Pada waktu itu, saat mengetahui bagaimana Mira memiliki kekayaan melebihi ekspektasinya, hati kecilnya merasa marah dan berkecil hati. Ia sungguh menyesal menceraikan Mira, akan tetapi ia lebih merasa dijadikan permainan oleh wanita itu.Sekarang, kenyataan bahwa mayoritas saham perusahaan adalah milik Mira, ia juga semakin membenci wanita itu. Ia semakin kesal dan marah dipermalukan Mira sedemikian rupa.Lama ia termenung dan menyesali kebodohannya yang ia rasakan selama ini, lalu iapun segera pergi pulang untuk melonggarkan syaraf kepalanya yang menegang.Sesampainya di rumah, sang ibu sedang termenung di depan jendela. Ia terlihat melamun seorang diri."Bu, apa yang kau lakukan, apa ibu mulai lagi suka melamun begitu?" Denny menatap curiga. "Sudah lama ibu meninggalkan kegiatan ini, kenapa sekarang mulai lagi?" ujar Denny sedikit sedih karena ibunya pastilah mulai teringat dengan mendiang ayahnya.Dulu, Magdalena hanya akan duduk diam di kursi depan jende
Denny memikirkannya kembali, apa untungnya jika ia memanfaatkan Alisya untuk keluar dari masalah hidupnya saat ini.Yang pertama adalah ibunya, ia tidak akan menjual rumah ibunya yang akan membuat hati ibunya terluka apalagi terpuruk dalam kesedihan.Dan yang selanjutnya adalah ia bisa menyelamatkan harga dirinya di hadapan Mira, mantan istrinya itu."Kamu sungguh beruntung Denny," desisnya lagi. Iapun bergegas menemui Magdalena yang sedang menyesap secangkir teh di sana."Ibu terlihat sudah tenang sekarang."Iya Denny. Ibu sekarang lebih konsentrasi banyak berdoa sehingga hati ibu menjadi tenang. Terutama ibu merasa tenang kalau sudah berdoa untuk ayahmu.""Ooh, syukurlah, Bu. Kalau begitu, Denny mau sedikit mengobrol dengan ibu.""Wah, kamu yang kelihatannya serius sekali sekarang. Ada apa?""Apakah orang tua Alisya sudah pulang ke Surabaya?" tanya Denny seketika."Belum, Denny. Rencananya sih besok pagi, cari penerbangan pagi supaya b
Pada titik ini, Denny sudah menutup rapat lembaran lama. Ia ingin membuka lembaran baru bersama Alisya.Dengan kekayaan yang dimiliki keluarga Alisya, maka hubungan "buruk" antara dirinya dengan Mira akan segera teratasi.Begitu juga keluarga Alisya yang berharap putrinya mendapatkan kebahagiaan bagaimanapun caranya.Bu Sari dan juga suaminya terkejut sesaat kemudian setelah menelpon putrinya karena maid di rumah mereka mengatakan bahwa Alisya shock dan langsung dibawa ke rumah sakit."Aduh Pa, gimana ini, gimana kalau Alisya kenapa-kenapa?""Tenang sayang, Alisya akan baik-baik saja. Papa baru saja menghubungi dokter dan Alisya segera bisa pulih. Kata dokter Alisya cuma shock karena terlalu bahagia.""Ya Tuhan, semoga tidak ada yang buruk yang menimpa putriku. Ini adalah keinginannya, dan aku ingin Denny bisa membuatnya sembuh."Malam itu juga segera mereka berpamitan dengan keluarga Denny."Maafkan kami karena harus terburu-buru. Ada urusan kan
Denny dan juga Danu tersenyum simpul dengan kelakuan anak-anak yang mereka lihat. Lalu mereka akhirnya membicarakan masalah niatan Denny yang hendak menikahi Alisya."Denny, kamu beneran gak bakal menyesal? Ingat ya Denny, ini adalah proses pernikahan kamu yang ke tiga. Aku harap ini adalah yang terakhir kalinya. Sudah capek aku mikirin kamu yang nikah berkali-kali. Benar-benar duda lapuk," gerutu kakaknya."Iya, Mas Danu. Aku sih maunya yang terakhir..Tapi itulah tadi, kita masih bergantung pada takdir Tuhan, Mas."Danu mengerti, tak ada seorangpun yang bersedia untuk gagal dalam pernikahan. Akan tetapi Denny keterlaluan. Dia bahkan yang menggagalkan pernikahannya dengan Imas. Siapa yang menanggung malu atas kejadian itu? Tentu saja keluarganya! Denny bahkan menganggap itu bukan suatu kesalahan."Ya sudah, kamu harus melupakan masa lalu dan membuka lembaran baru. Nggak ada hidup yang sempurna, tidak ada juga wanita yang sempurna di dunia ini. Kalau kamu nggak s
Bu Sari meremas pakaiannya. Bagaimanapun Denny dan keluarganya tidak boleh sampai tahu kondisi Alisya yang mengenaskan. Ia hanya ingin Alisya bahagia dan bisa menikah dengan Denny.Kalau sampai Denny tau Alisya seperti ini, mana mungkin Denny mau menikah dengan Alisya. Padahal mereka akan tiba di hotel sore nanti, tapi tidak ada tanda-tanda kalau Alisya akan membuka matanya. Sepertinya dosis penenang yang diberikan dokter cukup tinggi.Akhirnya iapun hanya pasrah menatap sedih pada putrinya itu."Apapun yang kamu inginkan, selalu ibu turuti, Nduk. Akan tetapi ibu tidak punya kuasa untuk membuat hidupmu sempurna dan bahagia," lirihnya menyesali keadaan.Wanita ini lupa, bagaimana ia selalu berusaha menempuh jalan, menuruti semua kemauan Alisya, sehingga Alisya menjadi lemah secara mental. Bahkan Alisya harus mendapatkan Denny. Jiwanya berontak, akan tetapi karakter itu sulit untuk ditundukkan bahkan oleh dirinya sendiri. Alisya terobsesi, kemudian ia nekad m
Kalau saja harga dirinya merasa diinjak-injak, bukankah merasa terluka oleh seorang wanita lemahn tu juga tidak penting?Ada sesuatu yang ia bisa rasakan dalam tatap mata Mira yang menusuk hatinya.Ada rasa rindu yang sulit untuk diungkapkan kepada siapapun. Ia justru ingin melihat Mira mengatakan sesuatu lagi, entahlah itu sebuah caci maki atau kemarahan. Atau sebaliknya, ia ingin wanita itu tunduk di hadapannya dengan tatapan yang menunduk dalam, lalu ia akan memakinya atau meluapkan amarahnya!Kenapa? Kenapa ia justru begitu ingin bertemu lagi dan melampiaskan semuanya? Ini aneh bukan?"Denny! Lihat, Pak Dodi menghubungi kamu!" Magdalena mengingatkan Denny kalau telepon putranya itu berdering dan sebuah nama ada di sana.Sedikit gagap, Denny menerima panggilan tersebut.["Halo Denny, maaf karena baru bisa menghubungi," kata pria itu di seberang sana."Tidak mengapa, Pak. Kami juga baru saja melonggarkan napas."]["Ah, benar juga, kamu har
Denny termenung. Seharusnya tak ada penyesalan, atas apa yang sudah diputuskan!"Maaf, Bu. Aku tak sengaja," ujar Denny singkat.Sambutan Pak Dodi dan juga Bu Sari sangat meriah. Senyuman lebar terkembang saat Denny dan juga Magdalena memasuki pintu rumah tersebut. Bahkan hidangan kue dan minuman sudah terhidang sedemikian rupa. Akan tetapi Denny merasa heran, kenapa ia justru tidak melihat Alisya? Kemana gadis itu sejak proses perkenalannya dengan kedua orang tua Alisya, bahkan gadis itu tidak bisa dihubungi.Denny melongok kesana kemari mengedarkan pandangan matanya, tapi Alisya tidak kelihatan."Hmm, sejak tadi, saya tidak melihat Alisya?" tanya Denny sedikit ragu.Bu Sari sedikit gugup, wanita itu membalik badan dan memberikan isyarat pada suaminya. "Ah, lihatlah, pengantin pria sudah nggak sabaran ketemuan dengan calon istrinya. Tenang saja, Alisya sebentar lagi juga kemari. Sebaiknya kita ngobrol-ngobrol saja dulu di sini," ujarnya dengan sedikit
Denny tak bisa menolak, iapun mengikuti langkah Alisya ke dalam kamar.Denny melihat ke sekeliling kamar yang dipenuhi dengan gambar-gambar seram. Bahkan lukisan dengan orientasi kekerasan ada di dalamnya."Duduklah di sini, aku akan mengambil sesuatu untuk kamu," katanya dengan nada memerintah.Sejenak hatinya berdebar-debar, merasa ada sesuatu yang berontak di dasar jiwanya.'Apakah Alisya baik-baik saja?' begitu bisik hatinya. Tak lama kemudian Alisya muncul dengan pakaian berbeda. Itu adalah pakaian sekolah mereka dulu saat masih di SMA."Bukankah itu adalah pakaian kita waktu sekolah?""Benar, dan ini adalah atasan milikmu. Aku nggak ngerti apa yang membuat kamu membuangnya. Tapi...di sini juga ada dompet seseorang. Aku lupa membuangnya.""Dompet?""Iya, dompet seorang wanita. Apa kamu kenal dia?"Denny mengambil dompet tersebut dari tangan Alisya dan membukanya."Ini...Mira Amalia... SMA Negeri...."Ia mengingat kejadian hi