiba-tiba, sebuah teriakan keras, disusul oleh dentuman keras, mengguncang tanah di bawah kaki mereka. Sebelum mereka bisa bereaksi, makhluk itu muncul. Nyxaroth Primus, sosok raksasa yang mengerikan, muncul dari balik bayang-bayang, wajahnya penuh dengan amarah dan kebencian yang terakumulasi selama berabad-abad. Tubuhnya besar, berkilau dengan cahaya merah yang memancar dari dalam tubuhnya, seolah menyatu dengan kegelapan yang menyelimuti hutan. Dengan gerakan yang tidak bisa dihindari, ia melompat ke arah

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 0: Zero

    Rasa dingin menyelimuti tubuh Fabio, membangunkannya dari kegelapan yang tampak abadi. Namun, ini bukan kebangkitan seperti biasa. Tidak ada tanah di bawah kakinya, tidak ada langit di atasnya—hanya kehampaan yang tak terhingga, sebuah dunia yang tidak bisa dijelaskan dengan logika atau imajinasi. Segalanya terasa tidak nyata, namun begitu jelas di depan matanya.Di tengah kehampaan itu, berdiri sosok yang pernah dilihatnya sebelumnya, namun kali ini dengan penampilan yang berbeda. Tubuh sosok itu hitam pekat seperti malam tanpa bintang, tetapi dihiasi pola galaksi yang berpendar lembut, menciptakan kontras antara kegelapan dan keindahan yang tidak bisa dijelaskan. Pola itu bergerak perlahan, seperti nebula yang melayang di angkasa, memberi kesan kehidupan yang tak terbatas sekaligus kesunyian yang mendalam.Matanya bersinar seperti supernova—cahaya putih yang menusuk, seolah menembus segala hal. Rambut panjangnya melayang perlahan, seperti berada dalam gravitasi nol, berganti warna d

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 1: Kerajaan Valtor

    Satu minggu setelah Fabio dinyatakan pulih sepenuhnya, dia akhirnya bisa bergerak dengan normal. Luka-luka yang sebelumnya membuat tubuhnya tampak mustahil untuk pulih kini telah sembuh tanpa jejak, meninggalkan Fabio dengan pertanyaan yang belum terjawab tentang kekuatan misterius dalam dirinya. Namun, tidak ada waktu untuk merenung terlalu lama—pagi itu, seorang utusan kerajaan datang ke rumah sakit, menyampaikan pesan dari Putri Jinshi. Fabio dipanggil ke istana untuk sebuah audiensi penting.Thalysa, yang sedang menemani Fabio saat itu, memutuskan untuk ikut bersamanya. Tidak lama setelahnya, Baizhu juga bergabung, tampak lebih serius dari biasanya, meskipun ekspresinya tetap sulit ditebak.-Istana Thalos: Ruang Singgasana-Istana kerajaan Thalos berdiri megah di tengah ibu kota, sebuah bangunan yang memancarkan wibawa sekaligus keindahan. Pilar-pilar besar dari batu granit hitam menopang atap berlapis emas, sementara dindingnya dihiasi ukiran kuno yang menceritakan sejarah panjan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 2: Misi dan Ramalan

    Ruang singgasana istana Thalos dipenuhi keheningan yang tegang. Jinshi, yang memimpin rapat kecil itu, berdiri di dekat singgasana dengan tangan terkepal di belakang punggungnya. Di depannya, Fabio, Thalysa, dan Baizhu berdiri dalam jarak yang tidak terlalu dekat. Wajah mereka menunjukkan emosi yang berbeda—Fabio dengan ekspresi serius namun tenang, Thalysa yang penuh tekad, dan Baizhu dengan kerutan tajam di dahinya."Fabio," Jinshi memulai, suaranya lembut namun tegas, "Aku ingin kau pergi ke Valtor dan menyusul ayahku, Kaito Akio V."Mata Fabio sedikit membesar mendengar perintah itu. "Menyusul ke Valtor?" tanyanya, nada suaranya penuh keheranan.Jinshi mengangguk. "Ayahku sedang dalam perjalanan diplomatik untuk memperbaiki hubungan dengan kerajaan itu. Tetapi situasi ini sangat sensitif, dan aku khawatir dia mungkin membutuhkan bantuan. Kau telah menunjukkan kekuatan yang luar biasa dalam pertempuran melawan Nyxaroth Primus. Aku percaya kau bisa melindungi ayahku jika sesuatu ter

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 3: Konflik di Ashenfield

    Perjalanan Fabio dan Thalysa menuju Kerajaan Valtor baru memasuki hari kelima ketika mereka mencapai dataran terbuka yang dikenal sebagai Ashenfield. Matahari senja menyinari lanskap yang suram, menciptakan bayangan panjang di atas tanah abu-abu yang penuh dengan bekas luka bencana. Ashenfield adalah sisa-sisa kehancuran besar selama Cataclysmic Catastrophe, di mana api besar telah melalap kehidupan dan meninggalkan tanah yang penuh energi magis tak stabil. Namun, penduduk setempat yang tangguh berusaha keras menghidupkan kembali daerah ini dengan bercocok tanam, meskipun tanah masih menyimpan jejak kutukan.Fabio memperhatikan sekeliling dengan ekspresi netral, pandangannya menyapu reruntuhan dan ladang yang tak subur. Di sebelahnya, Thalysa menatap dengan penuh perhatian, memperhatikan penduduk yang tampak lelah namun tetap berusaha bekerja di bawah bayang-bayang kehancuran. Mereka memasuki desa kecil di tengah dataran itu, tempat asap tipis dari dapur-dapur kayu mengepul ke udara.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 4: Penyelidikan dan Surat

    Penginapan kecil tempat Fabio dan Thalysa tinggal selama di Ashenfield tidak terlalu ramai pagi itu. Udara dingin dari luar terasa menusuk, tetapi kehangatan dari api di perapian ruangan utama penginapan membuat suasana sedikit lebih nyaman. Fabio duduk di salah satu kursi dekat jendela, pandangannya terpaku pada jalanan yang mulai sibuk dengan penduduk setempat. Di sampingnya, Thalysa berdiri dengan tangan terlipat, wajahnya menunjukkan ekspresi tidak puas setelah mendengar rencana yang diusulkan Fabio."Kita tidak membutuhkan bantuan," ujar Thalysa dengan nada tegas. "Kita bisa menyelesaikan masalah ini sendiri. Lagipula, Ashenfield hanyalah sebuah daerah kecil. Aku yakin ini bukan prioritas tinggi bagi kerajaan."Fabio menghela napas, menoleh ke arahnya. "Thalysa, aku tahu kau percaya pada kemampuan kita, tapi ini bukan tentang seberapa kuat atau cerdas kita. Ini tentang skala masalahnya. Jika kita gagal di sini, dampaknya bisa lebih besar dari yang kau bayangkan."Thalysa mengerut

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-26
  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 5: Jejak Konspirasi Ashenfield

    Fabio memulai penyelidikannya dengan hati-hati. Sejak tiba di Ashenfield, ada sesuatu yang tidak beres—rakyat tampak murung, pembicaraan mereka berbisik, dan kehadiran para prajurit lokal terasa mengintimidasi. Setelah mendengar desas-desus di sekitar penginapan, Fabio berhasil mendapatkan informasi bahwa tiga bangsawan di wilayah ini memainkan peran penting dalam situasi buruk Ashenfield.Ketiganya memiliki reputasi yang berbeda di mata masyarakat, tetapi kesamaan mereka adalah kuasa mereka yang besar dan jejak kecurigaan yang membayangi. Nama-nama mereka: Lord Gregor Ashbourne, Baron Alaric Whitmore, dan Duke Cedric Ravenshade.Lord Gregor AshbournePeran: Sang manipulator, Gregor adalah dalang di balik upaya menyebarkan konspirasi antara masyarakat Ashenfield dan bangsawan lainnya. Dia menggunakan retorika dan propaganda untuk menciptakan ketidakpercayaan di antara mereka, memperburuk hubungan antar kelas sosial.Ciri Khas: Gregor adalah pria dengan wajah ramah, tetapi matanya taja

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06

Bab terbaru

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 3 Chapter 6: Kesepakatan

    Diplomasi antara Kerajaan Thalos dan Kerajaan Valtor kembali berlangsung di ruang pertemuan yang megah. Pagi itu, setelah bersiap-siap, Fabio mendengar ketukan di pintunya. Ia membuka pintu dan mendapati Thalysa sudah berdiri di sana, menatapnya dengan penuh energi seperti biasa. "Sudah siap?" tanyanya dengan suara tenang, tapi sorot matanya menunjukkan bahwa ia tidak akan menerima jawaban selain ‘ya.’ Fabio hanya mengangguk dan mengambil mantelnya, lalu berjalan mengikuti Thalysa menuju ruang rapat. Kali ini, Raja Kaito Akio V sudah berada di sana, duduk dengan santai di kursinya, menunggu mereka. Tidak seperti kemarin, di mana Fabio dan Thalysa harus menunggu, kini sang raja menunjukkan kedisiplinannya dengan datang lebih awal. Ini bukan hanya bentuk etika, tapi juga sebuah pernyataan. Bahwa negosiasi ini penting, dan ia ingin memastikan segalanya berjalan sesuai rencana. Tanpa banyak basa-basi, negosiasi dimulai. Kaito Akio V membuka diskusi dengan usulan pertama. "Kerajaan Valto

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 3 Chapter 5: Makan Malam

    Malam itu, setelah pertemuan dengan Raja Kaito Akio V, Fabio kembali ke kamar yang telah disediakan untuknya. Dua pengawal mengantarnya tanpa banyak bicara, hanya melangkah dengan disiplin di koridor panjang yang diterangi cahaya lentera. Sebelum ia pergi, sang raja sempat berkata dengan nada santai, "Nanti malam kita akan bertemu lagi. Sekarang, kalian berdua beristirahatlah dahulu di kamar."Kata-kata itu masih terngiang di kepala Fabio saat ia berjalan menyusuri lorong-lorong gedung kedutaan Thalos. Kalian berdua? Fabio bertanya-tanya apa maksudnya, tetapi pertanyaan itu segera terjawab saat ia mendorong pintu kamarnya dan mendapati Thalysa sudah ada di dalam, duduk di kursi dekat meja, membaca beberapa dokumen dengan ekspresi serius."Kau sudah kembali, Fabio-san?" sapa Thalysa tanpa mengalihkan pandangannya dari dokumen yang ia baca.Fabio tidak menjawab langsung. Ia menutup pintu di belakangnya, mengamati kamar itu sejenak, lalu berjalan mendekat dan duduk di kursi di seberangny

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 3 Chapter 4: Kaito Akio V

    Pagi itu, matahari belum sepenuhnya naik ketika Fabio dan Thalysa meninggalkan penginapan mereka. Jalanan kota yang kemarin terasa ramai, kini masih dalam keadaan setengah terjaga—para pedagang baru saja mulai membuka lapak, para pekerja berjalan lambat menuju tempat mereka bekerja, dan angin pagi membawa udara sejuk yang kontras dengan panasnya siang nanti. Fabio menyesuaikan sabuk pedangnya, memastikan perlengkapannya tetap rapi sebelum mereka melanjutkan perjalanan ke tempat di mana mereka akan bertemu dengan Kaito Akio V.“Dimana kita akan bertemu?” Fabio bertanya tanpa basa-basi.Thalysa, yang berjalan di sampingnya, menjawab dengan nada santai, “Di suatu mansion yang juga dijadikan sebagai gedung kedutaan Thalos di Valtor.”Fabio mengangguk, menerima jawaban itu tanpa banyak bertanya. Namun, setelah beberapa saat, ia menoleh kembali ke arah Thalysa. “Ngomong-ngomong, dimana mansionnya?”Thalysa melirik ke depan, lalu mengangkat tangannya untuk menunjuk ke arah ujung jalan. “Suda

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 3 Chapter 3: Kencan?

    Matahari bersinar lembut di atas kota perbatasan yang ramai, menandakan hari yang cerah dan hangat. Udara di sini berbeda dari kota-kota yang pernah mereka lewati sebelumnya—lebih bersih, lebih segar, dan penuh dengan aroma roti panggang yang baru keluar dari oven, serta rempah-rempah yang bercampur dengan angin sepoi-sepoi.Fabio dan Thalysa berjalan di sepanjang jalan berbatu yang tertata rapi, melewati pedagang yang sibuk menawarkan barang dagangan mereka. Thalysa tampak lebih santai dari biasanya, sementara Fabio tetap dengan ekspresi dinginnya yang khas."Untung cuacanya cerah, ya," kata Thalysa dengan nada riang, menikmati sinar matahari yang menghangatkan kulitnya.Fabio melirik ke arahnya sebentar sebelum kembali memandang ke depan. “Hmmm,” gumamnya singkat, seolah mengakui pernyataan Thalysa tanpa memberikan pendapat lebih jauh.Thalysa membawa keranjang rotan kecil yang nanti akan digunakan untuk berbelanja beberapa kebutuhan mereka. Fabio, yang menyadari beban itu, melirikn

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 3 Chapter 2: Kemakmuran Kerajaan Valtor

    Matahari mulai condong ke barat saat Fabio dan Thalysa akhirnya tiba di kota kecil di luar perbatasan Kerajaan Valtor. Udara terasa lebih sejuk dibandingkan perjalanan mereka sebelumnya, dan tidak ada tanda-tanda kehancuran atau ketegangan seperti yang mereka lihat di Ashenfield. Jalanan kota ini tersusun rapi, dengan bangunan-bangunan yang berdiri kokoh, pertanda bahwa wilayah ini jauh dari kemiskinan ataupun peperangan. Tidak ada rumah reyot, tidak ada jalan berlubang, dan lebih mengejutkan lagi, tidak ada seorang pun pengemis di sudut-sudut jalan.Thalysa yang biasanya tidak mudah terkejut, mendapati dirinya sedikit terdiam saat mereka melangkah melewati gerbang kota. Ia melihat sesuatu yang jarang ada di daerah-daerah di luar ibu kota—bagian informasi. Sebuah bangunan kecil dengan papan kayu yang tertulis jelas "Pusat Informasi Kota," berdiri megah di dekat alun-alun utama. Beberapa penduduk setempat tampak berdiskusi dengan para petugas di sana, mengajukan berbagai pertanyaan."Un

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 3 Chapter 1: Saint Kerajaan

    Perjalanan itu lebih sunyi dari yang ia kira.Kuda yang mereka tumpangi berjalan pelan di jalan tanah yang berliku, debu tipis terangkat di udara setiap kali tapal besi menghantam permukaan yang kering. Di sepanjang perjalanan, Thalysa membisu, matanya menatap ke depan, tetapi pikirannya tertinggal di desa yang baru saja mereka tinggalkan.Ia bisa masih mengingat suara tangisan pemuda itu, suaranya penuh luka, penuh kebencian yang ia lemparkan kepadanya."Kau seharusnya bisa menyelamatkannya! Kau seorang Saint! Bukankah itu yang kalian lakukan?!"Sihir penyembuhan Thalysa telah bekerja, tetapi ada batasan yang bahkan sihir tidak bisa lewati. Tubuh manusia bukanlah sesuatu yang bisa diperbaiki dengan mudah seperti tanah yang retak atau besi yang patah. Jika sesuatu telah melewati batasnya, tidak ada lagi yang bisa dilakukan selain menerima bahwa kematian adalah akhir yang pasti. Namun, pemuda itu tidak peduli pada penjelasan apa pun. Dalam kesedihannya, ia mencari seseorang untuk disal

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 3 Chapter 0: Melanjutkan Perjalanan

    Matahari baru saja merangkak naik di cakrawala ketika Fabio dan Thalysa meninggalkan Ashenfield. Kereta kuda yang mereka tumpangi berderak melewati jalan berbatu yang mengarah ke perbatasan. Udara masih mengandung sisa kehangatan dari perapian yang semalam menyala di dalam kota, seakan menggambarkan bara perlawanan yang masih tersisa di hati rakyatnya. Meskipun konflik telah berakhir, Ashenfield masih harus membangun kembali.Thalysa, dengan semangat khasnya, duduk dengan santai sambil mengamati pemandangan. "Akhirnya, kita bisa meninggalkan kota itu. Aku butuh udara segar. Kau tahu, Fabio, perjalanan ini bisa menjadi petualangan yang menyenangkan jika kau tidak terus-menerus cemberut seperti itu."Fabio, seperti biasa, tidak menanggapi. Ia hanya menatap keluar jendela, matanya mengamati bentangan tanah luas yang mulai berganti dari reruntuhan kota menuju ladang hijau yang tak tersentuh perang. Tidak ada lagi jalanan yang penuh debu dan bangunan yang hangus terbakar. Dunia di luar Ash

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Catatan Pengumuman

    Halo, para pembaca setia!Kami ingin mengucapkan terima kasih atas dukungan kalian terhadap Zero: Forgotten Lost. Perjalanan Fabio masih panjang, dan untuk memastikan cerita terus berkembang dengan kualitas terbaik, kami akan mengambil jeda beberapa hari sebelum melanjutkan ke Volume baru!Mohon bersabar, karena petualangan berikutnya akan semakin kelam, penuh misteri, dan pastinya lebih menegangkan. Jangan lupa untuk tetap mengikuti perkembangan terbaru!Terima kasih atas kesabaran dan antusiasme kalian! Sampai jumpa di Volume selanjutnya!- Zeetsensei

  • Zero: Forgotten Lost (INDONESIA)   Volume 2 Chapter 12: Akhir Konflik Ashenfield

    Kabut pagi menyelimuti Ashenfield, membawa kesan tenang yang menipu. Meskipun pertempuran melawan Nyxaroth telah berakhir, perlawanan terhadap pasukan Thalos masih terasa di udara. Fabio menatap jalanan kota dari jendela penginapan mereka, matanya menyapu pemandangan rakyat yang masih enggan menerima kehadiran kerajaan. Bagi sebagian orang, Thalos tetaplah penjajah, bukan penyelamat. Sebuah opini yang terus dipupuk oleh mereka yang ingin mempertahankan kendali atas kota ini. Beberapa pemimpin lokal telah muncul—ada yang menerima kenyataan bahwa Thalos kini adalah sekutu mereka, ada yang ingin mempertahankan kemerdekaan penuh Ashenfield, dan ada yang masih setia kepada bangsawan korup yang bersembunyi di bayang-bayang. Fabio, Thalysa, dan pasukan Thalos tak tinggal diam. Informasi yang mereka peroleh menunjukkan bahwa sisa bangsawan korup yang masih bersembunyi terus berupaya untuk merebut kembali kendali mereka. Mereka menggerakkan jaringan kriminal lama, menyebarkan propaganda di an

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status