Saat kami sedang bercanda dan menikmati kedekatan di antara saudara. Sebuah ketukan sangat keras terasa begitu memekakkan telinga, terdengar dari pintu luar.Ketukan tersebut tidak hanya sangat menganggu, tapi juga sangat mengesalkan dan membuat kecerian kami barusan jadi terhenti.Kami saling menatap satu sama lain dan bertanya-tanya, 'Siapa gerangan yang mengetuk pintu dengan cara tidak beradab seperti ini?'"Woi, Fitri. Keluar lu, bayar semua hutang lu!" Teriak suara laki-laki dari luar dengan kasarnya.'Siapa yang berani kurang ajar begini? Mengetuk pintu rumah orang dengan kasarnya dan menangih hutang ditengah malam begini,' Pikirku kesal.Kami segera bergegas keluar. Rupanya, ibu juga terbangun akibat ketukan keras barusan. Ekspresi ibu terlihat tegang dan ketakutan, sehingga aku berinisiatif membukakan pintu dan melihat apa mau orang-orang ini."Nak?" Tahan ibu dengan wajah pucat."Gak apa-apa, bu. Biar Zaha yang menemui mereka."Ucapku coba menenangkan Ibu.Kak Nia yang berdiri
Pagi ini, setelah Ibu pergi bekerja dan Kak Nia berangkat ka kampusnya. Aku termenung duduk di kursi ruang tamu sambil mengingat kejadian semalam.Dari mulut ibu, terdengar sebuah pengakuan yang membuat emosi naik. Namun, mengingat kejadian semalam cukup membuat ibu dan kak Nia menjadi syok, terpaksa membuatku hanya menyimpan emosi tersebut dalam dada.Semua permasalahan itu berawal dari ayahku, eh bukan, ayahnya Zaha yang terlilit hutang sebesar 10 juta pada juragan Cintung, karena ia kalah bermain judi. Parahnya, ayah Zaha menggunakan sertifikat rumah ibu yang merupakan peninggalan satu-satunya dari orang tua beliau sebagai bahan taruhan, tanpa sepengetahuan ibu tentunya.Yang membuatku geram, hutang yang awalnya cuma 10 juta, sekarang naik hampir 3x lipatnya, yaitu jadi 25 juta. Dihitung bunga dan keterlambatan pembayaran.Rupanya beberapa hari sebelumnya, para preman suruhan sang juragan sudah datang menagih dan mengancam ibu ditempat ia berjualan.Ibu sendiri awalnya berniat untu
Satu-satunya pilihanku saat ini, aku harus nekat dan berjudi dengan nasibku sendiri.Aku berjalan biasa mendekati rumah tersebut, agar kedatanganku tidak dicurigai oleh warga sekitar. Lagian percuma juga kalau sudah sampai seperti ini harus berjalan senyap, apapun yang terjadi nantinya harus nekad ku hadapi.Aku menekan beberapa tombol yang terdapat pada sebuah panel di samping pagar, ini merupakan pagar elektrik yang memerlukan sebuah sandi khusus untuk membukanya.DrengPagar pun secara otomatis bergeser ke samping. Dalam hati aku tertawa, 'ternyata pasword pagar masih sama dengan dulu.'.Selanjutnya, aku berjalan ke dalam rumah dengan sikap sesantai mungkin. Saat sampai dalam rumah pun aku membuka pintu dengan menggunakan kombinasi angka yang masih ku ingat dengan jelas.Klik,Lagi, pintu rumahpun terbuka begitu aku selesai memasukkan pin dan membuka gagang pintu. Sampai disini, masih belum ada gerakan dari sang penguni rumah.Walau aku sadar, gerak-gerikku tidak mungkin bisa lepas
Wanita ini benar-benar sangat mengerikan. Dia sama sekali tidak memberiku kesempata untuk bisa membalas sedikitpun. Beberapa serangannya langsung dilancarkan dan membuatku tersudut.Wutt wuutBam bam bamSaling menghindar, menangkis dan beradu pukulan membuat kami sama-sama tidak ingin mengalah sedikitpun.Napasku terasa mulai berat, aku tidak tahu sudah berapa lama kami bertarung. Tapi, ketahanan fisik paling berpengaruh dalam pertarungan seintens ini. Jelas fisikku yang sekarang bukanlah lawannya. Saat beradu pukulan sekian lama, entah kenapa aku merasa kalau ia sengaja menurunkan kecepatannya dan belum mengeluarkan kemampuan terbaiknya.Matanya menatap aneh padaku, sebuah tatapan tajam menyelidik yang membuatku merinding ngeri dibuatnya."Aku tidak tahu siapa yang mengajarimu gerakan itu, tapi usahamu perlu ku acungi jempol. Sekarang saatnya untuk pertarungan yang sebenarnya."Setelah mengucapkan kalimat tersebut, tatapannya berubah jadi lebih tajam dari sebelumnya. Auranya meningk
"Kamu hanya fokus ke depan, pada dendammu. Tidak pernahkah sekalipun kamu melihatku yang terus berjuang keras untuk bisa mendekatimu? Tidak sadarkah kamu jika aku yang sering kali terjatuh, namun selalu bangkit hanya untuk bisa meraih tanganmu dan bisa berjalan disampingmu?""Kamu boleh saja fokus pada dendammu. Tapi jalanku, hanya untuk bisa bersamamu. Tapi, sekalipun kamu tidak pernah melihatku sedikitpun." Hera menumpahkan semua kegelisahannya yang selama ini disimpannya.Lidahku kelu ketika Hera menumpahkan semua beban yang selama ini disimpannya rapat.'Astaga! Bagaimana aku bisa tidak menyadari semua ini? Gadis kecil yang dulu ku tolong, menjadikan diriku sebagai tujuannya. Ternyata, aku yang dulu benar-benar telah dibutakan oleh dendam. Sampai melupakan orang-orang disekitarku.'"Maaf." Aku hanya dapat mengucapkan satu patah kata ini untuk menjawab kekecewaan Angel terhadapku.Aku tahu sebuah permintaan maaf tidak akan bisa menggantikan semuanya, bahkan ribuan kata maaf sekalip
POV AUTHORZaha tidak langsung pulang menuju rumahnya begitu selesai dari tempatnya Hera aka Angel, walau matahari sudah hampir tenggelam dan kembali ke peraduannya.Hari ini, Ia bertekad untuk langsung menyelesaikan urusannya dengan juragan Cintung dan komplotannya. Prinsipnya, semua urusan keluarganya harus bisa diselesaikan hari itu juga, agar ibu atau kakaknya tidak diganggu lagi di kemudian hari, apapun itu caranya.Rumah juragan Cintung terletak tidak jauh dari stasiun tempat Zaha biasa berlatih. Hanya melewati dua komplek perumahan dan dia akan sampai ke rumah tersebut. Saat Zaha melewati sebuah pos ronda yang terdapat di depan komplek perumahannya, ia dipanggil oleh Zulham, salah sseorang preman dikomplek perumahan tersebut."Oi, Ceking, bentar!"Zaha menghentikan langkahnya, begitu melihat Zulham berjalan menghampirinya."Kemana, lu?" Tanya Zulham penasaran melihat Zaha tampak begitu serius ketika berjalan."Ke rumahnya juragan Cintung, bang. Ada apa, ya?" Tanya Zaha acuh tak
Suasana tegang langsung dirasakan oleh Zulham begitu mereka sampai di depan rumah juragan Cintung sore itu.Diteras rumah yang luas, tampak Juragan Cintung sedang bicara dengan anak buahnya, bang Codet, kepala preman yang menguasai pasar Tanah Kuda dan Ia juga yang berkuasa di Komplek perumahan tempat Zulham dan Zaha tinggal.Tanpa disadari, Zulham malah sudah berkeringat dingin duluan, sedangkan Zaha sendiri malah tampak santai dan berjalan tenang masuk ke teras rumah.Anak buah Codet yang berjumlah 9 orang langsung siaga begitu melihat Zaha mendekat, sementara bang Codet terlihat sangat santai menemani juragan Cintung yang saat itu terlihat acuh sambil menghisap rokok cerutunya.Salah seorang anak buah Codet berbisik, lalu Codet melihat Zaha dari atas sampai ke bawah, lalu tersenyum mengejek. Mungkin melihat penampilan Zaha yang kurus kerempeng, bukan apa-apa baginya. Sehingga tidak perlu mempedulikan keberadaannya."Lu yang kemarin sok jagoan memukul anak buah gue ya, Ceking?" Tany
"Jack, lu maju duluan. Jangan bikin malu Gue, ya!" Perintah Bang Codet menunjuk salah seorang anak buahnya.Pria yang dipanggil Jack tersebut terlihat sedikit ragu, karena dia lah yang menyatroni rumah Zaha malam itu. Sehingga, Ia sedikit ciut jika harus menghadapi Zaha seorang diri, karena sudah pernah berhadapan dengan Zaha sebelumnya."Kenapa, takut lu?" Hardik Bang Codet membelalakkan mata ke arah Jack yang tak kunjung maju.'Nekat sajalah kalau begini, daripada Bang Codet yang menghajar, akan jauh lebih parah,' Bathin Jack."Mati lu, kerempeng." Ujar Jack dengan suara agak keras, lalu melayangkan sebuah pukulan ke arah kepala Zaha.WoshBugh"Arghk.."Entah darimana datangnya, malah pukulan Zaha yang masuk telak ke hulu hatinya.BamJack membungkuk kesakitan.Zaha tidak berhenti dan dengan cepat langsung menghantam kepala belakang Jack dan membuatnya roboh ke tanah seketika itu juga. Tampak tatapan tidak percaya dari semua orang yang melihat kejadian super cepat itu.Bagaimana bi
Setahun kemudian.Seorang remaja yang baru saja beranjak dewasa, baru saja keluar dari sebuah gedung milik kepolisian. Posturnya tampak tegap, senada dengan ekspresinya yang terlihat cerah dengan dibalut seragam khas siswa akademi militer.Bagaimana tidak? Ia baru saja dinobatkan sebagai lulusan akademi militer terbaik dari sekian ribu siswa akademi dan masa depan cerah sudah menanrtinya.Tidak hanya masa depan, karena tepat di luar gedung juga ada beberapa orang yang sangat ia kenal, telah menantinya dengan senyum cerah dan tatapan penuh harap, yang membuat dirinya serasa dibanggakan oleh mereka.Di antara mereka, ada seorang wanita cantik dengan wajah ayu yang masih mengenakan almamater mahasiswa kedokteran dari sebuah universitas ternama.Begitu melihat sang pemuda yang telah lama dinantinya keluar, wanita tersebut sudah tidak sabar untuk untuk buru-buru menghampirinya."Anna, kenapa harus terburu-buru begitu? Sampai kamu langsung melupakan masih ada kami di sini!" Ujar sang ayah t
Tepat, di saat Angel berpikir jika Zaha sudah tewas dan berniat untuk menyusulnya, sebuah kenanehan yang tidak lazim terjadi.Midun yang saat itu sudah berhasil bangun, pijakannya tiba-tiba menjadi goyah. Dari dalam mulutnya, keluar darah berwarna kehitaman dalam jumlah yang sangat banyak. Tidak berhenti sampai di situ, pembuluh darahnya meledak dan membuat darahnya menyembur keluar dengan sangat deras.Saat itu, Angel baru menyadari, jika penampilan Midun sudah sangat berantakan.Sampai akhirnya, Midun dengan ekspresi tidak rela jatuh ambruk ke tanah dan selanjutnya tidak lagi bergerak.Apa Midun telah tewas?Angel sulit mempercayai apa yang sedang dilihatnya saat itu.Apa itu artinya, Zaha menang?Lalu, di mana Zaha saat ini?Begitu menyadari situasinya, Angel segera mengedarkan pandangannya dengan liar untuk mencari keberadaan Zaha.Secercah harapan muncul dalam dirinya. Selanjutnya, Angel dengan langkah panik segera menyusuri tempat pertarungan dan mencari keberadaan Zaha.Antara
Angel segera berlari ke arah Bulan dan mendekap tubuhnya. Jika saja ia lebih cepat menyadari tujuan Bulan yang sebenarnya, ia tidak mungkin mau melanjutkan pertarungan yang menyebabkan Bulan dapat kehilangan nyawanya."Gadis bodoh! Apa yang kamu lakukan? Apa yang coba kamu buktikan, hah?" Teriak Angel tidak terima. Kedua tangannya bergetar hebat ketika mendekap tubuh Bulan yang semakin lemah dan mulai terasa dingin. Perasaan Angel menjadi kacau. Dia tidak tahu, apa ini kemenangan yang harus dirayakannya? Kemenangan yang seharusnya membuat dia merasa lega, karena telah menyingkirkan satu orang musuh kekasihnya. Tapi, kenyataannya tidak begitu!Angel justru merasakan rasa sakit dan kehilangan yang sulit untuk dijelaskan. Bahkan, Angel sendiri tidak tahu bagamaina mendeskripsikan perasaannya saat ini."Bulan... katakan, kenapa?" Isak Angel dengan perasaan berantakan.Bulan terbatuk dan kembali memuntahkan darah yang sudah bercampur dengan organ dalam tubuhnya. Tatapannya sendiri sudah m
Di sudut lain yang tidak jauh dari tempat pertarungan antara Zaha dan Midun, terjadi pertarungan yang tidak kalah sengit antara Angel melawan Bulan. Meski pertarungan keduanya tidak seintens pertarungan Zaha dan Midun, karena mereka hanya mengandalkan kemampuan fisik serta kekuatan bathin mereka sendiri. Pertarungan keduanya tetap saja mempertaruhkan hidup dan mati.Sikap Angel yang serius dan tanpa ragu, membuat Bulan tidak bisa memanfaatkan keunggulannya dengan baik. Pertarungan yang semula di dominasi oleh Bulan, perlahan mulai diambil alih oleh Angel dan membuat Bulan kepayahan.Jika pertarungan ini tidak melibatkan Zaha, Angel mungkin tidak akan ragu untuk berpihak ke sisi Bulan dan keluarganya. Bagaimanapun, beberapa waktu yang mereka habiskan bersama, Bulan dan Angel sudah menjadi cukup dekat dan sudah terlihat seperti saudara. Bagi Angel, Bulan adalah parner berlatih yang telah membantunya untuk mengasah kemampuan tenaga dalamnya, serta meningkatkan kemampuannya secara keselu
Maran yang berada di dalam tubuh Midun mendengus dingin, 'Jika Mandigo sudah mengerahkan seluruh kekuatannya, itu artinya ia ingin bertarung habis-habisan dengan kita. Selama ini, kami selalu imbang. Sepertinya, ia berniat memanfaatkan kekuatan anak itu untuk mengalahkan kita.' 'Hehehe., sepertinya ia terlalu meremehkanku. Baiklah, jika ini yang kamu inginkan, aku akan memasang taruhan yang sama denganmu.' Maran tertawa dingin dan keinginan bertarungnya naik berkali-kali lipat. Tentu saja, Maran juga tidak ingin kalah dengan rival abadinya tersebut. Segera, Midun pun merasakan kekuatan penuh Maran mengalir ke dalam tubuhnya dan membuat kekuatannya meningkat secara signifikan. Sekarang, Midun tidak perlu lagi memikirkan kekuatan lawan. Ini adalah pertama kalinya Midun merasakan kekuatan penuh Maran mengalir di dalam tubuhnya. Perasaan itu begitu luar biasa! Selama ini, Maran bahkan tidak pernah menunjukkan kekuatan seperti ini padanya. Wajar saja, Midun menjadi semakin bersemanga
Boom, boom,Dhuaar!Dalam sekejap, Zaha dan Midun sudah bertarung puluhan jurus. Serangan dan kecepatan mereka, tidak bisa diukur dengan mata telanjang. Karena keduanya sudah jauh melampaui level yang bisa diraih oleh manusia biasa.Pertarungan mereka, juga tidak lagi mengedepankan teknik yang tertulis di atas lembaran kertas ilmu beladiri. Di sekitar tempat mereka bertarung, banyak menyisakan lobang yang cukup dalam dan tidak beraturan, yang menunjukkan betapa tinggi intensitas pertarungan keduanya.Saat seperti ini, jurus dan teknik bukan lagi menjadi sesuatu yang penting. Keduanya bergerak dengan kecepatan tinggi dan didominasi oleh naluri bertarung tingkat tinggi yang tidak bisa diukur oleh teknik beladiri manapun.Bagi keduanya, puncak dari ilmu beladiri bukan lagi terletak pada teknik. Tapi pada insting, mental dan kecepatan. Siapa yang memiliki ketiganya akan menjadi penentu akhir kemenangan. Tapi, kerena hasil pertarungan mereka masih berimbang, di mana tidak ada satu pihak
Meski sudah mendapat peringatan dari Mandigo tentang kekuatan Maran, makhluk mistis milik Midun. Zaha masih saja bertindak nekat untuk menghadapinya dengan mengandalkan kekuatannya sendiri. Wus! Baru saja Zaha mengindahkan peringatan Mandigo, Midun sudah menghilang dari tempat ia semula berdiri dan hanya menyisakan kabut bayangan di belakang. Saat itu, Zaha merasakah kegelisahan yang luar biasa. 'Sangat cepat!' Zaha dengan kemampuan barunya, bahkan sama sekali tidak bisa melihat pergerakan mantan gurunya tersebut. Sampai, ketika Midun tiba-tiba sudah muncul tepat di depannya pada detik berikutnya dan melayangkan sebuah pukulan sederhana yang sulit untuk dicegat Zaha. Di saat kritis seperti itu, Zaha hanya sempat mengangkat kedua lengannya ke depan dada untuk menahan serangan Midun. Itu saja, sudah membuat ia terlempar mundur sejauh belasan meter dan terhempas di tanah dalam posisi telentang dengan kondisi cukup buruk. Wus!
Kreek, kreek.Tumpukan batu yang menimbun tubuh Zaha bergerak dan meledak, begitu Zaha dengan tatapan menyala bangkit dari dalamnya.Sungguh luar biasa katahanan tubuhnya!Bahkan setelah tertimbun oleh dinding dan tiang rumah seperti itu, ia tidak terluka sama sekali, selain debu dan pasir yang mengotori tubuh dan pakaiannya. Melihat hal itu, Midun mau tidak mau mulai menganggap serius Zaha sebagai lawan yang pantas untuk menjadi lawannya. Jika pada pertarungan sebelumnya, Midun masih beranggapan Zaha sebagai seorang murid yang masih butuh banyak bimbingan untuk berkembang. Namun tidak setelah mereka bertukar belasan jurus, di mana Zaha mampu mengimbanginya dan bahkan beberapa kali membuatnya terpaksa harus berusaha keras untuk menahan serangannya.Zaha bukan lagi anak kemarin sore yang sedang berkembang. Dia sudah matang!Tingkat kematangan seperti itu adalah tingkat seorang ahli. Ketajaman serta instingnya terbangun seiring dengan pengalamannya. Ditambah, Zaha sekarang memiliki kek
Kehadiran Angel mampu mengalihkan perhatian Bulan. Tidak hanya berhasil memaksa Bulan bertarung satu lawan satu, Angel juga mampu menjauhkan Bulan dari Zaha. Dengan begitu, Zaha bisa fokus sepenuhnya bertarung melawan Midun.Tidak lama setelah keduanya pergi, pertarungan antara Zaha dan Midun pun segera dimulai.Jika melihat dari karakter Zaha, dia bukan karakter yang akan memulai pertarungan terlebih dahulu. Kecuali ia sedang dalam misi yang mengharuskannya untuk bergerak cepat, seperti saat ia masih berkarir di militer dulunya.Sayangnya, kali ini ia harus berhadapan dengan Midun, gurunya sendiri. Mereka memiliki karakter bertarung yang sama. Dalam pertarungan satu lawan satu seperti ini, mereka berdua cenderung menjadi karakter yang pasif di awal. Mengamati dan menganalisa kemampuan lawan adalah kunci dari kemenangan. Itulah yang Zaha pelajari dari Midun.Namun sekarang, situasinya berbeda. Zaha tidak mungkin menunggu Midun untuk menyerangnya lebih dulu. Bagaimanapun, ia sangat me