Kalau saja harga dirinya merasa diinjak-injak, bukankah merasa terluka oleh seorang wanita lemahn tu juga tidak penting?Ada sesuatu yang ia bisa rasakan dalam tatap mata Mira yang menusuk hatinya.Ada rasa rindu yang sulit untuk diungkapkan kepada siapapun. Ia justru ingin melihat Mira mengatakan sesuatu lagi, entahlah itu sebuah caci maki atau kemarahan. Atau sebaliknya, ia ingin wanita itu tunduk di hadapannya dengan tatapan yang menunduk dalam, lalu ia akan memakinya atau meluapkan amarahnya!Kenapa? Kenapa ia justru begitu ingin bertemu lagi dan melampiaskan semuanya? Ini aneh bukan?"Denny! Lihat, Pak Dodi menghubungi kamu!" Magdalena mengingatkan Denny kalau telepon putranya itu berdering dan sebuah nama ada di sana.Sedikit gagap, Denny menerima panggilan tersebut.["Halo Denny, maaf karena baru bisa menghubungi," kata pria itu di seberang sana."Tidak mengapa, Pak. Kami juga baru saja melonggarkan napas."]["Ah, benar juga, kamu har
Denny termenung. Seharusnya tak ada penyesalan, atas apa yang sudah diputuskan!"Maaf, Bu. Aku tak sengaja," ujar Denny singkat.Sambutan Pak Dodi dan juga Bu Sari sangat meriah. Senyuman lebar terkembang saat Denny dan juga Magdalena memasuki pintu rumah tersebut. Bahkan hidangan kue dan minuman sudah terhidang sedemikian rupa. Akan tetapi Denny merasa heran, kenapa ia justru tidak melihat Alisya? Kemana gadis itu sejak proses perkenalannya dengan kedua orang tua Alisya, bahkan gadis itu tidak bisa dihubungi.Denny melongok kesana kemari mengedarkan pandangan matanya, tapi Alisya tidak kelihatan."Hmm, sejak tadi, saya tidak melihat Alisya?" tanya Denny sedikit ragu.Bu Sari sedikit gugup, wanita itu membalik badan dan memberikan isyarat pada suaminya. "Ah, lihatlah, pengantin pria sudah nggak sabaran ketemuan dengan calon istrinya. Tenang saja, Alisya sebentar lagi juga kemari. Sebaiknya kita ngobrol-ngobrol saja dulu di sini," ujarnya dengan sedikit
Denny tak bisa menolak, iapun mengikuti langkah Alisya ke dalam kamar.Denny melihat ke sekeliling kamar yang dipenuhi dengan gambar-gambar seram. Bahkan lukisan dengan orientasi kekerasan ada di dalamnya."Duduklah di sini, aku akan mengambil sesuatu untuk kamu," katanya dengan nada memerintah.Sejenak hatinya berdebar-debar, merasa ada sesuatu yang berontak di dasar jiwanya.'Apakah Alisya baik-baik saja?' begitu bisik hatinya. Tak lama kemudian Alisya muncul dengan pakaian berbeda. Itu adalah pakaian sekolah mereka dulu saat masih di SMA."Bukankah itu adalah pakaian kita waktu sekolah?""Benar, dan ini adalah atasan milikmu. Aku nggak ngerti apa yang membuat kamu membuangnya. Tapi...di sini juga ada dompet seseorang. Aku lupa membuangnya.""Dompet?""Iya, dompet seorang wanita. Apa kamu kenal dia?"Denny mengambil dompet tersebut dari tangan Alisya dan membukanya."Ini...Mira Amalia... SMA Negeri...."Ia mengingat kejadian hi
"Kamu terkejut? Kamu takut foto itu ada yang melihatnya bukan?"Denny benar-benar tidak bisa menjawab."Bahkan di saat seperti ini kamu masih mau mengambil risiko. Apa kamu masih akan mengelak lagi kecuali sebenarnya kamu terkena guna-guna?"'Mulai lagi,' batin Denny kesal."Bu, berhentilah mengomeliku, ibu tidak akan mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada putramu ini.""Benarkah? Apa yang tidak ibu mengerti?""Entahlah Bu. Mira ini memang selalu muncul di saat-saat terpenting dalam hidupku. Pertama kali, saat aku frustasi ditinggalkan Imas, dia muncul di hadapanku dan berteman baik denganku. Dia memberiku motivasi, dan akhirnya aku menikahinya. Kemudian, saat perusahaan bangkrut, dia juga membantuku bahkan dua kali. Dan sekarang, ketika aku mau menikah...aku mendapatkan foto ini justru dari Alisya. Apa menurut ibu ini adalah kebetulan?""Halaah, itu kan kesimpulan yang kamu buat sendiri? Itu pastilah cuma kebetulan, tidak ada hubungan apapun seka
Hari yang cerah, secercah harapan mengiringi senyuman Alisya di sudut ruangan.Balutan gaun berwarna putih itu sudah melekat begitu elegan dengan aura kebahagiaan yang begitu kuat.Di ruangan lainnya Denny bahkan masih asyik menonton sebuah tayangan sepak bola sambil menikmati camilan. Sengaja dia berbuat seperti itu, demi menghilangkan ketegangan di kepalanya sejak semalam.Sementara itu Mira dan juga Yulia sedang beramah tamah di ruang keluarga dengan paman dan bibinya Kate mereka baru saja tiba."Bolehkah aku bertemu Alisya, Bibi?" tanya Yulia."Tentu saja, Alisya pasti senang bertemu denganmu. Kamu sudah lama di Kalimantan sehingga tidak pernah mengunjungi kami lagi. Ya sudah sana, temui Alisya di ruang atas di kamarnya.""Baiklah bibi, aku juga mau bikin kejutan buat Alisya."Tawa bahagia mewarnai suasana pagi itu. Alisya, Mira dan juga Azrah menaiki tangga menuju kamar Alisya.Yulia mengetuk kamar Alisya sementara Mira mengagumi interior ru
Pikiran Alisya mulai kacau, terutama bagaimana ia merasa cemburu dengan perlakuan Denny di belakang Mira selama ini. Segalanya adalah Mira, Denny hanya mengingat segalanya soal Mira, sampai-sampai ia penasaran dan mencari tahu soal wanita ini.Ia tak menyangka akan dipertemukan justru di saat seperti ini. Hatinya mulai panik dan dipenuhi rasa takut kehilangan Denny dari sisinya. Setelah sekian lama dia berusaha, apa yang terjadi jika Denny tau Mira ada di rumahnya?Alisya berdiri secara mendadak karena gelisah, tangannya mengepal kuat dan meremas gaunnya.Iapun berjalan ke arah balkon untuk menghirup udara segar."Aku tidak akan membiarkan ini terjadi," gusarnya. Ia butuh obat penenang untuk menghilangkan kegugupannya saat ini.Hal yang paling ia takutkan benar-benar datang, dan ini sangat menyiksanya."Alisya, apakah kamu baik-baik saja?" tanya Mira mendekati membuat Alisya berbalik, menatap Mira panik."Alisya? Kamu terlihat pucat, apakah kamu
Brugh!Sebuah suara keras menghantam ke tanah berumput di depan jendela paviliun dimana Denny berada.Denny yang sudah bersiap dengan jas pengantinnya melihat apa yang terjadi. Sebab ia melihat seperti ada benda berat jatuh di rerumputan itu.Dengan berlari, ia keluar dan melihat dengan seksama."Apa ini? Ada anak kecil jatuh?" gumamnya dan berlarian menuju tempat tersebut untuk melihat dari dekat.Sedikit menyusahkan memang karena lokasinya tidak rata dan lebih rendah karena berada di area kolam ikan mansion tersebut."Gila! Anak siapa ini!!" pekik Denny dan memburu bocah yang sudah berlumuran darah di kepalanya itu.Dengan cepat Denny membalikkan bocah itu dan membopongnya. Ia sudah ketakutan setengah mati, akan tetapi ia harus melakukan penyelamatan dengan segera.Tak perduli anak siapa, ia harus menolongnya.Saat itu, ia bertemu seorang sopir pribadi Pak Dodi yang sedang membersihkan mobil. Saat melihat Denny menggendong anak yang berlumu
Setelah kehebohan terjadi dan banyak sekali suara berdengung di sana-sini, haln itu mulai menarik perhatian Mira dan juga Yulia.Mira segera mendekati tamu yang sedang bergerombol membicarakan seorang anak kecil yang terjatuh dan dibawa ke unit darurat."Maaf, Pak, Bu. Apakah bapak dan ibu tau bwraoa kira-kira usia anak tersebut?" tanya Mira sopan dan gugup."Ehmm, khabarnya sih sekitar lima atau enam tahun, tidak tau pastinya sih."Mira langsung gemetaran dan berlari menuju ruang utama untuk mencari asal berita itu."Bu Sari, Yulia... apakah itu Azrah putraku?""Oh Mira, tenanglah. Ayo kita ke tempat dimana anak itu dirawat," kata Yulia sedikit menenangkan.Tak tertahankan lagi air mata Mira menetes deras membanjiri pipinya. Ia sangat gelisah dan tidak bisa berfikir jernih saat ini. Ia sangat takut terjadi sesuatu pada putranya itu, bahkan ia belum sempat mempertemukan Azrah dengan ayahnya di Jakarta."Yulia, kenapa aku sangat takut..." lirih Mi