Setelah kehebohan terjadi dan banyak sekali suara berdengung di sana-sini, haln itu mulai menarik perhatian Mira dan juga Yulia.Mira segera mendekati tamu yang sedang bergerombol membicarakan seorang anak kecil yang terjatuh dan dibawa ke unit darurat."Maaf, Pak, Bu. Apakah bapak dan ibu tau bwraoa kira-kira usia anak tersebut?" tanya Mira sopan dan gugup."Ehmm, khabarnya sih sekitar lima atau enam tahun, tidak tau pastinya sih."Mira langsung gemetaran dan berlari menuju ruang utama untuk mencari asal berita itu."Bu Sari, Yulia... apakah itu Azrah putraku?""Oh Mira, tenanglah. Ayo kita ke tempat dimana anak itu dirawat," kata Yulia sedikit menenangkan.Tak tertahankan lagi air mata Mira menetes deras membanjiri pipinya. Ia sangat gelisah dan tidak bisa berfikir jernih saat ini. Ia sangat takut terjadi sesuatu pada putranya itu, bahkan ia belum sempat mempertemukan Azrah dengan ayahnya di Jakarta."Yulia, kenapa aku sangat takut..." lirih Mi
Mira tertegun. Denny sangat marah saat melihatnya. Meskipun sekarang pria itu telah pergi dari hadapannya, ia sangat tahu bahwa semua ini belumlah berakhir.Ia harus mempertanggungjawabkan semua perbuatannya pada pria itu perihal menyembunyikan Azrah dari ayahnya. Hal yang paling mungkin, Denny pasti akan meminta Azrah darinya sebagai konsekuensi semua itu. Akan tetapi bagaimana lagi? Bagaimana lagi dia akan mengelaknya?Terlebih lagi, Denny adalah pria yang menyelamatkan Azrah dari kematian. Dokter telah menjelaskan, kalau saja tidak ada tindakan cepat, maka Azrah mungkin hanya tinggal nama tanpa nyawa."Ya Allah, ini adalah takdir yang tidak mungkin hamba ketahui...," lirihnya sedih.Akhirnya, Denny tau siapa anak yang telah ia selamatkan meskipun Mira tidak menjelaskan secara gamblang.Yulia mendekati Mira yang sedang termenung di sudut klinik gawat darurat itu."Mira, apa kamu baik-baik saja? Apa calon suami Alisya marah kepadamu karena acara pernika
Sebenarnya, Pak Dodi secara tidak sengaja sedang mencari sesuatu di lantai paling atas. Ia tidak sengaja mendengar percakapan antara Azrah dan Alisya. Ia juga terkejut saat mendengar bahwa ayah Azrah bernama Denny Nurdiansyah, sama seperti calon menantunya. Akan tetapi karena tergesa-gesa, ia segera berlalu dan membiarkan mereka di sana. Akan tetapi ia terkejut bukan main saat seorang sopir mengatakan bahwa Denny sedang menyelamatkan seorang bocah yang terjatuh dari lantai atas.Pak Dodi mulai mengerti apa yang terjadi. Bahwa putrinya ternyata memiliki niat buruk terhadap bocah itu. Ia sungguh tak menyangka kejadian itu terjadi.Ia sudah berpikir masak-masak agar masalah ini ditangani seorang polisi dan juga dokter pribadi Alisya.Ia dengan terpaksa membatalkan pernikahan tersebut, daripada kekacauan yang lebih besar terjadi.Alisya yang terkejut mendengar pernikahan dibatalkan, berlari turun ke lantai bawah untuk memastikan."Papa, apa yang terjadi? Kenapa
Magdalena masih bingung. Akan tetapi akhirnya ia menceritakan bagaimana ia bertemu dengan Mira di unit gawat darurat lalu menerima kenyataan bahwa bocah tersebut adalah putra Mira."Kalau begitu...Mira selama ini telah menyembunyikan putramu? Yang merupakan cucuku? Apa maunya? Sungguh perem...""Bu, jangan mencelanya lagi. Dia adalah ibu dari putraku."Magdalena cemberut, tapi ia mengerti bahwa Denny sangat mencintai Mira. Putranya itu tak pernah melupakan Mira, apalagi jika ternyata anak itu benar anak Denny.Beberapa saat kemudian Denny berjalan-jalan menuju rumah utama mencari keberadaan Pak Dodi. Ia tak mengerti kenapa Alisya harus dibawa paksa ke suatu tempat. Akan tetapi ia hanya mendapati Yulia di rumah tersebut."Maaf, aku tidak mengira kalau calon suami Alisya adalah mantan suami sahabatku Mira. Uhm, aku tak sengaja membawanya kemari dan mengacaukan keadaan pernikahan ini.""Tidak perlu sungkan, aku malah mau berterimakasih karena telah memperte
"Azrah! Jangan sembarangan berbicara!" kata Mira sedikit membentak dengan pengakuan Azrah."Biarkan dia mengatakan yang sebenarnya, Mira. Lagipula dia anak-anak yang masih jujur dengan apa yang dialaminya. Dia tidak akan berani berbohong seperti ibunya," desis Denny."Diam kamu, Mas! Tau apa kamu dalam hidupku? Beraninya kamu mengatakan aku penipu!" balas Mira sama-sama berdesis supaya Azrah tidak melihat perdebatan mereka."Ya, kamu membohongiku, kamu tidak pernah berterus terang kalau aku punya seorang anak sebesar ini! Lihat, dia sungguh mirip denganku! Dia anakku bukan?""Umi... apakah paman ini juga ayahku? Tidak! Mana mungkin ayah menikah dengan orang jahat! Aku tidak mau, Umi!" tiba-tiba Azrah sangat ketakutan. Traumatis membayang di kepalanya. Rasa takut atas kejadian itu masih belum hilang sepenuhnya.Mereka berdua tidak menyadari kalau Azrah memperhatikan perbincangan mereka. Dan sekarang, Azrah memeluk Mira kuat-kuat karena takut dengan kehadiran Denny.Dengan kejadian itu,
"Sekali lagi aku minta maaf, Mira. Aku sungguh tidak tau bagaimana cara berterimakasih kepadamu."Mira tersenyum tipis, lalu meninggalkan Denny sendiri. Ia tak tahan lagi, jangan sampai ia menangis di hadapan pria ini. Mira melangkah menjauh, bersembunyi di salah satu lorong sepi di klinik tersebut. Setelah menjauh, iapun meremas dadanya, merasakan perih di hatinya. Seakan ia lebih menyukai Denny yang bersikap pemarah dan garang kepadanya daripada terlihat lemah dan memohon.Beberapa lama kemudian ia melihat Denny memasuki ruangan Azrah yang tertidur lelap.Baru saja Denny mengintip Azrah dan anak itu sedang tertidur karena pengaruh obat. Denny terus mendekati, menatap lekat wajah yang tertidur pulas.Dalam ia menatap sedih pada Azrah yang berbalut perban di kepala dan kakinya.Akan tetapi tak lama kemudian ia tersenyum disebabkan betapa miripnya Azrah dengan wajahnya sendiri.Tangannya terulur menyentuh pipi bocah itu dengan lembut."Azrah, ini ayah datang menjengukmu, maafkan ayah
Mereka akhirnya sepakat untuk membawa Azrah berobat jalan di Jakarta.Untuk pertama kalinya, Mira kembali setelah hampir enam tahun berlalu. Ia sungguh terkejut melihat rumah dan isinya tidak berubah samasekali. Ia bahkan menduga, tak satupun barang yang bergeser dari tempatnya setelah kepergiannya. Ia bahkan masih melihat Ting sampah yang masih terisi dengan sampah yang sama pada waktu itu. Masih ada struk belanja terakhir kalinya saat ia meminta Denny berperan sebagai suami terbaik di dunia ini.Hatinya berdesir dan tangannya bergetar menyentuh semua barang yang pernah ia miliki dahulu tidak berubah samasekali. Apakah arti semua ini? batinnya.Dalam keadaan termangu, Denny datang menghampirinya."Maaf, aku belum sempat mengganti dengan taplak meja yang bersih," katanya dan mengambil taplak meja di hadapan Mira.Mira langsung memegang tangan Denny refleks karena ia merasa taplak meja di hadapannya masih cukup bersih."Tidak, Mas. Ini masih bersih...tapi siapa yang melakukannya? Semua
"Iya Mas. Azrah harus segera kembali ke sekolah karena sebenarnya dia belum ada libur sekolah. Tujuan Azrah ke Jakarta adalah karena kompetisi Matematika yang disponsori perusahaan besar di Jakarta ini. Alhamdulillah, Azrah tidak mengecewakan...yah... seperti ayahnya dulu."Denny tercengang dengan penuturan Mira. Ia teringat dengan kompetisi yang diikuti Danial keponakannya di tayangan televisi waktu itu. Ia teringat pemenang pertama yang menginginkan bertemu ayahnya...dan ia tak mengira kalau itu adalah Azrah?"Mira... kalian...ah, aku tak percaya dengan semua ini," desisnya karena ia sangat sedih dengan kejadian tersebut, ia tak mengira bahwa itu adalah putranya sendiri!"Kenapa kamu merahasiakannya, padahal waktu itu kita sudah bertemu?"Mira ingat, ia sangat ingin mengatakannya, tapi Denny bersama wanita itu!"Tidak ada alasan, aku hanya takut kamu mengambil Azrah dariku, Mas. Bagaimanapun, aku hanya memiliki Azrah.""Kamu sangat egois, Mira.""Umi, aku tidak mau ikut ayah. Aku ha
Sugesti di masa kecil yang absurd seperti potongan kenangan yang unik untuk diingat.Seperti bagaimana biji semangka yang tertelan akan tumbuh dan berakar di dalam perut, mengeluarkan tangkai dan daun dari telinganya dan hidung lalu berbuah di puncak kepala. Begitulah seorang anak digiring dalam sebuah pemikiran tak masuk akal bahkan hanya karena sebuah nama."Apa kau terpengaruh?""Tentu saja. Sepertinya itu berhasil karena aku percaya dengan ibuku. Hahaha," Denny tergelak lagi karena konyolnya pemikiran saat itu.Mereka terlihat serasi dan bahagia."Apa yang akan kita lakukan selanjutnya?" Denny kemudian melihat Mira meminta pendapat soal rencana yang sebenarnya sudah mereka buat."Uhmm pertama, aku mau buat adik untuk Azrah, ini adalah tujuan yang paling bagus untuk dilakukan. Apa aku salah?""Haish... selalu saja cari keuntungan."Denny hanya nyengir, sementara ia tetap fokus berkendara."Rencana kedua adalah membangun usaha toko di pasar tradisional dan selanjutnya akan menjadi
Mira dan juga Denny sangat panik dan segera membawa Marina ketempat yang nyaman di dalam mobil.Mereka membawa pulang wanita itu dan memindahkannya ke kamar.Mira sangat iba melihatnya. Ia bisa merasakan Marina sangat terluka. Ia sangat mengerti bahwa Marina sangat mencintai Dika."Mira, sejak tadi kau melamun, apa yang kamu pikirkan?" tegur Denny karena Mira hanya termenung menatap wajah Marina."Selalu ada yang membuat wanita terluka sampai seperti ini. Apakah lelaki nggak tahu kalau wanita itu cuma makhluk yang lemah. Saat mencintai, dia sangat mudah dikhianati. Saat setia, pria tidak menyadari dan saat terluka ia hanya bisa menangis menyalahkan dirinya sendiri yang tak sempurna. Hanya saja, meskipun sangat lemah...wanita mampu bertahan dalam situasi seperti ini," ujarnya pelan, seolah mengenang apa yang dialaminya dulu.Saat itu Denny mengabaikan segala yang ia miliki. Cinta dan ketabahannya harus berakhir dengan selembar surat cerai.Akan tetapi Marina...dia mendapat selembar sur
"Aku membebaskan kamu, tapi kamu kembalikan kerugian yang sudah kamu tumbukan sejak awal, bagaimana?""Hah, omong kosong! Kau kira aku percaya?""Tidak. Kau tidak perlu percaya. Karen aku juga yakin kamu tidak punya uang untuk melakukannya. Kau kan cuma bisa memeras perempuan, mana mungkin bisa kembalikan uang sebanyak itu. Tapi...aku bisa sih mengurangi dakwaan soal pemerasan kamu yang terakhir, dengan syarat kamu ikuti permainan kami."Dika meremas tangannya kuat, sebab, dakwaan soal pemerasan uang itu berbuntut panjang. Marina minta uang itu dikembalikan tiga kali lipat berikut biaya persalinannya kelak."Aku tidak memeras, tapi dia yang memberikan.""Marina juga mendapatkan tamparan keras darimu, apa itu juga bisa dilaporkan tindak kekerasan? Ah Dika, sangat banyak catatan kriminal yang kau lakukan," ejek Denny. "Mungkin hukuman lima belas tahun penjara tidak cukup untuk kamu.""Jadi apa maumu?!" kali ini Dika terlihat menyerah.Denny tersenyum menang. Ia sudah membaca gelagat Dik
Seperti yang dikatakan Mira, polisi memang sudah berhasil meringkus Dika sehingga mereka mendapatkan pemberitahuan keesokan harinya.Mira segera menemui Marina dan menceritakan apa yang telah ia lakukan untuk Dika."Marina, aku minta maaf karena terpaksa menguntit kepergian kamu ke bank. Dan inilah akhirnya, kami memutuskan penyelesaian dengan polisi saja.*Marina menunduk dalam. Sepertinya ia ragu menyetujui tindakan Mira."Kau masih menyukai Dika, Marina? Apakah pria itu layak untuk wanita sebaik kamu?"Marina masih tak menjawab. Dilema di hatinya saat ini adalah soal harga dirinya yang hancur. Bagaimana mungkin ia melahirkan tanpa seorang suami, apa yang akan ia lakukan?"Kau berpikir bahwa Dika akan menikahi kamu, Marina? Itu tidak mungkin, Marina. Tidak semudah itu untuk memiliki suami yang baik seperti yang kita inginkan.""Tapi Bu....saya butuh status, meskipun hanya seorang janda, bukan sampah seperti ini," isaknya kemudian. "Saya masih tak mengerti, apakah kesalahan ini semua
Mereka sepakat untuk menguntit kemana Marina pergi. Dan benar saja, Marina memang datang mengambil uang di sebuah Bank. Mereka bahkan bisa memperkirakan berapa jumlah uang yang diambil Marina di bank tersebut."Kenapa Marina membutuhkan uang sebanyak itu?" gumam Mira yang sempat didengar Denny."Sudahlah, kita hanya butuh menguntit apa yang sebenarnya ia lakukan."Tak lama kemudian, wanita itu menuju sebuah restoran kecil di pinggir jalan tak jauh dari bank itu.Denny dan Mira tetap menguntit dan memperhatikan gerak gerik Marina yang terlihat gelisah seperti menunggu seseorang.Dan ternyata tak lama kemudian, seorang pria berhodie mendekati dan duduk di hadapan Marina.Marina menoleh kesana kemari untuk memastikan tidak ada yang melihat pertemuan mereka. Marina tahu, ini tidak benar, tapi ia ingin mengungkapkan perasaannya pada pria itu saat ini."Heh, kau datang juga akhirnya," bisik pria itu menatap puas wanita di hadapannya. "Benar, aku datang dan membawa apa yang kau minta, Mas."
Suasana semakin riuh saat mengetahui bahwa Mira adalah orang yang paling berkuasa di perusahaan tersebut.Apa ini? Mereka semakin tak percaya. Bagaimana mungkin Denny yang begitu keras dalam berusaha ternyata tidak memiliki apapun di perusahaan.Begitu juga Danu. Ia semakin tak mengerti bagaimana mungkin keluarga mereka hanya memiliki tidak lebih dari dua puluh persen saham? Kemana uang yang mereka miliki selama ini? Apakah ada suatu permainan yang dimainkan Denny untuk mengalihkan hartanya kepada istrinya?Itulah sebabnya kenapa Denny begitu berat melepaskan perusahaan itu untuknya!Dan karena kenyataan itu, Danu sangat marah lalu iapun segera keluar ruangan untuk mencari udara segar."Mas, aku minta maaf perihal Mira tadi, tapi bukankah itu yang mas Danu inginkan? Mas Danu ingin menerima tanggung jawab ini dan istriku tidak mempermasalahkannya. Untuk itu, aku juga tidak masalah." "Kenapa kau berubah pikiran? Apa kau sudah merasa cukup puas dengan permainan kamu? Kalian mengalihkan
Marina tahu, ia telah bersalah, tapi untuk kali ini saja, ia akan menuruti kemauan Dika. Ia ingin bernapas sejenak dan setidaknya tidak merepotkan Mira untuk menghadapi Dika. Selain itu, keluarganya akan merasa aman dari gangguan Dika."Sungguh, Bu. Sungguh tidak terjadi apapun denganku. Aku hanya menangis karena merindukan keluarga sehingga terasa bengkak wajahku karena menangis," ujar Marina beralasan.Meskipun tak sepenuhnya percaya, Mira menerima saja alasan Marina."Baiklah, kalau begitu cepatlah beristirahat, dan jangan lupa untuk minum vitamin kehamilan supaya tubuhmu tidak terlalu lemah.""Baik, Bu. Terimakasih."***Hari ini, Denny mengadakan pertemuan dewan direksi masalah perwakilan direktur perusahaan yang akan dipegang Danu. Ia harus memberikan pengumuman dan penyerahan alih tugas sementara. Selagi menyiapkan, Danu datang dengan wajah kesal seperti biasa."Apa maksudmu dengan alih tugas sementara? Apa kau pikir aku selemah itu?" protesnya dengan melempar map berisi undan
Marina menahan perih teramat sangat, sedangkan hatinya lebih dari itu. Ingin rasanya ia mengambil pisau yang terselip di pinggang Dika lalu menghujam pria itu dengannya. Tapi ia merasa lemah dan takut dengan bentuk kekerasan seperti itu."Marina, kau harus mengambil langkah yang bagus untuk mengambil kekayaan Denny. Anggap saja tidak perlu buru-buru, sedikit demi sedikit juga bisa kita mulai. Kau tentu bisa melakukannya."Wanita itu masih dalam memegangi pipinya yang terasa panas, ia hanya mendengar ucapan Dika dengan ketidak pastian."Sekarang aku butuh uang lima juta saja untuk membeli motor bekas, tapi bulan depan aku harus membeli motor yang baru, bagaimana, ini adil untuk kita bukan?"Kali ini Marina menatap tajam tak percaya pada pria yang di hadapannya. Ia tak percaya Dika hanyalah monster bertubuh manusia tampan. Sisi hidupnya sangat gelap maka ia tidak akan mau berada di lingkup hidup pria ini sampai kapanpun."Kenapa? Kenapa kamu menatapku seperti itu? Apa kau kira aku tidak
Denny mendengus, "Andaikan itu mudah bagiku, aku memilih untuk bersikap tidak perduli. Tapi bagaimana lagi jika itu sudah menyangkut istri cantikku?""Hehe, menggombal ya? Sudah baikan?" tanya Mira lembut. Tangannya menjangkau rahang suaminya dengan kasih sayang.Ya, ia memang akan merasa lebih baik dengan pelukan dan senyuman Mira yang indah. Akan tetapi setelah ia kembali dalam polemik hidupnya, ia merasa sangat ingin berlari dalam pelukan wanita ini. "Tentu saja. Aku akan semakin baik kalau kau selalu seperti ini, selalu bersikap lembut dan tersenyum.""Kalau begitu, sebaiknya kita kembali ke desa saja, Mas. Dan...aku sangat setuju kalau kamu menyerahkan perusahaan ini untuk Mas Danu."Atas ucapan Mira itu, Denny membelalakkan matanya. Ia tak mengerti bagaimana bisa Mira tahu apa yang sedang ia pikirkan saat ini."Kenapa kita harus ke Desa? Apakah semudah itu menyerahkan perusahaan pada Mas Danu?""Iya, Mas. Setidaknya berikan kesempatan untuk mas Danu bangkit seperti kamu,. berik