"Marina, bisakah kamu mencabut laporannya di kantor polisi? Kasihani Bian. Karirnya hancur, hidupnya juga, termasuk dia harus mendekam di balik jeruji besi. Tidakkah kamu memiliki rasa kasihan padanya, Nak? Dia adalah pria yang baik sebelum tergoda oleh wanita itu. Dia juga ayah yang baik dan tidak pernah melakukan kekerasan padamu sebelumnya." Mama menjeda kalimatnya seolah menahan sengau dalam dada. "Jadi, sebagai seorang ibu, Mama mohon dengan sangat padamu, tolong cabut gugatannya dan berdamailah." Mama menghiba dengan wajah sendu.Aku paham kesedihan di wajah mama karena putranya harus mendekam dan mempertanggungjawabkan semuanya, tapi itu adalah konsekuensi yang harus diterima oleh Mas Bian, setelah apa yang dia lakukan padaku. Tapi sebagai seorang ibu, seharusnya dia berdoa bukan memohon sambil merendahkan harga dirinya, apalagi memintaku memaafkan perbuatan anaknya yang salah."Apa yang Mama lakukan, tolong jangan seperti ini, Ma. Jangan membuatku merasa sangat bersala
Aku yang kebingungan dipaksa untuk pergi dan masuk ke dalam mobil, sementara hari ini kebetulan Erick tidak menemani, karena ada meeting di kantornya yang tidak bisa ditinggalkan."Antarkan Marina langsung pulang ke rumahnya," ujar Papa pada sopir yang duduk di depan, lalu dia bicara juga pada dua bodyguard yang menjaga kemanapun aku pergi. "Jangan biarkan dia bicara apapun dengan Bian, dan jauhkan dia dari pria itu. Kau dengar apa kataku?!" tanya Papa bicara dengan serius. Dua pria yang tidak mengerti tentang masalahnya itu, hanya mengangguk pelan lalu duduk di samping dan di depanku.Rasa penasaran membawaku untuk menemui Mama di kafe langganannya. Wanita itu sering menikmati harinya di sini; untuk berkumpul dengan teman-teman sosialitanya. Kebetulan mama katanya datang seorang diri tanpa didampingi oleh teman- temannya yang super gaul dengan penampilan nyentrik tersebut."Marin, tumben kamu ngajak Mama ketemuan di sini
"Pikirkan saja baik-baik, Mas. Kurasa itu penawaran yang cukup pantas untukmu saat ini. Lagi pula apa kau mau terus-terusan mendekam di balik jeruji besi, sementara mungkin istri barumu akan segera bebas setelah 6 bulan kurungannya dan mencari pria lain karena kesepian," tukasku tapi mampu membuat wajah itu semakin mengeras dengan tangannya yang mengepal."Tutup mulutmu itu, Marina! Dia tidak akan berani melakukan hal itu! Aku mengenal baik siapa dia!!" Mas Bian bicara pelan tapi penuh penekanan. Tentu dia tak mau sesumbar di depan anaknya."Oh ya?" Aku nyaris tertawa mendengar kata-katanya yang lucu seandainya tidak ada Richie di sini.Aku tersenyum simpul, mendekat padanya kemudian berbisik di telinga."Memangnya sudah berapa lama kamu mengenal wanita sund4l itu, Mas? Dia bahkan dengan tak tahu malunya merebutmu dariku dan Richie. Wanita kesepian yang kau bilang sangat lihai dalam memuaskanmu itu, apakah kau yakin kalau dia tidak akan tergoda
"Kenapa harus ada adegan kayak gini sih," kesalku pada Doni yang menyetujui adegan mesra bersama lawan mainku—Sheila, dalam sinetron striping yang kugeluti hampir dua tahun ini."Apa salahnya sih? Ini 'kan cuma akting. Kamu harus profesional, Bian. Toh si Sheila juga nggak masalah beradegan kayak gitu.""Dia nggak masalah?" Aku yang heran menatap Doni yang mengangguk. Pasalnya adegan kissing itu tidak ada dalam kontrak kerja sebelumnya. Tapi entah kenapa sutradara malah menyarankan agar ada adegan itu untuk lebih mendekatkan kemistri antara aku dan Sheila. Si4l!Bukan apa-apa. Aku hanya tidak ingin memberi contoh yang buruk untuk para penikmat tontonan, termasuk aku juga tidak mau menyakiti hati istriku. Marina pasti akan cemburu melihat adegan mesra antara aku dengan wanita lain itu, terlebih usianya beberapa tahun lebih muda darinya."Ayolah, Bi. Kamu harus profesional dan terima apapun arahan dari sutr
Kesal, marah, frustasi, membuatku tidak bisa berpikir jernih menghadapi Marina yang terlanjur murka. Maka kuputuskan untuk menemui papa di kantornya. Akan kugunakan rahasia papa untuk menekan pria itu demi membujuk putrinya yang keras kepala.Melangkah dengan cepat, tak kutemui sekretaris yang biasa ada di meja kerjanya. Berpikir hal itu terjadi, aku menyunggingkan senyum dan buru-buru masuk ke ruangan.Sudah kuduga, papa dan wanita itu sedang memadu kasih. Tua bangka, beradegan mesum tidak mengenal tempat dan waktu.Pria yang tengah bermain-main dengan sekretarisnya itu langsung terkejut dan membenarkan dasinya, ketika aku menerobos masuk ke dalam ruangan tempatnya kerja sekaligus tempat bermain plus-plusnya."Bian, tak sopan kamu main masuk masuk aja ke ruangan orang. Nggak bisa apa ketuk pintu dulu."Suara papa yang serak karena tergoda oleh si wanita yang juga tengah membenarkan dressnya itu, kentara terlihat.
Aku menyambar beberapa dokumen berwarna coklat di atas meja. Kepalaku semakin berat saja melihat nama panggilan yang tertera di atasnya. Marina, selain dia melaporkanku ke pihak kepolisian, dia juga langsung mengajukan gugatan perceraian.Doni benar. Sial4n wanita itu. Bagaimana dia bisa bertindak cepat tanpa memberi kesempatan untukku.Kulempar kertas itu hingga berserakan ke ujung ruangan. Tak peduli. Yang kurasakan kini hanyalah beban yang bertumpu di atas kepala.Arghhh … rasanya seperti ada besi ribuan ton yang menimpa di atas hingga membuatku sesak dan tak berdaya. Sedangkan aku memiliki emosi dan keegoisan tersendiri, hingga ingin mendebat dan melawan semuanya.Tak sampai di sana, sekelumit masalahku datang. Kini ditambah dengan Sheila yang terus-terusan membuatku jemu. Wanita yang tidak memiliki mata pencaharian sama sepertiku, karena di blok dari berbagai kegiatan bahkan syuting dan sebagainya itu, semakin urin
"Wah, hebat sekali bumil yang satu ini. Kamu berani bicara di depan publik, lalu mengakui siapa ayah yang ada dalam rahimmu. Aku benar-benar salut padamu, Marin," ucap Erick saat aku meminta bertemu dengannya di sebuah cafe yang cukup terjaga privasinya. Bukan apa-apa, aku hanya merasa bersalah pada orang yang selama ini selalu mendampingiku. Semoga Erick tidak tersinggung saat aku menyebut mantan suamiku dan kembali mengaitkannya dengan anak yang ada dalam rahimku."Entah itu sindiran atau kau benar-benar mengagumiku," balasku mengulas senyum sambil duduk di depannya.Erick terkekeh menampilkan gigi-giginya yang bersih dan rapi."Jelas sebenarnya aku cemburu. Bahkan setelah ketuk palu, Bian masih saja dikait-kaitkan denganmu.""Lalu aku harus bagaimana, hm? Masa iya aku mengakui kalau ini adalah anakmu. Yang ada aku akan semakin dibully habis-habisan oleh para netizen yang maha benar. Lagipula mana mungkin aku berbohong untuk menjatuh
Aku mengangguk dengan pelan, "seperti yang Papa lihat di pemberitaan itu. Saat itu usia kandunganku 5 minggu, dan sekarang sudah berusia hampir 3 bulan."Brakkk!! Papa memukul meja. "Dan keegoisanmu itu telah menghancurkan ikatan pernikahanmu dengan Bian. Bener-bener anak tebal! Setidaknya tidak bisakah sekali saja kau menuruti permintaan papa waktu itu untuk tidak meninggalkan suamimu.""Tidak setelah dia berkhianat, Pa!!" balasku tak kalah tinggi, "lagi pula apa yang harus kulakukan waktu itu?!""Maafkan dia walau sekali saja. Lihat keputusan yang kau buat ini, menjadi bumerang untuk dirimu sendiri sekarang. Kau menjadi janda, dan kau hamil tanpa seorang suami, Marina!!" ucap Papa jengkel."Lalu apa masalahnya, Pa? Toh aku tidak meminta bantuan Papa untuk memberiku nafkah buat Richie. Aku bisa mencari uang sendiri. Aku sehat, dan aku tidak terbebani lagi dengan apapun. Aku hanya harus membesarkan anak ini sampai lahir dan menikah