Hari berganti, Yuan Ling yang sebelumnya tak sadarkan diri sejak malam sebelumnya, kini terbangun dengan kepala yang masih terasa berat dan pusing. Perlahan, ia duduk, memperhatikan penampilannya yang masih mengenakan gaun pengantin.
Pandangannya mengelilingi kamarnya yang hening. Pikirannya masih kacau, dan tubuhnya terasa lemas. Tidak lama kemudian, Pangeran Qing Fei memasuki ruangan dengan membawa baskom berisi air. Meskipun Pangeran Qing Fei mengira Yuan Ling masih tertidur, saat melewati tempat tidurnya, dia terkejut melihat Yuan Ling sudah terbangun dan duduk. "Ling'er, kau sudah bangun?" tanya Pangeran Qing Fei, berdiri tak jauh darinya. "Oh, iya. Hari ini kita akan menghadap ibunda untuk memberikan penghormatan. Bersiaplah," lanjutnya. Pangeran Qing Fei pergi ke sisi ruangan yang lain dan meletakkan baskom air. Sikap Pangeran Qing Fei kembali seperti semula—bodoh dan pemalu. Tanpa sepatah kata pun, dia meninggalkan Yuan Ling sendirian di kamarnya. Yuan Ling memperhatikan kepergian Pangeran Qing Fei hingga dia menghilang di balik pintu. ** ** ** Matahari telah mencapai puncaknya di langit. Yuan Ling dan Pangeran Qing Fei baru saja tiba untuk menghadap Selir Yuhe. Selir ini adalah istri kedua Kaisar Qing, yang terkenal karena ambisinya dan ketamakannya. Demi mencapai tujuannya, dia tak segan melakukan apapun, termasuk merebut tahta Kerajaan. Dengan langkah mantap, Pangeran Qing Fei memasuki kediaman Selir Yuhe dan memberikan penghormatan yang sepatutnya. "Hormat pada Ibunda," ucapnya, sambil bersamaan dengan Yuan Ling membungkuk hormat. Suara Selir Yuhe terdengar lembut, namun di balik kelembutannya tersimpan kelicikan yang tak terlihat oleh orang lain. "Xiao Fei, inikah istrimu?" tanyanya, sambil tersenyum malu-malu. Pangeran Qing Fei mengangguk, "Iya, Ibunda. Dia adalah Yuan Ling, putri Jenderal Yuan Li." Namun, Pangeran Qing Fei memperhatikan sesuatu yang aneh. Yuan Ling, dengan tatapan penuh amarah dan dendam, menatap Selir Yuhe. Pangeran Qing Fei juga merasakan ketegangan itu, seolah perasaannya dipantulkan oleh selir tersebut. Selir Yuhe mengernyitkan dahinya, bingung melihat Yuan Ling. Pangeran Qing Fei dengan lembut menepuk bahu Yuan Ling, mengembalikannya dari lamunannya. Yuan Ling terkejut saat merasakan sentuhan itu. Tuan Ling—ayahnya—menoleh ke arah Pangeran Qing Fei, mengubah ekspresi emosionalnya menjadi lebih tenang. "Ling'er," bisik Pangeran Qing Fei, "Ibunda bertanya padamu." Yuan Ling menatap Selir Yuhe dengan dingin, hatinya berkecamuk. Kemudian, Yuan Ling membungkuk hormat dengan sikap yang terpaksa. Melihat sikap Yuan Ling yang kurang sopan padanya, selir Yuhe menegur pangeran Qing Fei. “Xiao Fei, karena kau sudah menikah. Kau harus bisa mendidik istri agar bersikap lebih sopan lagi,” ucapnya dengan tegas. Tak berselang lama, seorang Kasim berteriak dari luar. “Pangeran Qing Chuan dan Putri Zhu Lian, telah hadir!” seru sang Kasim, mengumumkan kedatangan dua tokoh penting dalam istana. Diikuti oleh pangeran ke enam di belakang mereka. Yuan Ling merasa detak jantungnya semakin cepat, ketika bertemu kembali dengan orang yang telah menikam jantungnya tersebut. Kejadian naas yang menimpa dirinya dulu, kembali terlintas di benaknya. Pangeran Chua dan puti Zhu Lian, memberi hormat pada selir Yuhe. Lalu, ia berdiri di samping kiri. "Xiao Fei, lihatlah istri kakakmu, dia memiliki kecantikan serta kesopanan yang tiada tara." Merasa dibanding-bandingkan dengan Putri Zhu Lian, Yuan Ling menyela ucapan selir Yuhe. "Yang Mulia, bukan salah suamiku yang tidak bisa mendidik ku. Tapi, sikap yang kumiliki ini bukanlah sesuatu yang perlu Anda urusi. Lebih baik bersikap apa adanya, jika benci maka bilang saja benci dan jika senang maka katakanlah senang. Tidak perlu berpura-pura dan menampilkan wajah lugu dan bersikap sopan," ucapnya. Kata-kata Yuan Ling begitu menohok dan langsung menusuk ke dalam hati. Raut wajah orang-orang yang ada di sana menunjukan ketidak senangan terhadap dirinya. Selir Yuhe tersenyum sinis. “Kau memang berlidah tajam , putri Yuan Ling. Kau baru saja menikah dengan pangeran kelima, tapi sudah membuat citra pangeran instan kerajaan menjadi buruk dalam sehari," balasnya dengan nada cukup tajam. "Aku tidak akan membuat suamiku memiliki citra buruk. Tapi, justru Yang Mulia selir lah yang membuat citra istana ini buruk." Kata-kata Yuan Ling terbilang santai namun membuat yang mendengarnya menjadi geram. "Jaga bicaramu !" sentak pangeran ke enam seraya maju selangkah dan menunjuk Yuan Ling. Yuan Ling yang memiliki sifat keras kepala, tidak mau kalah dengan pangeran ke enam. Ia pun hendak maju namun segera ditahan oleh pangeran Qing Fei. "Ling'er, sebaiknya kita pergi saja," lirih pangeran Qing Fei. Raut wajahnya yang lugu membuat hati Tuan Ling malah semakin geram. Bukan karena pangeran Qing Fei, melainkan sikap para saudaranya yang selalu merendahkan martabat pangeran Qing Fei. "Aku tidak akan pergi dari sini ," jawabnya tegas. Yuan Ling melihat ke arah selir Yuhe yang duduk anggun di kursi kebesarannya. "Yang Mulia selir Yuhe, bahkan di saat kami menghadap, Anda sendiri tidak memberikan sambutan kecil kepada kami berdua. Anda lebih fokus membahas mengenai sikap dan perilaku buruk yang ku miliki,"lanjutnya.Pangeran Qing Chuan dan Pangeran Qing Chen merasa geram dengan sikap tidak sopan dan arogan yang ditunjukkan oleh Putri Yuan Ling. Ia dengan tegas, menolak untuk menunjukkan rasa hormat kepada keluarga kerajaan. Suasana di ruangan istana menjadi tegang, dan semua mata tertuju padanya. Tiba-tiba, selir Yuhe, yang duduk di kursi kebesaran, tertawa ringan. Tawanya memecah ketegangan yang menyelimuti ruangan. "Jangan terlalu serius, Putri Yuan Ling," ujarnya dengan bijaksana. "Para pangeran memang suka membuat lelucon." Selir Yuhe melirik ke arah Qing Chuan dan berkata, "Chuan, berikan teh Krisan itu pada Pangeran Kelima." Pangeran Qing Chuan mengangguk tegas dan melangkah menuju meja di bawah kursi selir Yuhe. Disana, sebuah gelas teh Krisan sudah tersedia. Namun, ketika Pangeran Qing Chuan berjalan mendekati Pangeran Qing Fei, dia terlihat takut dan bersembunyi di belakangnya. Yuan Ling terheran saat melihat suaminya itu bersembunyi di balik punggungnya saat pangeran Qing Chuan berj
Matahari telah meninggalkan sinarnya, dan langit pun berubah menjadi gelap. Desiran angin malam yang dingin menerpa pepohonan di sekitar, menimbulkan suara gemerisik dari dunia yang saling bergesekan. Aroma tanah basah tercium samar-samar, membawa kenangan akan hujan yang baru saja reda. Di kejauhan, suara jangkrik mulai terdengar, menambah kesan tenang dan damai pada malam yang baru saja dimulai. Sementara itu, bintang-bintang mulai bermunculan, seolah-olah berlomba untuk menghiasi langit malam yang pekat. Dalam keheningan malam yang pekat, terlihat Pangeran Qing Chuan tengah berjalan perlahan di samping kediamannya, menuju arah kolam yang tenang. Langkahnya terdengar lembut di atas tanah berkerikil, seolah-olah ia tidak ingin mengganggu ketenangan malam itu. Sesampainya di sisi kolam, ia berhenti dan memandang ke arah air yang memantulkan bayangannya sendiri. Pikiran-pikirannya berkecamuk, penuh dengan kerumitan yang tak terucapkan. "Siapa sebenarnya Yuan Ling? Dia bahkan bisa
Di tempat yang jauh, di tengah hutan yang gelap dan lebat, seorang pengawal wanita berjuang mati-matian melawan kejaran seorang prajurit. Raut wajahnya penuh lebam, bekas-bekas pertempuran yang menggores pipinya. Noda darah mengering di sudut bibirnya, mengingatkan akan bahaya yang terus mengintai. Suara napasnya yang terengah-engah berpadu dengan desiran angin malam yang dingin, menciptakan suasana mencekam."Kejar orang itu!" seru salah satu prajurit yang mengejar pengawal wanita, suaranya menggema di antara pepohonan.Lie Wei Ying, seorang pengawal wanita yang setia, rela melakukan apapun demi tuannya. Ia berhutang budi karena tuannya telah menolongnya ketika ia dijadikan budak belian. Namun, kini nasibnya berubah drastis. Para prajurit dari wilayah lain berhasil mengepungnya, membuatnya terpojok di tengah hutan yang sunyi."Kau sudah terkepung," seru salah satu prajurit seraya menghunuskan pedang ke arahnya. "Cepat, serahkan Qin Ilahi milik permaisuri kami," sambungnya dengan suar
Li Wei Ying menatap bingung ketika seorang gadis muda tiba-tiba muncul dan menamparnya dengan keras. Rasa sakit di pipinya terasa seperti kilat yang menyambar. Gadis itu mencaci makinya dengan kata-kata yang menusuk. Lalu, tanpa ragu, Yuan Jie melayangkan tangannya kembali. Namun, sebelum tangan Yuan Jie bisa menyentuhnya, Li Wei Ying dengan cepat mencengkram kuat tangannya. Pandangannya tajam, seperti mata elang yang siap menerkam mangsanya. Yuan Jie meringis kesakitan. Kedua tangannya berusaha melepaskan cengkraman Li Wei Ying, tapi sia-sia. Li Wei Ying menghempaskan tangan Yuan Jie, membuatnya terhuyung mundur. Setiap kali Yuan Jie mencoba melawan, Li Wei Ying kembali mencengkram lehernya dan mendorongnya dengan kekuatan yang tak terduga. Yuan Jie terbentur keras ke dinding kayu di belakangnya. "Berani kau melayangkan tanganmu," desis Li Wei Ying dengan napas terengah-engah. "Aku tidak akan segan mematahkan tanganmu." Yuan Jie terengah-engah juga, matanya memandang penuh ketak
Pangeran Qing Fei melangkah perlahan ke arah Yuan Ling, menjaga beberapa jarak saja. Di balik kain yang menutupi kepala Yuan Ling, ia melihat samar-samar sosok sang Pangeran yang mengulurkan tangannya, hendak membuka penutup tersebut. Namun, pangeran Qing Fei tampak ragu dan mengurungkan niatnya. Detik kemudian, pangeran Qing Fei membalikkan badannya dan sedikit menjauh dari Yuan Ling yang masih duduk. Pangeran Qing Fei berdiri di hadapan Yuan Ling, membelakanginya. Yuan Ling menyadari perubahan ini dengan cepat dan membuka penutup kepalanya. Pandangannya yang teduh sedikit terkejut saat melihat pria di hadapannya sangat tampan dan berkharisma, bahkan tidak terlihat bodoh. Yuan Ling yang sejak tadi terdiam, bangun dan berdiri berhadapan dengan jarak yang sedikit lebih jauh. Begitu pun dengan pangeran Qing Fei. Namun, tanpa diduga, tiba-tiba saja pangeran Qing Fei melangkah cepat ke arah Yuan Ling dan langsung mengecup bibirnya. "Dasar tidak sopan!" Yuan Ling refleks mendorong Pa