Denny dan juga Danu tersenyum simpul dengan kelakuan anak-anak yang mereka lihat. Lalu mereka akhirnya membicarakan masalah niatan Denny yang hendak menikahi Alisya."Denny, kamu beneran gak bakal menyesal? Ingat ya Denny, ini adalah proses pernikahan kamu yang ke tiga. Aku harap ini adalah yang terakhir kalinya. Sudah capek aku mikirin kamu yang nikah berkali-kali. Benar-benar duda lapuk," gerutu kakaknya."Iya, Mas Danu. Aku sih maunya yang terakhir..Tapi itulah tadi, kita masih bergantung pada takdir Tuhan, Mas."Danu mengerti, tak ada seorangpun yang bersedia untuk gagal dalam pernikahan. Akan tetapi Denny keterlaluan. Dia bahkan yang menggagalkan pernikahannya dengan Imas. Siapa yang menanggung malu atas kejadian itu? Tentu saja keluarganya! Denny bahkan menganggap itu bukan suatu kesalahan."Ya sudah, kamu harus melupakan masa lalu dan membuka lembaran baru. Nggak ada hidup yang sempurna, tidak ada juga wanita yang sempurna di dunia ini. Kalau kamu nggak s
Bu Sari meremas pakaiannya. Bagaimanapun Denny dan keluarganya tidak boleh sampai tahu kondisi Alisya yang mengenaskan. Ia hanya ingin Alisya bahagia dan bisa menikah dengan Denny.Kalau sampai Denny tau Alisya seperti ini, mana mungkin Denny mau menikah dengan Alisya. Padahal mereka akan tiba di hotel sore nanti, tapi tidak ada tanda-tanda kalau Alisya akan membuka matanya. Sepertinya dosis penenang yang diberikan dokter cukup tinggi.Akhirnya iapun hanya pasrah menatap sedih pada putrinya itu."Apapun yang kamu inginkan, selalu ibu turuti, Nduk. Akan tetapi ibu tidak punya kuasa untuk membuat hidupmu sempurna dan bahagia," lirihnya menyesali keadaan.Wanita ini lupa, bagaimana ia selalu berusaha menempuh jalan, menuruti semua kemauan Alisya, sehingga Alisya menjadi lemah secara mental. Bahkan Alisya harus mendapatkan Denny. Jiwanya berontak, akan tetapi karakter itu sulit untuk ditundukkan bahkan oleh dirinya sendiri. Alisya terobsesi, kemudian ia nekad m
Kalau saja harga dirinya merasa diinjak-injak, bukankah merasa terluka oleh seorang wanita lemahn tu juga tidak penting?Ada sesuatu yang ia bisa rasakan dalam tatap mata Mira yang menusuk hatinya.Ada rasa rindu yang sulit untuk diungkapkan kepada siapapun. Ia justru ingin melihat Mira mengatakan sesuatu lagi, entahlah itu sebuah caci maki atau kemarahan. Atau sebaliknya, ia ingin wanita itu tunduk di hadapannya dengan tatapan yang menunduk dalam, lalu ia akan memakinya atau meluapkan amarahnya!Kenapa? Kenapa ia justru begitu ingin bertemu lagi dan melampiaskan semuanya? Ini aneh bukan?"Denny! Lihat, Pak Dodi menghubungi kamu!" Magdalena mengingatkan Denny kalau telepon putranya itu berdering dan sebuah nama ada di sana.Sedikit gagap, Denny menerima panggilan tersebut.["Halo Denny, maaf karena baru bisa menghubungi," kata pria itu di seberang sana."Tidak mengapa, Pak. Kami juga baru saja melonggarkan napas."]["Ah, benar juga, kamu har
Denny termenung. Seharusnya tak ada penyesalan, atas apa yang sudah diputuskan!"Maaf, Bu. Aku tak sengaja," ujar Denny singkat.Sambutan Pak Dodi dan juga Bu Sari sangat meriah. Senyuman lebar terkembang saat Denny dan juga Magdalena memasuki pintu rumah tersebut. Bahkan hidangan kue dan minuman sudah terhidang sedemikian rupa. Akan tetapi Denny merasa heran, kenapa ia justru tidak melihat Alisya? Kemana gadis itu sejak proses perkenalannya dengan kedua orang tua Alisya, bahkan gadis itu tidak bisa dihubungi.Denny melongok kesana kemari mengedarkan pandangan matanya, tapi Alisya tidak kelihatan."Hmm, sejak tadi, saya tidak melihat Alisya?" tanya Denny sedikit ragu.Bu Sari sedikit gugup, wanita itu membalik badan dan memberikan isyarat pada suaminya. "Ah, lihatlah, pengantin pria sudah nggak sabaran ketemuan dengan calon istrinya. Tenang saja, Alisya sebentar lagi juga kemari. Sebaiknya kita ngobrol-ngobrol saja dulu di sini," ujarnya dengan sedikit
Denny tak bisa menolak, iapun mengikuti langkah Alisya ke dalam kamar.Denny melihat ke sekeliling kamar yang dipenuhi dengan gambar-gambar seram. Bahkan lukisan dengan orientasi kekerasan ada di dalamnya."Duduklah di sini, aku akan mengambil sesuatu untuk kamu," katanya dengan nada memerintah.Sejenak hatinya berdebar-debar, merasa ada sesuatu yang berontak di dasar jiwanya.'Apakah Alisya baik-baik saja?' begitu bisik hatinya. Tak lama kemudian Alisya muncul dengan pakaian berbeda. Itu adalah pakaian sekolah mereka dulu saat masih di SMA."Bukankah itu adalah pakaian kita waktu sekolah?""Benar, dan ini adalah atasan milikmu. Aku nggak ngerti apa yang membuat kamu membuangnya. Tapi...di sini juga ada dompet seseorang. Aku lupa membuangnya.""Dompet?""Iya, dompet seorang wanita. Apa kamu kenal dia?"Denny mengambil dompet tersebut dari tangan Alisya dan membukanya."Ini...Mira Amalia... SMA Negeri...."Ia mengingat kejadian hi
"Kamu terkejut? Kamu takut foto itu ada yang melihatnya bukan?"Denny benar-benar tidak bisa menjawab."Bahkan di saat seperti ini kamu masih mau mengambil risiko. Apa kamu masih akan mengelak lagi kecuali sebenarnya kamu terkena guna-guna?"'Mulai lagi,' batin Denny kesal."Bu, berhentilah mengomeliku, ibu tidak akan mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada putramu ini.""Benarkah? Apa yang tidak ibu mengerti?""Entahlah Bu. Mira ini memang selalu muncul di saat-saat terpenting dalam hidupku. Pertama kali, saat aku frustasi ditinggalkan Imas, dia muncul di hadapanku dan berteman baik denganku. Dia memberiku motivasi, dan akhirnya aku menikahinya. Kemudian, saat perusahaan bangkrut, dia juga membantuku bahkan dua kali. Dan sekarang, ketika aku mau menikah...aku mendapatkan foto ini justru dari Alisya. Apa menurut ibu ini adalah kebetulan?""Halaah, itu kan kesimpulan yang kamu buat sendiri? Itu pastilah cuma kebetulan, tidak ada hubungan apapun seka
Hari yang cerah, secercah harapan mengiringi senyuman Alisya di sudut ruangan.Balutan gaun berwarna putih itu sudah melekat begitu elegan dengan aura kebahagiaan yang begitu kuat.Di ruangan lainnya Denny bahkan masih asyik menonton sebuah tayangan sepak bola sambil menikmati camilan. Sengaja dia berbuat seperti itu, demi menghilangkan ketegangan di kepalanya sejak semalam.Sementara itu Mira dan juga Yulia sedang beramah tamah di ruang keluarga dengan paman dan bibinya Kate mereka baru saja tiba."Bolehkah aku bertemu Alisya, Bibi?" tanya Yulia."Tentu saja, Alisya pasti senang bertemu denganmu. Kamu sudah lama di Kalimantan sehingga tidak pernah mengunjungi kami lagi. Ya sudah sana, temui Alisya di ruang atas di kamarnya.""Baiklah bibi, aku juga mau bikin kejutan buat Alisya."Tawa bahagia mewarnai suasana pagi itu. Alisya, Mira dan juga Azrah menaiki tangga menuju kamar Alisya.Yulia mengetuk kamar Alisya sementara Mira mengagumi interior ru
Pikiran Alisya mulai kacau, terutama bagaimana ia merasa cemburu dengan perlakuan Denny di belakang Mira selama ini. Segalanya adalah Mira, Denny hanya mengingat segalanya soal Mira, sampai-sampai ia penasaran dan mencari tahu soal wanita ini.Ia tak menyangka akan dipertemukan justru di saat seperti ini. Hatinya mulai panik dan dipenuhi rasa takut kehilangan Denny dari sisinya. Setelah sekian lama dia berusaha, apa yang terjadi jika Denny tau Mira ada di rumahnya?Alisya berdiri secara mendadak karena gelisah, tangannya mengepal kuat dan meremas gaunnya.Iapun berjalan ke arah balkon untuk menghirup udara segar."Aku tidak akan membiarkan ini terjadi," gusarnya. Ia butuh obat penenang untuk menghilangkan kegugupannya saat ini.Hal yang paling ia takutkan benar-benar datang, dan ini sangat menyiksanya."Alisya, apakah kamu baik-baik saja?" tanya Mira mendekati membuat Alisya berbalik, menatap Mira panik."Alisya? Kamu terlihat pucat, apakah kamu
Sugesti di masa kecil yang absurd seperti potongan kenangan yang unik untuk diingat.Seperti bagaimana biji semangka yang tertelan akan tumbuh dan berakar di dalam perut, mengeluarkan tangkai dan daun dari telinganya dan hidung lalu berbuah di puncak kepala. Begitulah seorang anak digiring dalam sebuah pemikiran tak masuk akal bahkan hanya karena sebuah nama."Apa kau terpengaruh?""Tentu saja. Sepertinya itu berhasil karena aku percaya dengan ibuku. Hahaha," Denny tergelak lagi karena konyolnya pemikiran saat itu.Mereka terlihat serasi dan bahagia."Apa yang akan kita lakukan selanjutnya?" Denny kemudian melihat Mira meminta pendapat soal rencana yang sebenarnya sudah mereka buat."Uhmm pertama, aku mau buat adik untuk Azrah, ini adalah tujuan yang paling bagus untuk dilakukan. Apa aku salah?""Haish... selalu saja cari keuntungan."Denny hanya nyengir, sementara ia tetap fokus berkendara."Rencana kedua adalah membangun usaha toko di pasar tradisional dan selanjutnya akan menjadi
Mira dan juga Denny sangat panik dan segera membawa Marina ketempat yang nyaman di dalam mobil.Mereka membawa pulang wanita itu dan memindahkannya ke kamar.Mira sangat iba melihatnya. Ia bisa merasakan Marina sangat terluka. Ia sangat mengerti bahwa Marina sangat mencintai Dika."Mira, sejak tadi kau melamun, apa yang kamu pikirkan?" tegur Denny karena Mira hanya termenung menatap wajah Marina."Selalu ada yang membuat wanita terluka sampai seperti ini. Apakah lelaki nggak tahu kalau wanita itu cuma makhluk yang lemah. Saat mencintai, dia sangat mudah dikhianati. Saat setia, pria tidak menyadari dan saat terluka ia hanya bisa menangis menyalahkan dirinya sendiri yang tak sempurna. Hanya saja, meskipun sangat lemah...wanita mampu bertahan dalam situasi seperti ini," ujarnya pelan, seolah mengenang apa yang dialaminya dulu.Saat itu Denny mengabaikan segala yang ia miliki. Cinta dan ketabahannya harus berakhir dengan selembar surat cerai.Akan tetapi Marina...dia mendapat selembar sur
"Aku membebaskan kamu, tapi kamu kembalikan kerugian yang sudah kamu tumbukan sejak awal, bagaimana?""Hah, omong kosong! Kau kira aku percaya?""Tidak. Kau tidak perlu percaya. Karen aku juga yakin kamu tidak punya uang untuk melakukannya. Kau kan cuma bisa memeras perempuan, mana mungkin bisa kembalikan uang sebanyak itu. Tapi...aku bisa sih mengurangi dakwaan soal pemerasan kamu yang terakhir, dengan syarat kamu ikuti permainan kami."Dika meremas tangannya kuat, sebab, dakwaan soal pemerasan uang itu berbuntut panjang. Marina minta uang itu dikembalikan tiga kali lipat berikut biaya persalinannya kelak."Aku tidak memeras, tapi dia yang memberikan.""Marina juga mendapatkan tamparan keras darimu, apa itu juga bisa dilaporkan tindak kekerasan? Ah Dika, sangat banyak catatan kriminal yang kau lakukan," ejek Denny. "Mungkin hukuman lima belas tahun penjara tidak cukup untuk kamu.""Jadi apa maumu?!" kali ini Dika terlihat menyerah.Denny tersenyum menang. Ia sudah membaca gelagat Dik
Seperti yang dikatakan Mira, polisi memang sudah berhasil meringkus Dika sehingga mereka mendapatkan pemberitahuan keesokan harinya.Mira segera menemui Marina dan menceritakan apa yang telah ia lakukan untuk Dika."Marina, aku minta maaf karena terpaksa menguntit kepergian kamu ke bank. Dan inilah akhirnya, kami memutuskan penyelesaian dengan polisi saja.*Marina menunduk dalam. Sepertinya ia ragu menyetujui tindakan Mira."Kau masih menyukai Dika, Marina? Apakah pria itu layak untuk wanita sebaik kamu?"Marina masih tak menjawab. Dilema di hatinya saat ini adalah soal harga dirinya yang hancur. Bagaimana mungkin ia melahirkan tanpa seorang suami, apa yang akan ia lakukan?"Kau berpikir bahwa Dika akan menikahi kamu, Marina? Itu tidak mungkin, Marina. Tidak semudah itu untuk memiliki suami yang baik seperti yang kita inginkan.""Tapi Bu....saya butuh status, meskipun hanya seorang janda, bukan sampah seperti ini," isaknya kemudian. "Saya masih tak mengerti, apakah kesalahan ini semua
Mereka sepakat untuk menguntit kemana Marina pergi. Dan benar saja, Marina memang datang mengambil uang di sebuah Bank. Mereka bahkan bisa memperkirakan berapa jumlah uang yang diambil Marina di bank tersebut."Kenapa Marina membutuhkan uang sebanyak itu?" gumam Mira yang sempat didengar Denny."Sudahlah, kita hanya butuh menguntit apa yang sebenarnya ia lakukan."Tak lama kemudian, wanita itu menuju sebuah restoran kecil di pinggir jalan tak jauh dari bank itu.Denny dan Mira tetap menguntit dan memperhatikan gerak gerik Marina yang terlihat gelisah seperti menunggu seseorang.Dan ternyata tak lama kemudian, seorang pria berhodie mendekati dan duduk di hadapan Marina.Marina menoleh kesana kemari untuk memastikan tidak ada yang melihat pertemuan mereka. Marina tahu, ini tidak benar, tapi ia ingin mengungkapkan perasaannya pada pria itu saat ini."Heh, kau datang juga akhirnya," bisik pria itu menatap puas wanita di hadapannya. "Benar, aku datang dan membawa apa yang kau minta, Mas."
Suasana semakin riuh saat mengetahui bahwa Mira adalah orang yang paling berkuasa di perusahaan tersebut.Apa ini? Mereka semakin tak percaya. Bagaimana mungkin Denny yang begitu keras dalam berusaha ternyata tidak memiliki apapun di perusahaan.Begitu juga Danu. Ia semakin tak mengerti bagaimana mungkin keluarga mereka hanya memiliki tidak lebih dari dua puluh persen saham? Kemana uang yang mereka miliki selama ini? Apakah ada suatu permainan yang dimainkan Denny untuk mengalihkan hartanya kepada istrinya?Itulah sebabnya kenapa Denny begitu berat melepaskan perusahaan itu untuknya!Dan karena kenyataan itu, Danu sangat marah lalu iapun segera keluar ruangan untuk mencari udara segar."Mas, aku minta maaf perihal Mira tadi, tapi bukankah itu yang mas Danu inginkan? Mas Danu ingin menerima tanggung jawab ini dan istriku tidak mempermasalahkannya. Untuk itu, aku juga tidak masalah." "Kenapa kau berubah pikiran? Apa kau sudah merasa cukup puas dengan permainan kamu? Kalian mengalihkan
Marina tahu, ia telah bersalah, tapi untuk kali ini saja, ia akan menuruti kemauan Dika. Ia ingin bernapas sejenak dan setidaknya tidak merepotkan Mira untuk menghadapi Dika. Selain itu, keluarganya akan merasa aman dari gangguan Dika."Sungguh, Bu. Sungguh tidak terjadi apapun denganku. Aku hanya menangis karena merindukan keluarga sehingga terasa bengkak wajahku karena menangis," ujar Marina beralasan.Meskipun tak sepenuhnya percaya, Mira menerima saja alasan Marina."Baiklah, kalau begitu cepatlah beristirahat, dan jangan lupa untuk minum vitamin kehamilan supaya tubuhmu tidak terlalu lemah.""Baik, Bu. Terimakasih."***Hari ini, Denny mengadakan pertemuan dewan direksi masalah perwakilan direktur perusahaan yang akan dipegang Danu. Ia harus memberikan pengumuman dan penyerahan alih tugas sementara. Selagi menyiapkan, Danu datang dengan wajah kesal seperti biasa."Apa maksudmu dengan alih tugas sementara? Apa kau pikir aku selemah itu?" protesnya dengan melempar map berisi undan
Marina menahan perih teramat sangat, sedangkan hatinya lebih dari itu. Ingin rasanya ia mengambil pisau yang terselip di pinggang Dika lalu menghujam pria itu dengannya. Tapi ia merasa lemah dan takut dengan bentuk kekerasan seperti itu."Marina, kau harus mengambil langkah yang bagus untuk mengambil kekayaan Denny. Anggap saja tidak perlu buru-buru, sedikit demi sedikit juga bisa kita mulai. Kau tentu bisa melakukannya."Wanita itu masih dalam memegangi pipinya yang terasa panas, ia hanya mendengar ucapan Dika dengan ketidak pastian."Sekarang aku butuh uang lima juta saja untuk membeli motor bekas, tapi bulan depan aku harus membeli motor yang baru, bagaimana, ini adil untuk kita bukan?"Kali ini Marina menatap tajam tak percaya pada pria yang di hadapannya. Ia tak percaya Dika hanyalah monster bertubuh manusia tampan. Sisi hidupnya sangat gelap maka ia tidak akan mau berada di lingkup hidup pria ini sampai kapanpun."Kenapa? Kenapa kamu menatapku seperti itu? Apa kau kira aku tidak
Denny mendengus, "Andaikan itu mudah bagiku, aku memilih untuk bersikap tidak perduli. Tapi bagaimana lagi jika itu sudah menyangkut istri cantikku?""Hehe, menggombal ya? Sudah baikan?" tanya Mira lembut. Tangannya menjangkau rahang suaminya dengan kasih sayang.Ya, ia memang akan merasa lebih baik dengan pelukan dan senyuman Mira yang indah. Akan tetapi setelah ia kembali dalam polemik hidupnya, ia merasa sangat ingin berlari dalam pelukan wanita ini. "Tentu saja. Aku akan semakin baik kalau kau selalu seperti ini, selalu bersikap lembut dan tersenyum.""Kalau begitu, sebaiknya kita kembali ke desa saja, Mas. Dan...aku sangat setuju kalau kamu menyerahkan perusahaan ini untuk Mas Danu."Atas ucapan Mira itu, Denny membelalakkan matanya. Ia tak mengerti bagaimana bisa Mira tahu apa yang sedang ia pikirkan saat ini."Kenapa kita harus ke Desa? Apakah semudah itu menyerahkan perusahaan pada Mas Danu?""Iya, Mas. Setidaknya berikan kesempatan untuk mas Danu bangkit seperti kamu,. berik