Suasana di kantor seperti biasa semua sibuk dengan pekerjaannya tapi di ruangan CEO ada yang tidak biasa.
Ya, di ruangan yang biasanya hanya ada CEO-nya saja sekarang di sofa ada seorang gadis cantik sedang sibuk dengan gadgetnya tanpa memperdulikan laki-laki yang dari tadi mencuri lihat kearahnya.
"Gadis yang menarik, cantik, sexy dan tidak kecentilan," batinnya mulai menilai, entah kenapa sejak mereka bertemu hatinya berdesir lembut, perasaan senang bila ada di dekat gadis itu, "Siapa ya namanya?" mereka bahkan belum berkenalan tapi sudah berjanji buat mengajak gadis itu ke apartemennya, tempat yang hanya didatangi keluarga dan sahabatnya saja, dan belum ada wanita yang diajaknya kesana, bukan ralat...Hanya ada satu wanita yang pernah diajaknya kesana. Tepatnya dua tahun yang lalu. Wanita yang sangat dicintainya tapi dengan tega meninggalkannya tenggelam dalam duka. Selama ini selain satu wanita tercintanya dia tidak pernah membawa siapa pun keranah pribadinya. Tetapi dengan gadis itu kenapa dengan mudah dia menyanggupi.
Dia biasanya akan membawa wanita yang akan menyalurkan hasrat birahinya ke hotel. Atau tempat wanita itu.
"Siapa namamu, kita belum berkenalan, namaku Austin Gerald Klein," katanya sambil mendekati sofa dan menjulurkan tangannya bersalaman.
"Amanda, Amanda Patricia Dexter," sahut Amanda membalas jabatan tangan dari Austin. Apa dia benar tidak mengingatku? Sama sekali? Kenapa rasanya kecewa banget ya? Apa dirinya begitu transparan di mata Austin?
Dia bahkan tidak peduli dengan nama Dexter.
Lagi-lagi sengatan mereka rasakan, bukan kesakitan yang mereka rasakan tapi kenyamanan, sampai mereka tersadar mereka bersalaman lumayan lama. Austin mencium buku jari Amanda membuat gadis itu memerah karena malu, baru kali ini ada yang memperlakukannya semanis ini. Dan itu adalah cinta pertamanya. Austin.
Tok tok tok, bunyi ketukan pintu menginterupsi mereka dari pikiran mereka masing-masing.
"Masuk,” sahut Austin sambil berjalan kembali ke mejanya.
Shinta, sekretarisnya masuk dan menyerahkan beberapa dokumen yang harus ditandatangani oleh Austin.
Austin memperhatikan pakaian Shinta yang masih terbuka, dan itu membuat dia mengernyitkan dahinya tidak suka, bukannya dia tidak suka dengan body sexy, harus diakuinya, Shinta punya body yang ok tapi ini tempat kerja dan dia tidak suka ada yang berpakaian seperti mau ke diskotek saja.
"Saya kemarin sudah memperingatkanmu soal pakaian yang kamu kenakan, kenapa hari ini masih memakai baju kurang bahan seperti itu, kalo kamu mau mengajak laki-laki bercinta jangan ke kantor datanglah ke diskotek," kata Austin datar. Tapi sikap dinginnya bahkan membuat Shinta gemetar ketakutan. Dia tidak menyangka akan kena tegur lagi. Pikirnya Austin tidak serius dengan perkataannya kemarin. Hello lelaki mana sih yang menolak dapat suguhan gratis body sexy? Tapi kayaknya tidak berlaku pada bos tampannya itu. Sialan!
"Maaf pak, akan saya perbaiki," sahut Shinta gemetar, dia tidak menyangka respon Austin seperti itu, biasanya pada umumnya para bos senang jika melihat body sexy, tapi bosnya berbeda.
“Bukannya saya sudah memberimu waktu?”
“Maaf pak saya belum sempat belanja pakaian.”
Dan itu tidak terlewat dari perhatian Amanda "menarik" batinnya kagum, sosok Austin memang berbeda. Dia memang arogan tapi tidak player walaupun dia sangsi jika Austin tidak bermain wanita, tapi paling tidak bisa menempatkan diri, intinya tidak gampangan. Dan profesional. Kekaguman Amanda kian menanjak.
"Oh ya kamu mau minum apa Amanda, maaf aku belum menawarimu minuman," kata Austin lembut saat berbicara dengan Amanda .
Bahkan panggilannya sudah berubah aku kamu, bukan saya dan anda lagi. Pertanyaan lembut Austin yang sangat berbeda saat berinteraksi dengan sekretarisnya, itu spontan membuat perhatian Shinta teralihkan ke Amanda, "Siapa Amanda? kekasih CEO-ku kah? kenapa dengan gadis itu dia sangat manis, aku belum pernah melihat CEO-ku bersikap selembut itu, cantik sih, tapi cantikkan aku lah" batin Shinta tak terima dikalahkan oleh gadis yang masih bau kencur itu.
Aish Shinta kayaknya nggak punya kaca nih guys....
Kaca mana kaca? Yang gede sekalian. Biar Shinta bisa melihat mana yang wanita cantik. Dan mana wanita jadi-jadian?
"Coffee with cream please," sahut Amanda malas, dia tahu pandangan sinis sekretaris Austin itu memandang tidak suka padanya, apa pedulinya? Amanda mengangkat bahu tak peduli.
Melihat Shinta tidak beranjak membuatkan pesanan Amanda membuat Austin geram. Merasa tak dianggap oleh sekretarisnya sendiri di depan gadis semanis Amanda.
"Kenapa masih disini, cepat buatkan pesanan tamu saya," hardik Austin geram bisa-bisanya Shinta membuatnya malu di depan Amanda.
"Sudahlah Austin jangan marah, sekretaris baru ya?" tanya Amanda, yang dijawab anggukan Austin. Amanda menenangkan Austin yang terlihat mau keluar tanduknya, apalagi melihat Shinta yang keluar dengan muka merah padam menahan tangis agak tidak tega juga sih. Tapi Amanda bisa apa?
Entah mendengar suara lembut Amanda membuat emosi Austin langsung hilang, sepertinya Amanda mulai mempengaruhi kehidupan seorang Austin Gerald Klein yang dingin dan arogan tanpa lelaki itu sadari.
Dering telepon terdengar dari dalam tas Amanda, gadis itu mengernyit tak suka, no name, nomor asing. Dia agak ragu mau mengangkat tapi dibukanya juga karena dia penasaran apa yang akan penelepon itu katakan.
"Halo," sapanya pada penelepon. Lama tak terdengar sahutan, hanya suara nafas seseorang yang terdengar. Sialan orang iseng, gerutunya dalam hati.
"Kalau tidak mau bicara aku tutup," ujarnya kesal, baru dia akan menekan tombol telepon warna merah untuk mematikan panggilan.
"Tunggu, aku hanya tidak percaya kau menerima teleponku," sahut suara lelaki di seberang sana.
"Siapa?" tanya Amanda datar, dia menatap Austin yang tak melepas tatapannya sedikitpun darinya. Dan ada tatapan marah di sana, apa dia tidak suka aku menerima telepon di kantornya? Apa dia merasa terganggu? Tentu saja bodoh, gerutu Amanda. Dia pasti terganggu dengan suara pembicaraannya.
"Edward," sahut suara itu lagi.
"Maaf Edward aku sedang sibuk, teleponnya aku tutup dulu ya," sahut Amanda merasa tidak enak pada Austin.
Oh...lelaki itu bahkan sudah melotot. Amanda takut matanya nanti akan jatuh....
Pasti dia terganggu dengan suaranya.
Dia berniat menutup teleponnya
"Tunggu, aku mengajakmu dinner malam ini bisa?" tanya Edward cepat sebelum Amanda menyentuh tombol merah itu.
"Dinner? Malam ini?" tanya Amanda tak percaya, "maaf aku tidak bisa."
Dan ruangan menjadi hening karena Amanda sudah memutuskan panggilan itu secara sepihak.
"Maaf, aku berisik ya?" tanya Amanda merasa tak enak. Apalagi tatapan Austin yang seakan mengulitinya. Austin memang marah. Tapi bukan karena suara berisik itu. Tapi Austin marah karena merasa terganggu Amanda berbincang dengan teman prianya. Ada rasa tidak suka dihatinya saat itu.
>>Bersambung>>
Mereka berdua sekarang tiba di apartemen Austin.Amanda langsung duduk di sofa tanpa disuruh, entah dia merasa nyaman disini, berasa di rumah sendiri. Padahal mereka baru bertemu lagi hari ini. Tapi mereka merasa sudah saling mengenal lama. Entahlah...."Mau minum apa?" tanya Austin sambil membuka jasnya, dan meletakkannya di punggung kursi"Apa saja," sahut Amanda pelan sambil membuka aplikasi Game di hpnya tak menghiraukan Austin yang bergerak ke arah dapur. Tapi setelah Austin berlalu, dia menekan tangannya kearah dada kirinya. Menepuk-nepuk di sana. Gemuruhnya belum berhenti.Amanda mendesah lega. Entah berapa lama dia menahan nafas? saat berdekatan dengan Austin pasokan udara seakan menipis.Ternyata keacuhan Amanda hanya kedok untuk menutupi rasa yang bergemuruh di dadanya.Jantung kurang ajar, gerutunya dalam hati. Amanda melirik kearah dapur yang tidak terhalang apa pun membuatnya dengan bebas memandang punggung kekar itu.Tang
Austin povDua Tahun yang laluHari demi hari kondisi Angel semakin parah, sungguh aku tidak tega. Kalau bisa biar aku saja yang menggantikannya merasakan kesakitan demi kesakitan.Bisa kulihat setiap pagi dia mengumpulkan rambutnya yang mulai rontok. Sungguh aku tidak tega melihat kondisinya. Apalagi seusai menjalani kemoterapi, kondisinya pasti langsung drop. Beberapa hari kerjaannya hanya memuntahkan semua yang ada dalam perutnya. Rambutnya yang semakin banyak rontok, rasa sakit yang dia rasakan semakin menggila.Sungguh aku tidak tega melihatnya.Tapi dia selalu tersenyum, dia bilang ini cara Tuhan memaafkan semua dosanya. Dan Tuhan akan menjemputnya saat semua dosanya sudah terlebur.Hari ini, badan ringkihnya semakin layu. Tapi gurat kebahagiaan selalu tercetak di bibir manisnya.Dia pingsan, setelah dia batuk darah.Aku membawa langsung ke rumah sakit. Aku tahu ini sudah waktunya.Semalam dia mengatakan sesu
Masih dua tahun yang laluAllicia adalah prioritas pertama buat Austin juga.Dan tanpa dikomando semua keluarga Cia dan Marc mengikuti mobil Austin yang ditumpangi Marc dan Cia.Cia mencengkeram kelepak jas suaminya, menggigit bibir bawahnya menahan teriakannya. Dia tidak mau membuat kedua lelaki yang dicintainya itu khawatir."Kau boleh menggigit lenganku sayang, jangan bibirmu nanti berdarah,” ucap Marc sambil jarinya menarik bibir Cia dari gigitan bibirnya.Disodorkannya lengannya di depan bibir Cia, tapi malah dicium oleh Cia. Mereka bertatapan lembut. Ada senyum di bibir keduanya."Aku harap aku bisa menggantikan kamu merasakan sakitnya sayang, aku tidak tega melihatmu kesakitan,” ucap Marc lirih sambil memberi belaian lembut di perut Cia yang besarnya jangan ditanya lagi.Meski ukuran tubuh Cia melebihi berat tubuh wanita yang hamil pada umumnya karena kehamilan kembarnya, Tapi Marc selalu dengan bangga menggandeng Cia jika me
Sudah dua tahun sejak kepergian Angel membuat Austin hidup tanpa jiwa. Dia hanya bisa tersenyum jika sudah berkumpul dengan keluarganya dan keponakannya yang lucu. Karena setelah pernikahan Cia dan Marc, dua tahun kemudian Bella dan seorang duda asal Perancis mengikat janji. Tapi baru hamil beberapa bulan. Sedang istri Daffa yang asli Indonesia sudah melahirkan tiga bulan yang lalu.Dalam keluarga Klein hanya dirinya dan Aurora yang belum menikah.Tapi sepertinya Aurora yang menyukai seorang dokter yang merawat Cia saat kecelakaan di London akhirnya akan segera melangsungkan pernikahan setelah hampir satu tahun mereka putus nyambung.Saat ini adalah ulang tahun si kembar yang kedua. Sama dengan kematian Angel. Saat Winter dia pergi membawa luka. Tapi kehadiran si kembar menjadi pelipur lara. Ya Winter yang membekas di hati semua keluarga besar Klein.Saat menatap mata si kembar yang sama dengan kedua orang tuanya yang lembut. Itulah pertama aku bisa ter
Austin PovKenapa bayangan gadis itu terus saja menghantuiku. Tidak mungkin aku terpesona padanya kan? Tapi kenapa senyumnya suaranya begitu membekas dalam ingatanku bahkan ini sudah seminggu sejak terakhir kali aku bertemu dengannya. Tapi aku tidak bisa mengenyahkan bayangannya dari ingatanku.Arghhh...sial!!!Bahkan kini aku tidak lagi sibuk mengenang Angel, aku merasa bersalah padanya. Baru dua tahun kepergiannya dan aku mulai memikirkan wanita lain.Oh wanita itu bahkan belum bisa dipanggil wanita. Dia masih sangat belia....Arghhh!!!Aku memandang keluar jendela yang berada di kantorku, bisa kulihat kesibukan kota New York dari kantorku yang memang berada di lantai teratas dari gedung Klein Corp.Pikiranku mengelana, sampai suara ketukan dari arah pintu kudengar. Sialan mengagetkan saja, ini susahnya jika tidak mempunyai sekretaris. Ya si Shinta sudah kupecat karena pekerjaannya tidak benar. Membuatku kesal saja. Aku butuh sekretaris ya
"Man kamu dipanggil Sekretaris jurusan," kata Bertha salah satu teman Amanda di Harvard ini."Oh ... Makasih ya Tha," sahut Amanda, Amanda-pun bergegas menuju ke ruangan Sekretaris jurusan.'Ada apa ya? Apa ini ada hubungannya dengan proposal pengajuan magang di kampus, apa mereka sudah mendapat tempat magang buatku? Bukannya kemarin mereka bilang mereka sudah tidak ada lagi kursi kosong di perusahaan mitra kampusnya?' tanyaku tak juga mendapatkan jawaban.Ah sudahlah....Amanda berjalan melewati lorong kampus, banyak yang menyapa Amanda, selain karena cantik Amanda juga terkenal ramah dan mudah bergaul.Tiba di depan ruang sekretaris, Amanda menghela nafas panjang sebelum akhirnya membuka pintu setelah sebelumnya sudah mengetuk pintu dan terdengar perintah untuknya masuk."Ibu memanggil saya?" tanya Amanda lembut. Bu Linda mengangguk tangan kanannya memberi tanda untuk Amanda duduk di depannya."Jadi, proposal pengajuan magangmu su
Austin merasa geram saat mengetahui kalau Amanda menolak magang di perusahaannya, apa gadis itu masih tersinggung dengan perbuatannya yang memarahinya saat tanpa sengaja gadis itu memecahkan vas kesukaan Angel, salah satu kenang-kenangan dari almarhum kekasihnya.Argghhh, Austin merasa frustrasi.Gadis keras kepala itu membuat perasaannya campur aduk. Ingin rasanya dia mendatangi gadis itu dan memukul pantatnya supaya bisa mematuhinya.Tapi lagi-lagi pertanyaan tolol melingkupi pikirannya. Memang siapa dirinya bagi Amanda?Awas kamu Amanda, kamu sudah mengusik singa yang sedang tertidur sayang. Aku tidak lagi peduli dengan nama keluarga kamu. Aku tidak peduli akan di bunuh oleh Marc. Kau sudah salah memilih lawan dear. Seringai Austin.Lelaki itu bergegas keluar dari ruangannya.Apa yang akan dilakukan Austin kepada Amanda? sesuatu yang akan merubah kehidupan Austin dan juga Amanda.🌼🌼Dilain tempat Amanda sedang memasuki se
"Thomas ... Oh ... Ahsss ... Badanku terasa panas," kata Amanda semakin tersiksa dengan reaksi obat itu ke tubuhnya. Gadis polos itu bahkan tidak sadar dengan perbuatan Thomas padanya. Dia masih berpikir itu mungkin reaksi panas dari ramen yang dimakannya tadi."Ayo kita pergi dari sini, aku akan menghilangkan sakitmu," bujuk Thomas, tubuh Amanda sudah tidak dalam kendali pikirannya. Thomas memeluk tubuh Amanda keluar dari restoran itu dengan senyuman tak pernah lepas dari bibirnya.Sebentar lagi....Sedikit lagi...Amanda...you’re be mine!!Thomas memapah tubuh lemas Amanda untuk memasuki mobilnya.Baru saja dia meletakkan tubuh Amanda di kursi penumpang didepan. Dan menutup pintu mobil dengan senyuman tak pernah lepas dari bibirnya. Terbayang sudah tubuh mulus dan sexy Amanda mendesah dan mengerang menyebut namanya saat klimaks melanda mereka.Oh juniornya sudah menegang butuh pelampiasan. Akhirnya dia tidak ha