Beranda / CEO / Wanita Pilihan Mafia / Bab 60. Menjenguk Alvaro

Share

Bab 60. Menjenguk Alvaro

Penulis: Aleena
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Buka mulutmu!"

Sean menyendokkan bubur untuk makan pagi Salwa, menyuapkan bubur itu ke mulut sang istri. Langkah awal dalam misi meluluhkan hati Salwa kembali.

Salwa menurut, membuka mulutnya dengan patuh, menerima suapan demi suapan Sean untuknya. Sesungguhnya, ia merindukan hal ini. Merindukan sikap lembut Sean kepadanya. Lelaki itu bisa berubah mengerikan, bisa juga menjadi pribadi yang sangat lembut, membuatnya bingung menentukan sikap.

Bibir itu diseka lembut, ketika bubur tanpa sengaja mengotori permukaannya. Mata mereka saling bersipandang, menatap dengan pandangan yang entah. Sekelumit rasa yang masih tertanam di hati, tak bisa menampik keinginan untuk tetap bersama.

Salwa masih diam, tak berkutik ketika bibir lelaki itu menyentuh bibirnya, membasahi permukaannya lembut. Ciuman itu adalah ciuman pertama setelah lelaki itu bertemu kembali dengannya. Bibir itu masih bertahan di sana, menjelajah dengan begitu halus, tak sedikit pun membuat Salwa kesakitan atau mengeluh lantaran
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 61. Menaklukkan Hati Istri

    "Tuan!"Salwa menahan tubuh Sean ketika lelaki itu hendak melayangkan bogem ke wajah Alvaro. Dia segera berdiri dari kursi roda, mengabaikan tubuhnya yang masih lemah, lalu memeluk Sean dengan erat. "Jangan memukulnya lagi. Dia hanya bercanda."Pelukan itu mengerat, dengan Salwa menenggelamkan wajahnya di dada lelaki itu. Entah mengapa, pelukan hangat perempuan tersebut, ternyata mampu mendinginkan hatinya yang memanas. Seolah api yang sempat membara dalam hati dipadamkan dengan cepat begitu Salwa memeluknya.Tangannya mengusap lembut kepala Salwa, membuat perempuan itu menengadah menatapnya. Bola mata bulat nan hitam menatapnya dengan sendu, menunjukkan sebuah permohonan agar tidak memperpanjang masalah. Lagi pun, tujuannya datang hanya untuk memastikan Alvaro baik-baik saja. Jika Sean kembali menyerang lelaki itu, sudah pasti urusannya semakin panjang, bukan?Tatapan yang tajam meredup, melabuhkan semua perhatian kepada perempuan di depannya. Dia menguraikan pelukan Salwa di tubuhny

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 62. Cinta Sejati

    Suara keributan di kamar Salwa membuat hampir seluruh anggota keluarga terusik tidurnya, hingga sebuah ketukan terdengar menggebu di pintu, membuat Sean maupun Salwa terperanjat. Posisi mereka sedang tidak aman, mencari-cari di mana pakaian yang tadi dilemparkan. Kamar yang semula gelap, hanya cahaya rembulan yang menyinari, mengintip di balik jendela, mendadak terang setelah Salwa menghidupkan sakelar lampu.Mengawasi situasi, setelah keduanya berpakaian kembali, ia membukakan pintu kamarnya. Di sana ada Pak Samsul dan Bu Darmini berdiri menatap dengan cemas anak dan menantunya."Apa yang terjadi?" Pak Samsul melongok ke dalam, melihat apa yang membuat mereka berteriak.Salwa menggaruk tengkuk yang mendadak gatal tanpa sebab, meringis dengan memamerkan deretan gigi putihnya. "Ranjangnya ambruk, Pak!""Hah? Bagaimana bisa?" Pak Samsul merangsek masuk, melihat ranjang yang sudah miring dengan kasur busa menjorok ke lantai. Matanya beralih menatap Sean dan Salwa secara bergantian, lalu

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 63. Gelisah

    Apa yang Sean ucapkan ternyata benar-benar dikerjakan oleh lelaki itu. Seharian ini, Sean keluar rumah tanpa mengajak Salwa. Dia tidak kunjung pulang meski hari sudah mulai petang. Sekali saja mengabari Salwa, yaitu siang tadi jika urusannya belum juga selesai.Matahari sudah tenggelam di kaki langit, menampilkan semburat warna jingga yang mulai menurun di batas cakrawala. Salwa masih betah menunggu di teras rumah, menanti dengan perasaan cemas juga waswas. Bagaimanapun, Sean adalah orang baru di negera ini. Dirinya saja yang warga lama sering kali tersesat dan tidak bisa pulang. Lantas, bagaimana dengan Sean yang penggunaan bahasa Indonesianya masih belum banyak memahami berbagai kosakata? Namun, Salwa terlupa jika suaminya bukanlah lelaki sembarangan. Sean memiliki pengawal yang mumpuni serta uang yang membuatnya bisa melakukan banyak hal meski terkendala bahasa. Sehingga, di mana pun dia berada, semuanya tampak mudah.Hingga waktu makan malam telah tiba, Salwa masih menunggu. Bu

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 64. Kandidat Misterius

    Sebuah amplop coklat tebal tergeletak begitu saja di atas meja. Hingga sepasang mata berbingkai bulu mata lentik mengalihkan perhatian ke arahnya. Senyum mengembang di bibir berlipstik merah, menyadari jika uang yang didapat akan lebih banyak dari perkiraannya."Aku ingin kau memanfaatkan kecerdasanmu. Masuk ke perusahaan yang baru dirintis, dekati pemiliknya. Aku ingin dia lebih tertarik kepadamu dan berakhir meninggalkan istrinya."Bibir semerah darah tertawa kecil, mengangguk dengan yakin. "Itu perkara mudah." Dia meniup-niup ujung kuku berpoles kutek warna merah. "Pria asing menyukai wanita cerdas dan cantik. Dan semua itu ada padaku. Kau bilang apa tadi? Istrinya hanya tamatan SMA. Oh, ya ampun, itu membuat tugasku semakin mudah.""Maksudmu?" Lelaki yang kepalanya masih mengenakan perban tampak mengerutkan kening, menunjukkan ketidaksukaan dengan apa yang baru saja wanita itu katakan. "Levelnya jauh di bawahku. Ayolah! Aku tidak perlu banyak berdebat untuk menjelaskan kelebihank

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 65. Aroma yang Mengganggu

    Beberapa orang dari perusahaan utama telah diboyong oleh Sean untuk sementara waktu mengisi jabatan-jabatan krusial selama belum menemukan kandidat yang cocok.Dia sudah memikirkan ini sejak lama, yaitu ketika mengabaikan Salwa selama perempuan itu pergi ke Indonesia. Ada keinginan untuk memperluas jaringan untuk menguasai pasar sistem keamanan di negara itu, sehingga ia lebih banyak alasan untuk mengunjungi negara sang istri suatu saat nanti.Salwa mengantar Sean keluar, bersamaan satu kotak bekal di tangan. Mencium punggung tangan lelaki itu sebagaimana kebiasaannya ketika berada di penthouse dulu. "Dimakan, ya?" Sean menerima kotak bekal tersebut, meraup kepala Salwa untuk kemudian dikecup keningnya. Berpindah ke bawah, tangannya mengusap perut sang istri yang masih datar, lantas menciumnya juga. "Jaga diri baik-baik. Kalau mual lagi, hubungi aku! Aku akan makan siang di rumah jika kau ingin ditemani."Salwa tertawa kecil. Semenjak kejadian itu, obat mual Salwa hanya satu, yaitu b

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 66. Kencan Romantis

    Hampir dua bulan berlalu, di mana Alin telah berada dalam ruang lingkup kerja Sean. Perempuan itu merasa sepak terjangnya berjalan lambat. Kemampuannya yang luar biasa tak serta merta membuat Sean terkagum-kagum untuk sekadar melihatnya. Dia masih mencari cara agar lelaki itu tak hanya menganggapnya sebagai karyawan berkompeten biasa. Ia ingin menjadi lebih dari itu. Wanita yang patut diperhitungkan kematangannya.Dia lebih berani menggunakan pakaian kerja. Yang mana sebelumnya selalu mengenakan setelan formal, celana kain panjang dipadukan blazer berpotongan dada rendah, kini tampak lebih minimalis.Alin mengenakan rok span lima belas sentimeter di atas lutut dengan belahan samping yang makin mengekspose bentuk paha serta kaki jenjangnya. Tinggi semampai, tubuh padat berisi dengan pakaian bermerk yang menunjang penampilan dan tidak lupa wajah menawan yang selalu bisa memabukkan pria mana pun yang memandang. Dengan segala kelebihan yang ia miliki, Alin semakin percaya diri jika dirin

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 67. Mual

    Lengan berbalut kemeja lengan panjang tampak melingkar di bahu Salwa, mengantar perempuan itu keluar dari area restoran.Salwa meminta diantar ke kamar kecil. Sejak sebulan belakangan ini rasa ingin buang air kecilnya lebih intens. Ia mendadak mencintai toilet karena terlalu seringnya mengunjungi tempat yang identik dengan kotoran manusia."Masuklah! Aku tunggu di sini."Sean membiarkan Salwa masuk ke dalam toilet wanita. Tidak mungkin dirinya yang seorang pria ikut masuk ke dalam dan menunggu Salwa di depan bilik toilet, bukan? Sehingga ia memilih berjaga di depan sembari bersandar di dinding dengan tangan membuka smartphone, sementara tangan yang lain dimasukkan ke dalam saku celana.Sean menenggelamkan dirinya dalam sebuah artikel yang ia baca di salah satu platform berita digital, sehingga tak menyadari ada seorang wanita yang datang menghampirinya dengan senyum nakal dan mimik wajah penuh gairahEntah disengaja atau tidak, wanita yang mengenakan hak tinggi itu tiba-tiba terjatuh

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 68. Datang

    Sean membuka pintu kamar perawatan Salwa dan mendapati perempuan itu berbaring sembari menatap langit-langit kamar yang didominasi warna putih. Kelopak matanya sesekali berkedip dengan raut pucat yang terlihat jelas di bagian mata serta bibir.Sean melangkah mendekat, mencoba bertanya langsung kepada Salwa. Mengapa dia tiba-tiba menolak disentuh? Apakah benar jika bau tubuhnya tidak menarik lagi? Atau jangan-jangan dia sudah tidak tampan lagi?Sean menggeleng kuat-kuat. Dia masih percaya diri jika dirinya masihlah sangat tampan. Semua wanita sudah mengakui dan terpesona akan ketampanannya tanpa terkecuali."Salwa?" panggilnya perlahan, menjaga jarak agar tidak terlalu dekat. Takut jika memang Salwa mual karena bau tubuhnya.Mata bulat itu meliriknya sebentar, lalu kembali menatap langit-langit ruangan. Sejenak Sean merasa kesal, karena Salwa lebih menyukai plafon rumah sakit daripada dirinya."Hei, ada apa?" Dia bergerak maju, masih penasaran dengan sikap Salwa yang tiba-tiba berubah.

Bab terbaru

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 128. Tamat

    Alan kembali tertawa. Tawa renyah tanpa takut Sean akan menghajarnya setelah itu."Tentu saja tidak. Kau sangat menggemaskan, Tuan Arthur.""Kau!"Sean beranjak berdiri, ingin mencekik Alan yang kembali mentertawainya. Namun, Alan segera menghindar, ikut berdiri dengan menghadapkan ke depan kedua telapak tangannya yang terbuka lebar."Ayolah, Sean. Aku hanya bercanda.""Bercandamu tidak lucu. Pulang saja ke negaramu!" ucap Sean menahan kesal kepada sahabatnya itu.***Malam ini adalah minggu ke dua setelah tragedi mualnya Salwa yang anti didekati oleh Sean. Sean terpaksa menahan diri agar tidak menyentuh Salwa, padahal dia termasuk lelaki yang tidak sanggup menahan kebutuhan hasrat biologisnya dalam waktu lama.Dia terpaksa tidur di ruang kerja yang berada tepat di samping kamar tidur utama. Dia berusaha memejamkan mata, mengatasi rasa menggigil ingin dihangatkan oleh tubuh wanita yang dicintainya.Suara derit pintu terdengar lirih, dengan langkah kaki yang menapak lantai marmer di ru

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 127. Ngidamnya Salwa

    Jelas perhatian semua tamu undangan kini beralih pada sosok tegap yang wajahnya terlihat meradang. Lelaki tinggi dengan berbalut tuxedo mahal berjalan di atas karpet merah menuju panggung di mana Salwa dan Angela berdiri di sana.Langkah kakinya terdengar tegas begitu berada di atas panggung. Tangannya mengambil paksa microphone di tangan Angela, lalu mengeluarkan sapu tangan dari saku celana untuk digunakan mengelap kepala serta gagang microphone tersebut. Hal itu sengaja ia pertontonkan di hadapan Angela, menunjukkkan bahwa perempuan itu lebih menjijikkan dari dugaannya.Sementara sebelah tangan Sean memeluk pinggang Salwa, menarik perempuan itu agar lebih mendekat ke arahnya. Tatapannya tertuju pada semua tamu undangan yang sebelumnya tampak riuh karena ulah Angela, kini tiba-tiba hening dan senyap."Dia memang pernah menjadi pelayanku. Dia juga pernah mengandung anakku." Air mata Salwa seketika menetes mendengar perkataan Sean. Ada apa ini? Apakah ia datang ke sini hanya untuk dip

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 126. Pesta Pernikahan

    Tidak ada kata terlambat untuk menciptakan kehidupan yang diinginkan. Semua akan berjalan sesuai dengan apa yang sedang kita perjuangkan.Pria bermata biru mengusap kepala sang istri yang baru saja tersadar setelah pemeriksaan dokter dilewati beberapa menit yang lalu. Bibirnya menyunggingkan senyum ketika memandang bulu mata lentik mengerjap ringan. Mata bulat itu memandang dengan sayu, buliran air pun menggenang di pelupuk mata, lantas menetes dengan aliran ringan membasahi pipi."Syukurlah kau sudah sadar." Sean menyeka air mata di pipi Salwa dengan ibu jari kanannya secara bergantian. Pria itu tak menanyakan hal yang sesungguhnya ingin sekali ia tanyai, terkait apa saja yang sudah Salwa lakukan dengan Ramunsen di kamar mereka."Mas, ...." Suara Salwa terdengar serak, mungkin karena terlalu banyak menangis. Menyadari hal itu, Sean mengambilkan minum untuknya, membantu Salwa duduk dari pembaringan.Sedikit demi sedikit air di dalam gelas itu berpindah ke mulut Salwa, membasahi tenggo

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 125. Mengejar Ramunsen

    Mobil sport yang memiliki kecepatan lintasan di atas rata-rata digunakan Sean untuk mengejar Edward dan Salwa. Zoe bertugas mengendarai, sementara Sean duduk di sampingnya sembari berpikir dan mendengar segala laporan anak buahnya yang telah memata-matai Ramunsen dari atas ketinggian.Mobil mewah berwarna metalic itu menerobos apa saja yang ada di depan mata, memacu secepat yang ia bisa di tengah keramaian. Kepiawaian Zoe dalam mengendarai mobil tersebut sudah tidak diragukan lagi. Lelaki itu mengernyit ketika titik koordinat yang akan mereka lewati menuju daerah dataran tinggi."Tuan, mobil mereka ...."Sean hanya diam, meski Zoe tidak melanjutkan kalimatnya. Lelaki itu terlihat berpikir serius, tentang apa yang dilakukan Ramunsen di tempat seperti itu. Benar-benar tidak masuk akal.Sekelebat bayangan seorang wanita hamil dari kejauhan tampak tertatih-tatih dalam menahan kesakitan dan di sebelahnya dirangkul oleh seorang laki-laki yang kemungkinan besar adalah suaminya, menjadi perh

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 124. Datang Tepat Waktu

    Salwa bernapas lega melihat siapa yang datang. Air mata yang sejak tadi mengalir terus saja berlinang tiada henti. Dia terisak, tetapi tetap membungkam mulutnya.Pria itu adalah Sean Arthur bersama Zoe sang asisten yang berdiri di belakangnya. Rasa lega bukan hanya karena Salwa merasa aman sebab ada yang menyelamatkannya, tetapi juga melihat sang suami masih hidup dan dalam keadaan sehat. Padahal sebelumnya ia sudah sangat putus asa karena informasi akan keadaan Sean yang sedang bertaruh nyawa dengan bahan peledak, tetapi ternyata Tuhan memberinya secercah harapan."Jangan bergerak! Tetap di tempat." Ramunsen membuang gelas tersebut hingga pecah dan membasahi karpet bulu yang membentang di hampir seluruh permukaan lantai. Tangannya merogoh sesuatu di balik saku celana, lalu menunjukkan benda itu kepada semua orang. Sebuah suntikan berukuran mikro kini berada dalam genggaman lelaki itu."Ini adalah zat afrodisiak. Aku sudah memasukkan afrodisiak ini dalam konsentrasi tinggi. Bayangkan,

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 123. Ramuan Laknat

    Lima jam berlalu setelah melakukan penerbangan kembali ke Indonesia. Baru saja Sean menyalakan mode data smarphone, sebuah email masuk dari Zoe sang asisten mengharuskan Sean menatap layar digital tipis miliknya untuk memeriksa. Di sana, Zoe mengirimkan file attachment di mana berisi foto-foto dan potongan berita khusus yang membuat Sean tercengang. Segera ia hubungi lelaki itu untuk mengetahui kejelasan lebih dalam dari email yang baru saja dikirimkan kepadanya."Tuan Arthur," ucap Zoe begitu menghormati Sean sesaat lelaki itu menjawab panggilan."Katakan, apa maksud semua ini? Mayat siapa itu?" Sean tak kuasa menahan diri. Semua yang terpampang di depan mata seperti sebuah teka-teki.Namun, Zoe di seberang sana terdengar menghela napas panjang sebelum pada akhirnya menjawab, "Polisi telah menemukan jenazah hancur kepalanya sekitar tiga bulan yang lalu. Jika dilihat dari kondisi jenazah itu, kemungkinan besar dia adalah korban pembunuhan sadis dan kejam. Dia ditemukan di sebuah alir

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 122. Penyesalan Seorang Anak

    Hingga beberapa waktu mereka menunggu, tiada sesuatu yang terjadi. Semua pasang mata terbuka hampir bersamaan. Ketakutan dan kepasrahan kini berubah menjadi rasa penasaran. Dilihatnya bom itu telah berhenti di angka 00.01 yang artinya, terlambat hanya dalam satu detik saja, mereka semua akan lenyap dari muka bumi.Terdengar helaan napas dari bibir semua orang. Rasa lega belum sepenuhnya terobati, Fang Yi melihat sinar merah di kepala Abust. Dia menyeret lelaki itu, tetapi dirinya justru terjatuh dengan tubuh Abust menimpa dirinya."Cih, minggir! Kau bau." Abust segera berguling ketika kedua tangan Fang Yi menolaknya. Sementara sinar itu tetap mengarah kepadanya."Kau sendiri yang menyeretku. Kalau suka bilang saja."Fang Yi melihat sosok dari balik pagar sedang bersiap menarik pelatuk, dia segera menarik kembali tubuh Abust, membiarkan pria itu menimpanya sekali lagi dan ....Suara lesatan peluru itu terdengar, menerbangkan debu-debu yang ada di puncak gedung rumah sakit itu. Semua or

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 121. Terselamatkan

    Fang Yi menuruni anak tangga darurat sembari mengatur frekuensi di earpiece yang tersemat di telinganya. Ia lebih yakin untuk membuntuti empat pria bertubuh kekar dengan orang tua berwajah mencurigakan daripada langsung menuju ruang bawah tanah. Instingnya bekerja cepat, merasa ada hal tidak beres dengan sekelompok mereka tadi. Meskipun Abust tidak memercayai perkataannya, tetapi ia sangat yakin dengan keyakinannya.Dia kehilangan jejak mereka, tetapi terus saja melangkah karena merasa mendengar suara sayup-sayup di lorong tangga darurat. Suara itu menggema, mungkin karena tiada benda-benda yang memantulkan suara dengan sembarang arah, sehingga lebih terdengar jelas di indra pendengaran.Langkah kaki Fang Yi menapak hati-hati, mengurangi suara pantulan sepatu agar tidak membuat kecurigaan seseorang yang mungkin sedang bersembunyi tanpa sepengetahuannya.Tepat ketika kaki Fang Yi melangkah melewati kelokan, menuruni anak tangga berikutnya, sebuah tangan mendekap kepalanya.Dia berontak

  • Wanita Pilihan Mafia   Bab 120. Love at The Darkness

    Abust menoleh ke arah sumber suara, melihat sosok berpakaian putih dengan badan tegap membawa troli dengan kain-kain putih ternoda. Tampaknya lelaki itu adalah petugas rumah sakit.Merasa tidak ada waktu berbasa-basi, Abust segera menodongkan senjata ke dahi lelaki itu. Mata pria berpakaian putih membukat, tak menyangka akan mendapatkan serangan mendadak seperti itu. Kedua tangan ia angkat ke atas dengan telapak tangan membuka lebar."Jongkok!" perintah Abust.Pria itu mengangguk hati-hati, menurut dengan merendahkan diri sembari melipat kaki."Katakan! Di mana ruang rahasia itu?"Lelaki itu menggeleng. "Ruang rahasia apa? Aku hanya petugas pembersih.""Sudah berapa lama kau bekerja?""Empat tahun. Tolong, aku tidak tahu apa-apa. Biarkan aku bekerja dengan tenang."Abust tak menuruti. Dia masih meletakkan ujung senjata di dahi pria itu. Empat tahun lamanya menjadi petugas di ruangan itu, mana mungkin tidak menyadari sesuatu."Jika kau masih mencintai pekerjaanmu, kau harus menunjukkan

DMCA.com Protection Status