"Siapa bilang aku benci? Dulu cuma nggak memahami saja siapa istri kamu itu. Setelah dipikir-pikir... dia nggak terlalu buruk," katanya sembari nyengir."Nggak terlalu buruk, Mas? Lalu, apa menurutmu kami kembali adalah jalan yang paling kamu dukung atau kamu tentang?" Lalu Denny menatap ibunya, "Bu, kalau Mira adalah istriku, dan Azrah adalah putraku, apa ibu tidak setuju?"Magdalena terdiam. Ia merasa malu dan bersalah dengan ucapan Denny barusan."Aku hampir saja menyerah untuk mengembalikan keluargaku dikarenakan semua sikap kalian. Dan sekarang kalian pasti senang karena Mira dan Azrah sudah menjauh dariku."Denny lama terdiam, pandangan matanya kosong ke depan. Ia sangat capek memikirkan segalanya sangat tidak kondusif."Aku lelah, Bu. Aku capek, Mas. Aku bingung harus berdiri di mana saat ini. Kalau aku bersama Mira, kalian berusaha memisahkan aku, dan kalau aku bersama kalian, putraku pasti menungguku."Magdalena makin terisak sedih dengan penuturan putranya. Selama ini, putra
Dika datang ke kantornya dengan senyum ceria. Entahlah apa yang membuatnya begitu bahagia pagi ini. Terlebih lagi Dika sudah mendengar soal kabar burung rumah tangga Denny.Rumor itu mengatakan bahwa orang yang paling berpengaruh di perusahaan Denny adalah Mira istrinya dan sekarang sudah tidak pernah terlihat di perusahaan.Denny juga memberitahukan kalau Dika akan mendapatkan kenaikan gaji setelah bulan kedua berada di perusahaan itu, dan inilah saatnya ia bisa mengajukan kenaikan gaji tersebut."Mas Dika, kamu sumringah banget, memang mimpi ketemu bidadari ya, Mas," canda salah seorang pegawai yang duduk di lobi perusahaan."Hah, untuk apa bidadari, yang paling penting sekarang ini adalah kenyataan, bukan mimpi. Bagiku, ketemu sama kamu di dunia nyata lebih berarti bagiku," katanya menggombal, membuat gadis itu tersipu malu.Suasana hati Dika sudah sangat membaik, itu karena ia mendapat posisi basah di perusahaan itu.Selagi bercanda dengan gadis itu, Denny lewat dengan wajah ditek
Kalau saja ia tidak berusaha ikut campur, bukankah mereka akan hancur bersama? Bukankah terlalu banyak yang dikorbankan hanya karena kata itu diabaikan?"Umi...menangis lagi?" suara kecil itu membuat Mira tersadar ada yang sedang memperhatikan. "Padahal kita sudah jauh di Kalimantan, tapi Umi masih saja menangis," gumamnya."Azrah...umi hanya lelah, capek dengan semua ini. Umi tidak tau harus bagaimana, Azrah. Apakah umi sungguh harus menyerah? Jika begitu adanya, kita akan kembali dari awal lagi, memulai segalanya tanpa berharap," lirihnya.Tentu saja Azrah tak mengerti soal apa yang dibicarakan Mira. Bocah itu hanya mendekap Mira tanpa berbicara. Akan tetapi Mira bisa merasakan kesedihan sang ibu yang masih menangis itu.Beberapa menit kemudian, suara ponsel Mira berdering lagi. Azrah bisa melihat nama yang tertera di sana. Ia hanya bingung apakah harus mengangkat atau hanya membiarkan saja sementara Mira dalam kondisi yang tidak baik."Umi, itu ayah, haruskah kita biarkan?"Mira me
Agus semakin heran, dia pikir seharusnya suami istri harus saling tahu keadaan masing-masing, dan ini Denny bahkan tidak tahu dimana istri dan anaknya berada? Ada apa ini? Apa Mira memang minggat?"Maaf, Pak. Saya sungguh tidak tau di mana Mira berada. Selama ini kami cuma saling menghubungi lewat telepon. Saya samasekali tidak pernah bertanya soal itu, Pak."Denny meremas janggutnya, ia sedang berpikir kepada siapa ia akan bertanya di mana keberadaan Mira?"Kalau begitu, carilah cara supaya Mira bisa memberikan alamat surat. Kau bisa berpura-pura mengirim paket atau alasan apa saja yang membuatnya memberikan alamatnya. Bisa kan kamu melakukan itu? Jangan kuatir, aku akan memberikan imbalan besar untuk pekerjaan ini." Agus mendengar Denny terus memberikan janji manis jika Agus mau bekerja sama mengorek keterangan soal keberadaan Mira. Hanya saja ia samasekali tidak terpengaruh dan berwajah datar-datar saja tanpa ekspresi."Gimana Gus, kamu setuju bukan?""Uhmm, begini Pak...saya...ng
[ Andai aku bisa memperbaiki semua keadaan ini, menjadi seorang suami dan menjadi seorang ayah yang baik buat kalian, aku akan memulainya, oleh sebab itu tolong maafkan aku, Mira]Sesaat kemudian ia tertegun, memikirkan bagaimana ia mengungkapkan isi hatinya lebih banyak lagi. Ia ingin Mira mengerti bahwa ia bersungguh-sungguh dalam hal ini. "Apa ini sudah cukup?" katanya dan memastikan isi pesan tersebut sudah sesuai dengan tujuannya. Lalu iapun menekan icon kirim di layar. Ia akan menunggu apa yang akan dikatakan Mira setelah ia mengirim pesan tersebut. Ia ingin Mira menyambut isi hatinya dan memaafkan semua yang terjadi. Kepergian Mira sungguh membuat hatinya merasa sepi.Sementara Mira telah melupakan rasa sedih dan gundah di hatinya dengan banyak bersosialisasi dengan banyak teman di lingkungan tempat ia bertempat tinggal. Ia telan menonaktifkan ponselnya dengan alasan tidak ingin memperdalam rasa sakit di hatinya.Ia memiliki ponsel lain dan meninggalkan ponselnya yang menyimpa
Agus menggaruk kepalanya yang tak gatal samasekali. Tadi dikatakan, ia dikembalikan di posisi semula adalah karena kinerjanya, bukan karena hal lain. Kenyataannya ia masih harus membantu Denny mengurusi soal Mira.Ya, seperti udang dibalik batu, kalau bukan karena hal itu Denny mungkin juga tak terlalu bersemangat untuk menawarkan sebuah posisi itu lagi. Ia samasekali tak yakin ini tak punya tujuan tertentu."Gus, kamu juga akan mendapatkan gaji yang lebih dariku, dan kamu akan dinobatkan sebagai karyawan dengan kredibilitas terbaik. Tentu saja, akan ada apresiasi dari perusahaan untuk karyawan teladan," ujarnya lagi melihat Agus hanya menanggapi dingin tawarannya. Padahal tawaran itu, siapa sih yang menolak? Agus mengangkat kepalanya, menatap ekspresi Denny yang berapi-api. Akan tetapi entah mengapa ia merasa iba dan kasihan."Pak Denny, kalau boleh saya bertanya, apa kesalahan terbesar pak Denny terhadap Mira?""Hah? Apa maksudmu?" Denny sedikit memiringkan kepalanya, memikirkan ap
Akhirnya Mira bisa mendengar langsung kata-kata yang begitu menyesakkan dadanya itu. Setelah sekian lama ia menguji kesabarannya sendiri dan juga kesabaran seorang pria di hadapannya ini."Aku tau ini seolah memaksa, akan tetapi sebenarnya aku sudah tidak punya cara lain lagi yang bisa membuatmu yakin dengan apa yang kurasakan."Mira yang sejak tadi menunduk, mengangkat wajahnya menatap Denny sehingga pandangan mereka beradu. Sementara pria yang ada di samping Denny segera berdehem keras."Ekhem, apa aku bisa keluar sebentar? Aku butuh menghubungi seseorang," ujarnya membuat mereka berdua menoleh.Denny mengangguk dan membiarkan Faza keluar dari ruangan tersebut.Faza bernapas lega, bisa keluar dari suasana yang sangat canggung diantara mereka.Ia terpaksa melakukan semua ini, menunjukkan di mana Mira berada dikarenakan sangat iba melihat kondisi Denny.Tepatnya seminggu yang lalu, secara kebetulan ia bertemu dengan Denny di sebuah rumah sakit. Ia melihat Denny sedang di dorong di se
Denny mengerjai, ia merasa bermimpi saat mendengar bahwa Faza sungguh tau keberadaan Mira dan putranya. Apa dirinya sungguh berhalusinasi?"Kau...tau di mana Mira?""Kenapa? Apa kau tak percaya?"Denny termenung. Sekian lama tak bertemu Faza, tiba-tiba pria ini muncul memberinya harapan. "Apa yang harus aku sepakati? Aku rasa kau juga mempunyai masalah serius?""Benar, aku butuh ginjal untuk menyelamatkan istriku, kau harus mendapatkannya untukku! Bagaimana? Kau setuju?"Denny malah terkejut bukan main. Imas membutuhkan ginjal, apa yang terjadi sebenarnya?"Kau... serius?"Wajah Faza terlihat sangat murung. Ia teringat asal kejadian itu, di mana mereka memiliki anak ke dua sekitar dua tahun yang lalu. Sayangnya, Imas mengalami pre-eklampsia yang cukup serius. Ia terpaksa mengonsumsi pil penurun tekanan darah tinggi setiap hari yang ternyata berakibat ginjalnya mengalami kerusakan. Setelah putra kedua mereka lahir, Imas harus melakukan pencangkokan ginjal demi keselamatan hidupnya."