"Ling'er, aku seperti mendengar suara saudarimu di bawah," ucap Pangeran Qing Fei dengan nada penasaran.Yuan Ling mendelik, menajamkan pendengarannya. Tanpa mengatakan apa-apa, ia beranjak dan berjalan santai menuju balkon kayu yang menghadap ke bawah. Dari lantai atas, ia memperhatikan sepasang kekasih yang baru saja tiba dan sedang memesan minuman. Angin sepoi-sepoi membawa aroma bunga melati yang tumbuh di sekitar balkon, menambah suasana tenang sore itu.Pangeran Qing Fei ikut beranjak dan berdiri di samping Yuan Ling. "Bagaimana kalau kita menyapa mereka?" ajaknya dengan senyum ramah.Yuan Ling mendengus kasar, merasa sangat malas untuk berurusan dengan mereka berdua. Namun, memori yang ditinggalkan oleh sang pemilik tubuh sebelumnya, jiwa Li Wei Ying yang kini ada di tubuh Yuan Ling, membuatnya tertarik untuk memberikan pelajaran pada kedua saudaranya itu. Ia mengingat betapa mereka sering meremehkan dan menyakitinya."Baiklah," jawab Yuan Ling akhirnya, suaranya terdengar ding
Yuan Ling menyelipkan tangan ke balik lipatan baju, dengan gerakan cepat dan penuh ketegangan, ia menaburkan bubuk racun ke mata Gu Min Lang. Seketika, Gu Min Lang melepaskan cengkeramannya dan menjerit kesakitan, suaranya menggema di ruangan. "Apa yang kau lakukan?" teriak Gu Min Lang dengan suara parau, sambil menutup kedua mata dengan sebelah tangannya. Rasa perih yang menyengat membuatnya menggeliat kesakitan.Yuan Jie, yang berada tak jauh dari sana, segera menghampiri sang kakak. Raut wajahnya langsung berubah panik saat melihat kondisi Gu Min Lang. Ia mengamati kedua mata kakaknya yang tertutup rapat, dan perlahan berubah menjadi kemerahan, seolah-olah terbakar dari dalam."Yuan Ling! Kau sungguh tega mencelakai kakakmu sendiri. Kau memang berhati kejam," pekik Yuan Jie dengan suara bergetar, matanya berkaca-kaca menahan amarah dan kesedihan.Yuan Ling berdiri dengan napas terengah-engah, matanya menatap tajam ke arah Gu Min Lang yang masih merintih kesakitan. Di sudut ruangan
Yuan Ling ikut terdiam, menyipitkan mata menyelidik saat sang suami sibuk memilih barang-barang antik di hadapannya. Pandangan matanya tajam, mengikuti setiap gerakan Pangeran Qing Fei dengan penuh perhatian."Jika ini bukan untukku, apa ini untuk wanita lain yang ada di luar sana?" ucap Yuan Ling dengan nada cemburu yang menggelitik telinga. Pangeran Qing Fei yang mendengar ucapan itu, mengedarkan pandangannya ke sekeliling seperti mencari sesuatu."Aku tidak melihat ada wanita lain di luar. Tidak ada siapa pun," jawabnya polos, seolah kebenaran mutlak yang tak terbantahkan. Yuan Ling yang awalnya sebal, tiba-tiba ikut tertawa. Mana mungkin pria polosnya ini bisa memiliki wanita lain selain dirinya."Baiklah. Aku percaya jika Fei'erku ini tidak akan menyembunyikan wanita lain." Yuan Ling tertawa renyah sambil bergelayut manja di pundak Pangeran Qing Fei. "Lalu, untuk siapa hadiah-hadiah ini?" sambungnya dengan rasa ingin tahu yang mendalam."Ini... Ini untuk ayah mertua," ungkapnya d
"Jika sampai jenderal Yuan memihak Qing Fei, ini sungguh akan mengancam posisi diriku sebagai putra mahkota. Aku harus menyelidikinya."Keduanya sibuk dengan pemikiran masing-masing, sampai akhirnya pangeran Qing Chuan bertanya pada pangeran ke enam. "Hei. Bukankah jenderal Yuan tidak menyukai Yuan Ling?" tanyanya. Pangeran ke enam mengangkat wajahnya, menatap pangeran Qing Chuan. Pangeran ke enam menghela nafas sejenak. "Kakak ke tiga, wanita jalang itu berpikir bisa mengandalkan pangeran ke lima. Jika suatu saat ia menyadari jika pangeran ke lima tidak bisa melindunginya, dia pasti akan berakhir buruk," ujar pangeran ke enam. "Benar. Dia di sukai atau tidak oleh ayahnya, jika kita membunuh pangeran ke lima, barulah kita bisa tenang." Pangeran ke enam tersenyum dan berkata," Kakak. Itulah yang saya pikirkan!" Hari itu, Yuan Ling dan Pangeran Qing Fei berencana mengunjungi kediaman ayah Yuan Ling untuk memberikan hadiah-hadiah yang telah dipilih dengan hati-hati. Mereka bersiap
Melihat kedatangan Jenderal Yuan, ayah dari Yuan Ling dan Pangeran Qing Fei, Yuan Ling pun beranjak dari sana. Kepergian Yuan Ling tidak luput dari perhatian Jenderal Yuan."Pangeran, sebaiknya kau menunggu di dalam saja. Aku akan pergi dulu sebentar," ucap Jenderal Yuan dengan nada yang terdengar gelisah, wajahnya yang biasanya tenang kini tampak cemas."Baik. Hati-hati, Ayah Mertua," balas Pangeran Qing Fei dengan penuh perhatian, menatap Jenderal Yuan dengan sorot mata yang khawatir.Yuan Ling, yang sedang berjalan di halaman luas kediaman Jenderal Yuan, merasakan angin sepoi-sepoi yang membawa aroma bunga-bunga taman. Langkah Yuan Ling terhenti saat mendengar seruan seseorang dari belakang dirinya."Yuan Ling!" seru Jenderal Yuan memanggil namanya dengan suara yang tegas namun mengandung kekhawatiran. Sejenak, Yuan Ling berhenti dan hanya melirik melalui ujung matanya. Detik kemudian, ia kembali melanjutkan langkahnya, mencoba menghindari panggilan sang ayah. Namun, langkahnya ter
Setelah berkata demikian, Yuan Ling pergi dari sana. Tanpa mereka sadari, sepasang mata tengah mengawasi mereka dari kejauhan, mendengarkan setiap kata yang terucap. Pangeran Qing Fei mengerutkan alisnya, mencerna setiap ucapan yang keluar dari mulut ayah mertuanya serta istrinya. Hatinya bergolak, berusaha memahami situasi yang semakin rumit. Angin berhembus lembut, membawa aroma bunga yang sedang bermekaran, seolah menjadi saksi bisu dari perbincangan yang tengah terjadi."Jenderal Yuan tidak akan salah mengenal putra-putrinya? Bukankah, putri kedua Jenderal Yuan terkenal dengan rumor bahwa dia adalah putri bodoh dan memiliki temperamen yang buruk? Tapi, kenapa yang aku lihat adalah kebalikannya?" gumamnya dalam hati, penuh kebingungan.Pangeran Qing Fei langsung bersembunyi di balik pintu, saat melihat Yuan Ling berjalan ke arahnya. Nafasnya tertahan, jantungnya berdegup kencang seiring langkah Yuan Ling yang semakin mendekat. Ternyata, Yuan Ling hanya melewati tempat itu saja. S
Keesokan harinya, ketika sinar matahari pagi yang hangat mulai menyelinap melalui jendela, Yuan Ling dengan tergesa-gesa keluar untuk mencari bahan obat-obatan. Setelah berjam-jam mencari, ia kembali ke kediaman Pangeran Qing Fei hanya untuk mendapati ruangan yang kosong dan sepi."Fei'er... Fei'er?" panggil Yuan Ling dengan suara penuh kekhawatiran, matanya liar mencari di setiap sudut ruangan. Langkahnya cepat dan resah, setiap detik yang berlalu semakin membebani pikirannya. Ia memutuskan untuk keluar, berharap menemukan jejak sang pangeran. Di halaman depan, ia melihat seorang pelayan yang tengah menyapu dengan tenang."Pelayan, apa kau melihat pangeran?" tanya Yuan Ling dengan nada cemas yang kian memuncak."Maaf, Permaisuri, aku tidak melihatnya," jawab pelayan itu dengan singkat, menundukkan kepala tanpa berani menatap langsung."Apa? Bagaimana kau bisa tidak mengawasi pangeran? Jika terjadi sesuatu padanya, bersiaplah untuk ku penggal kepalamu," ancam Yuan Ling, suaranya berge
Di tempat yang jauh, di tengah hutan yang gelap dan lebat, seorang pengawal wanita berjuang mati-matian melawan kejaran seorang prajurit. Raut wajahnya penuh lebam, bekas-bekas pertempuran yang menggores pipinya. Noda darah mengering di sudut bibirnya, mengingatkan akan bahaya yang terus mengintai. Suara napasnya yang terengah-engah berpadu dengan desiran angin malam yang dingin, menciptakan suasana mencekam. "Kejar orang itu!" seru salah satu prajurit yang mengejar pengawal wanita, suaranya menggema di antara pepohonan. Lie Wei Ying, seorang pengawal wanita yang setia, rela melakukan apapun demi tuannya. Ia berhutang budi karena tuannya telah menolongnya ketika ia dijadikan budak belian. Namun, kini nasibnya berubah drastis. Para prajurit dari wilayah lain berhasil mengepungnya, membuatnya terpojok di tengah hutan yang sunyi. "Kau sudah terkepung," seru salah satu prajurit seraya menghunuskan pedang ke arahnya. "Cepat, serahkan Qin Ilahi milik permaisuri kami," sambungnya dengan
Keesokan harinya, ketika sinar matahari pagi yang hangat mulai menyelinap melalui jendela, Yuan Ling dengan tergesa-gesa keluar untuk mencari bahan obat-obatan. Setelah berjam-jam mencari, ia kembali ke kediaman Pangeran Qing Fei hanya untuk mendapati ruangan yang kosong dan sepi."Fei'er... Fei'er?" panggil Yuan Ling dengan suara penuh kekhawatiran, matanya liar mencari di setiap sudut ruangan. Langkahnya cepat dan resah, setiap detik yang berlalu semakin membebani pikirannya. Ia memutuskan untuk keluar, berharap menemukan jejak sang pangeran. Di halaman depan, ia melihat seorang pelayan yang tengah menyapu dengan tenang."Pelayan, apa kau melihat pangeran?" tanya Yuan Ling dengan nada cemas yang kian memuncak."Maaf, Permaisuri, aku tidak melihatnya," jawab pelayan itu dengan singkat, menundukkan kepala tanpa berani menatap langsung."Apa? Bagaimana kau bisa tidak mengawasi pangeran? Jika terjadi sesuatu padanya, bersiaplah untuk ku penggal kepalamu," ancam Yuan Ling, suaranya berge
Setelah berkata demikian, Yuan Ling pergi dari sana. Tanpa mereka sadari, sepasang mata tengah mengawasi mereka dari kejauhan, mendengarkan setiap kata yang terucap. Pangeran Qing Fei mengerutkan alisnya, mencerna setiap ucapan yang keluar dari mulut ayah mertuanya serta istrinya. Hatinya bergolak, berusaha memahami situasi yang semakin rumit. Angin berhembus lembut, membawa aroma bunga yang sedang bermekaran, seolah menjadi saksi bisu dari perbincangan yang tengah terjadi."Jenderal Yuan tidak akan salah mengenal putra-putrinya? Bukankah, putri kedua Jenderal Yuan terkenal dengan rumor bahwa dia adalah putri bodoh dan memiliki temperamen yang buruk? Tapi, kenapa yang aku lihat adalah kebalikannya?" gumamnya dalam hati, penuh kebingungan.Pangeran Qing Fei langsung bersembunyi di balik pintu, saat melihat Yuan Ling berjalan ke arahnya. Nafasnya tertahan, jantungnya berdegup kencang seiring langkah Yuan Ling yang semakin mendekat. Ternyata, Yuan Ling hanya melewati tempat itu saja. S
Melihat kedatangan Jenderal Yuan, ayah dari Yuan Ling dan Pangeran Qing Fei, Yuan Ling pun beranjak dari sana. Kepergian Yuan Ling tidak luput dari perhatian Jenderal Yuan."Pangeran, sebaiknya kau menunggu di dalam saja. Aku akan pergi dulu sebentar," ucap Jenderal Yuan dengan nada yang terdengar gelisah, wajahnya yang biasanya tenang kini tampak cemas."Baik. Hati-hati, Ayah Mertua," balas Pangeran Qing Fei dengan penuh perhatian, menatap Jenderal Yuan dengan sorot mata yang khawatir.Yuan Ling, yang sedang berjalan di halaman luas kediaman Jenderal Yuan, merasakan angin sepoi-sepoi yang membawa aroma bunga-bunga taman. Langkah Yuan Ling terhenti saat mendengar seruan seseorang dari belakang dirinya."Yuan Ling!" seru Jenderal Yuan memanggil namanya dengan suara yang tegas namun mengandung kekhawatiran. Sejenak, Yuan Ling berhenti dan hanya melirik melalui ujung matanya. Detik kemudian, ia kembali melanjutkan langkahnya, mencoba menghindari panggilan sang ayah. Namun, langkahnya ter
"Jika sampai jenderal Yuan memihak Qing Fei, ini sungguh akan mengancam posisi diriku sebagai putra mahkota. Aku harus menyelidikinya."Keduanya sibuk dengan pemikiran masing-masing, sampai akhirnya pangeran Qing Chuan bertanya pada pangeran ke enam. "Hei. Bukankah jenderal Yuan tidak menyukai Yuan Ling?" tanyanya. Pangeran ke enam mengangkat wajahnya, menatap pangeran Qing Chuan. Pangeran ke enam menghela nafas sejenak. "Kakak ke tiga, wanita jalang itu berpikir bisa mengandalkan pangeran ke lima. Jika suatu saat ia menyadari jika pangeran ke lima tidak bisa melindunginya, dia pasti akan berakhir buruk," ujar pangeran ke enam. "Benar. Dia di sukai atau tidak oleh ayahnya, jika kita membunuh pangeran ke lima, barulah kita bisa tenang." Pangeran ke enam tersenyum dan berkata," Kakak. Itulah yang saya pikirkan!" Hari itu, Yuan Ling dan Pangeran Qing Fei berencana mengunjungi kediaman ayah Yuan Ling untuk memberikan hadiah-hadiah yang telah dipilih dengan hati-hati. Mereka bersiap
Yuan Ling ikut terdiam, menyipitkan mata menyelidik saat sang suami sibuk memilih barang-barang antik di hadapannya. Pandangan matanya tajam, mengikuti setiap gerakan Pangeran Qing Fei dengan penuh perhatian."Jika ini bukan untukku, apa ini untuk wanita lain yang ada di luar sana?" ucap Yuan Ling dengan nada cemburu yang menggelitik telinga. Pangeran Qing Fei yang mendengar ucapan itu, mengedarkan pandangannya ke sekeliling seperti mencari sesuatu."Aku tidak melihat ada wanita lain di luar. Tidak ada siapa pun," jawabnya polos, seolah kebenaran mutlak yang tak terbantahkan. Yuan Ling yang awalnya sebal, tiba-tiba ikut tertawa. Mana mungkin pria polosnya ini bisa memiliki wanita lain selain dirinya."Baiklah. Aku percaya jika Fei'erku ini tidak akan menyembunyikan wanita lain." Yuan Ling tertawa renyah sambil bergelayut manja di pundak Pangeran Qing Fei. "Lalu, untuk siapa hadiah-hadiah ini?" sambungnya dengan rasa ingin tahu yang mendalam."Ini... Ini untuk ayah mertua," ungkapnya d
Yuan Ling menyelipkan tangan ke balik lipatan baju, dengan gerakan cepat dan penuh ketegangan, ia menaburkan bubuk racun ke mata Gu Min Lang. Seketika, Gu Min Lang melepaskan cengkeramannya dan menjerit kesakitan, suaranya menggema di ruangan. "Apa yang kau lakukan?" teriak Gu Min Lang dengan suara parau, sambil menutup kedua mata dengan sebelah tangannya. Rasa perih yang menyengat membuatnya menggeliat kesakitan.Yuan Jie, yang berada tak jauh dari sana, segera menghampiri sang kakak. Raut wajahnya langsung berubah panik saat melihat kondisi Gu Min Lang. Ia mengamati kedua mata kakaknya yang tertutup rapat, dan perlahan berubah menjadi kemerahan, seolah-olah terbakar dari dalam."Yuan Ling! Kau sungguh tega mencelakai kakakmu sendiri. Kau memang berhati kejam," pekik Yuan Jie dengan suara bergetar, matanya berkaca-kaca menahan amarah dan kesedihan.Yuan Ling berdiri dengan napas terengah-engah, matanya menatap tajam ke arah Gu Min Lang yang masih merintih kesakitan. Di sudut ruangan
"Ling'er, aku seperti mendengar suara saudarimu di bawah," ucap Pangeran Qing Fei dengan nada penasaran.Yuan Ling mendelik, menajamkan pendengarannya. Tanpa mengatakan apa-apa, ia beranjak dan berjalan santai menuju balkon kayu yang menghadap ke bawah. Dari lantai atas, ia memperhatikan sepasang kekasih yang baru saja tiba dan sedang memesan minuman. Angin sepoi-sepoi membawa aroma bunga melati yang tumbuh di sekitar balkon, menambah suasana tenang sore itu.Pangeran Qing Fei ikut beranjak dan berdiri di samping Yuan Ling. "Bagaimana kalau kita menyapa mereka?" ajaknya dengan senyum ramah.Yuan Ling mendengus kasar, merasa sangat malas untuk berurusan dengan mereka berdua. Namun, memori yang ditinggalkan oleh sang pemilik tubuh sebelumnya, jiwa Li Wei Ying yang kini ada di tubuh Yuan Ling, membuatnya tertarik untuk memberikan pelajaran pada kedua saudaranya itu. Ia mengingat betapa mereka sering meremehkan dan menyakitinya."Baiklah," jawab Yuan Ling akhirnya, suaranya terdengar ding
Yuan Ling mendekat perlahan dengan mata menyipit, tatapannya tajam seperti elang yang mengincar mangsa. Pria yang memperkenalkan dirinya sebagai Pan An hanya memandang Yuan Ling dengan senyum manis yang penuh teka-teki, seolah-olah dia menyembunyikan sesuatu di balik senyumannya. Tanpa diduga, Yuan Ling memegang kerah baju Pan An dan mencoba membukanya, namun tangan Yuan Ling segera dihentikan oleh Pan An dengan cengkeraman yang kuat namun lembut."Nona, di siang bolong seperti ini, kau begitu terang-terangan," goda Pan An dengan nada menggoda yang membuat suasana semakin panas. Yuan Ling membelalak mata, terkejut dan segera melepaskan cengkeramannya, wajahnya memerah karena malu dan marah."Cih. Pikiran tuan sepertinya terlalu kotor," balas Yuan Ling ketus, suaranya bergetar dengan emosi yang campur aduk. "Nona, kenapa kau ingin membuka kerah bajuku? Apakah ada sesuatu yang membuat nona tertarik?" tanya Pan An dengan nada menggoda, matanya yang tajam seakan menembus pikiran Yuan Lin
Yuan Ling yang sudah terbangun lebih dulu, melihat pangeran Qing Fei masih terlelap di atas ranjangnya yang megah. Cahaya matahari pagi yang lembut menyelinap melalui celah-celah tirai, menciptakan bayangan halus di wajah sang pangeran. Setelah menyelesaikan semua persiapannya, Yuan Ling pun pergi meninggalkan kediaman pangeran Qing Fei dengan langkah hati-hati agar tidak membangunkannya. Semalam, ia sudah merencanakan sesuatu yang penting, yaitu menyelidiki kasus penyerangan di aula utama kekaisaran.Yuan Ling tiba di sebuah hutan tandus yang sunyi, hanya terdengar suara angin yang berdesir pelan di antara pepohonan kering. Ia memperhatikan suriken, senjata yang melukai pangeran Qing Fei waktu itu, dengan seksama. Bentuknya yang tajam dan berkilau di bawah sinar matahari membuatnya tampak mematikan."Siapa yang ingin membunuh Kaisar? Aku harus mencari tahu dari mana senjata ini berasal," gumam Yuan Ling pelan, suaranya hampir tenggelam oleh desiran angin. Ia menggenggam suriken itu e