Keesokan harinya, kulihat seorang wanita dengan usia yang sudah matang, datang menjenggukku.
Walau Aku merasa asing, tapi Aku tahu kalau dia adalah ibu dari raga yang ku'diami' saat ini. Dia lah yang dimaksud oleh dokter Anna sebagai ibuku sebelumnya.
"Astaga! Nak, ka-kamu beneran sudah sadar?" Tanya Ibu tersebut dengan tatapan penuh haru dan bahagia.
Dari melihat penampilannya, aku bisa tahu kalau 'ibu'ku ini dari ekonomi rendah. Aku jadi tersenyum sendiri di dalam hati, karena aku bisa menyimpulkan jika tubuh anak tempat rohku terlahir kembali ini, berasal dari keluarga yang biasa saja.
"Kamu beneran tidak ingat dengan ibu, nak?" Tanya ibu tersebut pelan, terlihat ada kesedihan dan beban yang berat didalam tatapannya. Ia berjalan ke samping kasurku, lalu mengusap kepalaku pelan dengan kasih sayang ke ibuannya.
Tanpa sadar, perlahan air mata mengalir begitu saja keluar dari kelopak mataku. Walau Aku sama sekali tidak mengenal wanita yang sedang mengusap lembut kepalaku ini. Namun, usapan sayangnya di kepalaku membuat hatiku menjadi hangat.
Perasaan yang mengingatkanku pada sebuah kenangan dimasa kecilku, ketika ibu masih ada. Rasa itu kembali hadir saat ini, rasa disayang oleh seorang ibu membuat hatiku larut dalam keharuan.
"Bu.." Panggilku pelan padanya, berhasil membuat matanya memancarkan binar bahagia.
"Kamu sudah ingat ibu, nak?" Tanyanya penuh harap.
Aku menggelengkan kepalaku, "Maaf, bu! Aku tidak bisa mengingatnya. Tapi, Aku bisa merasakan rasa sayang ibu padaku, terimakasih." Ucapku tulus sambil tersenyum padanya.
"Jangan dipaksa dulu, bu Fitri! Dik Zaha nya mungkin butuh waktu untuk memulihkan ingatannya kembali. Secara bertahap, ingatannya akan kembali pulih seperti semula." Ujar dokter Anna menyemangati.
Ibu memeluk kepalaku sambil mengecup pelan keningku, "Maafkan Ibu, ya nak! Kalau saja kamu tidak menjemput Ibu ke pasar malam itu, mungkin kamu tidak akan mengalami kecelakaan." Ujar ibu penuh kesedihan.
"Gak apa-apa, bu. Semuanya sudah berlalu! Zaha juga sudah tidak apa-apa sekarang, kan?" Ujarku sembari tersenyum tipis dan menunjukkan kalau semuanya baikbaik saja.
'Andai saja, Ia tahu kalau yang ada dalam tubuh anaknya sekarang bukanlah anaknya lagi, entah bagaimana perasaan Ibu ini?'
Aku pun tak kuasa untuk memberitahu kenyataan yang sebenarnya padanya, tentu itu akan membuat Ia akan semakin terpuruk dalam kesedihan.
Aku tidak tahu, apa rencana yang Maha Kuasa membuatku tetap hidup, walau dalam raga yang berbeda. Sementara ini, aku hanya coba menjalankan peranku yang baru, sebagai seorang 'Zaha' yang lain.
...
POV Author
"Selamat datang di rumah, nak!" Kata bu Fitri menyambut kedatangan Zaha siang itu dengan diantar oleh pak Hadi serta putrinya, Sherlin. Wanita yang menabrak Zaha sebelumnya.
Zaha masuk dalam rumah yang sangat sederhana, yang berlokasi di pinggiran kota Jakarta. Namun begitu, suasana di sekitar rumah penduduk yang rata-rata dari kalangan masyarakat level menengah kebawah itu, terlihat lumayan asri.
Beruntung ketika Zaha akan pulang siang tadi, diantar oleh Pak Hadi dan putrinya yang kebetulan juga berniat datang menjenguk dan mengantarnya ke rumah. Beliau sangat bertanggung jawab dengan semua yang terjadi pada Zaha, mulai dari menanggung semua biaya perawatan serta mengantarkan Zaha serta ibunya hingga sampai ke rumah.
Menurut beliau, itu merupakan bagian dari tanggung jawab mereka. Bagaimana pun, Zaha sampai mengalami nasib seperti ini, akibat kecerobohan putrinya. Dengan membantu Zaha pulih dan melakukan hal ini, membuat pak Hadi bisa sedikit mengurangi rasa bersalah mereka.
"Kita hanya tinggal disini berdua, bu?" Tanya Zaha begitu melihat isi rumah.
"Ya, tidak! kan, masih ada Nia, kakakmu, nak! Kalau sekarang, mungkin kakakmu itu sedang kuliah."
"Astaga, sampai lupa saya! Bapak Hadi sama Non Sherlin, mau minum apa?" Tanya Bu Fitri pada kedua tamunya sedikit gugup. Karena senang dengan kepulangan anak lelakinya, ia hampir lupa menjamu tamunya.
"Tidak usah repot-repot, bu Fitri. Kami cuma sebentar disini."
"Sekali lagi, kami mohon maaf atas kejadian yang menimpa Nak Zaha. Putri saya terlalu ceroboh sehingga menyebabkan nak Zaha sampai celaka. Mungkin, hanya ini yang bisa kami bantu untuk pemulihan nak Zaha."
"Namun, jika nak Zaha masih ada keluhan tentang kondisinya pasca kecelakaan kemarin, jangan sungkan untuk menghubungi saya atau putri saya nantinya." Imbuh pak Hadi sambil menyerahkan kartu namanya dan sebuah amplop yang lumayan tebal pada Bu Fitri.
"Ini... apa, pak?" Tanya Bu Fitri bingung. Ketika melihat isi amplop, alangkah terkejutnya ia, begitu melihat segepok uang berwarna merah dalam amplop tersebut.
"Diterima yah, bu! Mungkin tidak seberapa. Kami harap, ini bisa untuk membantu pemulihan Zaha." Ucap Pak Hadi dengan penuh wibawa.
"Gak apa-apa, bu. Diterima saja! Tidak baik menolak kebaikan orang." Ucap Zaha begitu melihat Ibunya seperti berat menerima uang pemberian dari pak Hadi. Apalagi, mereka juga sudah bertanggung jawab terhadap semua keperluan Zaha selama di rumah sakit.
Mendapat dorongan dari anaknya, bu Fitrinya akhirnya bersedia menerima pemberian pak Hadi.
"Baiklah, pak. Kalau begitu, kami terima. Sekali lagi kami ucapkan terimakasih yang tak terhingga atas kebaikan Bapak dan non Sherlin pada keluarga kami." Ujar bu Fitri terharu.
"Iya Bu, sama-sama. Sekali lagi, kami mohon maaf dan kami berharap semoga Zaha bisa pulih sepenuhnya dan bisa beraktifitas normal kembali."
Melihat betapa tulusnya pak Hadi dan putrinya untuk membantu Zaha dan keluarganya, Zaha ikut angkat suara. Utamanya, untuk membalasa kebaikan pada Hadi."Oh ya, Pak. Maaf kalau sebelumnya saya lancang." Ujar Zaha memberanikan diri, karena dari awal berjumpa dengan Sherlin dan Pak Hadi, seperti ada yang aneh dengan tatapan Sherlin pada ayahnya tersebut. Zaha yang semasa aktif di kesatuan, jelas sangat mengerti dengan ekspresi tersebut."Iya, ada apa Nak Zaha?"Zaha menatap Sherlin sejenak, sebelum melanjutkan ucapannya pada Pak Hadi."Saya tidak tahu ada masalah apa antara pak Hadi dengan mbak Sherlin sebelumnya..." Ucap Zaha hati-hati. Dia sangat menjaga perasaan Sherlin ataupun pak Hadi yang telah bertanggung jawab pada Zaha, baik selama ia tidak sadarkan diri sampai telah bersedia mengantarkan dirinya dan ibunya pulang ke rumah. Jadi, Zaha memberanikan diri untuk berbicara untuk kebaikan Sherlin dan Ayahnya tersebut."Maksud, nak Zaha?" Tanya Pak Hadi mengerutkan keningnya sambil me
Sore harinya, setelah pak Hadi dan Sherlin pulang dari rumah keluarga Zaha. Sebuah motor sport berhenti di depan pagar rumah, terlihat sepasang sejoli sedang berbincang dengan mesranya.Entah apa yang mereka perbincangkan, tampak si wanita bersikap begitu mesra pada si pengendara motor sport tersebut. Tidak lama, wanita tersebut masuk ke dalam rumah. Dengan cueknya ia melangkah masuk begitu saja ke dalam kamarnya, tanpa mempedulikan sang ibu dan adik yang telah menunggunya sejak tadi."Kamu dari mana Nak?" Sapa bu Fitri menyapanya."Udah lah, gak usah tanya-tanya bisa gak, sih? Gue capek, mau istirahat." Jawab wanita tersebut dengan ketusnya.Bu Fitri sampai tercekat mendengar jawaban kasar dari putrinya. Memang, sejak putri sulungnya itu sudah bisa mencari uang sendiri untuk membiayai kuliahnya yang seharusnya itu adalah tanggung jawabnya sebagai seorang ibu. Namun karena kesulitan ekonomi, apalagi bu Fitri hanyalah seorang pedagang kecil. Sehingga ia tidak bisa lagi membiayai sekola
POV Zanna Kirania FitriAku begitu bangga, saat kerja kerasku akhirnya membuahkan hasil.Setelah kini, aku menjadi pacarnya Ronal, salah seorang mahasiswa terpopuler di kampusku. Walau banyak yang mengatakan jika ia adalah seorang playboy, tapi masa bodohlah!Dengan menjadi pacarnya, paling tidak orang-orang tidak akan lagi menganggapku sebagai seorang Mahasiswi miskin yang tidak laku.Walau, kadang ada juga gosip-gosip tidak enak yang mengatakan kalau aku adalah seorang gadis matre. What ever, lah! Yang penting, Aku yang sekarang bisa menjadi pacarnya salah seorang cowok terpopuler di kampusku.Awalnya, Aku sudah sangat senang dan berbunga-bunga begitu diantar oleh Ronal pulang ke rumahku. Ia yang baru seminggu ini jadi pacarku, bahkan sampai mengantarku langsung ke depan rumahku.Sebenarnya, aku sempat malu sih, kalau sampai Ronal tahu keadaan rumahku seperti apa? Namun, karena melihat kesungguhan dan ketulusannya menerimaku apa adanya. Akhirnya aku mau juga ketika diantar olehnya.
POV ZahaJam 4 pagi, Aku sudah terbangun seperti kebiasaanku dahulu.Kukira, Aku lah yang terbangun lebih awal. Ternyata, sudah ada ibu yang sudah siap-siap dengan barang dagangannya. Ibu, diusianya yang sudah masuk kepala empat, masih saja harus banting tulang untuk menafkahi keluarga ini.Suaminya, yang merupakan ayahku tidak diketahui dimana rimbanya. Dari cerita ibu, aku jadi tahu kalau aku dan kak Nia ternyata tidak se ayah. Ayah kak Nia sudah meninggal sejak ia masih bayi. Setelah itu, ibu menikah lagi dengan ayahku saat ini."Loh, kamu sudah bangun, nak?" Tanya Ibu terkejut begitu mendapati diriku sedang menatap ke arahnya.Aku hanya tersenyum hangat melihat ibu, meski dengan segala kesibukannya, aku dapat merasakan ada cinta dalam tatapannya."Ibu sudah mau berangkat, yah? Sini, Zaha bantu bawa barang belanjaannya ke pasar." Ucapku menawarkan bantuan dan beranjak hendak membawa barang dagangannya."Tidak usah, nak! Hari ini kamu tidak usah masuk sekolah dulu, ya! Lagian, Zaha
Dari sekian banyak tatapan kekaguman, ada juga yang bersikap sinis dengan kemampuanku. Terutama, mereka yang pagi tadi coba menjatuhkanku.Terbukti, ketika jam istirahat tiba.Aku berencana hendak ke toilet. Saat kakiku melangkah kesana, ada beberapa orang siswa yang pagi tadi mencari gara-gara denganku, mereka berjalan perlahan mengikuti langkahku dari jauh.Aku tahu, kalau saat itu Aku sedang diikuti. Namun, sengaja kubiarkan dan melihat sejauh mana keberanian mereka.Menurut perkiraanku, mereka itu dulunya mungkin sering membully Zaha. Dengan fisik sekurus ini dan tampak apa adanya, belum lagi kehidupan Zaha yang sangat memprihatinkan. Wajar saja, para siswa yang memiliki kecenderungan suka membully akan menjadi Zaha sebagai sasaran empuk untuk dijahili.Tapi, mereka salah jika menganggap Zaha yang sekarang masih Zaha yang sama, yang bisa mereka jahili sesukanya.Aku berjalan dengan santai ke dalam toilet. Toilet ini lumayan luas untuk ukuran toilet sekolah, ada sebuah westafel dan
Saat pulang sekolah, aku kembali berjalan seorang diri keluar gedung sekolah tanpa satupun yang menyapaku atau pun merasa perlu kenal denganku.Aku hanya menggerutu kesal dalam hati, 'Apa sebegitu ngenesnya pergaulan Zaha yang dulu yah? Sampai-sampai tidak ada satupun yang bersedia mendekat padaku.'Untungnya waktu di kelas tadi, aku sudah berhasil mengingat semua nama teman-temanku berkat absensi dari guru yang masuk ke kelas. Sehingga, walau tidak ada yang merasa kenal denganku, paling tidak aku bisa tahu siapa saja teman-teman Zaha di kelas.Aku berjalan menelusuri gang tempat aku lewat pagi tadi.Tidak jauh di depanku, ada segerombolan cowok berseragam STM sedang menganggu seorang cewek. Dari seragam yang dikenakan cewek tersebut, aku tahu kalau ia berasal dari sekolah yang sama denganku.Karena jalan yang ku tempuh persis melewati mereka. Sehingga mau tidak mau, aku pun ikut kena getahnya. Jelas terlihat jika cewek tersebut sangat ketakutan, Ia sampai menangis dan tubuhnya tampak
"Hehehe, sekarang tinggal lu dan gue." Ujarku pada cowok pertama sambil mengusap darah yang keluar dari tepian bibirku.'Bajingan, lawan anak sekolahan begini bisa terluka juga Aku dibuatnya. Kalau seandainya kemampuan fisik tubuh ini sedikit lebih baik, mungkin Aku bisa mengalahkan mereka semua dengan mudah.'Cowok terakhir yang tersisa dan mungkin dia adalah pimpinan geng dari anak-anak STM ini, menatapku dengan tatapan penuh kebencian.Aku tertawa ringan melihat tatapannya yang seakan siap untuk menghancurkanku."Gue suka tatapan lu. Nama lu Adam, yah? So, mau lu yang maju? atau gue yang maju duluan?" Tantangku cuek."BANGSAT!" Teriaknya sambil berlari dan langsung menghujamkan pukulan andalannya padaku.Beda dengan teman-temannya yang telah ku hadapi sebelumnya, kali ini Aku lebih memilih untuk adu pukul secara langsung dengannya.Bugh bugh bughKami saling jual beli pukulan. Untuk ukuran anak sekolahan, anak STM yang bernama Adam ini lumayan tangguh. Padahal wajahnya sendiri suda
POV Zaha."Astaga! Baru seminggu keluar dari rumah sakit, sekarang sudah luka-luka begini?" Ekspresi terkejut dokter Anna yang greget begitu melihat beberapa bekas luka lebam ditubuhku akibat perkelahianku 3 hari yang lalu.Ya, hari ini adalah jadwal pemeriksaan rutinku pasca kecelakaan sebelumnya. Lebih tepatnya, terapi untuk pemulihan trauma dan ingatanku yang hilang.Tapi, kontrol saja bukan tujuanku yang sebenarnya. Apalagi kalau bukan untuk sekedar bertemu dokter Anna, wanita masa laluku. Walau tidak banyak kenangan yang pernah kami ukir bersama, tapi dari semua pengalamanku, Anna lah satu-satunya wanita yang pernah mempunyai arti khusus dalam hidupku."Kamu berantem? Tawuran?" Cecar dokter Anna.Ia mengomeliku dengan berbagai pertanyaan, namun aku hanya terpaku diam sambil sesekali mencuri pandang melihat wajah cantiknya. Melihatnya dari dekat, aku sadar telah melewatkan begitu banyak hal dengan mengabaikannya dimasa lalu.Sekarang, memiliki kesempatan hidup kedua dalam raga ber