Share

YUAN LING: DUA JIWA YANG TERIKAT
YUAN LING: DUA JIWA YANG TERIKAT
Penulis: Rizkymutha14

Menyatukan Jiwa

Di tempat yang jauh, di tengah hutan yang gelap dan lebat, seorang pengawal wanita berjuang mati-matian melawan kejaran seorang prajurit. Raut wajahnya penuh lebam, bekas-bekas pertempuran yang menggores pipinya. Noda darah mengering di sudut bibirnya, mengingatkan akan bahaya yang terus mengintai. Suara napasnya yang terengah-engah berpadu dengan desiran angin malam yang dingin, menciptakan suasana mencekam.

"Kejar orang itu!" seru salah satu prajurit yang mengejar pengawal wanita, suaranya menggema di antara pepohonan.

Lie Wei Ying, seorang pengawal wanita yang setia, rela melakukan apapun demi tuannya. Ia berhutang budi karena tuannya telah menolongnya ketika ia dijadikan budak belian. Namun, kini nasibnya berubah drastis. Para prajurit dari wilayah lain berhasil mengepungnya, membuatnya terpojok di tengah hutan yang sunyi.

"Kau sudah terkepung," seru salah satu prajurit seraya menghunuskan pedang ke arahnya. "Cepat, serahkan Qin Ilahi milik permaisuri kami," sambungnya dengan suara tegas dan lantang, penuh ancaman.

Li Wei Ying menatap dingin para prajurit itu, matanya menyiratkan keteguhan hati. Ia memeluk erat Qin Ilahi yang telah dicurinya, merasakan dinginnya logam di kulitnya. Dalam hatinya, ia tahu bahwa menyerahkan Qin Ilahi bukanlah pilihan. Dengan napas yang semakin berat, ia bersiap menghadapi apa pun yang akan terjadi.

"Jangan harap aku akan menyerahkannya," jawab Wei Ying dengan suara serak, namun penuh keberanian. "Qin Ilahi ini bukan milik kalian. Aku akan melindunginya dengan nyawaku."

Prajurit yang memimpin pengepungan itu tertawa sinis, suaranya menggema di antara pepohonan. "Kau pikir bisa melawan kami semua sendirian? Kau hanya seorang wanita lemah," ejeknya sambil melangkah maju, pedangnya berkilat di bawah sinar bulan yang redup.

Wei Ying mengangkat dagunya, menatap tajam ke arah prajurit itu. "Jangan meremehkan diriku hanya Karena aku seorang wanita ," katanya dengan tegas. "Aku mungkin sendirian, tapi aku tidak akan mundur."

Prajurit itu menggeram marah, lalu memberi isyarat kepada anak buahnya untuk menyerang. "Tangkap dia! Bawa Qin Ilahi itu kembali, hidup atau mati!"

Dengan keberanian yang luar biasa, Wei Ying bersiap menghadapi serangan yang datang. Ia tahu bahwa pertarungan ini mungkin akan menjadi yang terakhir baginya, tetapi ia tidak akan menyerah tanpa perlawanan.

Dalam keadaan terpojok, Li Wei Ying merogoh saku bajunya dengan tangan gemetar. Ia merasakan dinginnya botol kecil yang berisi racun, satu-satunya harapan untuk melarikan diri. Dengan cepat, ia menaburkan racun itu ke arah para prajurit yang mengepungnya. Racun itu menyebar di udara, mengenai wajah dan mata mereka, membuat mereka terbatuk dan mengusap mata yang perih.

"Argh! Apa yang kau lakukan?!" teriak salah satu prajurit sambil mencoba membersihkan matanya yang mulai memerah dan berair.

Li Wei Ying memanfaatkan kekacauan itu untuk melarikan diri. Ia berlari secepat mungkin, menembus kegelapan hutan yang semakin pekat. Suara langkah kakinya yang tergesa-gesa berpadu dengan suara napasnya yang terengah-engah, menciptakan irama yang menegangkan.

"Jangan biarkan dia kabur!" seru prajurit lainnya, suaranya penuh kemarahan dan rasa sakit.

Li Wei Ying pun lolos dari kejaran prajurit yang mencoba merebut Qin Ilahi itu. Akhirnya, ia pun Sampai di perbatasan kerajaan Qing. Karena rasa lelah yang mencuat, Li Wei Ying memutuskan untuk beristirahat sejenak untuk mengatur nafasnya yang terasa menyesakkan.

"Chuan pasti akan senang karena aku berhasil membawa Qin Ilahi ini," lirihnya. Menit berikutnya, ia kembali melanjutkan perjalanan menuju ke kerajaan Qing.

Setelah melakukan perjalanan dan perjuangan yang panjang, Li Wei Ying pun sampai di kediaman Pangeran Qing Chuan dan ternyata seseorang dan beberapa prajurit sudah berdiri di depan kediamannya.

Dengan langkah gontai dan sempoyongan seraya membawa Qin Ilahi itu, langsung berlutut di bawah anak tangga.

"Tuan, ini Qin Anda inginkan," ucapnya seraya mengangkat benda tersebut.

Pangeran Qing Chuan tersenyum sumringah. Perlahan ia melangkah, menuruni anak tangga tanpa mengalihkan pandangannya.

Li Wei Ying pun lolos dari kejaran prajurit yang mencoba merebut Qin Ilahi itu. Akhirnya, ia sampai di perbatasan Kerajaan Qing. Karena rasa lelah yang mencuat, Li Wei Ying memutuskan untuk beristirahat sejenak, mengatur napasnya yang terasa menyesakkan. Ia duduk di bawah pohon besar, merasakan angin sepoi-sepoi yang sedikit mengurangi rasa lelahnya.

"Chuan pasti akan senang karena aku berhasil membawa Qin Ilahi ini," lirihnya, suaranya hampir tenggelam dalam desiran angin. Menit berikutnya, ia kembali melanjutkan perjalanan menuju Kerajaan Qing, meskipun tubuhnya terasa berat dan langkahnya semakin lambat.

Setelah melakukan perjalanan dan perjuangan yang panjang, Li Wei Ying pun sampai di kediaman Pangeran Qing Chuan. Namun, ia terkejut melihat seseorang dan beberapa prajurit sudah berdiri di depan kediaman itu, seolah-olah mereka telah menunggunya.

Dengan langkah gontai dan sempoyongan, seraya membawa Qin Ilahi itu, Li Wei Ying langsung berlutut di bawah anak tangga. Keringat bercucuran di wajahnya, dan napasnya terengah-engah.

"Tuan, ini Qin yang Anda inginkan," ucapnya seraya mengangkat benda tersebut dengan kedua tangan yang gemetar.

Pangeran Qing Chuan tersenyum sumringah. Perlahan ia melangkah, menuruni anak tangga tanpa mengalihkan pandangannya dari Qin Ilahi. Matanya berbinar penuh kegembiraan dan kepuasan.

"Kau telah melakukan tugasmu dengan baik, Wei Ying," katanya dengan suara lembut namun penuh wibawa. "Pelayan, bawa Qin ini," sambungnya. Keluarlah seorang pelayan pria dari dalam kediaman dan segera mengambil benda tersebut. Detik kemudian, pangeran Qing Chuan mengangkat , lalu memberikan kode kepada para prajurit yang berjaga untuk meninggalkan mereka berdua.

Setelah perginya para prajurit dan hanya menyisakan mereka berdua, Li Wei Ying baru berani menyebut pangeran Qing Chuan dengan nama.

"Chuan, tolong aku," lirihnya seraya mengulurkan tangannya. Suaranya terdengar lemah, penuh harap, dan matanya memohon belas kasihan.

"Tentu. Aku pasti akan menolong mu," ucap Pangeran Qing Chuan penuh perhatian. Namun, tangan Li Wei Ying yang terulur tak disambutnya. Sebaliknya, ia malah tersenyum licik, senyum yang membuat darah Wei Ying membeku.

"Istirahatlah, kau pasti sangat lelah," lanjutnya dengan nada yang tiba-tiba berubah dingin. Tiba-tiba, "Jleb," Li Wei Ying merasakan sesuatu yang tajam menghunus dadanya. Rasa sakit yang luar biasa menyebar dengan cepat, membuatnya terhuyung.

"Chuan, k-kau..." Li Wei Ying tak mampu melanjutkan kalimatnya. Matanya membelalak, menatap Pangeran Qing Chuan dengan campuran rasa sakit dan pengkhianatan. Tubuhnya melemah, dan ia jatuh berlutut, tangannya yang gemetar mencoba meraih luka di dadanya.

Pangeran Qing Chuan hanya menatapnya dengan dingin, senyum licik masih menghiasi wajahnya. "Kau terlalu percaya padaku, Wei Ying. Ini adalah akhir dari hidupmu. Perlu kau ketahui, demi kesembuhan Zhu Lian, aku akan melakukan apapun termasuk mengambil jantung mu, sebagai obat yang aku butuhkan."

Li Wei Ying terjatuh ke tanah, napasnya tersengal-sengal. Pandangannya mulai kabur, namun dalam hatinya, ia merasa lebih terluka oleh pengkhianatan daripada oleh luka fisik yang dideritanya. Dengan sisa-sisa kekuatannya, ia mencoba mengucapkan kata-kata terakhirnya, namun hanya desahan lemah yang keluar dari bibirnya.

Pangeran Qing Chuan bangun dan beranjak dari tempat itu, lalu memerintahkan prajuritnya untuk membuang tubuh Li Wei Ying.

"Buang tubuh wanita itu !" seru pangeran Qing Chuan.

Sementara di tempat lain, di hari yang sama, seorang wanita muda dengan pakaian pengantin berwarna merah berlari tergesa-gesa di tengah hutan yang gelap dan lebat. Gaun pengantinnya yang megah tersangkut di ranting-ranting pohon, meninggalkan jejak sobekan kain di sepanjang jalan. Napasnya terengah-engah, dan keringat bercucuran di wajahnya yang pucat, menciptakan kilauan di bawah sinar bulan yang samar.

Di belakangnya, segerombolan pelayan kediamannya mengejar dengan langkah cepat. Suara langkah kaki mereka yang berat dan teratur terdengar mengancam di antara desiran angin malam. "Tangkap dia! Jangan biarkan dia lolos!" teriak salah satu pelayan dengan suara penuh amarah, menggema di antara pepohonan.

Wanita muda itu terus berlari, meskipun kakinya mulai terasa lemas dan tubuhnya hampir tak mampu lagi bergerak. Ia tahu bahwa jika tertangkap, nasibnya akan jauh lebih buruk. Dengan sisa-sisa kekuatannya, ia mencoba mempercepat langkahnya, berharap bisa menemukan tempat untuk bersembunyi. Setiap detik terasa seperti selamanya, dan setiap bayangan di hutan tampak seperti ancaman yang mengintai.

Tetapi, sepertinya ia salah mengambil arah jalan dan berakhir di sisi danau yang tenang namun menyeramkan. Langkah wanita itu terhenti dengan raut wajah yang ketakutan. Ia termenung sejenak, mendengarkan suara langkah kaki yang semakin mendekat ke arahnya. Dengan cepat ia membalikkan badannya, mengedarkan pandangan ke sekitar dengan waspada. Panik mulai mencuat dalam dirinya saat langkah kaki itu semakin mendekat. Perlahan ia mundur, tanpa menyadari ada danau di belakangnya. Karena rasa panik yang mencuat, wanita itu tergelincir dan tercebur ke dalam danau yang dingin dan gelap.

Ketika pengantin wanita itu tercebur ke dalam danau, tubuh Li Wei Ying pun di buang ke dalam danau. Mungkin raga mereka terpisah, tetapi sang dewa mempertemukan jiwa Li Wei Ying dengan wanita tersebut.

Dengan tubuh yang sudah mulai lemah, wanita itu samar-samar melihat seorang wanita berpakaian seorang pengawal. Ia mengulurkan tangan dan Li Wei Ying pun menyambut uluran tangannya. Wanita itu tersenyum pilu, detik kemudian ia kehilangan nyawa dan jiwa Li Wei Ying masuk ke tubuhnya, menggantikan jiwa yang sudah kosong dalam raga.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status