Matahari telah meninggalkan sinarnya, dan langit pun berubah menjadi gelap. Desiran angin malam yang dingin menerpa pepohonan di sekitar, menimbulkan suara gemerisik dari dunia yang saling bergesekan. Aroma tanah basah tercium samar-samar, membawa kenangan akan hujan yang baru saja reda. Di kejauhan, suara jangkrik mulai terdengar, menambah kesan tenang dan damai pada malam yang baru saja dimulai. Sementara itu, bintang-bintang mulai bermunculan, seolah-olah berlomba untuk menghiasi langit malam yang pekat.
Dalam keheningan malam yang pekat, terlihat Pangeran Qing Chuan tengah berjalan perlahan di samping kediamannya, menuju arah kolam yang tenang. Langkahnya terdengar lembut di atas tanah berkerikil, seolah-olah ia tidak ingin mengganggu ketenangan malam itu. Sesampainya di sisi kolam, ia berhenti dan memandang ke arah air yang memantulkan bayangannya sendiri. Pikiran-pikirannya berkecamuk, penuh dengan kerumitan yang tak terucapkan.
"Siapa sebenarnya Yuan Ling? Dia bahkan bisa menggunakan racun," Pangeran Qing Chuan menghela nafas panjang. " Dia sangat tidak asing," sambungnya.
Namun, di balik ketenangan malam itu, ada sesuatu yang berbeda. Bayangan-bayangan aneh mulai muncul di antara pepohonan, bergerak perlahan seiring dengan hembusan angin malam yang dingin. Suara gemerisik dedaunan yang tadinya menenangkan kini berubah menjadi bisikan-bisikan rahasia, seolah membawa pesan dari dunia lain yang tak terlihat.
"Siapa disana?" teriak Pangeran Qing Chuan.
Pangeran Qing Chuan mengedarkan pandangannya ke sekeliling, merasakan pergerakan yang mencurigakan di antara bayang-bayang. Seketika, raut wajahnya berubah pucat saat melihat pantulan di atas air kolam. Di sana, ada sosok bayangan yang telah ia renggut nyawanya, menatapnya dengan tatapan kosong yang menghantui. Pangeran Qing Chuan mundur beberapa langkah dengan tergesa-gesa hingga ia terjerembab. Namun, matanya terus terpaku pada sosok bayangan itu, tubuhnya gemetar hebat dan keringat dingin mengalir di pelipisnya. Sambil merangkak dengan ketakutan yang mencuat, ia berusaha bangkit, namun rasa takut yang mencekam membuatnya sulit bergerak.
Setelah berusaha keras, ia sampai di anak tangga dan bangun. Dengan perasaan kesal bercampur ketakutan, ia mengumpat sosok itu.
"AKU AKAN MENGHABISI SEMUA KETURUNANMU !"
**
**
**
Sementara di paviliun timur, tempat kediaman Pangeran Qing Fei dan Yuan Ling, suasana begitu hening dan sepi. Angin malam yang lembut berhembus, membawa aroma bunga melati yang samar. Di dalam kediaman, tepatnya di ruangan tengah yang diterangi cahaya lentera, Pangeran Qing Fei dan Yuan Ling tengah menikmati camilan biji teratai. Mereka duduk saling berhadapan di atas tikar anyaman bambu, dengan meja kecil di antara mereka.
Yuan Ling menatap suami polosnya itu dengan tatapan lembut, namun raut wajahnya menyimpan kekhawatiran yang sulit dijelaskan. Ia menghela napas pelan, mencoba menenangkan hatinya yang gelisah.
"Dia tidak hanya bodoh dan juga lemah, bahkan untuk membela dirinya sendiri pun ia tidak berani. Jika aku hanya menutup mata dan telinga, tidak akan ada yang bisa melindunginya. Dan Qing Chuan, pasti akan lolos dari hukuman," monolognya dalam hati, sambil memandang biji teratai di tangannya.
Pangeran Qing Fei, yang menyadari kegelisahan istrinya, mencoba mencairkan suasana. "Yuan Ling, apa yang sedang kau pikirkan?" tanyanya dengan suara lembut, sambil tersenyum.
Yuan Ling tersentak dari lamunannya dan mencoba tersenyum. "Tidak ada, hanya memikirkan beberapa hal," jawabnya singkat.
Pangeran Qing Fei mengernyitkan dahi, merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh istrinya. "Kau tahu, kau bisa menceritakan apa saja padaku. Aku selalu ada untukmu," katanya, sambil meraih tangan Yuan Ling dengan lembut. Namun, Yuan Ling menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
Pangeran Qing Fei melepaskan genggaman tangannya, ia kembali mengupas kulit biji teratai. Melihat Yuan Ling kembali termenung, pangeran Qing Fei memasukan biji teratai itu langsung ke mulut Yuan Ling hingga membuatnya ia sedikit terkejut. Raut wajah Yuan Ling masih terlihat kesal, mengingat kejadian siang tadi.
Pangeran Qing Fei yang kembali mengupas biji teratai, hendak memasukkan lagi ke mulut Yuan Ling, namun tanpa di duga Yuan Ling menepis tangannya seraya berbicara dengan nada tinggi.
"Cukup !" Mendapat penolakan dari sang istri, Pangeran Qing Fei memberengut seraya memakan biji teratai yang di tolak oleh istrinya itu. Yuan Ling yang lepas kontrol merasa bersalah, sikapnya langsung berubah lembut.
"Baiklah. Aku tidak akan menyalahkan mu," ucapnya lembut. Pangeran Qing Fei tidak membalas ucapan istrinya.
Di saat mereka tengah menikmati waktu luang, tiba-tiba seorang kepala pelayan datang menghampiri dengan langkah cepat dan menyampaikan sebuah pesan.
"Pangeran Qing, Permaisuri, dua hari lagi akan ada perayaan untuk istri Pangeran Qing Chuan. Selir Yuhe mengundang Pangeran dan Permaisuri untuk datang menghadiri acara," ucap kepala pelayan dengan suara tegas. Setelah menyampaikan pesan itu, dia pun langsung undur diri dengan hormat.
Yuan Ling sedikit terheran saat melihat seorang pelayan yang menurutnya tidak memiliki kesopanan terhadap tuannya. Ia memandang suaminya dengan alis terangkat, lalu bertanya, "Siapa dia?"
"Oh, dia adalah kepala pelayan di istana ini. Kalau tidak salah, namanya Yu Tu," balas Pangeran Qing Fei sambil mengangguk. Yuan Ling mengangguk-anggukkan kepala, mencoba mengingat nama itu.
Tiba-tiba saja, Yuan Ling memiliki ide untuk memberikan kejutan pada istri Pangeran Qing Chuan yang akan mengadakan perayaan ulang tahun. Ia menatap suaminya dengan mata berbinar.
"Pangeran, Zhu Lian adalah anak dari seorang perdana menteri yang berpengaruh di istana ini. Dia bukan orang sembarangan, jadi kita tidak boleh menganggap remeh dia," kata Yuan Ling dengan nada serius. Pangeran Qing Fei mendengarkan ucapan Yuan Ling dengan antusias, menunjukkan kepolosannya yang tulus.
"Bagaimana kalau aku yang menyiapkan hadiah untuknya?" sambung Yuan Ling dengan senyum penuh arti.
"Baiklah. Pasti hadiah yang dipilihkan istriku bukanlah hadiah sembarangan," balas Pangeran Qing Fei polos, tanpa menyadari maksud tersembunyi di balik senyum istrinya.
Yuan Ling tersenyum sinis, membayangkan hadiah kejutan yang akan ia berikan pada istri Pangeran Qing Chuan. Ia sudah merencanakan sesuatu yang akan membuat perayaan itu tak terlupakan.
**
**
**
Hari pun berganti, dan tibalah hari perayaan ulang tahun Zhu Lian, istri Pangeran Qing Chuan. Di kediamannya, Yuan Ling tengah sibuk bersiap-siap. Ia memilih pakaian dengan hati-hati, memastikan setiap lipatan rapi dan setiap aksesori terpasang sempurna. Aroma harum bunga melati yang dipasang di sudut ruangan menyebar, menambah suasana tenang dan damai.
Sementara itu, Pangeran Qing Fei berdiri di depan cermin , menunggu dengan sabar. Yuan Ling dengan cekatan membantu suaminya mengenakan pakaian resmi kerajaan. Ia merapikan kerah dan memastikan ikat pinggang terpasang dengan baik. Sentuhan lembut tangannya membuat Pangeran Qing Fei merasa nyaman dan dihargai.
Setelah semuanya selesai, mereka saling berpandangan dan tersenyum. "Kita siap," kata Yuan Ling dengan suara lembut. Pangeran Qing Fei mengangguk, dan mereka pun bergegas menuju kediaman Pangeran Qing Chuan dan Permaisuri Zhu Lian. Langkah mereka terdengar mantap di atas lantai kayu, sementara angin sepoi-sepoi membawa aroma bunga yang segar, menambah semangat mereka untuk merayakan hari istimewa itu.
sesampainya di kediaman Pangeran Qing Chuan, ternyata sudah ada Jendral Yuan, tengah memberikan hadiah mewah. sekotak perhiasan gelang dan tusuk konde yang terbuat dari batu giok langka.
"Selamat ulang tahu, Permaisuri Zhu," ucap jendral Yuan seraya membungkuk hormat. Pangeran Qing Chuan dan Permaisuri Zhu Lian hanya menampilkan senyum sebagai jawaban.
"Pangeran , Permaisuri , aku mendengar kemarin Yuan Ling telah menyinggung perasaan Anda di kediaman selir Yuhe, saya mewakili Putri ku ingin meminta maaf karena tidak bisa mendidiknya dengan baik," ucapnya.
"Jenderal, jangan berbicara seperti itu. Yuan Ling adalah anak Anda, tentunya sikapnya pun pasti tidak akan jauh seperti ayahnya." entah itu sebuah sindiran atau ejekan untuk jenderal Yuan, namun dari balik perkataanya menyiratkan ketidak sukaan pada hubungan antara jenderal Yuan dan Pangeran Qing Fei.
"Sebagai permintaan maaf, aku juga menyiapkan hadiah lainnya untuk Permaisuri. semoga Anda suka," balasnya. Zhu Lian mengangguk pelan dan anggun.
"Terima kasih Jenderal. Karena ini adalah perayaan ulang tahun istriku, bagaimana kalau kita minum dulu?" ajaknya. Namun, Jendela Yuan segera menolak ajakan pangeran Qing Chuan.
"Terima kasih atas ajakannya. Tetapi, Yang Mulia telah memanggilku." Ada perasaan kecewa mendapat penolakan dari sang Jenderal, namun ia tidak bisa berbuat apa-apa.
"Baiklah !" Jenderal Yuan pun kembali membungkuk hormat dan langsung undur diri meninggalkan tempat itu.
Ketika Jendela Yuan hendak melangkah keluar, dirinya berpapasan dengan pangeran Qing Fei dan Yuan Ling.
"Ayah, kau ada disini?" ucap Yuan Ling sedikit terkejut. "Kenapa ayah pergi buru-buru," sambungnya.
"Salam Ayah mertua," imbuh pangeran Qing Fei, menyapa jenderal Yuan.
"Salam Pangeran. Yang Mulia Kaisar memanggil ayah, jadi ayah tidak bisa lama-lama," balasnya.
"Baiklah. Kalau begitu aku tidak bisa mengantarmu pergi keluar," ucap pangeran Qing Fei.
Kemudian, terlihat raut wajah Pangeran Qing Chuan yang tidak senang dengan kedekatan adiknya dan Jenderal Yuan. Setelah melihat adik dan adik iparnya selesai berbincang dengan Jenderal Yuan, raut wajah Pangeran Qing Chuan kembali seperti biasa.
"Adik, kau juga datang," ucapnya basa-basi, mencoba menyembunyikan ketidaksenangannya.
"Tentu aku akan datang. Ini adalah hari ulang tahun kakak ipar, mana mungkin aku tidak datang," balasnya polos, dengan senyum yang tulus.
"Pangeran Chuan, Permaisuri Zhu, aku sudah menyiapkan hadiah untukmu," imbuh Yuan Ling yang sejak tadi berdiri di samping Pangeran Qing Fei. Kemudian, ia menjentikkan jarinya dan seorang pelayan wanita datang menghampiri, membawa semangkuk sup yang masih mengepul hangat.
"Aku membuatkan sup tonik, yang dibuat dari bahan-bahan berkualitas. Tentunya, ini akan membuat tubuhmu terasa bugar," kata Yuan Ling sambil memberikan mangkuk berisi sup tersebut. Aroma rempah yang kuat segera memenuhi ruangan, membuat semua orang yang hadir merasa lapar.
Tanpa menunggu lama, Zhu Lian menyendok air sup itu dan mencicipinya. Kedua bola matanya membelalak dengan senyum mengembang, merasakan kenikmatan dari sup itu.
"Sup ini sungguh lezat," puji Zhu Lian sambil kembali menyendok seraya mengaduk. Detik kemudian, ia terkejut saat melihat sebuah jantung ayam berada di dalam sup. Wajahnya berubah pucat, dan ia menatap Yuan Ling dengan tatapan bingung.