Malam ini bertepatan dengan gerhana bulan. Sementara itu, dalam gelapnya malam, seorang pemuda mengenakan seragam salah satu pasukan elit, sedang melesat cepat seperti peluru. Tanpa bisa dihentikan oleh puluhan dan bahkan ratusan aparat militer yang coba mengejarnya.
Tubuhnya dipenuhi oleh luka-luka, akibat aksi nekatnya membunuh salah seorang petinggi kepolisian di markas besar POLRI.
Bukankah itu adalah misi bunuh diri ?
Benar, karena Zaha telah menargetkan petinggi POLRI tersebut sejak lama dan ia tidak berharap untuk bisa selamat keluar dari sana, karena itu adalah misinya yang terakhir.
'Brak.'
Zaha dengan nekat berhasil melewati blokade dua kendaraan polisi. Aksi Zaha benar-benar di luar nalar yang mungkin hanya bisa ditemukan dalam film-film aksi.
'Dor.'
"Ugh.."
Ketika Zaha mendobrak paksa blokade barusan, salah satu pasukan khusus berhasil menembak Zaha dan tepat mengenai bagian pinggangnya yang tidak tertutupi rompi anti peluru.
Perutnya sudah terluka oleh beberapa tusukan ketika pertempuran di markas pusat kepolisian sebelumnya. Belum lagi, luka yang sangat parah di bagian kepalanya, membuat pandangannya mulai kabur dan tertutupi oleh darah.
Untuk kesekian kali, Zaha memuntahkan darah segar dari mulutnya. Kencangnya angin yang menerpa tubuhnya ketika mengendarai motor itu tidak cukup untuk membuat kesadarannya tetap terjaga.
Zaha sudah hampir mencapai ambang batasnya.
Sementara itu, jumlah aparat gabungan semakin tidak terbendung mengejarnya dan menyudutkannya dari segala sisi.
'Ciitt,'
Zaha menekan rem dengan kuat, membuat laju motornya langsung terhenti. Ternyata, di depannya ada blokade kendaraan militer yang terdiri dari puluhan mobil tempur dan juga motor pasukan khusus.
Deg
Zaha sempat berhenti sejenak, sambil berpikir untuk bisa melewati blokade di depannya.
'Bukankah ini adalah misi bunuh diri?' Pikir Zaha dengan senyum kematiannya.
Zaha menarik napas dalam untuk mengisi penuh paru-parunya, guna memacu kembali adrenalinnya yang sempat menurun, sembari membulatkan tekad.
Zaha menggeber motornya sambil kakinya menekan rem kuat, sementara tangan kanannya terus menggeber gas beberapa kali untuk meningkatkan torsi motornya.
Akibat putaran roda yang kuat menggesek aspal, asap tebal menutupi sekeliling tubuh Zaha.
Para polisi dan tentara yang menghadangnya dibuat terkejut dengan aksi nekad yang di peragakan oleh Zaha. Sadar dengan aksi buruan mereka, sehingga mereka pun bersiap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi.
'Brom.'
Zaha menarik pedal gas kuat, sembari melepaskan rem dan melajukan motornya kencang sambil mengangkat bagian depan motor.
"Jangan biarkan dia lolos, tembak!" Perintah salah seorang komandan pasukan yang mengepungnya.
Dor dor dor
Puluhan bahkan ratusan peluru melesat ke arah Zaha dari segala arah. Rupanya Zaha mengangkat ban motor depannya bukan sekedar hanya sebagai aksi nekat semata, melainkan sebagai tameng untuk menahan peluru. Walau tidak sepenuhnya berhasil, mengingat banyaknya jumlah peluru yang datang secara bersamaan.
Brak.
Dengan kelihaiannya, Zaha lagi-lagi berhasil keluar dari hadangan polisi yang ada di depannya. Namun beberapa peluru berhasil bersarang di tubuhnya sebagai imbalan dari aksi nekatnya tersebut. Membuat nyawa Zaha benar-benar berada di ujung tanduk.
Sementara itu, melihat Zaha yang berhasil lolos dari kepungan. Membuat para aparat gabungan yang mengepungnya seperti kebakaran jenggot dan kembali memburunya dengan mengerahkan segala sumber daya yang mereka miliki. Bagaimanapun, Zaha harus ditangkap dan di adili akibat perbuatannya yang telah menghabisi nyawa salah seorang elit petinggi Kepolisian.
Zaha berhasil melajukan motornya keluar dari kota, nafasnya sudah menderu dan putus-putus.
Sesuai dengan rencana yang sudah diaturnya jauh sebelum aksi malam ini, Zaha semakin menggeber laju motornya sampai ke puncak bukit. Begitu melihat tepian jurang yang menjadi tujuan akhir dari rencananya, Zaha tersenyum.
Sebuah senyum pahit seseorang yang sudah melihat seperti apa akhir dari kehidupannya, senyum kematian.
'Brom.'
Zaha semakin meningkatkan kecepatan kendaraannya sampai pada batas kecepatan maksimum.
'Brak.'
Zaha menabrak pembatas jalan, hingga kendaraannya terbang dan meluncur deras ke dalam jurang.
Motor yang dikendarainya menghantam badan jurang beberapa kali, sebelum berakhir mengenaskan di dasar jurang. Sementara itu, Zaha ikut menghantam dasar bawah jurang, sehingga tubuh penuh luka tersebut seketika menjadi remuk tak berbentuk.
"Arghk." Matanya mulai gelap, Zaha tersenyum dingin di penghujung nafasnya.
Menjelang ajalnya datang menjemput, semua kenangan pahit seolah berputar kembali di memory Zaha.Kenangan yang membuat Zaha sampai melakukan aksi nekat malam ini.Mungkin hanya sebentar saja kebahagiaan itu dirasakannya, ketika ayah, ibu, dan kakak perempuannya masih hidup.Itu adalah memory sebelum usia Zaha 7 tahun. Bahkan Zaha sendiri hampir lupa, apa arti bahagia itu yang sebenarnya? Karena saat usianya tepat 7 tahun, keluarganya merayakan pesta ulang tahunnya dengan sangat meriahn. Semua kolega orang tuanya hadir dan memberi hadiah padanya, Zaha kecil benar-benar mendapat semua cinta dan sayang dari semua orang saat itu.Namun, momen bahagia itu juga menjadi hari terkelam dalam hidupnya.Tengah malam, saat semua orang sudah terlelap dalam tidurnya masing-masing, se kelompok perampok memasuki rumah mereka. Zaha dan kakak perempuannya, Ainun yang masih berusia 11 tahun disekap di ruang tengah rumahnya, lalu disusul oleh Opa dan Omanya.Sementara itu, Zaha kecil dapat mendengar suar
POV ZahaAku mengerjapkan mata beberapa kali, lalu membuka mata pelan. Kulihat samar tempat dimana Aku terbaring, masih serasa sakit disekujur tubuhku.'Dimana ini? Apa Aku masih hidup atau sudah mati?'Ruangan serba putih adalah hal yang pertama kali ku lihat ketika terbangun dan aku merasa sangat asing dengan tempat ini."Suster tolong periksa anak ini! Ia sudah sadar." Teriak seorang Bapak-bapak sambil membawa seorang perawat perempuan.Aku yang masih merasa sangat lemah hanya bisa membiarkan perawat tersebut memeriksa keadaanku."Dek, kamu bisa melihat saya?" Tanya perawat tersebut sambil menyinari mataku dengan sebuah senter kecil.'Dek? Kenapa perawat ini memanggilku dengan panggilan itu?''Melihat dari penampilannya, seharusnya ia memanggilku dengan sebutan 'Kak' atau 'Bapak',' Pikirku heran. Menurutku, usia perawat yang sedang tersenyum ramah ketika merawatku ini tidak lebih dari 25 tahun.Hal ini, sangat aneh. 'Apa aku terlihat seperti seseorang yang lebih muda darinya?'Mes
"Kalau boleh tahu, bagaimana saya bisa dibawa kesini, dokter? Siapa saja yang tahu kalau saya ada disini?""Kamu benar-benar tidak ingat sama sekali ya?" Tanya dokter Anna sambil memegang dahiku."Sebentar! Kamu tahu siapa namamu kan, dek?" Tanyanya lebih lanjut.Aku menggelengkan kepala, bukan tidak tahu siapa diriku, hanya saja, aku tidak tahu terbangun dalam tubuh siapa. Ini sebuah misteri yang aku sendiri belum tahu jawabannya.Dokter Anna membuka berkas yang dibawanya dan mambacakan 'data'ku, "Nama kamu Zaha Kurniawan, usia 18 tahun. Sekolah di SMA negeri xx kelas 12. Nama ibu, Fitri dan kamu memiliki seorang saudara perempuan, Zanna Kirania Fitri. Ingat?" Terang dokter Anna sambil menatapku dan melihat reaksiku."Zaha?" Lirihku pelan.'Apa ini sebuah kebetulan? Bagaimana bisa, Aku terbangun dalam tubuh yang sangat asing bagiku, namun memiliki nama yang sama? Astaga! Lelucon macam apa yang sedang dimainkan semesta dengan takdirku? Bahkan untuk menikmati kematian pun, Aku tidak bi
Keesokan harinya, kulihat seorang wanita dengan usia yang sudah matang, datang menjenggukku.Walau Aku merasa asing, tapi Aku tahu kalau dia adalah ibu dari raga yang ku'diami' saat ini. Dia lah yang dimaksud oleh dokter Anna sebagai ibuku sebelumnya."Astaga! Nak, ka-kamu beneran sudah sadar?" Tanya Ibu tersebut dengan tatapan penuh haru dan bahagia.Dari melihat penampilannya, aku bisa tahu kalau 'ibu'ku ini dari ekonomi rendah. Aku jadi tersenyum sendiri di dalam hati, karena aku bisa menyimpulkan jika tubuh anak tempat rohku terlahir kembali ini, berasal dari keluarga yang biasa saja."Kamu beneran tidak ingat dengan ibu, nak?" Tanya ibu tersebut pelan, terlihat ada kesedihan dan beban yang berat didalam tatapannya. Ia berjalan ke samping kasurku, lalu mengusap kepalaku pelan dengan kasih sayang ke ibuannya.Tanpa sadar, perlahan air mata mengalir begitu saja keluar dari kelopak mataku. Walau Aku sama sekali tidak mengenal wanita yang sedang mengusap lembut kepalaku ini. Namun, us
Melihat betapa tulusnya pak Hadi dan putrinya untuk membantu Zaha dan keluarganya, Zaha ikut angkat suara. Utamanya, untuk membalasa kebaikan pada Hadi."Oh ya, Pak. Maaf kalau sebelumnya saya lancang." Ujar Zaha memberanikan diri, karena dari awal berjumpa dengan Sherlin dan Pak Hadi, seperti ada yang aneh dengan tatapan Sherlin pada ayahnya tersebut. Zaha yang semasa aktif di kesatuan, jelas sangat mengerti dengan ekspresi tersebut."Iya, ada apa Nak Zaha?"Zaha menatap Sherlin sejenak, sebelum melanjutkan ucapannya pada Pak Hadi."Saya tidak tahu ada masalah apa antara pak Hadi dengan mbak Sherlin sebelumnya..." Ucap Zaha hati-hati. Dia sangat menjaga perasaan Sherlin ataupun pak Hadi yang telah bertanggung jawab pada Zaha, baik selama ia tidak sadarkan diri sampai telah bersedia mengantarkan dirinya dan ibunya pulang ke rumah. Jadi, Zaha memberanikan diri untuk berbicara untuk kebaikan Sherlin dan Ayahnya tersebut."Maksud, nak Zaha?" Tanya Pak Hadi mengerutkan keningnya sambil me
Sore harinya, setelah pak Hadi dan Sherlin pulang dari rumah keluarga Zaha. Sebuah motor sport berhenti di depan pagar rumah, terlihat sepasang sejoli sedang berbincang dengan mesranya.Entah apa yang mereka perbincangkan, tampak si wanita bersikap begitu mesra pada si pengendara motor sport tersebut. Tidak lama, wanita tersebut masuk ke dalam rumah. Dengan cueknya ia melangkah masuk begitu saja ke dalam kamarnya, tanpa mempedulikan sang ibu dan adik yang telah menunggunya sejak tadi."Kamu dari mana Nak?" Sapa bu Fitri menyapanya."Udah lah, gak usah tanya-tanya bisa gak, sih? Gue capek, mau istirahat." Jawab wanita tersebut dengan ketusnya.Bu Fitri sampai tercekat mendengar jawaban kasar dari putrinya. Memang, sejak putri sulungnya itu sudah bisa mencari uang sendiri untuk membiayai kuliahnya yang seharusnya itu adalah tanggung jawabnya sebagai seorang ibu. Namun karena kesulitan ekonomi, apalagi bu Fitri hanyalah seorang pedagang kecil. Sehingga ia tidak bisa lagi membiayai sekola
POV Zanna Kirania FitriAku begitu bangga, saat kerja kerasku akhirnya membuahkan hasil.Setelah kini, aku menjadi pacarnya Ronal, salah seorang mahasiswa terpopuler di kampusku. Walau banyak yang mengatakan jika ia adalah seorang playboy, tapi masa bodohlah!Dengan menjadi pacarnya, paling tidak orang-orang tidak akan lagi menganggapku sebagai seorang Mahasiswi miskin yang tidak laku.Walau, kadang ada juga gosip-gosip tidak enak yang mengatakan kalau aku adalah seorang gadis matre. What ever, lah! Yang penting, Aku yang sekarang bisa menjadi pacarnya salah seorang cowok terpopuler di kampusku.Awalnya, Aku sudah sangat senang dan berbunga-bunga begitu diantar oleh Ronal pulang ke rumahku. Ia yang baru seminggu ini jadi pacarku, bahkan sampai mengantarku langsung ke depan rumahku.Sebenarnya, aku sempat malu sih, kalau sampai Ronal tahu keadaan rumahku seperti apa? Namun, karena melihat kesungguhan dan ketulusannya menerimaku apa adanya. Akhirnya aku mau juga ketika diantar olehnya.
POV ZahaJam 4 pagi, Aku sudah terbangun seperti kebiasaanku dahulu.Kukira, Aku lah yang terbangun lebih awal. Ternyata, sudah ada ibu yang sudah siap-siap dengan barang dagangannya. Ibu, diusianya yang sudah masuk kepala empat, masih saja harus banting tulang untuk menafkahi keluarga ini.Suaminya, yang merupakan ayahku tidak diketahui dimana rimbanya. Dari cerita ibu, aku jadi tahu kalau aku dan kak Nia ternyata tidak se ayah. Ayah kak Nia sudah meninggal sejak ia masih bayi. Setelah itu, ibu menikah lagi dengan ayahku saat ini."Loh, kamu sudah bangun, nak?" Tanya Ibu terkejut begitu mendapati diriku sedang menatap ke arahnya.Aku hanya tersenyum hangat melihat ibu, meski dengan segala kesibukannya, aku dapat merasakan ada cinta dalam tatapannya."Ibu sudah mau berangkat, yah? Sini, Zaha bantu bawa barang belanjaannya ke pasar." Ucapku menawarkan bantuan dan beranjak hendak membawa barang dagangannya."Tidak usah, nak! Hari ini kamu tidak usah masuk sekolah dulu, ya! Lagian, Zaha