Dari sekian banyak tatapan kekaguman, ada juga yang bersikap sinis dengan kemampuanku. Terutama, mereka yang pagi tadi coba menjatuhkanku.
Terbukti, ketika jam istirahat tiba.
Aku berencana hendak ke toilet. Saat kakiku melangkah kesana, ada beberapa orang siswa yang pagi tadi mencari gara-gara denganku, mereka berjalan perlahan mengikuti langkahku dari jauh.
Aku tahu, kalau saat itu Aku sedang diikuti. Namun, sengaja kubiarkan dan melihat sejauh mana keberanian mereka.
Menurut perkiraanku, mereka itu dulunya mungkin sering membully Zaha. Dengan fisik sekurus ini dan tampak apa adanya, belum lagi kehidupan Zaha yang sangat memprihatinkan. Wajar saja, para siswa yang memiliki kecenderungan suka membully akan menjadi Zaha sebagai sasaran empuk untuk dijahili.
Tapi, mereka salah jika menganggap Zaha yang sekarang masih Zaha yang sama, yang bisa mereka jahili sesukanya.
Aku berjalan dengan santai ke dalam toilet. Toilet ini lumayan luas untuk ukuran toilet sekolah, ada sebuah westafel dan dua bilik toilet didalamnya.
Aku masuk ke dalam salah satu bilik, lalu menuntaskan hajatku tanpa mempedulikan apa yang direncakan oleh para penguntit ini.
Saat buang air itu lah, beberapa siswa yang mengikutiku tadi ikut masuk ke dalam toilet. Tidak lama setelah itu, ku dengar pintu bilik toilet dikunci dari luar.
Kunci toilet ini tipe doorknob lock dengan handel bulat model pencet. Begitu Aku selesai buang air kecil dan hendak keluar.
Klek klek
Benar saja, pintunya sudah dikunci dari luar.
Lalu ku dengar suara tawa beberapa siswa dari luar. Ternyata benar dugaanku! kalau mereka mau cari gara-gara kembali.
Aku tersenyum tipis, 'Tunggu tanggal mainnya, boy.'
Aku melihat ke sekeliling bilik toilet yang sempit. Ke temukan ada sebuah jarum pentul dalam tong sampah kecil yang terdapat didalam bilik. Aku memungutnya, lalu menekuknya agak kecil membentuk seperti pengait.
Lalu dengan sedikit keahlianku, aku memasukkan ujung jarum tersebut ke dalam lobang kunci, setelah kurasa pas lalu ku tarik keluar.
Klik
Kuncinya berhasil ku lepas.
Ketika pintu berhasil terbuka, tampak ekspresi terkejut dan penasaran dari wajah mereka yang telah mengusiliku. Total, ada 4 orang.
Aku berjalan dengan santainya keluar. Lalu, berdiri di depan pria yang badannya paling besar. Tebakanku, dia lah biang keroknya yang coba mengerjaiku.
"Sudah cukup cara kekanakkannya?" Tanyaku santai dengan mereka yang masih menatap tidak percaya dengan caraku berhasil keluar.
"Kalau mau jadi cowok sejati, yang jantan! Mari kita selesaikan dengan kepalan tangan, jika itu yang kalian inginkan." Ujarku lebih lanjut sengaja menantang mereka semua.
Tampak pria berbadan besar itu salah tingkah awalnya, sambil melihat ke arah teman-temannya. Mungkin karena menjaga gengsinya, ia coba menunjukkan keberaniannya dengan coba mengintimidasiku.
Ia memegang kerah bajuku.
"Baru segitu, jangan som.."
Bugh,
Belum selesai ia bicara, dengan cepat ku sarangkan sebuah pukulan tepat ke ulu hatinya. Sehingga membuat ia membungkuk sambil memegangi perutnya. Saat ia menunduk, langsung ku jepit kepalanya, lalu membantingnya ke lantai.
Bam
"Arrggh.." Teriaknya kesakitan.
Aku langsung menginjak kepalanya sambil menatap ke tiga temannya yang memandangku dengan tatapan seakan tidak percaya!
Mereka semua heran dan terkejut, bagaimana seorang Zaha yang kurus ceking sepertiku bisa mengalahkan temannya yang badannya jelas lebih besar dariku dengan begitu mudahnya.
"Kalian juga mau mencobanya?" Tanyaku dingin sambil menatap mereka satu persatu.
Mereka yang semula mau maju membantu temannya, jadi mundur ketakutan dan tidak lagi berani berlaku kurang ajar padaku.
"Roda itu berputar boy. Gue harap, ini konfrontasi kita yang terakhir."
"Gue gak suka nyari musuh. Tapi, kalau ada orang yang gue anggap sebagai musuh, gue pastiin dia akan sangat menderita karena telah jadi musuh gue." Ujarku dingin memperingati mereka berempat.
Mereka yang masih berdiri tidak ada lagi yang berani membalas tatapan mataku, mereka hanya menunduk sambil mundur ke belakang.
Aku pun berjalan keluar dari toilet dengan santainya.
Ini baru awal dari lembaran baru kehidupanku. Namun, aku bertekat untuk membuat 'Zaha' yang sama sekali tidak popluer ini, menjadi dihargai oleh semua teman-temannya.
Saat pulang sekolah, aku kembali berjalan seorang diri keluar gedung sekolah tanpa satupun yang menyapaku atau pun merasa perlu kenal denganku.Aku hanya menggerutu kesal dalam hati, 'Apa sebegitu ngenesnya pergaulan Zaha yang dulu yah? Sampai-sampai tidak ada satupun yang bersedia mendekat padaku.'Untungnya waktu di kelas tadi, aku sudah berhasil mengingat semua nama teman-temanku berkat absensi dari guru yang masuk ke kelas. Sehingga, walau tidak ada yang merasa kenal denganku, paling tidak aku bisa tahu siapa saja teman-teman Zaha di kelas.Aku berjalan menelusuri gang tempat aku lewat pagi tadi.Tidak jauh di depanku, ada segerombolan cowok berseragam STM sedang menganggu seorang cewek. Dari seragam yang dikenakan cewek tersebut, aku tahu kalau ia berasal dari sekolah yang sama denganku.Karena jalan yang ku tempuh persis melewati mereka. Sehingga mau tidak mau, aku pun ikut kena getahnya. Jelas terlihat jika cewek tersebut sangat ketakutan, Ia sampai menangis dan tubuhnya tampak
"Hehehe, sekarang tinggal lu dan gue." Ujarku pada cowok pertama sambil mengusap darah yang keluar dari tepian bibirku.'Bajingan, lawan anak sekolahan begini bisa terluka juga Aku dibuatnya. Kalau seandainya kemampuan fisik tubuh ini sedikit lebih baik, mungkin Aku bisa mengalahkan mereka semua dengan mudah.'Cowok terakhir yang tersisa dan mungkin dia adalah pimpinan geng dari anak-anak STM ini, menatapku dengan tatapan penuh kebencian.Aku tertawa ringan melihat tatapannya yang seakan siap untuk menghancurkanku."Gue suka tatapan lu. Nama lu Adam, yah? So, mau lu yang maju? atau gue yang maju duluan?" Tantangku cuek."BANGSAT!" Teriaknya sambil berlari dan langsung menghujamkan pukulan andalannya padaku.Beda dengan teman-temannya yang telah ku hadapi sebelumnya, kali ini Aku lebih memilih untuk adu pukul secara langsung dengannya.Bugh bugh bughKami saling jual beli pukulan. Untuk ukuran anak sekolahan, anak STM yang bernama Adam ini lumayan tangguh. Padahal wajahnya sendiri suda
POV Zaha."Astaga! Baru seminggu keluar dari rumah sakit, sekarang sudah luka-luka begini?" Ekspresi terkejut dokter Anna yang greget begitu melihat beberapa bekas luka lebam ditubuhku akibat perkelahianku 3 hari yang lalu.Ya, hari ini adalah jadwal pemeriksaan rutinku pasca kecelakaan sebelumnya. Lebih tepatnya, terapi untuk pemulihan trauma dan ingatanku yang hilang.Tapi, kontrol saja bukan tujuanku yang sebenarnya. Apalagi kalau bukan untuk sekedar bertemu dokter Anna, wanita masa laluku. Walau tidak banyak kenangan yang pernah kami ukir bersama, tapi dari semua pengalamanku, Anna lah satu-satunya wanita yang pernah mempunyai arti khusus dalam hidupku."Kamu berantem? Tawuran?" Cecar dokter Anna.Ia mengomeliku dengan berbagai pertanyaan, namun aku hanya terpaku diam sambil sesekali mencuri pandang melihat wajah cantiknya. Melihatnya dari dekat, aku sadar telah melewatkan begitu banyak hal dengan mengabaikannya dimasa lalu.Sekarang, memiliki kesempatan hidup kedua dalam raga ber
POV Zaha."Hmn, sudah periksanya?" Tanya Anna penasaran begitu aku menghampirinya.Aku hanya menjawab pertanyaan Anna dengan sebuah anggukan. Bertemu dengan Anna dan mendapatkan berita sangat mengejutkan, jika kami memiliki seorang putri kecil yang sangat manis, membuatku sedikit emosional."Zaha, kamu menangis?" Tanya gadis tersebut dengan tatapan menyelidik."Gak kok. Kenapa kamu berpikir begitu?" Tanya bertanya dengan sikap sebiasa mungkin."Itu, kok ada air matanya?" Tunjuk Anna pada wajahku.Aku dengan cepat mengusap wajah sambil coba membersihkan jika ada jejak air mata seperti yang di ucapkan Anna barusan."Oh ini, ada pemeriksaan retina mata saja tadi." Jawabku berlasan sekenanya."Loh, mang kamu sakit mata juga? Bukannya cuma terapi biasa aja yah?" Tanya Anna lagi, tampak sangat meragukan jawaban yang sengaja kubuat barusan."Udah, ah! Yuk, aku antar pulang. Tar orang tua kamu nyariin. Disangka aku nyulik anak gadis orang lagi!" Ujarku coba mengalihkan."Hihihi, diculik juga
POV Zaha.Sepulang dari mengantar Anna, aku jalan ke arah pasar yang jaraknya dua kilometer dari komplek perumahan Anna.Aku mulai terbiasa dengan rutinitas baruku. Sepulang dari sekolah, aku membantu ibu berjualan di pasar hingga jam 6 sore, pulang ke rumah sudah jam 7 malam.Namun, sebisa mungkin aku ijin keluar pada ibu sampai jam 9 malam. Apalagi kalau bukan untuk sekedar latihan fisik di stasiun kereta yang sudah tidak terpakai, tidak jauh dari rumahku.Aku mulai latihan untuk menggenjot staminaku. Namun, untuk gizi makanan, aku masih terkendala. Secara, kondisi ekonomi keluarga ini sangat pas-pasan.'Mungkin akan ada jalannya,' Batinku.Aku berlari keliling stasiun beberapa putaran dan selanjutnya melakukan beberapa gerakan dasar untuk membentuk otot-otot tubuhku.Untuk melatih power, aku membiasakan diri dengan latihan mengangkat bekas ban kendaraan alat berat yang dibiarkan saja bertumpuk di stasiun tersebut. Otot-otot tubuhku seakan menjerit kesakitan, karena pola latihan yan
"Kamu tuh, beda banget sama kamu yang dulu. Kemarin, kakak takut banget dengan kamu loh!" Ucapnya sambil membulatkan matanya."Beda bagaimana? Aku kan masih Zaha yang sama, kak." Ucapku sambil melihat menunjuk badanku dengan ekspresi polos."Hmn, bukan itu maksud, kakak. Kamu.. terlihat sangat beda setelah sadar dari koma kemarin. Kamu yang sekarang... hmn," Kak Nia terlihat mengerutkan keningnya seperti sedang memikirkan keanehan yang ia temukan dari diriku.Deg"Beda saja, pokoknya. Kamu seperti berubah menjadi pribadi yang berbeda dari Zaha yang kakak kenal selama ini." Tambah kak Nia pada akhirnya, mungkin karena tidak bisa menjelaskan dengan detail letak perbedaan yang dimaksudnya."Hehehe, bedanya gimana, kak?" Pikirku sedikit cemas.'Bagaimana kalau dia menyadari kalau aku bukan adiknya? Bisa-bisa aku kena tendangan maut, karena telah berani memeluk dan memarahinya.'"Kamu, dulu gak pernah berani membentak, kakak. Apalagi pakai sok-sokan menasehati kakak seperti sekarang ini."
Saat kami sedang bercanda dan menikmati kedekatan di antara saudara. Sebuah ketukan sangat keras terasa begitu memekakkan telinga, terdengar dari pintu luar.Ketukan tersebut tidak hanya sangat menganggu, tapi juga sangat mengesalkan dan membuat kecerian kami barusan jadi terhenti.Kami saling menatap satu sama lain dan bertanya-tanya, 'Siapa gerangan yang mengetuk pintu dengan cara tidak beradab seperti ini?'"Woi, Fitri. Keluar lu, bayar semua hutang lu!" Teriak suara laki-laki dari luar dengan kasarnya.'Siapa yang berani kurang ajar begini? Mengetuk pintu rumah orang dengan kasarnya dan menangih hutang ditengah malam begini,' Pikirku kesal.Kami segera bergegas keluar. Rupanya, ibu juga terbangun akibat ketukan keras barusan. Ekspresi ibu terlihat tegang dan ketakutan, sehingga aku berinisiatif membukakan pintu dan melihat apa mau orang-orang ini."Nak?" Tahan ibu dengan wajah pucat."Gak apa-apa, bu. Biar Zaha yang menemui mereka."Ucapku coba menenangkan Ibu.Kak Nia yang berdiri
Pagi ini, setelah Ibu pergi bekerja dan Kak Nia berangkat ka kampusnya. Aku termenung duduk di kursi ruang tamu sambil mengingat kejadian semalam.Dari mulut ibu, terdengar sebuah pengakuan yang membuat emosi naik. Namun, mengingat kejadian semalam cukup membuat ibu dan kak Nia menjadi syok, terpaksa membuatku hanya menyimpan emosi tersebut dalam dada.Semua permasalahan itu berawal dari ayahku, eh bukan, ayahnya Zaha yang terlilit hutang sebesar 10 juta pada juragan Cintung, karena ia kalah bermain judi. Parahnya, ayah Zaha menggunakan sertifikat rumah ibu yang merupakan peninggalan satu-satunya dari orang tua beliau sebagai bahan taruhan, tanpa sepengetahuan ibu tentunya.Yang membuatku geram, hutang yang awalnya cuma 10 juta, sekarang naik hampir 3x lipatnya, yaitu jadi 25 juta. Dihitung bunga dan keterlambatan pembayaran.Rupanya beberapa hari sebelumnya, para preman suruhan sang juragan sudah datang menagih dan mengancam ibu ditempat ia berjualan.Ibu sendiri awalnya berniat untu
Setahun kemudian.Seorang remaja yang baru saja beranjak dewasa, baru saja keluar dari sebuah gedung milik kepolisian. Posturnya tampak tegap, senada dengan ekspresinya yang terlihat cerah dengan dibalut seragam khas siswa akademi militer.Bagaimana tidak? Ia baru saja dinobatkan sebagai lulusan akademi militer terbaik dari sekian ribu siswa akademi dan masa depan cerah sudah menanrtinya.Tidak hanya masa depan, karena tepat di luar gedung juga ada beberapa orang yang sangat ia kenal, telah menantinya dengan senyum cerah dan tatapan penuh harap, yang membuat dirinya serasa dibanggakan oleh mereka.Di antara mereka, ada seorang wanita cantik dengan wajah ayu yang masih mengenakan almamater mahasiswa kedokteran dari sebuah universitas ternama.Begitu melihat sang pemuda yang telah lama dinantinya keluar, wanita tersebut sudah tidak sabar untuk untuk buru-buru menghampirinya."Anna, kenapa harus terburu-buru begitu? Sampai kamu langsung melupakan masih ada kami di sini!" Ujar sang ayah t
Tepat, di saat Angel berpikir jika Zaha sudah tewas dan berniat untuk menyusulnya, sebuah kenanehan yang tidak lazim terjadi.Midun yang saat itu sudah berhasil bangun, pijakannya tiba-tiba menjadi goyah. Dari dalam mulutnya, keluar darah berwarna kehitaman dalam jumlah yang sangat banyak. Tidak berhenti sampai di situ, pembuluh darahnya meledak dan membuat darahnya menyembur keluar dengan sangat deras.Saat itu, Angel baru menyadari, jika penampilan Midun sudah sangat berantakan.Sampai akhirnya, Midun dengan ekspresi tidak rela jatuh ambruk ke tanah dan selanjutnya tidak lagi bergerak.Apa Midun telah tewas?Angel sulit mempercayai apa yang sedang dilihatnya saat itu.Apa itu artinya, Zaha menang?Lalu, di mana Zaha saat ini?Begitu menyadari situasinya, Angel segera mengedarkan pandangannya dengan liar untuk mencari keberadaan Zaha.Secercah harapan muncul dalam dirinya. Selanjutnya, Angel dengan langkah panik segera menyusuri tempat pertarungan dan mencari keberadaan Zaha.Antara
Angel segera berlari ke arah Bulan dan mendekap tubuhnya. Jika saja ia lebih cepat menyadari tujuan Bulan yang sebenarnya, ia tidak mungkin mau melanjutkan pertarungan yang menyebabkan Bulan dapat kehilangan nyawanya."Gadis bodoh! Apa yang kamu lakukan? Apa yang coba kamu buktikan, hah?" Teriak Angel tidak terima. Kedua tangannya bergetar hebat ketika mendekap tubuh Bulan yang semakin lemah dan mulai terasa dingin. Perasaan Angel menjadi kacau. Dia tidak tahu, apa ini kemenangan yang harus dirayakannya? Kemenangan yang seharusnya membuat dia merasa lega, karena telah menyingkirkan satu orang musuh kekasihnya. Tapi, kenyataannya tidak begitu!Angel justru merasakan rasa sakit dan kehilangan yang sulit untuk dijelaskan. Bahkan, Angel sendiri tidak tahu bagamaina mendeskripsikan perasaannya saat ini."Bulan... katakan, kenapa?" Isak Angel dengan perasaan berantakan.Bulan terbatuk dan kembali memuntahkan darah yang sudah bercampur dengan organ dalam tubuhnya. Tatapannya sendiri sudah m
Di sudut lain yang tidak jauh dari tempat pertarungan antara Zaha dan Midun, terjadi pertarungan yang tidak kalah sengit antara Angel melawan Bulan. Meski pertarungan keduanya tidak seintens pertarungan Zaha dan Midun, karena mereka hanya mengandalkan kemampuan fisik serta kekuatan bathin mereka sendiri. Pertarungan keduanya tetap saja mempertaruhkan hidup dan mati.Sikap Angel yang serius dan tanpa ragu, membuat Bulan tidak bisa memanfaatkan keunggulannya dengan baik. Pertarungan yang semula di dominasi oleh Bulan, perlahan mulai diambil alih oleh Angel dan membuat Bulan kepayahan.Jika pertarungan ini tidak melibatkan Zaha, Angel mungkin tidak akan ragu untuk berpihak ke sisi Bulan dan keluarganya. Bagaimanapun, beberapa waktu yang mereka habiskan bersama, Bulan dan Angel sudah menjadi cukup dekat dan sudah terlihat seperti saudara. Bagi Angel, Bulan adalah parner berlatih yang telah membantunya untuk mengasah kemampuan tenaga dalamnya, serta meningkatkan kemampuannya secara keselu
Maran yang berada di dalam tubuh Midun mendengus dingin, 'Jika Mandigo sudah mengerahkan seluruh kekuatannya, itu artinya ia ingin bertarung habis-habisan dengan kita. Selama ini, kami selalu imbang. Sepertinya, ia berniat memanfaatkan kekuatan anak itu untuk mengalahkan kita.' 'Hehehe., sepertinya ia terlalu meremehkanku. Baiklah, jika ini yang kamu inginkan, aku akan memasang taruhan yang sama denganmu.' Maran tertawa dingin dan keinginan bertarungnya naik berkali-kali lipat. Tentu saja, Maran juga tidak ingin kalah dengan rival abadinya tersebut. Segera, Midun pun merasakan kekuatan penuh Maran mengalir ke dalam tubuhnya dan membuat kekuatannya meningkat secara signifikan. Sekarang, Midun tidak perlu lagi memikirkan kekuatan lawan. Ini adalah pertama kalinya Midun merasakan kekuatan penuh Maran mengalir di dalam tubuhnya. Perasaan itu begitu luar biasa! Selama ini, Maran bahkan tidak pernah menunjukkan kekuatan seperti ini padanya. Wajar saja, Midun menjadi semakin bersemanga
Boom, boom,Dhuaar!Dalam sekejap, Zaha dan Midun sudah bertarung puluhan jurus. Serangan dan kecepatan mereka, tidak bisa diukur dengan mata telanjang. Karena keduanya sudah jauh melampaui level yang bisa diraih oleh manusia biasa.Pertarungan mereka, juga tidak lagi mengedepankan teknik yang tertulis di atas lembaran kertas ilmu beladiri. Di sekitar tempat mereka bertarung, banyak menyisakan lobang yang cukup dalam dan tidak beraturan, yang menunjukkan betapa tinggi intensitas pertarungan keduanya.Saat seperti ini, jurus dan teknik bukan lagi menjadi sesuatu yang penting. Keduanya bergerak dengan kecepatan tinggi dan didominasi oleh naluri bertarung tingkat tinggi yang tidak bisa diukur oleh teknik beladiri manapun.Bagi keduanya, puncak dari ilmu beladiri bukan lagi terletak pada teknik. Tapi pada insting, mental dan kecepatan. Siapa yang memiliki ketiganya akan menjadi penentu akhir kemenangan. Tapi, kerena hasil pertarungan mereka masih berimbang, di mana tidak ada satu pihak
Meski sudah mendapat peringatan dari Mandigo tentang kekuatan Maran, makhluk mistis milik Midun. Zaha masih saja bertindak nekat untuk menghadapinya dengan mengandalkan kekuatannya sendiri. Wus! Baru saja Zaha mengindahkan peringatan Mandigo, Midun sudah menghilang dari tempat ia semula berdiri dan hanya menyisakan kabut bayangan di belakang. Saat itu, Zaha merasakah kegelisahan yang luar biasa. 'Sangat cepat!' Zaha dengan kemampuan barunya, bahkan sama sekali tidak bisa melihat pergerakan mantan gurunya tersebut. Sampai, ketika Midun tiba-tiba sudah muncul tepat di depannya pada detik berikutnya dan melayangkan sebuah pukulan sederhana yang sulit untuk dicegat Zaha. Di saat kritis seperti itu, Zaha hanya sempat mengangkat kedua lengannya ke depan dada untuk menahan serangan Midun. Itu saja, sudah membuat ia terlempar mundur sejauh belasan meter dan terhempas di tanah dalam posisi telentang dengan kondisi cukup buruk. Wus!
Kreek, kreek.Tumpukan batu yang menimbun tubuh Zaha bergerak dan meledak, begitu Zaha dengan tatapan menyala bangkit dari dalamnya.Sungguh luar biasa katahanan tubuhnya!Bahkan setelah tertimbun oleh dinding dan tiang rumah seperti itu, ia tidak terluka sama sekali, selain debu dan pasir yang mengotori tubuh dan pakaiannya. Melihat hal itu, Midun mau tidak mau mulai menganggap serius Zaha sebagai lawan yang pantas untuk menjadi lawannya. Jika pada pertarungan sebelumnya, Midun masih beranggapan Zaha sebagai seorang murid yang masih butuh banyak bimbingan untuk berkembang. Namun tidak setelah mereka bertukar belasan jurus, di mana Zaha mampu mengimbanginya dan bahkan beberapa kali membuatnya terpaksa harus berusaha keras untuk menahan serangannya.Zaha bukan lagi anak kemarin sore yang sedang berkembang. Dia sudah matang!Tingkat kematangan seperti itu adalah tingkat seorang ahli. Ketajaman serta instingnya terbangun seiring dengan pengalamannya. Ditambah, Zaha sekarang memiliki kek
Kehadiran Angel mampu mengalihkan perhatian Bulan. Tidak hanya berhasil memaksa Bulan bertarung satu lawan satu, Angel juga mampu menjauhkan Bulan dari Zaha. Dengan begitu, Zaha bisa fokus sepenuhnya bertarung melawan Midun.Tidak lama setelah keduanya pergi, pertarungan antara Zaha dan Midun pun segera dimulai.Jika melihat dari karakter Zaha, dia bukan karakter yang akan memulai pertarungan terlebih dahulu. Kecuali ia sedang dalam misi yang mengharuskannya untuk bergerak cepat, seperti saat ia masih berkarir di militer dulunya.Sayangnya, kali ini ia harus berhadapan dengan Midun, gurunya sendiri. Mereka memiliki karakter bertarung yang sama. Dalam pertarungan satu lawan satu seperti ini, mereka berdua cenderung menjadi karakter yang pasif di awal. Mengamati dan menganalisa kemampuan lawan adalah kunci dari kemenangan. Itulah yang Zaha pelajari dari Midun.Namun sekarang, situasinya berbeda. Zaha tidak mungkin menunggu Midun untuk menyerangnya lebih dulu. Bagaimanapun, ia sangat me