Mira segera mengusap matanya dengan cepat. Menyesal ia menitikkan air mata di hadapan orang yang tidak punya perasaan ini. Apalagi dia datang ke sini bukan untuk mengemis uang, apalagi mengemis cinta."Aku bukan nangis tanpa alasan, Mas. Ini semua karena aku sangat terharu pada diriku sendiri. Kami tahu, sebenarnya akulah pemilik terbesar saham di perusahaan kamu ini. Apakah selama ini kami tidak menyadari, bagaimana aku sangat bermurah hati kepadamu?"Denny memicingkan matanya. Bagaimana bisa Mira mengatakan hal konyol di hadapannya. Tahu apa dia soal kesulitannya dalam membangun perusahaan ini dengan susah payah. Salah satunya adalah mendapatkan investor yang solid dan loyal. Apa manusia seperti Mira termasuk yang solid? Mana mungkin? Dia tidak pernah muncul dalam rapat pemegang saham. Atau dia termasuk yang loyal? Tidak, dia bahkan selalu seperti musuh dalam keluarganya."Kalau bercanda, jangan kelewatan, Mira. Kamu dulu memang pernah jadi istriku, tapi buka
"Ma, kita belum bertanya secara khusus. Lagian, apa yang salah dengan sahabat? Kalau mereka memang bersahabat, itu artinya, Alisya sudah bisa mengendalikan dirinya, berdamai dengan masa lalunya," bantah Pak Dodi."Ya sudah, sekarang tanya saja sama Denny, apa benar hubungan mereka cuma sebatas sahabat?"Denny menatap bingung pada mereka yang bertengkar hanya karena status hubungan mereka."Maaf Om, ada apa sebenarnya? Saya dan Alisya, sungguh telah sepakat untuk menjadi sahabat. Diantara kami, tidak ada hubungan apapun," terang Denny.Magdalena mengambil kesempatan itu segera, "Denny, kamu dan Alisya itu tidak bisa dikatakan sebagai hubungan sahabat. Kalian terlalu akrab, dan itu akan membuat wanita berpikiran lain. Kamu laki-laki seharusnya peka, dan bisa bertanggung jawab.""Bu, kenapa aku harus tanggung jawab? Memangnya aku menghamili Alisya?!"Sadarlah Pak Dodi bahwa ini semua adalah ulah Alisya. Alisya mengatakan bahwa mereka memiliki hubungan yang
Denny yang mendengar perkataan Magdalena seketika berdecak. "CK, ibu selalu saja bicara tanpa berpikir panjang, sekarang ini aku sedang nggak bisa berpikir, aku mau istirahat dulu, Bu."Setelah itu, Denny beranjak ke kamarnya. Dengan kesal dan serampangan, Denny melepaskan pakaiannya. Suasana hatinya sungguh berantakan. Di perusahaan berhadapan dengan Mira dan di rumah berhadapan dengan orang tuanya.Segera ia masuk ke kamar mandi dan mengguyur tubuhnya."Ah Mira, maafkan aku. Ini salahku karena bersikap kasar kepadamu. Itu karena aku sangat marah disebabkan kamu menghilang begitu saja."Bugh!Denny meninju dinding kamarnya, mengalihkan rasa sakit di dadanya dan ditumpahkan pada dinding bisu itu. Kepalan tangannya mengeluarkan darah segar, menunjukkan kuatnya ia meluapkan semua itu."Mira, jangan menjauh lagi, kembalilah lagi menemui aku," lirihnya sangat pilu.Sementara itu, Mira mengusap air matanya menuju penginapan. Di sana, Yulia dan A
Mira menahan nyeri di hatinya. Jujur pada bocah Lima tahun ini, seperti kejujuran yang penuh resiko. Akan tetapi ia tidak berbohong soal bagaimana ia mencintai Denny. "Bagaimana menjelaskan urusan orang dewasa padanya? Dia bahkan lebih sensitif dariku," gusar Mira membalas ucapan Yulia."Tidak perlu menjelaskan, tapi, minta Denny untuk datang ke acara kompetisi ini," sarang Yulia.Mira menatap Yulia lekat. 'Apakah ini sudah saatnya?'"Tidak Yulia, sepertinya bukan seperti yang kita harapkan. Aku malah akan menyadarkan dia bagaimana dia hidup selama ini. Aku tahu ini sedikit kejam, tapi sepadan dengan perbuatannya dan keluarganya selama ini."***Di suatu tempat, Alisya berjalan mondar mandir karena gelisah memikirkan sesuatu. Ia tahu, orang tuanya saat ini sedang menemui keluarga Denny di Jakarta.Ia juga tahu apa tujuan mereka di sana. Itulah sebabnya kedua tangannya gemetar dan meneteskan keringat dingin. Ia sangat takut sesuatu terjadi, terutama
Sehari sebelum Denny akhirnya menerima tawaran orang tua Alisya, Mira datang kembali menemuinya di kantor.Mira datang dengan tumpukan berkas dan seorang pengacara. Wanita itu masuk ke ruangan Denny dengan sangat percaya diri."Selamat pagi, Pak Denny," sapa Mira begitu lembut dan hormat.Denny terkejut, akan tetapi sesaat melihat Mira datang dengan pria asing, Denny juga menjawab dengan formal dan hormat."Selamat pagi, Bu Mira. Silakan duduk. Oh ya, sepertinya ada yang penting?" tanya Denny berbasa-basi.Mira menatap raut wajah Denny, ia rasa Denny memang sudah bisa melupakan hubungan mereka seutuhnya. Itu sangat jelas baginya."Bisa dibilang begitu. Dan ini adalah pengacara saya, Pak Gani, beliau akan menjelaskan soal uang utang piutang dan saham yang saya miliki di perusahaan ini, Pak Denny.""Saham? Utang piutang?" Denny sempat termenung, merasa gagap dengan kehadiran Mira yang tiba-tiba. Terutama saat melihat Mira bersama seorang pria. Wanita i
Pada waktu itu, saat mengetahui bagaimana Mira memiliki kekayaan melebihi ekspektasinya, hati kecilnya merasa marah dan berkecil hati. Ia sungguh menyesal menceraikan Mira, akan tetapi ia lebih merasa dijadikan permainan oleh wanita itu.Sekarang, kenyataan bahwa mayoritas saham perusahaan adalah milik Mira, ia juga semakin membenci wanita itu. Ia semakin kesal dan marah dipermalukan Mira sedemikian rupa.Lama ia termenung dan menyesali kebodohannya yang ia rasakan selama ini, lalu iapun segera pergi pulang untuk melonggarkan syaraf kepalanya yang menegang.Sesampainya di rumah, sang ibu sedang termenung di depan jendela. Ia terlihat melamun seorang diri."Bu, apa yang kau lakukan, apa ibu mulai lagi suka melamun begitu?" Denny menatap curiga. "Sudah lama ibu meninggalkan kegiatan ini, kenapa sekarang mulai lagi?" ujar Denny sedikit sedih karena ibunya pastilah mulai teringat dengan mendiang ayahnya.Dulu, Magdalena hanya akan duduk diam di kursi depan jende
Denny memikirkannya kembali, apa untungnya jika ia memanfaatkan Alisya untuk keluar dari masalah hidupnya saat ini.Yang pertama adalah ibunya, ia tidak akan menjual rumah ibunya yang akan membuat hati ibunya terluka apalagi terpuruk dalam kesedihan.Dan yang selanjutnya adalah ia bisa menyelamatkan harga dirinya di hadapan Mira, mantan istrinya itu."Kamu sungguh beruntung Denny," desisnya lagi. Iapun bergegas menemui Magdalena yang sedang menyesap secangkir teh di sana."Ibu terlihat sudah tenang sekarang."Iya Denny. Ibu sekarang lebih konsentrasi banyak berdoa sehingga hati ibu menjadi tenang. Terutama ibu merasa tenang kalau sudah berdoa untuk ayahmu.""Ooh, syukurlah, Bu. Kalau begitu, Denny mau sedikit mengobrol dengan ibu.""Wah, kamu yang kelihatannya serius sekali sekarang. Ada apa?""Apakah orang tua Alisya sudah pulang ke Surabaya?" tanya Denny seketika."Belum, Denny. Rencananya sih besok pagi, cari penerbangan pagi supaya b
Pada titik ini, Denny sudah menutup rapat lembaran lama. Ia ingin membuka lembaran baru bersama Alisya.Dengan kekayaan yang dimiliki keluarga Alisya, maka hubungan "buruk" antara dirinya dengan Mira akan segera teratasi.Begitu juga keluarga Alisya yang berharap putrinya mendapatkan kebahagiaan bagaimanapun caranya.Bu Sari dan juga suaminya terkejut sesaat kemudian setelah menelpon putrinya karena maid di rumah mereka mengatakan bahwa Alisya shock dan langsung dibawa ke rumah sakit."Aduh Pa, gimana ini, gimana kalau Alisya kenapa-kenapa?""Tenang sayang, Alisya akan baik-baik saja. Papa baru saja menghubungi dokter dan Alisya segera bisa pulih. Kata dokter Alisya cuma shock karena terlalu bahagia.""Ya Tuhan, semoga tidak ada yang buruk yang menimpa putriku. Ini adalah keinginannya, dan aku ingin Denny bisa membuatnya sembuh."Malam itu juga segera mereka berpamitan dengan keluarga Denny."Maafkan kami karena harus terburu-buru. Ada urusan kan
Sugesti di masa kecil yang absurd seperti potongan kenangan yang unik untuk diingat.Seperti bagaimana biji semangka yang tertelan akan tumbuh dan berakar di dalam perut, mengeluarkan tangkai dan daun dari telinganya dan hidung lalu berbuah di puncak kepala. Begitulah seorang anak digiring dalam sebuah pemikiran tak masuk akal bahkan hanya karena sebuah nama."Apa kau terpengaruh?""Tentu saja. Sepertinya itu berhasil karena aku percaya dengan ibuku. Hahaha," Denny tergelak lagi karena konyolnya pemikiran saat itu.Mereka terlihat serasi dan bahagia."Apa yang akan kita lakukan selanjutnya?" Denny kemudian melihat Mira meminta pendapat soal rencana yang sebenarnya sudah mereka buat."Uhmm pertama, aku mau buat adik untuk Azrah, ini adalah tujuan yang paling bagus untuk dilakukan. Apa aku salah?""Haish... selalu saja cari keuntungan."Denny hanya nyengir, sementara ia tetap fokus berkendara."Rencana kedua adalah membangun usaha toko di pasar tradisional dan selanjutnya akan menjadi
Mira dan juga Denny sangat panik dan segera membawa Marina ketempat yang nyaman di dalam mobil.Mereka membawa pulang wanita itu dan memindahkannya ke kamar.Mira sangat iba melihatnya. Ia bisa merasakan Marina sangat terluka. Ia sangat mengerti bahwa Marina sangat mencintai Dika."Mira, sejak tadi kau melamun, apa yang kamu pikirkan?" tegur Denny karena Mira hanya termenung menatap wajah Marina."Selalu ada yang membuat wanita terluka sampai seperti ini. Apakah lelaki nggak tahu kalau wanita itu cuma makhluk yang lemah. Saat mencintai, dia sangat mudah dikhianati. Saat setia, pria tidak menyadari dan saat terluka ia hanya bisa menangis menyalahkan dirinya sendiri yang tak sempurna. Hanya saja, meskipun sangat lemah...wanita mampu bertahan dalam situasi seperti ini," ujarnya pelan, seolah mengenang apa yang dialaminya dulu.Saat itu Denny mengabaikan segala yang ia miliki. Cinta dan ketabahannya harus berakhir dengan selembar surat cerai.Akan tetapi Marina...dia mendapat selembar sur
"Aku membebaskan kamu, tapi kamu kembalikan kerugian yang sudah kamu tumbukan sejak awal, bagaimana?""Hah, omong kosong! Kau kira aku percaya?""Tidak. Kau tidak perlu percaya. Karen aku juga yakin kamu tidak punya uang untuk melakukannya. Kau kan cuma bisa memeras perempuan, mana mungkin bisa kembalikan uang sebanyak itu. Tapi...aku bisa sih mengurangi dakwaan soal pemerasan kamu yang terakhir, dengan syarat kamu ikuti permainan kami."Dika meremas tangannya kuat, sebab, dakwaan soal pemerasan uang itu berbuntut panjang. Marina minta uang itu dikembalikan tiga kali lipat berikut biaya persalinannya kelak."Aku tidak memeras, tapi dia yang memberikan.""Marina juga mendapatkan tamparan keras darimu, apa itu juga bisa dilaporkan tindak kekerasan? Ah Dika, sangat banyak catatan kriminal yang kau lakukan," ejek Denny. "Mungkin hukuman lima belas tahun penjara tidak cukup untuk kamu.""Jadi apa maumu?!" kali ini Dika terlihat menyerah.Denny tersenyum menang. Ia sudah membaca gelagat Dik
Seperti yang dikatakan Mira, polisi memang sudah berhasil meringkus Dika sehingga mereka mendapatkan pemberitahuan keesokan harinya.Mira segera menemui Marina dan menceritakan apa yang telah ia lakukan untuk Dika."Marina, aku minta maaf karena terpaksa menguntit kepergian kamu ke bank. Dan inilah akhirnya, kami memutuskan penyelesaian dengan polisi saja.*Marina menunduk dalam. Sepertinya ia ragu menyetujui tindakan Mira."Kau masih menyukai Dika, Marina? Apakah pria itu layak untuk wanita sebaik kamu?"Marina masih tak menjawab. Dilema di hatinya saat ini adalah soal harga dirinya yang hancur. Bagaimana mungkin ia melahirkan tanpa seorang suami, apa yang akan ia lakukan?"Kau berpikir bahwa Dika akan menikahi kamu, Marina? Itu tidak mungkin, Marina. Tidak semudah itu untuk memiliki suami yang baik seperti yang kita inginkan.""Tapi Bu....saya butuh status, meskipun hanya seorang janda, bukan sampah seperti ini," isaknya kemudian. "Saya masih tak mengerti, apakah kesalahan ini semua
Mereka sepakat untuk menguntit kemana Marina pergi. Dan benar saja, Marina memang datang mengambil uang di sebuah Bank. Mereka bahkan bisa memperkirakan berapa jumlah uang yang diambil Marina di bank tersebut."Kenapa Marina membutuhkan uang sebanyak itu?" gumam Mira yang sempat didengar Denny."Sudahlah, kita hanya butuh menguntit apa yang sebenarnya ia lakukan."Tak lama kemudian, wanita itu menuju sebuah restoran kecil di pinggir jalan tak jauh dari bank itu.Denny dan Mira tetap menguntit dan memperhatikan gerak gerik Marina yang terlihat gelisah seperti menunggu seseorang.Dan ternyata tak lama kemudian, seorang pria berhodie mendekati dan duduk di hadapan Marina.Marina menoleh kesana kemari untuk memastikan tidak ada yang melihat pertemuan mereka. Marina tahu, ini tidak benar, tapi ia ingin mengungkapkan perasaannya pada pria itu saat ini."Heh, kau datang juga akhirnya," bisik pria itu menatap puas wanita di hadapannya. "Benar, aku datang dan membawa apa yang kau minta, Mas."
Suasana semakin riuh saat mengetahui bahwa Mira adalah orang yang paling berkuasa di perusahaan tersebut.Apa ini? Mereka semakin tak percaya. Bagaimana mungkin Denny yang begitu keras dalam berusaha ternyata tidak memiliki apapun di perusahaan.Begitu juga Danu. Ia semakin tak mengerti bagaimana mungkin keluarga mereka hanya memiliki tidak lebih dari dua puluh persen saham? Kemana uang yang mereka miliki selama ini? Apakah ada suatu permainan yang dimainkan Denny untuk mengalihkan hartanya kepada istrinya?Itulah sebabnya kenapa Denny begitu berat melepaskan perusahaan itu untuknya!Dan karena kenyataan itu, Danu sangat marah lalu iapun segera keluar ruangan untuk mencari udara segar."Mas, aku minta maaf perihal Mira tadi, tapi bukankah itu yang mas Danu inginkan? Mas Danu ingin menerima tanggung jawab ini dan istriku tidak mempermasalahkannya. Untuk itu, aku juga tidak masalah." "Kenapa kau berubah pikiran? Apa kau sudah merasa cukup puas dengan permainan kamu? Kalian mengalihkan
Marina tahu, ia telah bersalah, tapi untuk kali ini saja, ia akan menuruti kemauan Dika. Ia ingin bernapas sejenak dan setidaknya tidak merepotkan Mira untuk menghadapi Dika. Selain itu, keluarganya akan merasa aman dari gangguan Dika."Sungguh, Bu. Sungguh tidak terjadi apapun denganku. Aku hanya menangis karena merindukan keluarga sehingga terasa bengkak wajahku karena menangis," ujar Marina beralasan.Meskipun tak sepenuhnya percaya, Mira menerima saja alasan Marina."Baiklah, kalau begitu cepatlah beristirahat, dan jangan lupa untuk minum vitamin kehamilan supaya tubuhmu tidak terlalu lemah.""Baik, Bu. Terimakasih."***Hari ini, Denny mengadakan pertemuan dewan direksi masalah perwakilan direktur perusahaan yang akan dipegang Danu. Ia harus memberikan pengumuman dan penyerahan alih tugas sementara. Selagi menyiapkan, Danu datang dengan wajah kesal seperti biasa."Apa maksudmu dengan alih tugas sementara? Apa kau pikir aku selemah itu?" protesnya dengan melempar map berisi undan
Marina menahan perih teramat sangat, sedangkan hatinya lebih dari itu. Ingin rasanya ia mengambil pisau yang terselip di pinggang Dika lalu menghujam pria itu dengannya. Tapi ia merasa lemah dan takut dengan bentuk kekerasan seperti itu."Marina, kau harus mengambil langkah yang bagus untuk mengambil kekayaan Denny. Anggap saja tidak perlu buru-buru, sedikit demi sedikit juga bisa kita mulai. Kau tentu bisa melakukannya."Wanita itu masih dalam memegangi pipinya yang terasa panas, ia hanya mendengar ucapan Dika dengan ketidak pastian."Sekarang aku butuh uang lima juta saja untuk membeli motor bekas, tapi bulan depan aku harus membeli motor yang baru, bagaimana, ini adil untuk kita bukan?"Kali ini Marina menatap tajam tak percaya pada pria yang di hadapannya. Ia tak percaya Dika hanyalah monster bertubuh manusia tampan. Sisi hidupnya sangat gelap maka ia tidak akan mau berada di lingkup hidup pria ini sampai kapanpun."Kenapa? Kenapa kamu menatapku seperti itu? Apa kau kira aku tidak
Denny mendengus, "Andaikan itu mudah bagiku, aku memilih untuk bersikap tidak perduli. Tapi bagaimana lagi jika itu sudah menyangkut istri cantikku?""Hehe, menggombal ya? Sudah baikan?" tanya Mira lembut. Tangannya menjangkau rahang suaminya dengan kasih sayang.Ya, ia memang akan merasa lebih baik dengan pelukan dan senyuman Mira yang indah. Akan tetapi setelah ia kembali dalam polemik hidupnya, ia merasa sangat ingin berlari dalam pelukan wanita ini. "Tentu saja. Aku akan semakin baik kalau kau selalu seperti ini, selalu bersikap lembut dan tersenyum.""Kalau begitu, sebaiknya kita kembali ke desa saja, Mas. Dan...aku sangat setuju kalau kamu menyerahkan perusahaan ini untuk Mas Danu."Atas ucapan Mira itu, Denny membelalakkan matanya. Ia tak mengerti bagaimana bisa Mira tahu apa yang sedang ia pikirkan saat ini."Kenapa kita harus ke Desa? Apakah semudah itu menyerahkan perusahaan pada Mas Danu?""Iya, Mas. Setidaknya berikan kesempatan untuk mas Danu bangkit seperti kamu,. berik