"Azrah! Jangan sembarangan berbicara!" kata Mira sedikit membentak dengan pengakuan Azrah."Biarkan dia mengatakan yang sebenarnya, Mira. Lagipula dia anak-anak yang masih jujur dengan apa yang dialaminya. Dia tidak akan berani berbohong seperti ibunya," desis Denny."Diam kamu, Mas! Tau apa kamu dalam hidupku? Beraninya kamu mengatakan aku penipu!" balas Mira sama-sama berdesis supaya Azrah tidak melihat perdebatan mereka."Ya, kamu membohongiku, kamu tidak pernah berterus terang kalau aku punya seorang anak sebesar ini! Lihat, dia sungguh mirip denganku! Dia anakku bukan?""Umi... apakah paman ini juga ayahku? Tidak! Mana mungkin ayah menikah dengan orang jahat! Aku tidak mau, Umi!" tiba-tiba Azrah sangat ketakutan. Traumatis membayang di kepalanya. Rasa takut atas kejadian itu masih belum hilang sepenuhnya.Mereka berdua tidak menyadari kalau Azrah memperhatikan perbincangan mereka. Dan sekarang, Azrah memeluk Mira kuat-kuat karena takut dengan kehadiran Denny.Dengan kejadian itu,
"Sekali lagi aku minta maaf, Mira. Aku sungguh tidak tau bagaimana cara berterimakasih kepadamu."Mira tersenyum tipis, lalu meninggalkan Denny sendiri. Ia tak tahan lagi, jangan sampai ia menangis di hadapan pria ini. Mira melangkah menjauh, bersembunyi di salah satu lorong sepi di klinik tersebut. Setelah menjauh, iapun meremas dadanya, merasakan perih di hatinya. Seakan ia lebih menyukai Denny yang bersikap pemarah dan garang kepadanya daripada terlihat lemah dan memohon.Beberapa lama kemudian ia melihat Denny memasuki ruangan Azrah yang tertidur lelap.Baru saja Denny mengintip Azrah dan anak itu sedang tertidur karena pengaruh obat. Denny terus mendekati, menatap lekat wajah yang tertidur pulas.Dalam ia menatap sedih pada Azrah yang berbalut perban di kepala dan kakinya.Akan tetapi tak lama kemudian ia tersenyum disebabkan betapa miripnya Azrah dengan wajahnya sendiri.Tangannya terulur menyentuh pipi bocah itu dengan lembut."Azrah, ini ayah datang menjengukmu, maafkan ayah
Mereka akhirnya sepakat untuk membawa Azrah berobat jalan di Jakarta.Untuk pertama kalinya, Mira kembali setelah hampir enam tahun berlalu. Ia sungguh terkejut melihat rumah dan isinya tidak berubah samasekali. Ia bahkan menduga, tak satupun barang yang bergeser dari tempatnya setelah kepergiannya. Ia bahkan masih melihat Ting sampah yang masih terisi dengan sampah yang sama pada waktu itu. Masih ada struk belanja terakhir kalinya saat ia meminta Denny berperan sebagai suami terbaik di dunia ini.Hatinya berdesir dan tangannya bergetar menyentuh semua barang yang pernah ia miliki dahulu tidak berubah samasekali. Apakah arti semua ini? batinnya.Dalam keadaan termangu, Denny datang menghampirinya."Maaf, aku belum sempat mengganti dengan taplak meja yang bersih," katanya dan mengambil taplak meja di hadapan Mira.Mira langsung memegang tangan Denny refleks karena ia merasa taplak meja di hadapannya masih cukup bersih."Tidak, Mas. Ini masih bersih...tapi siapa yang melakukannya? Semua
"Iya Mas. Azrah harus segera kembali ke sekolah karena sebenarnya dia belum ada libur sekolah. Tujuan Azrah ke Jakarta adalah karena kompetisi Matematika yang disponsori perusahaan besar di Jakarta ini. Alhamdulillah, Azrah tidak mengecewakan...yah... seperti ayahnya dulu."Denny tercengang dengan penuturan Mira. Ia teringat dengan kompetisi yang diikuti Danial keponakannya di tayangan televisi waktu itu. Ia teringat pemenang pertama yang menginginkan bertemu ayahnya...dan ia tak mengira kalau itu adalah Azrah?"Mira... kalian...ah, aku tak percaya dengan semua ini," desisnya karena ia sangat sedih dengan kejadian tersebut, ia tak mengira bahwa itu adalah putranya sendiri!"Kenapa kamu merahasiakannya, padahal waktu itu kita sudah bertemu?"Mira ingat, ia sangat ingin mengatakannya, tapi Denny bersama wanita itu!"Tidak ada alasan, aku hanya takut kamu mengambil Azrah dariku, Mas. Bagaimanapun, aku hanya memiliki Azrah.""Kamu sangat egois, Mira.""Umi, aku tidak mau ikut ayah. Aku ha
Bagaimana bisa Denny hanya berharap ia hanya harus bertahan sementara saja sedangkan ia berharap berada di sisi Denny selamanya?Sementara itu Denny kecewa karena Mira ingin cepat kembali ke Kalimantan. Wanita ini pastilah sudah tidak mencintainya lagi karena terlalu sering dikecewakan. Ia merasa sangat kecewa. Ia telah berjanji kepada dirinya sendiri bahwa tidak akan ada lagi pernikahan yang ke empat kecuali itu adalah pernikahan terakhir kali dan wanita itu hanyalah Mira!Ia tak akan menikahi wanita manapun kecuali Mira mau kembali kepadanya. Tapi apa? Wanita ini bahkan mau buru-buru pulang ke Kalimantan? Apa yang harus ia lakukan demi membuat Mira bertahan?Mereka berdua terdiam dalam pikiran mereka masing masing hingga suara keluarga Denny yang cukup ramai masuk ke ruangan mereka."Denny, Mira!" suara Nia istri Danu menggelegar memenuhi ruangan. "Wah ini dia... Denny hampir gila mencarimu kesana-kemari, dan ternyata...kamu datang tepat pada waktunya, Mira," kata wanita itu membua
Denny masih gagap dengan penuturan Mira. Sedikit tak percaya, tapi ucapan Mira bukanlah sebuah bualan bukan? Ia sangat takut kalau-kalau Mira mempermainkan perasaannya. "Tunggu, kamu tadi bilang apa? Coba kamu ulangi sekali lagi ucapan kamu tadi, Mira." Denny mencoba mencerna ucapan Mira, ia takut salah menafsirkan.Mira tersenyum, sepertinya Denny memang tak memahami apa yang ia ucapkan."Mas, aku mau kembali ke Jakarta lagi setelah Azrah bisa pindah sekolah dan menempati rumah ini bersama Azrah jika kamu setuju. Apakah kamu tidak menyukainya, Mas?" tanya Mira menekankan."Kamu serius? Kamu serius mau pindah ke Jakarta ini? Kamu nggak lagi becanda kan, Mira?""Tentu saja, aku serius dalam hal ini."Sesaat kemudian, Mira terkejut karena Denny berjingkrak di hadapannya."YES!" pekiknya dan melompat girang.Mira semakin tak percaya, tak menyangka, Denny berlari keluar kamar dan segera memberitahukan hal itu kepada seluruh keluarganya. Ia hanya merasa lucu dan tersenyum geli dengan ting
Denny sangat terkejut karena pukulan itu telak mengenai rahangnya. Bahkan pria itu sempat memukul sekali lagi.yang membuat ia kepayahan.Darah segar mengucur di sudut bibirnya."Siapa kamu?" kata Denny sembari mengusap darah yang menetes di bibirnya.Sangat sulit melihat wajah pria itu dengan jelas dan bahkan ia tak mengenali postur tubuh pria itu."Bagaimana rasanya? Sudah lama saya menunggu saat seperti ini, dan saya tidak akan berhenti untuk melakukannya," ancam pria itu.Denny berusaha keras mengingat suara lelaki yang sepertinya lebih tua darinya itu. Akan tetapi tak seorangpun yang terlintas di kepalanya siapa pria asing itu."Apa maumu?" tanya Denny penasaran."Hah, berlagak tanya apa mauku? Seharusnya, kamu ingat bagaimana aku ikut merintis usahamu itu. Bagaimana perusahaan kamu bisa sebesar itu, pastilah ada andil kami yang berkerja lebih awal dari yang lain.""Siapa sebenarnya bapak ini? Saya sungguh tidak bisa mengingat. Apa kesalahanku sebenarnya?""Sebelumya, ayahmu sanga
Mira hanya menggelengkan kepalanya. Betapa gelisah menunggu Denny yang tak kunjung muncul. Ditambah lagi dengan wajahnya yang terluka. Ada apa sebenarnya? Apa mungkin Denny terlibat sebuah perkelahian?Meskipun sedikit lambat dan kacau, pernikahan itu bisa berlangsung dengan baik. Pada akhirnya, Mira dan Denny kembali bersatu. Malam itu juga, Mira dan Denny melangsungkan pernikahan mereka yang kedua kalinya tanpa sepengetahuan keluarga Mira di desa.Denny benar-benar tidak pernah membayangkan bahwa cinta yang Mira miliki hanyalah untuknya. Kekuatan itu begitu dalam dan mampu membuatnya tersadar.Di hadapan penghulu, Denny menangis bahagia. Ia berharap tak ada satupun rintangan di hari pernikahannya.Begitu juga keluarga Mira yang melihat Denny menangis, mereka juga tak bisa menahan air mata saat Denny menggenggam tangan Mira seperti tidak mau melepaskan lagi sedetikpun."Mas, apa begitu berat bagimu untuk melupakan aku selama ini? Bukankah kamu yang dulu ingin aku pergi?" tanya Mira