"Hah?! Berarti aku dijual?" tanya Aleasha sambil membelalakkan matanya.
Mateo--ayah Aleasha, dan Daisy--ibu Aleasha mengelengkan kepalanya dengan cepat.
"Bukan dijual. Ini sudah seperti kesepakatan," ucap Mateo dengan tenang.
Suara tenang Mateo tentu sangat tenang untuk seorang ayah yang baru saja menyuruh anaknya menikah karena perjanjian hutang.
Aleasha berdiri dari kursinya, "Iya, kesepakatan buat ngejual aku, 'kan? Ayah sama Ibu udah gila?!" pekiknya.
Dia benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya. Bukannya bermaksud untuk kurang ajar, tapi apa yang dilakukan kedua orang tuanya juga tidak mencerminkan sebagai orang tua.
"Jangan kurang ajar sama orang tua," Mateo mengingatkan, "kami melakukan ini juga untuk menghidupi kamu sehingga bisa hidup dengan layak."
Aleasha kembali duduk, dia menghela napas panjang dan mencoba untuk mengatur napasnya. "Ya udah, kalau gitu Ayah sama Ibu jelasin kenapa aku dijual kayak gini," ucapnya.
Mateo mulai bercerita. "Seperti yang udah Ayah kasih tahu tadi. Keluarga kita berutang pada Keluarga Aksata dan karena tidak bisa membayarnya, kami harus melakukan hal yang sudah menjadi kesepakatan. Kami harus menyerahkan kamu pada keluarga mereka."
"Iya, aku paham. Ayah juga udah jelasin itu tadi. Tapi kenapa harus aku? Memangnya berapa utang keluarga kita sampai Ayah sama Ibu nggak bisa bayar?" tanya Aleasha yang masih tidak habis pikir dengan jalan pikiran kedua orang tuanya.
"Satu juta dollar," ucap Mateo dengan nada datarnya. Dia sudah pasrah dengan keadaan. Bahkan ketika anaknya terlihat begitu tidak percaya pada keadaan sekarang, Mateo mencoba untuk memahaminya. Dia tidak bisa memaksa Aleasha untuk langsung paham dengan kondisi kesulitan keluarga mereka. Selama ini, Aleasha hidup tanpa tahu apa yang dirasakan dan diperjuangkan kedua orang tuanya.
“Hah?! Satu juta dollar?” tanya Aleasha terkejut.
Mateo hanya menganggukkan kepalanya. Dia tahu itu bukan nominal yang sedikit. Itu adalah uang yang cukup banyak jika digunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
“Jadi, Ayah sama Ibu utang sama keluarga mereka satu juta dollar? Kok bisa?” tanya Aleasha.
Aleasha ingin tahu lebih banyak tentang hal tersebut. Apa yang membuat kedua orang tuanya memiliki hutang sebanyak itu? Kenapa dia baru tahu sekarang? Uang sebanyak itu digunakan untuk apa oleh kedua orang tuanya? Banyak pertanyaan yang muncul di kepala Aleasha sekarang.
Daisy mencoba untuk menenangkan anaknya itu dengan mengelus pundak Aleasha pelan, “Kamu tenang dulu, Nak. Ibu sama bapak bakal cerita semuanya ke kamu. Kami janji nggak bakal ada yang ditutup-tutupi lagi,” ucap Daisy tenang.
Aleasha menghela napas kasar, “Ya udah, sekarang Ibu sama Bapak cerita. Aku harap beneran nggak ada yang ditutup-tutupin,” katanya.
Suasana makan malam itu menjadi sangat berbeda dengan makan malam sebelumnya. Biasanya, mereka hanya akan berbicara tentang keseharian masing-masing. Mateo adalah seorang pebisnis yang mencoba peruntungan di berbagai bidang. Dia sudah mencoba banyak bisnis, mulai dari properti, pengadaan barang, jual beli alat berat hingga bisnis dengan skala kecil menengah. Untuk saat ini, Mateo fokus untuk mengelola sebuah restoran yang ada di tengah kota Jogjakarta. Sedangkan Daisy dulunya bekerja sebagai admin di pabrik dan fokus menjadi ibu rumah tangga setelah menikah dan memiliki anak. Aleasha sendiri baru lulus S1 jurusan fotografi dan sedang mencari pekerjaan.
“Dulu, waktu Ayah coba buat bisnis properti sama salah satu teman, Ayah ditipu. Mereka ngasih project pembangunan tapi nggak bayar. Dan mereka kabur setelah uang Ayah habis buat modalin sebanyak dua ratus juta,” ucap Ayah memulai ceritanya.
Aleasha tidak ingat hal tersebut, karena saat ayahnya memulai bisnis, dia masih sangat kecil. Sekarang, dia hanya bisa diam dan mendengarkan penjelasan ayahnya.
“Itu semua uang tabungan ayah sebelum nikah. Setelah dua ratus juta itu hilang, Ayah sama Ibu beneran nggak punya yang lagi buat hidup. Akhirnya keluarga kita hidup dengan minjam uang sana sini. Sampai saudara yang lain juga males minjemin uang karena kita nggak tahu bisa bayar kapan. Sampai akhirnya Ayah ketemu sama Pak Richard Aksata, dia adalah pemilik perusahaan tempat bapak kerja serabutan setelah gagal bisnis properti. Pak Richard menawarkan pinjaman tentu dengan beberapa jaminan. Ayah akhirnya menggunakan pinjaman itu sebagian untuk kebutuhan hidup keluarga kita. Sebagian lagi Ayah gunain untuk bikin usaha baru,” lanjutnya.
“Jaminan apa aja yang Ayah kasih ke mereka?” pertanyaan Aleasha memotong cerita Mateo.
“Banyak, mulai dari sertifikat rumah sampai cincin pernikahan. Di awal-awal pinjaman, Ayah bisa mengembalikan uang Pak Richard. Oleh karena itu, Pak Richard berani kasih pinjaman yang lebih besar untuk bisnis Ayah. Tapi, semua bisnis Ayah nggak ada yang bertahan lama. Mungkin saat itu karena Ayah kurang perhitungan dalam bisnis, jadinya rugi terus. Nah, di saat-saat itu pinjaman Ayah makin menumpuk. Dan sampai lima belas tahun, utangnya sampai satu juta dollar,” ucap Mateo mengakhiri ceritanya.
Aleasha merasa dadanya sesak mendengar cerita itu. Keluarganya mengalami kesulitan dan dia tidak tahu sama sekali. Dia merasa hidupnya sangat berkecukupan, tanpa tahu persaaan berkecukupan itu muncul karena tidak tahu bahwa kedua orang tuanya menderita. Dia juga tidak tahu harus berbuat apa untuk membantu keluarganya.
Secara akademik, Aleasha tidak begitu pintar. Dia hanyalah mahasiswa biasa yang tidak populer dan tidak menonjol dalam bidang apa pun. Sekarang dia merasa menjadi anak yang tidak berguna.
“Terus, sekarang gimana, Yah?” tanya Aleasha pada akhirnya.
Belakangan ini memang Aleasha merasakan banyak hal yang berbeda dari keluarganya, terutama dari tingkah laku ayah dan ibunya yang lebih banyak memasang wajah khawatir. Sebelumnya, dia tidak pernah peduli dengan apapun yang dijalani oleh kedua orang tuanya. Namun, kali ini tentu saja hal itu membuat Aleasha bertanya-tanya.
“Mereka pasti nangih utang, ya, belakangan ini?” tebak Aleasha.
Kedua orang tuanya menganggukkan kepala. “Ini semua karena keadaan. Ini salah keadaan,” ucap Daisy dengan suara bergetar.
Daisy seolah sedang menyalahkan sesuatu akan kejadian yang menimpa keluarganya selama ini. Sudah hampir lima belas tahun keluarganya terlilit utang karena sering gagal dalam berbisnis. Hal tersebut juga membuatnya harus kehilangan sesuatu yang sangat berharga sekarang.
“Ibu kenapa, Bu?” tanya Aleasha khawatir.
Gadis itu mencoba untuk menenangkan ibunya yang tiba-tiba menangis. Dia tentu tidak tahu sebabnya, kenapa Daisy tiba-tiba menangis dan menyalahkan keadaan. Sedangkan Daisy terdengar tersedu pilu. Suara tangisannya memenuhi ruangan yang sunyi itu. Di meja makan itu, Mateo melihat istrinya dengan pandangan simpati. Sedangkan Aleasha masih mencari jawaban dari pertanyaan.
"Kamu mau bantu keluarga kita, 'kan?" tanya Daisy di sela isakannya. "Kamu nggak mau kan lihat ayah kamu di penjara?"
Mata Aleasha membulat sempurna. "Penjara?" tanyanya terkejut.
***
Aleasha tidak tahu harus berbuat seperti apa lagi. Kepalanya mendadak merasa sangat sakit dan pusing di saat bersamaan. Saat Mateo mengatakan bahwa dia adalah jaminan utang satu juta dollar keluarganya yang tidak bisa dibayar, Aleasha merasa bingung dan kecewa di saat yang sama.Dia tidak menyangka bahwa dia akan menjadi objek jaminan utang. Di satu sisi, dia paham bahwa orang tuanya juga berada dalam kondisi terdesak. Benar kata Daisy, yang salah adalah keadaan. Jika keadaan tidak seperti itu, mungkin mereka bisa membayar utang pada Richard.“Ayah nggak jual kamu, Nak. Ini sudah menjadi salah satu perjanjian saat Ayah pinjam uang ke Pak Richard,” ucap Mateo mencoba menenangkan anak satu-satunya itu.“Terus apa? Ini maksudnya aku bakalan jadi babu di rumah mereka? Bakal jadi pembantu mereka? Atau apa, Yah?” desak Aleasha.Tentunya masih ada tersisa ruang untuk marah di hatinya. Dia tidak habis pikir akan bernasib seperti itu, seolah dijual oleh keluarganya sendiri.“Nggak, Nak. Kamu n
Richard tidak memiliki banyak waktu untuk menjelaskan banyak hal pada Aleasha. Setelah pertemuan singkat itu, Richard menyerahkan semuanya pada Aleasha dan Roby, sekretaris Javario yang sudah lebih dulu berada di Jogja. Roby yang akan membantu Aleasha dalam berbagai hal selama proses persiapan pernikahan. “Mbak Alea punya wedding dream?” tanya Roby. Aleasha masih di restoran yang sama dan duduk di bangku yang sama. Hanya saja orang yang berada di hadapannya berbeda. Richard sudah pergi bersama pria bertubuh tegap yang tadi mengantarnya ke restoran. Meninggalkannya dengan Roby, lelaki berkulit seputih susu yang baru saja dikenalnya. Aleasha bingung. Sebelumnya, dia tidak pernah berpikir akan menikah secepat ini. Dia menggelengkan kepalanya, “Saya bahkan nggak pernah mikirin tentang nikah, Mas,” ucapnya jujur. Mendengar itu, Roby sedikit mengernyitkan dahi, “Nggak pernah? Mbak Alea umurnya berapa?” “Dua puluh dua tahun. Saya baru lulus kuliah, Mas,” katanya. “Oh, berarti jarak del
Setelah pertemuan tersebut, Roby berjanji untuk menjemput Aleasha esok hari untuk bertemu dengan Javario. Pria itu juga mengantar Aleasha pulang setelah menghabiskan seporsi spageti dan mengobrol berjam-jam tentang Javario dan keluarganya.“Gimana, Nak?” tanya Mateo.“Pak Richard ngomong apa aja ke kamu?” sambung Daisy.Aleasha menghela napas panjang. Di ruang tamunya itu, dia mengitarkan pandangan. Rumahnya tidak luas dan sangat sederhana. Hanya ada ruang tamu yang kecil dengan sofa lusuh, ruang makan yang merangkap dapur, dan dua kamar tidur. Sekarang dia sangat sadar bahwa keluarganya sangat sederhana.“Pak Richard langsung pergi pas ketemu. Nggak banyak ngobrolnya,” jawab Aleasha.“Terus? Kamu nggak bikin masalah, kan?” tanya Mateo memutuskan.Aleasha menggelengkan kepalanya, “Nggak kok, Yah. Besok aku ketemu sama anaknya Pak Richard.”“Kamu harus dandan yang cantik untuk besok,” ucap Daisy, “biar Ibu bantu.”Aleasha hanya bisa menganggukkan kepala pasrah.“Ya udah, kalau gitu kit
"Maksudnya gimana, Mas?" tanya Aleasha gugup. Jantungnya berdetak dengan sangat kencang karena ucapan ambigu dari calon suaminya itu. Sedangkan Javario terlihat sangat santai dan tidak banyak bereaksi. "Saya cuma mau bilang itu," katanya sekenanya. *** Aleasha terpukau dengan pemandangan yang baru saja ditemuinya. Sebelum mencapai rumah baru mereka, dia melintasi gerbang utama kompleks yang terlihat begitu mewah dan modern. Pada sebuah pilar besar, terpampang jelas tulisan "Komplek Perumahan Ganesha", sebuah kompleks perumahan elit yang terletak di pinggiran kota. Di sekitar kompleks, terdapat berbagai fasilitas seperti klinik, taman bermain anak, dan minimarket. Jalanan di dalam kompleks terasa sangat mulus dan rindang, dihiasi dengan berbagai pepohonan. Rumah-rumah mewah berjejer rapi dengan desain yang bervariasi, menciptakan panorama yang memukau. Dalam kompleks tersebut terdapat empat blok rumah, dan rumah yang akan dihuni oleh Aleasha dan Javario terletak di blok 1. Rumah m
Setelah pertemuan pertama mereka, Aleasha jarang bertemu dengan Javario. Informasi yang dia terima dari Roby menyebutkan bahwa Javario sibuk mengurus kepindahan perusahaan rintisannya, sementara keluarganya tengah sibuk mempersiapkan segala hal terkait pernikahan. Sementara itu, Aleasha sendiri sering kali harus pergi ke butik yang telah disiapkan oleh keluarga Aksata untuk urusan persiapan pernikahan.Setiap kali Aleasha mengunjungi butik yang dipilih oleh ibu Javario, dia tidak bisa membantu diri untuk memikirkan seberapa besar kekayaan yang dimiliki oleh keluarga tersebut. Selain hotel mewah bernama Ariana di Jogja, keluarga itu juga memiliki beberapa hotel cabang dengan nama yang sama, serta beberapa yang berbeda. Perbedaan ekonomi dan gaya hidup antara keluarga Anagata dan Aksata sangat jelas terlihat dari hal ini."Saya mau dikecilin lagi di bagian pinggangnya," ucap Roby, desainer busana yang bertanggung jawab atas gaun pernikahan Aleasha.Aleasha membulatkan matanya dengan sed
Aleasha merasa seperti berada di tengah-tengah sebuah dunia yang asing baginya. Dua orang asing di hadapannya, Celina dan Rio, adalah sosok yang sepenuhnya tidak dikenal baginya. Selama perjalanan dari butik ke restoran, gadis itu berkali-kali menolak untuk bertemu dengan mereka.Baginya, mereka hanyalah dua orang yang tidak perlu dikenalkan, dua orang asing yang tidak relevan dalam kehidupannya. Meskipun mereka adalah rekan kerja Javario, itu tidak membuat mereka lebih dekat dengan Aleasha atau membuatnya merasa harus memperkenalkan diri.Dalam kebingungannya, Aleasha merenung, "Aku harus ngomong apa ini?" Pikirannya berputar cepat, mencoba mencari cara untuk mengatasi kebingungan ini. Namun, hingga saat ini, dia hanya terdiam. Bahkan ketika dia bersuara, itu hanya untuk memesan makanan, tidak lebih dari itu.Selanjutnya, dia hanya diam, memperhatikan Celina dan Rio yang sibuk berdiskusi. Meskipun mereka tampak begitu terlibat dalam pembicaraan mereka, Aleasha bahkan tidak tahu dan t
Aleasha tidak gentar. Baginya, Celina hanyalah seorang asing yang menyebalkan. Gadis itu bahkan heran mengapa Javario bisa berteman dengan wanita seperti Celina, apalagi mengingat bahwa wanita di hadapannya itu adalah mantan Javario. "Duh, selera Mas Java nggak banget!" umpat Aleasha dalam hatinya, merasa kesal dengan situasi yang sedang dihadapinya. "Kayaknya saya di sini cuma buang-buang waktu. Jadi, saya pamit pulang," ucap Aleasha dengan tegas, bangkit dari tempat duduknya. Dia meninggalkan restoran itu tanpa menunggu reaksi dari Rio dan Celina. Aleasha benar-benar tidak mengerti mengapa Javario meminta dia untuk bertemu dengan dua temannya yang terasa begitu aneh dan tidak menyenangkan. Menurutnya, Javario seharusnya tidak perlu memperkenalkan mereka jika teman-temannya tersebut tidak mampu menghargai keberadaan Aleasha. Di jalan, Aleasha segera menghubungi Roby. Untungnya, Roby yang sedang dalam rapat online dengan Javario langsung merespons panggilan tersebut. "Halo?" sapa
Aleasha tidak gentar. Baginya, Celina hanyalah seorang asing yang menyebalkan. Gadis itu bahkan heran mengapa Javario bisa berteman dengan wanita seperti Celina, apalagi mengingat bahwa wanita di hadapannya itu adalah mantan Javario. "Duh, selera Mas Java nggak banget!" umpat Aleasha dalam hatinya, merasa kesal dengan situasi yang sedang dihadapinya. "Kayaknya saya di sini cuma buang-buang waktu. Jadi, saya pamit pulang," ucap Aleasha dengan tegas, bangkit dari tempat duduknya. Dia meninggalkan restoran itu tanpa menunggu reaksi dari Rio dan Celina. Aleasha benar-benar tidak mengerti mengapa Javario meminta dia untuk bertemu dengan dua temannya yang terasa begitu aneh dan tidak menyenangkan. Menurutnya, Javario seharusnya tidak perlu memperkenalkan mereka jika teman-temannya tersebut tidak mampu menghargai keberadaan Aleasha. Di jalan, Aleasha segera menghubungi Roby. Untungnya, Roby yang sedang dalam rapat online dengan Javario langsung merespons panggilan tersebut. "Halo?" sapa
Aleasha merasa seperti berada di tengah-tengah sebuah dunia yang asing baginya. Dua orang asing di hadapannya, Celina dan Rio, adalah sosok yang sepenuhnya tidak dikenal baginya. Selama perjalanan dari butik ke restoran, gadis itu berkali-kali menolak untuk bertemu dengan mereka.Baginya, mereka hanyalah dua orang yang tidak perlu dikenalkan, dua orang asing yang tidak relevan dalam kehidupannya. Meskipun mereka adalah rekan kerja Javario, itu tidak membuat mereka lebih dekat dengan Aleasha atau membuatnya merasa harus memperkenalkan diri.Dalam kebingungannya, Aleasha merenung, "Aku harus ngomong apa ini?" Pikirannya berputar cepat, mencoba mencari cara untuk mengatasi kebingungan ini. Namun, hingga saat ini, dia hanya terdiam. Bahkan ketika dia bersuara, itu hanya untuk memesan makanan, tidak lebih dari itu.Selanjutnya, dia hanya diam, memperhatikan Celina dan Rio yang sibuk berdiskusi. Meskipun mereka tampak begitu terlibat dalam pembicaraan mereka, Aleasha bahkan tidak tahu dan t
Setelah pertemuan pertama mereka, Aleasha jarang bertemu dengan Javario. Informasi yang dia terima dari Roby menyebutkan bahwa Javario sibuk mengurus kepindahan perusahaan rintisannya, sementara keluarganya tengah sibuk mempersiapkan segala hal terkait pernikahan. Sementara itu, Aleasha sendiri sering kali harus pergi ke butik yang telah disiapkan oleh keluarga Aksata untuk urusan persiapan pernikahan.Setiap kali Aleasha mengunjungi butik yang dipilih oleh ibu Javario, dia tidak bisa membantu diri untuk memikirkan seberapa besar kekayaan yang dimiliki oleh keluarga tersebut. Selain hotel mewah bernama Ariana di Jogja, keluarga itu juga memiliki beberapa hotel cabang dengan nama yang sama, serta beberapa yang berbeda. Perbedaan ekonomi dan gaya hidup antara keluarga Anagata dan Aksata sangat jelas terlihat dari hal ini."Saya mau dikecilin lagi di bagian pinggangnya," ucap Roby, desainer busana yang bertanggung jawab atas gaun pernikahan Aleasha.Aleasha membulatkan matanya dengan sed
"Maksudnya gimana, Mas?" tanya Aleasha gugup. Jantungnya berdetak dengan sangat kencang karena ucapan ambigu dari calon suaminya itu. Sedangkan Javario terlihat sangat santai dan tidak banyak bereaksi. "Saya cuma mau bilang itu," katanya sekenanya. *** Aleasha terpukau dengan pemandangan yang baru saja ditemuinya. Sebelum mencapai rumah baru mereka, dia melintasi gerbang utama kompleks yang terlihat begitu mewah dan modern. Pada sebuah pilar besar, terpampang jelas tulisan "Komplek Perumahan Ganesha", sebuah kompleks perumahan elit yang terletak di pinggiran kota. Di sekitar kompleks, terdapat berbagai fasilitas seperti klinik, taman bermain anak, dan minimarket. Jalanan di dalam kompleks terasa sangat mulus dan rindang, dihiasi dengan berbagai pepohonan. Rumah-rumah mewah berjejer rapi dengan desain yang bervariasi, menciptakan panorama yang memukau. Dalam kompleks tersebut terdapat empat blok rumah, dan rumah yang akan dihuni oleh Aleasha dan Javario terletak di blok 1. Rumah m
Setelah pertemuan tersebut, Roby berjanji untuk menjemput Aleasha esok hari untuk bertemu dengan Javario. Pria itu juga mengantar Aleasha pulang setelah menghabiskan seporsi spageti dan mengobrol berjam-jam tentang Javario dan keluarganya.“Gimana, Nak?” tanya Mateo.“Pak Richard ngomong apa aja ke kamu?” sambung Daisy.Aleasha menghela napas panjang. Di ruang tamunya itu, dia mengitarkan pandangan. Rumahnya tidak luas dan sangat sederhana. Hanya ada ruang tamu yang kecil dengan sofa lusuh, ruang makan yang merangkap dapur, dan dua kamar tidur. Sekarang dia sangat sadar bahwa keluarganya sangat sederhana.“Pak Richard langsung pergi pas ketemu. Nggak banyak ngobrolnya,” jawab Aleasha.“Terus? Kamu nggak bikin masalah, kan?” tanya Mateo memutuskan.Aleasha menggelengkan kepalanya, “Nggak kok, Yah. Besok aku ketemu sama anaknya Pak Richard.”“Kamu harus dandan yang cantik untuk besok,” ucap Daisy, “biar Ibu bantu.”Aleasha hanya bisa menganggukkan kepala pasrah.“Ya udah, kalau gitu kit
Richard tidak memiliki banyak waktu untuk menjelaskan banyak hal pada Aleasha. Setelah pertemuan singkat itu, Richard menyerahkan semuanya pada Aleasha dan Roby, sekretaris Javario yang sudah lebih dulu berada di Jogja. Roby yang akan membantu Aleasha dalam berbagai hal selama proses persiapan pernikahan. “Mbak Alea punya wedding dream?” tanya Roby. Aleasha masih di restoran yang sama dan duduk di bangku yang sama. Hanya saja orang yang berada di hadapannya berbeda. Richard sudah pergi bersama pria bertubuh tegap yang tadi mengantarnya ke restoran. Meninggalkannya dengan Roby, lelaki berkulit seputih susu yang baru saja dikenalnya. Aleasha bingung. Sebelumnya, dia tidak pernah berpikir akan menikah secepat ini. Dia menggelengkan kepalanya, “Saya bahkan nggak pernah mikirin tentang nikah, Mas,” ucapnya jujur. Mendengar itu, Roby sedikit mengernyitkan dahi, “Nggak pernah? Mbak Alea umurnya berapa?” “Dua puluh dua tahun. Saya baru lulus kuliah, Mas,” katanya. “Oh, berarti jarak del
Aleasha tidak tahu harus berbuat seperti apa lagi. Kepalanya mendadak merasa sangat sakit dan pusing di saat bersamaan. Saat Mateo mengatakan bahwa dia adalah jaminan utang satu juta dollar keluarganya yang tidak bisa dibayar, Aleasha merasa bingung dan kecewa di saat yang sama.Dia tidak menyangka bahwa dia akan menjadi objek jaminan utang. Di satu sisi, dia paham bahwa orang tuanya juga berada dalam kondisi terdesak. Benar kata Daisy, yang salah adalah keadaan. Jika keadaan tidak seperti itu, mungkin mereka bisa membayar utang pada Richard.“Ayah nggak jual kamu, Nak. Ini sudah menjadi salah satu perjanjian saat Ayah pinjam uang ke Pak Richard,” ucap Mateo mencoba menenangkan anak satu-satunya itu.“Terus apa? Ini maksudnya aku bakalan jadi babu di rumah mereka? Bakal jadi pembantu mereka? Atau apa, Yah?” desak Aleasha.Tentunya masih ada tersisa ruang untuk marah di hatinya. Dia tidak habis pikir akan bernasib seperti itu, seolah dijual oleh keluarganya sendiri.“Nggak, Nak. Kamu n
"Hah?! Berarti aku dijual?" tanya Aleasha sambil membelalakkan matanya. Mateo--ayah Aleasha, dan Daisy--ibu Aleasha mengelengkan kepalanya dengan cepat."Bukan dijual. Ini sudah seperti kesepakatan," ucap Mateo dengan tenang.Suara tenang Mateo tentu sangat tenang untuk seorang ayah yang baru saja menyuruh anaknya menikah karena perjanjian hutang.Aleasha berdiri dari kursinya, "Iya, kesepakatan buat ngejual aku, 'kan? Ayah sama Ibu udah gila?!" pekiknya. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya. Bukannya bermaksud untuk kurang ajar, tapi apa yang dilakukan kedua orang tuanya juga tidak mencerminkan sebagai orang tua."Jangan kurang ajar sama orang tua," Mateo mengingatkan, "kami melakukan ini juga untuk menghidupi kamu sehingga bisa hidup dengan layak."Aleasha kembali duduk, dia menghela napas panjang dan mencoba untuk mengatur napasnya. "Ya udah, kalau gitu Ayah sama Ibu jelasin kenapa aku dijual kayak gini," ucapnya. Mateo mulai bercer