POV Zanna Kirania Fitri
Aku begitu bangga, saat kerja kerasku akhirnya membuahkan hasil.
Setelah kini, aku menjadi pacarnya Ronal, salah seorang mahasiswa terpopuler di kampusku. Walau banyak yang mengatakan jika ia adalah seorang playboy, tapi masa bodohlah!
Dengan menjadi pacarnya, paling tidak orang-orang tidak akan lagi menganggapku sebagai seorang Mahasiswi miskin yang tidak laku.
Walau, kadang ada juga gosip-gosip tidak enak yang mengatakan kalau aku adalah seorang gadis matre. What ever, lah! Yang penting, Aku yang sekarang bisa menjadi pacarnya salah seorang cowok terpopuler di kampusku.
Awalnya, Aku sudah sangat senang dan berbunga-bunga begitu diantar oleh Ronal pulang ke rumahku. Ia yang baru seminggu ini jadi pacarku, bahkan sampai mengantarku langsung ke depan rumahku.
Sebenarnya, aku sempat malu sih, kalau sampai Ronal tahu keadaan rumahku seperti apa? Namun, karena melihat kesungguhan dan ketulusannya menerimaku apa adanya. Akhirnya aku mau juga ketika diantar olehnya.
Ketika turun dari motor sport nya, kami sempat berciuman sejenak untuk meluapkan perasaan cinta yang sedang berbunga indah. Entah ini ciuman kami yang keberapa, tapi kami sudah terbiasa untuk melakukannya, tapi hanya sebatas itu. Aku masih tau batas yang harus ku jaga.
Walau sebenarnya, Ronal pernah mengajak untuk melakukan lebih. Namun untuk satu itu, aku masih menjaganya, karena aku ingin memberikannya pada suamiku kelak.
Perasaan yang berbunga-bunga itu harus berubah jadi rasa kesal yang mendalam. Entah kenapa, setiap pulang kerumah perasaanku berubah dengan kesal begitu saja.
Kadang aku berharap tidak terlahir dari keluarga ini dan seandainya bisa memilih, aku lebih memilih terlahir dari keluarga yang berada. Satu-satunya yang mungkin ku syukuri dari keluarga ini adalah wajah cantik yang diturunkan dari ibuku.
Beda halnya dengan adikku, Zaha. Tampangnya biasa-biasa saja kalau tidak mau dibilang jelek! Kami berasal dari satu ibu, namun beda Ayah.
Ayahku meninggal saat Aku berusia 2 bulan.
Beberapa tahun kemudian, ibu menikah kembali. Namun, suami keduanya itu merupakan seorang laki-laki bejat.
Usianya lebih muda dari ibuku. Namun sifatnya yang kasar dan suka berjudi, masih saja membuat ibu mau bertahan dengannya.
Untung saja beberapa tahun yang lalu, ayah tiriku pergi entah kemana. Sampai saat ini, tidak tahu kemana rimbanya, meninggalkan kami bertiga. Ibu jadi semakin luntang-lantung menghidupi keluarga ini, ia sampai berjualan di pasar dari pagi hingga sore hari.
Aku kecewa dengan keadaan kami yang miskin, jika aku tidak mulai bekerja, mungkin aku tidak akan bisa kuliah sekarang. So, bagiku, aku sudah tidak peduli lagi dengan keluarga ini.
POV ZahaJam 4 pagi, Aku sudah terbangun seperti kebiasaanku dahulu.Kukira, Aku lah yang terbangun lebih awal. Ternyata, sudah ada ibu yang sudah siap-siap dengan barang dagangannya. Ibu, diusianya yang sudah masuk kepala empat, masih saja harus banting tulang untuk menafkahi keluarga ini.Suaminya, yang merupakan ayahku tidak diketahui dimana rimbanya. Dari cerita ibu, aku jadi tahu kalau aku dan kak Nia ternyata tidak se ayah. Ayah kak Nia sudah meninggal sejak ia masih bayi. Setelah itu, ibu menikah lagi dengan ayahku saat ini."Loh, kamu sudah bangun, nak?" Tanya Ibu terkejut begitu mendapati diriku sedang menatap ke arahnya.Aku hanya tersenyum hangat melihat ibu, meski dengan segala kesibukannya, aku dapat merasakan ada cinta dalam tatapannya."Ibu sudah mau berangkat, yah? Sini, Zaha bantu bawa barang belanjaannya ke pasar." Ucapku menawarkan bantuan dan beranjak hendak membawa barang dagangannya."Tidak usah, nak! Hari ini kamu tidak usah masuk sekolah dulu, ya! Lagian, Zaha
Dari sekian banyak tatapan kekaguman, ada juga yang bersikap sinis dengan kemampuanku. Terutama, mereka yang pagi tadi coba menjatuhkanku.Terbukti, ketika jam istirahat tiba.Aku berencana hendak ke toilet. Saat kakiku melangkah kesana, ada beberapa orang siswa yang pagi tadi mencari gara-gara denganku, mereka berjalan perlahan mengikuti langkahku dari jauh.Aku tahu, kalau saat itu Aku sedang diikuti. Namun, sengaja kubiarkan dan melihat sejauh mana keberanian mereka.Menurut perkiraanku, mereka itu dulunya mungkin sering membully Zaha. Dengan fisik sekurus ini dan tampak apa adanya, belum lagi kehidupan Zaha yang sangat memprihatinkan. Wajar saja, para siswa yang memiliki kecenderungan suka membully akan menjadi Zaha sebagai sasaran empuk untuk dijahili.Tapi, mereka salah jika menganggap Zaha yang sekarang masih Zaha yang sama, yang bisa mereka jahili sesukanya.Aku berjalan dengan santai ke dalam toilet. Toilet ini lumayan luas untuk ukuran toilet sekolah, ada sebuah westafel dan
Saat pulang sekolah, aku kembali berjalan seorang diri keluar gedung sekolah tanpa satupun yang menyapaku atau pun merasa perlu kenal denganku.Aku hanya menggerutu kesal dalam hati, 'Apa sebegitu ngenesnya pergaulan Zaha yang dulu yah? Sampai-sampai tidak ada satupun yang bersedia mendekat padaku.'Untungnya waktu di kelas tadi, aku sudah berhasil mengingat semua nama teman-temanku berkat absensi dari guru yang masuk ke kelas. Sehingga, walau tidak ada yang merasa kenal denganku, paling tidak aku bisa tahu siapa saja teman-teman Zaha di kelas.Aku berjalan menelusuri gang tempat aku lewat pagi tadi.Tidak jauh di depanku, ada segerombolan cowok berseragam STM sedang menganggu seorang cewek. Dari seragam yang dikenakan cewek tersebut, aku tahu kalau ia berasal dari sekolah yang sama denganku.Karena jalan yang ku tempuh persis melewati mereka. Sehingga mau tidak mau, aku pun ikut kena getahnya. Jelas terlihat jika cewek tersebut sangat ketakutan, Ia sampai menangis dan tubuhnya tampak
"Hehehe, sekarang tinggal lu dan gue." Ujarku pada cowok pertama sambil mengusap darah yang keluar dari tepian bibirku.'Bajingan, lawan anak sekolahan begini bisa terluka juga Aku dibuatnya. Kalau seandainya kemampuan fisik tubuh ini sedikit lebih baik, mungkin Aku bisa mengalahkan mereka semua dengan mudah.'Cowok terakhir yang tersisa dan mungkin dia adalah pimpinan geng dari anak-anak STM ini, menatapku dengan tatapan penuh kebencian.Aku tertawa ringan melihat tatapannya yang seakan siap untuk menghancurkanku."Gue suka tatapan lu. Nama lu Adam, yah? So, mau lu yang maju? atau gue yang maju duluan?" Tantangku cuek."BANGSAT!" Teriaknya sambil berlari dan langsung menghujamkan pukulan andalannya padaku.Beda dengan teman-temannya yang telah ku hadapi sebelumnya, kali ini Aku lebih memilih untuk adu pukul secara langsung dengannya.Bugh bugh bughKami saling jual beli pukulan. Untuk ukuran anak sekolahan, anak STM yang bernama Adam ini lumayan tangguh. Padahal wajahnya sendiri suda
POV Zaha."Astaga! Baru seminggu keluar dari rumah sakit, sekarang sudah luka-luka begini?" Ekspresi terkejut dokter Anna yang greget begitu melihat beberapa bekas luka lebam ditubuhku akibat perkelahianku 3 hari yang lalu.Ya, hari ini adalah jadwal pemeriksaan rutinku pasca kecelakaan sebelumnya. Lebih tepatnya, terapi untuk pemulihan trauma dan ingatanku yang hilang.Tapi, kontrol saja bukan tujuanku yang sebenarnya. Apalagi kalau bukan untuk sekedar bertemu dokter Anna, wanita masa laluku. Walau tidak banyak kenangan yang pernah kami ukir bersama, tapi dari semua pengalamanku, Anna lah satu-satunya wanita yang pernah mempunyai arti khusus dalam hidupku."Kamu berantem? Tawuran?" Cecar dokter Anna.Ia mengomeliku dengan berbagai pertanyaan, namun aku hanya terpaku diam sambil sesekali mencuri pandang melihat wajah cantiknya. Melihatnya dari dekat, aku sadar telah melewatkan begitu banyak hal dengan mengabaikannya dimasa lalu.Sekarang, memiliki kesempatan hidup kedua dalam raga ber
POV Zaha."Hmn, sudah periksanya?" Tanya Anna penasaran begitu aku menghampirinya.Aku hanya menjawab pertanyaan Anna dengan sebuah anggukan. Bertemu dengan Anna dan mendapatkan berita sangat mengejutkan, jika kami memiliki seorang putri kecil yang sangat manis, membuatku sedikit emosional."Zaha, kamu menangis?" Tanya gadis tersebut dengan tatapan menyelidik."Gak kok. Kenapa kamu berpikir begitu?" Tanya bertanya dengan sikap sebiasa mungkin."Itu, kok ada air matanya?" Tunjuk Anna pada wajahku.Aku dengan cepat mengusap wajah sambil coba membersihkan jika ada jejak air mata seperti yang di ucapkan Anna barusan."Oh ini, ada pemeriksaan retina mata saja tadi." Jawabku berlasan sekenanya."Loh, mang kamu sakit mata juga? Bukannya cuma terapi biasa aja yah?" Tanya Anna lagi, tampak sangat meragukan jawaban yang sengaja kubuat barusan."Udah, ah! Yuk, aku antar pulang. Tar orang tua kamu nyariin. Disangka aku nyulik anak gadis orang lagi!" Ujarku coba mengalihkan."Hihihi, diculik juga
POV Zaha.Sepulang dari mengantar Anna, aku jalan ke arah pasar yang jaraknya dua kilometer dari komplek perumahan Anna.Aku mulai terbiasa dengan rutinitas baruku. Sepulang dari sekolah, aku membantu ibu berjualan di pasar hingga jam 6 sore, pulang ke rumah sudah jam 7 malam.Namun, sebisa mungkin aku ijin keluar pada ibu sampai jam 9 malam. Apalagi kalau bukan untuk sekedar latihan fisik di stasiun kereta yang sudah tidak terpakai, tidak jauh dari rumahku.Aku mulai latihan untuk menggenjot staminaku. Namun, untuk gizi makanan, aku masih terkendala. Secara, kondisi ekonomi keluarga ini sangat pas-pasan.'Mungkin akan ada jalannya,' Batinku.Aku berlari keliling stasiun beberapa putaran dan selanjutnya melakukan beberapa gerakan dasar untuk membentuk otot-otot tubuhku.Untuk melatih power, aku membiasakan diri dengan latihan mengangkat bekas ban kendaraan alat berat yang dibiarkan saja bertumpuk di stasiun tersebut. Otot-otot tubuhku seakan menjerit kesakitan, karena pola latihan yan
"Kamu tuh, beda banget sama kamu yang dulu. Kemarin, kakak takut banget dengan kamu loh!" Ucapnya sambil membulatkan matanya."Beda bagaimana? Aku kan masih Zaha yang sama, kak." Ucapku sambil melihat menunjuk badanku dengan ekspresi polos."Hmn, bukan itu maksud, kakak. Kamu.. terlihat sangat beda setelah sadar dari koma kemarin. Kamu yang sekarang... hmn," Kak Nia terlihat mengerutkan keningnya seperti sedang memikirkan keanehan yang ia temukan dari diriku.Deg"Beda saja, pokoknya. Kamu seperti berubah menjadi pribadi yang berbeda dari Zaha yang kakak kenal selama ini." Tambah kak Nia pada akhirnya, mungkin karena tidak bisa menjelaskan dengan detail letak perbedaan yang dimaksudnya."Hehehe, bedanya gimana, kak?" Pikirku sedikit cemas.'Bagaimana kalau dia menyadari kalau aku bukan adiknya? Bisa-bisa aku kena tendangan maut, karena telah berani memeluk dan memarahinya.'"Kamu, dulu gak pernah berani membentak, kakak. Apalagi pakai sok-sokan menasehati kakak seperti sekarang ini."