Austin pov
Dua Tahun yang lalu
Hari demi hari kondisi Angel semakin parah, sungguh aku tidak tega. Kalau bisa biar aku saja yang menggantikannya merasakan kesakitan demi kesakitan.
Bisa kulihat setiap pagi dia mengumpulkan rambutnya yang mulai rontok. Sungguh aku tidak tega melihat kondisinya. Apalagi seusai menjalani kemoterapi, kondisinya pasti langsung drop. Beberapa hari kerjaannya hanya memuntahkan semua yang ada dalam perutnya. Rambutnya yang semakin banyak rontok, rasa sakit yang dia rasakan semakin menggila.
Sungguh aku tidak tega melihatnya.
Tapi dia selalu tersenyum, dia bilang ini cara Tuhan memaafkan semua dosanya. Dan Tuhan akan menjemputnya saat semua dosanya sudah terlebur.
Hari ini, badan ringkihnya semakin layu. Tapi gurat kebahagiaan selalu tercetak di bibir manisnya.
Dia pingsan, setelah dia batuk darah.
Aku membawa langsung ke rumah sakit. Aku tahu ini sudah waktunya.
Semalam dia mengatakan sesuatu yang membuatku didera ketakutan.
"Austin tolong ikhlaskan aku, aku sudah tidak sanggup sayang,” katanya sebelum aku memeluknya kedalam pelukanku.
Egoiskah aku jika memintanya bertahan?
Sedang aku tahu bagaimana dia menjalani kehidupannya selama tiga tahun ini dalam kesakitan.
Egoiskah jika bahkan tubuhnya sudah tidak sanggup lagi....
Haruskah aku melepasnya seperti keinginannya???
Dia tersenyum dengan sangat cantik. Bidadariku...Angelku....
Saat ini mereka berada di rumah sakit, karena Angel sedang kritis. Memang beberapa hari ini kondisinya drop. Sepertinya tubuhnya sudah tidak mampu lagi bertahan, Austin terus mendampinginya, ada kesedihan dan kepasrahan dari keduanya. Keluarga sangat mengerti seberapa tulus cinta keduanya, tapi mereka tak bisa menentang takdir. Mereka hanya bisa menjalaninya dan berusaha yang terbaik yang mereka bisa.
Itulah yang dilakukan Angel dan Austin. Austin sudah membawa Angel ke berbagai rumah sakit yang terbaik. Menjalani pengobatan demi pengobatan.
Austin juga sudah sering melamar Angel, tapi Angel tidak mau. Bukan karena dia tidak mencintai Austin tapi karena dia menyadari waktunya tidak lama lagi. Dia yakin Austin akan mendapat penggantinya. Dan itulah jodoh sebenarnya Austin. Bukan dirinya.
Dan Angel mengetahui siapa wanita itu, karena saat pertama kali melihat wanita itu dan melihat pancaran cinta yang ditujukan pada Austin. Angel langsung mengetahui wanita itu mencintai Austin di pertemuan pertamanya.
Angel pertama kali bertemu dengan wanita itu saat pesta perayaan yang diadakan di mansion Marc, saat mereka menyambut kedatangan Marc. Wanita itu datang dari Sydney, karena dia baru lulus High School di sana. Meski kedua orang tuanya tinggal di London. Gadis ceria dan mandiri.
Saat itu pulalah Angel melihat tatapan memujanya saat melihat Austin. Tapi saat tahu Austin sudah punya kekasih, wanita itu mulai menjaga jarak.
Dia bisa saja menggoda Austin karena kondisi Angel yang tidak seperti wanita pada umumnya. Tapi wanita itu malah menghindar. Dan itu sudah menjadi nilai plus di mata Angel. Angel berharap Austin bisa membuka hatinya jika Angel pergi. Ya semoga. Dia hanya berharap Austin juga bisa merasakan bahagia. Meski bukan dirinya yang mendampingi Austin.
Semua keluarga Klein berkumpul di ruang tunggu depan tempat Angel sedang berjuang. Austin terduduk dengan wajah tertekuk, Cia mendekatinya membelai lembut punggung tangan kakak tercintanya. Austin memeluknya lembut mencari ketenangan dari pelukan adik tercintanya.
"Relakan jika dia sudah tidak kuat, kasihan dia kesakitan kak,” gumam Cia lirih, tapi masih di dengar oleh Austin.
Austin faham selama ini Angel sudah berjuang dengan keras melawan penyakit yang mulai menggerogoti tubuhnya. Dia bisa melihat wajah kesakitan Angel pasca kemoterapi yang dijalaninya. Bagaimana jeritan kesakitan yang coba ditahan Angel jika bersamanya hanya karena tidak mau membuatnya khawatir.
Austin tahu itu...tapi dia belum rela melepas.
"Kau tak perlu merasa bersalah, apa yang terjadi di masa lalu itu bukan salahmu,” ujar Cia lembut, "semua Tuhan yang mengatur kita tinggal menjalaninya, tolong ikhlaskan kak Angel kak ... Kasihan dia kesakitan."
Cia menangis dalam pelukan hangat kakaknya. Orang yang selalu menopangnya sejak dia kanak-kanak, dan orang ini sedang terluka.
Seorang dokter keluar dari ruangan perawatan Angel.
"Pasien ingin bertemu dengan tuan Austin,” kata dokter itu, Austin langsung berdiri mengikutinya, perasaan Austin sakit bagai ditusuk sembilu. setiap langkah yang membawanya ke dalam ruangan seakan mengantarnya pada vonis mati.
Ditatapnya Angel, tubuh wanita itu semakin ringkih, tak ada lagi tubuh mempesona yang sering dijajakannya saat dia masih menjual dirinya. Wajahnya seputih kapas, nafasnya berembus sangat kasar, seperti sesak nafas. Membuatnya mengernyit tak suka. Dia rela menggantikan rasa sakit yang dirasakan Angel.
Dia tahu wanita yang dicintainya ini kesakitan, apa benar yang dikatakan Cia jika dia harus merelakan Angel. Haruskah?
Apa sekarang saatnya?
Bisakah dia hidup tanpa Angel?
Wanita itu tersenyum lembut, tangannya menggapai minta Austin memegangnya. Dan dengan lembut Austin menggenggam tangan Angel seakan takut jika terlalu keras dia akan menyakiti Angel.
"Relakan aku, aku sudah tidak tahan lagi," ujarnya lirih, sungguh Angel sudah berusaha mengumpulkan tenaga hanya untuk berbicara dengan kekasih hatinya.
"Aku bahagia, sungguh," tegasnya saat melihat kekhawatiran di mata Austin.
Austin memeluknya lembut, mengecup lembut kening Angel, matanya menelisik ke mata Angel. Dia berbisik di telinga Angel, yang membuat wanita itu tersenyum bahagia dan menutup mata dengan senyum yang mengembang.
Yang dibisikkan Austin ke telinga Angel yakni kata-kata cinta.
"I do love you, Really love you, and i let you go."
Bunyi bip panjang pada monitor menandakan jantung Angel yang berhenti berdetak setelah sang kekasih melepasnya....
Rasa sakit di dada Austin terasa nyeri, tapi demi melihat senyum sang kekasih saat menjelang ajalnya membuatnya ikut tersenyum. Setidaknya di akhir hidupnya Austin masih bisa membahagiakan bidadarinya.
"I love you Angel, good bye,” bisiknya lirih
**
Semua keluarga ikut mengantar kepergiannya. Kedua orang tuaku, saudara-saudaraku. Bahkan Allicia adik tersayangku yang dulunya pernah disakiti Angel begitu dalam tapi yang juga pernah diselamatkan Angel bahkan membuat Angel akhirnya hanya bisa pasrah diatas kursi roda juga ikut datang di tengah kehamilannya yang besar karena bayi kembarnya. Dia datang tentu saja didampingi suaminya yang posesif. Marcus Dexter.
Hanya satu yang tidak datang untuk mengantar Angel ke tempat peristirahatannya yang terakhir, yakni Adam Cross ayah kandung Angel. Lelaki kurang ajar yang sudah menjerumuskan Angel pada kehinaan. Bagaimana seorang ayah begitu tega menjadikan putrinya sebagai pelacur.
Ayah yang sudah menjual sang putri demi kenyamanan semata.
Dan kini disaat terakhir Angel saja dia tidak datang. Setidaknya menyesali perbuatannya yang lalu kepada Angel.
Suasana pemakaman sangat tenang, usai dimakamkan para pelayat mulai meninggalkan area pemakaman.
Tampak seorang lelaki paruh baya berdiri di balik pohon tak berani memberikan penghormatan terakhir pada jenazah Angel.
Dia memakai kembali kaca mata hitamnya menutupi matanya yang memerah. Rasa sesalnya sungguh tak terkira, dia sudah menjerumuskan anak kandung satu-satunya ke jurang kenistaan, ayah seperti apa dirinya?
"Maafkan daddy Angel, maaf,” ujarnya sendu sebelum berlalu.
Air mata penyesalan masih saja membasahi pipinya yang sudah berkerut karena usianya yang tak lagi muda. Yang tertinggal hanya penyesalan yang menyesakkan dadanya.
"Austin ayo kita pulang nak, besok kau bisa mengunjungi Angel lagi,” ujar Kanaya lembut. Tapi dibalas gelengan oleh Austin.
"Kalian pergilah lebih dahulu, aku masih mau disini,” ujarnya pelan.
"Ashhh ... Marc sakit,” jerit Cia sambil memegangi lengan Marc dengan kencang.
"Cia, air ketubanmu sudah keluar,” pekik Aurora yang melihat ada cairan bening di kaki Allicia.
"Oh ... Baby kau akan melahirkan ayo kita ke rumah sakit," sahut Marc kalut, dia langsung menggendong Cia ala bridal. Langkahnya berderap kencang kearah mobilnya terparkir.
Austin langsung berlari mengikuti Marc.
"Pakai mobilku saja, lebih dekat ayo,” ajak Austin yang melupakan keengganannya meninggalkan makam beberapa waktu lalu.
>>Bersambung>>
Masih dua tahun yang laluAllicia adalah prioritas pertama buat Austin juga.Dan tanpa dikomando semua keluarga Cia dan Marc mengikuti mobil Austin yang ditumpangi Marc dan Cia.Cia mencengkeram kelepak jas suaminya, menggigit bibir bawahnya menahan teriakannya. Dia tidak mau membuat kedua lelaki yang dicintainya itu khawatir."Kau boleh menggigit lenganku sayang, jangan bibirmu nanti berdarah,” ucap Marc sambil jarinya menarik bibir Cia dari gigitan bibirnya.Disodorkannya lengannya di depan bibir Cia, tapi malah dicium oleh Cia. Mereka bertatapan lembut. Ada senyum di bibir keduanya."Aku harap aku bisa menggantikan kamu merasakan sakitnya sayang, aku tidak tega melihatmu kesakitan,” ucap Marc lirih sambil memberi belaian lembut di perut Cia yang besarnya jangan ditanya lagi.Meski ukuran tubuh Cia melebihi berat tubuh wanita yang hamil pada umumnya karena kehamilan kembarnya, Tapi Marc selalu dengan bangga menggandeng Cia jika me
Sudah dua tahun sejak kepergian Angel membuat Austin hidup tanpa jiwa. Dia hanya bisa tersenyum jika sudah berkumpul dengan keluarganya dan keponakannya yang lucu. Karena setelah pernikahan Cia dan Marc, dua tahun kemudian Bella dan seorang duda asal Perancis mengikat janji. Tapi baru hamil beberapa bulan. Sedang istri Daffa yang asli Indonesia sudah melahirkan tiga bulan yang lalu.Dalam keluarga Klein hanya dirinya dan Aurora yang belum menikah.Tapi sepertinya Aurora yang menyukai seorang dokter yang merawat Cia saat kecelakaan di London akhirnya akan segera melangsungkan pernikahan setelah hampir satu tahun mereka putus nyambung.Saat ini adalah ulang tahun si kembar yang kedua. Sama dengan kematian Angel. Saat Winter dia pergi membawa luka. Tapi kehadiran si kembar menjadi pelipur lara. Ya Winter yang membekas di hati semua keluarga besar Klein.Saat menatap mata si kembar yang sama dengan kedua orang tuanya yang lembut. Itulah pertama aku bisa ter
Austin PovKenapa bayangan gadis itu terus saja menghantuiku. Tidak mungkin aku terpesona padanya kan? Tapi kenapa senyumnya suaranya begitu membekas dalam ingatanku bahkan ini sudah seminggu sejak terakhir kali aku bertemu dengannya. Tapi aku tidak bisa mengenyahkan bayangannya dari ingatanku.Arghhh...sial!!!Bahkan kini aku tidak lagi sibuk mengenang Angel, aku merasa bersalah padanya. Baru dua tahun kepergiannya dan aku mulai memikirkan wanita lain.Oh wanita itu bahkan belum bisa dipanggil wanita. Dia masih sangat belia....Arghhh!!!Aku memandang keluar jendela yang berada di kantorku, bisa kulihat kesibukan kota New York dari kantorku yang memang berada di lantai teratas dari gedung Klein Corp.Pikiranku mengelana, sampai suara ketukan dari arah pintu kudengar. Sialan mengagetkan saja, ini susahnya jika tidak mempunyai sekretaris. Ya si Shinta sudah kupecat karena pekerjaannya tidak benar. Membuatku kesal saja. Aku butuh sekretaris ya
"Man kamu dipanggil Sekretaris jurusan," kata Bertha salah satu teman Amanda di Harvard ini."Oh ... Makasih ya Tha," sahut Amanda, Amanda-pun bergegas menuju ke ruangan Sekretaris jurusan.'Ada apa ya? Apa ini ada hubungannya dengan proposal pengajuan magang di kampus, apa mereka sudah mendapat tempat magang buatku? Bukannya kemarin mereka bilang mereka sudah tidak ada lagi kursi kosong di perusahaan mitra kampusnya?' tanyaku tak juga mendapatkan jawaban.Ah sudahlah....Amanda berjalan melewati lorong kampus, banyak yang menyapa Amanda, selain karena cantik Amanda juga terkenal ramah dan mudah bergaul.Tiba di depan ruang sekretaris, Amanda menghela nafas panjang sebelum akhirnya membuka pintu setelah sebelumnya sudah mengetuk pintu dan terdengar perintah untuknya masuk."Ibu memanggil saya?" tanya Amanda lembut. Bu Linda mengangguk tangan kanannya memberi tanda untuk Amanda duduk di depannya."Jadi, proposal pengajuan magangmu su
Austin merasa geram saat mengetahui kalau Amanda menolak magang di perusahaannya, apa gadis itu masih tersinggung dengan perbuatannya yang memarahinya saat tanpa sengaja gadis itu memecahkan vas kesukaan Angel, salah satu kenang-kenangan dari almarhum kekasihnya.Argghhh, Austin merasa frustrasi.Gadis keras kepala itu membuat perasaannya campur aduk. Ingin rasanya dia mendatangi gadis itu dan memukul pantatnya supaya bisa mematuhinya.Tapi lagi-lagi pertanyaan tolol melingkupi pikirannya. Memang siapa dirinya bagi Amanda?Awas kamu Amanda, kamu sudah mengusik singa yang sedang tertidur sayang. Aku tidak lagi peduli dengan nama keluarga kamu. Aku tidak peduli akan di bunuh oleh Marc. Kau sudah salah memilih lawan dear. Seringai Austin.Lelaki itu bergegas keluar dari ruangannya.Apa yang akan dilakukan Austin kepada Amanda? sesuatu yang akan merubah kehidupan Austin dan juga Amanda.🌼🌼Dilain tempat Amanda sedang memasuki se
"Thomas ... Oh ... Ahsss ... Badanku terasa panas," kata Amanda semakin tersiksa dengan reaksi obat itu ke tubuhnya. Gadis polos itu bahkan tidak sadar dengan perbuatan Thomas padanya. Dia masih berpikir itu mungkin reaksi panas dari ramen yang dimakannya tadi."Ayo kita pergi dari sini, aku akan menghilangkan sakitmu," bujuk Thomas, tubuh Amanda sudah tidak dalam kendali pikirannya. Thomas memeluk tubuh Amanda keluar dari restoran itu dengan senyuman tak pernah lepas dari bibirnya.Sebentar lagi....Sedikit lagi...Amanda...you’re be mine!!Thomas memapah tubuh lemas Amanda untuk memasuki mobilnya.Baru saja dia meletakkan tubuh Amanda di kursi penumpang didepan. Dan menutup pintu mobil dengan senyuman tak pernah lepas dari bibirnya. Terbayang sudah tubuh mulus dan sexy Amanda mendesah dan mengerang menyebut namanya saat klimaks melanda mereka.Oh juniornya sudah menegang butuh pelampiasan. Akhirnya dia tidak ha
Kejadian semalamAustin mengambil tubuh Amanda dengan lembut seakan dia takut akan menyakiti Amanda. Amanda mengerang merasakan tubuhnya disentuh. Dia menginginkan lebih, tanpa sadar siapa kini yang menggendongnya Amanda semakin menempelkan tubuhnya.Mengalungkan sebelah tangannya ke leher siapa pun yang sudah menggendongnya. Dia mengenal aroma tubuh ini. Sangat menenangkan sekaligus menggairahkan. Sebelah tangannya yang bebas menelisik ke dada bidang seseorang yang menggendongnya. Melarikan jemari tangannya sepanjang kulit dada yang terbuka.Dia mengecupi dada bidang itu yang terbuka karena beberapa kancingnya terbuka. Merasa tidak leluasa, Amanda membuka lagi beberapa kancing. Dan mengecupi kulit lembut namun terasa keras karena otot kekarnya. Perbuatannya membuat Austin mengerang."Stop it Amanda, atau aku akan menggila," larang Austin saat Lidah Amanda menjilat puting Austin. Austin menggigit bibir bawahnya menahan erang
"Kamu tidak bohong kan?" tanya Amanda."Kenapa? Kau pikir aku berbohong, lihatlah tanda yang sudah kuberikan di tubuhmu dan lihat tanda yang kau berikan padaku," kata Austin sambil menunjuk tanda di leher dan paha Amanda karena bagian dadanya tertutup kemeja longgar Austin. Apa di dalam juga ada? Sialan! Bagaimana nanti dirinya akan pergi ke kampus?"Tunggu dulu, semalam seingatku aku pergi dengan Thomas lalu kenapa aku bisa berakhir denganmu?" tanya Amanda bingung."Oh kamu menyesal melakukannya denganku dan ingin melakukannya dengan Thomas?" sela Austin dengan nada tidak suka yang kentara."Tidak, bodoh!" bentak Amanda keceplosan, menyadari mulutnya yang sudah mengeluarkan kata yang tidak sepantasnya apalagi untuk orang secerdas Austin."Kau mengataiku bodoh?" tanya Austin tak percaya. Matanya membola dengan sempurna dan mulutnya mengangga. Awas saja ada lalat entar masuk mulut, tahu rasa kau Austin."Iya kau bodoh! Kenapa? mau marah?" kata Aman